POV AwanPagi ini ku terbangun dengan perasaan yang tidak enak, setelah apa yang terjadi kemarin membuat hubunganku dengan Ren menjadi serba canggung. Bahkan sejak semalam, Ren tidak menyapaku sama sekali. Yah, mungkin ini lah yang terbaik bagi kami berdua untuk saat ini. Aku harus belajar untuk introspeksi diri, bukan karena apa yang diucapkan Ren bersama teman – temannya tempo hari. Justru karena apa yang di ucapkan Ren waktu itu membuatku sadar akan suatu hal yang penting, Ren dan statusku!.Mungkin bisa saja Ren benar – benar tulus dengan perasaannya padaku, tapi apa yang akan dipikirkan oleh orang lain tentang dirinya. Seorang anak konglomerat berhubungan dengan seorang anak pembantu. Gila! Aku tidak sanggup membayangkan Ren yang akan menjadi malu karena statusku ini. Jika aku dan Ren memang ditakdirkan untuk berjodoh di kehidupan ini, paling tidak aku harus bisa memantaskan diri untuknya. Untuk itu, aku harus berhasil dulu agar statusku bisa sebanding dengannya kelak, agar orang
Rachel melihatku sebentar, mungkin dia heran melihat responku. Rasain dah tuh, kayaknya tipikal cewek cuek begini harus di hadapi dengan cuek juga. Tampak Rachel menarik napas dalam sebentar lalu menghembuskannya. "Gue heran aja, masih ada cowok bodoh kayak loe yang mau mengantar nyawa sia – sia masuk ke sarangnya geng motor hanya demi menyelamatkan seorang cewek", katanya dengan ekspresi yang susah kutebak. "Yah. Mungkin benar apa katamu. Karena aku bodoh", jawabku asal, sambil duduk di rumput taman dan meluruskan kakiku. Rachel seperti tidak menyangka jawabanku akan ngasal seperti itu, mulutnya sampe melongo dan jadi canggung mau melanjutkan kata – katanya kembali. "Apa semua itu pantas ?", tanyanya dengan menaikan alis matanya sebelah kanan menatapku. "Aku tidak tahu", jawabku datar. Rachel terlihat makin bingung dengan jawabanku, lalu ia ikutan duduk di sebelahku meluruskan kakinya kedepan, sambil menunggu jawabanku lebih lanjut. "Aku tidak tahu apa itu pantas. Tapi demi seo
POV Renata Aku sudah berusaha tidur dari semalam, namun setiap mataku terpejam kembali teringat dengan kata – kata Awan yang sangat menyakitkan bagiku. Entah kenapa ia seperti sengaja mengucapkan kata yang jelas ia sangat tahu kalau aku sangat benci jika ia mengucapkan kata itu. Dan sore kemaren Awan seperti sengaja memanggilku dengan sebutan 'Non'. Padahal sejak awal bertemu sudah kubilang padanya jika aku paling tidak suka ia memanggilku dengan sebutan itu. Lama aku terdiam saat Awan memanggilku dengan panggilan 'Non', bahkan ia dengan datarnya mengucapkannya. Aku memanggil namanya dengan pedih yang tertahan di dada, namun ia pergi begitu saja. Shit! Aku benar – benar tidak tahan. Kenapa Awan merendahkan dirinya begitu, aku saja tidak mempermasalahkan status dan strata sosialnya. Karena bagiku ia adalah seorang yang sangat spesial bagiku, dan semua sikap anehnya terjawab sudah ketika tidak lama kemudian mbak Surti menyadarkanku dari lamunan panjangku. "Non Ren, kenapa menangis", k
POV AuthorTernyata supir Joe membawa Awan ke kantornya terlebih dahulu. Entah apa yang di rencanakan oleh Joe pada Awan, tapi sepertinya ia sengaja membawa Awan ke tempat kerjanya terlebih dahulu untuk mempelajari potensi dan latar belakang Awan yang sebenarnya."Hai, selamat datang anak muda", sambut Joe begitu melihat Awan masuk ke ruang kerjanya."Halo om", sapa Awan sambil menjabat tangan Joe."Gimana keadaanmu ? udah pulih sepenuhnya ?", tanya Joe basa – basi."Yah, seperti yang Om lihat. Udah fit kembali nih", kata Awan tersenyum santai.Setelah berbasa – basi sebentar, Joe mengajak Awan keliling perusahaannya. Tidak terasa hari sudah larut sore ketika mereka selesai berkeliling sekitar perusahaan Joe yang terbilang lumayan besar besar.Saat malam, Joe sengaja mengajak Awan untuk mampir di salah satu night club yang di kelolanya."Tempat apa ni om ?", tanya Awan heran, karena memang itu pertama kalinya ia mampir ke tempat seperti itu."Ini namanya dunia malam ibu kota anak muda"
"Lihat ke arena yang dibawah", kata Joe sambil menunjuk ke arah Arena yang ada di lantai bawah. Ternyata di sana sudah ada orang yang lagi bertarung, dan dari bangku penonton terdengar sorak sorai dari penonton mendukung masing – masing jagoan mereka. di arena sendiri kedua petarung sudah saling berdarah – darah, namun tetap saling serang dengan semangat tinggi dan keahlian beladiri masing – masing. Seolah saling menunjukkan siapa diantara mereka yang paling jago, karena siapa yang bisa merobohkan lawannya, maka dia lah yang akan jadi pemenangnya. Namun karena Awan dan Joe saat ini sedang berada di ruang VIP sehingga suara sorakan penonton tidak terdengar menganggu ke dalam ruangan. "Maksud om apa menunjukkan tempat ini pada saya ?" tanya Awan. "Dan pertarungan itu, apa maksudnya ?", sambung Awan. "hehehe ternyata kamu orangnya tidak suka basa – basi yah", kata Joe sambil melirik Awan sebentar. Lalu ia membakar cerutunya sambil menatap ke arah depan. Awan menunggu Joe menjelaskan
"Ya udah, kamu boleh kembali bekerja", perintah Joe pada anak buahnya tersebut. Junet mengangguk hormat pada Joe dan Awan, lalu ia permisi keluar ruangan. "Junet itu yang memimpin bisnis disini sementara", kata Joe lagi sambil melihat ke arah Awan. "Sementara ? memang siapa yang menghandle sebelumnya om ?" "Bosky", jawab Joe. "Bosky ?", ulang Awan, seperti pernah mendengar nama tersebut, namun lupa ia pernah mendengarnya dimana. "Iya!, orang yang kamu bikin babak belur sebelum masuk ruang utama di gudang tempo hari", dengan tawa yang agak sumbing mengingat bagaimana tangan kanannya tersebut di kalahkan oleh Awan waktu itu. "Oh, saya benar – benar minta maaf om. saya gak tahu kalau itu anak buah om", kata Awan menyesal. "Hehehe, gak usah dipikirkan. Seorang petarung justru akan bangga kalah dipertarungan daripada kalah diatas ranjang, iya kan!", kata Joe santai dengan memberi analogi yang aneh. "Om bisa aja!. Tapi saya merasa tidak enak karena telah membuat anak buah om cidera
POV AwanPagi ini aku terbangun dengan badan yang kurang enak, lagi aku merasakan perasaan yang tidak enak ketika bangun pagi ini. entah kenapa setiap ada persoalan yang rasanya masih menggantung pasti membuat istirahatku jadi tidak tenang begini. Eh, kok rasanya aku tidak bangun dikamarku yah ? Astaga, aku baru ingat jika semalam tidur dirumahnya om Joe. Untung dikamar ini ada kamar mandi didalamnya, sehingga aku bisa cuci muka dan membersihkan diri seadanya.Begitu aku turun kebawah, ternyata om Joe dan keluarganya sedang berkumpul di ruang makan. Ruang makan rumah om Joe terbilang unik, karna desainnya yang klasik dan terbuka langsung ke halaman belakang, sehingga rasanya sangat asri yang membuatku serasa berada dikampung halamanku, Bukititnggi."Pagi om", sapaku pada om Joe."Hai, dah bangun kamu Awan ?", sapa om Joe begitu melihatku datang menghampiri mereka."Ini loh ma, anaknya yang papah bilang semalam", kata om Joe pada istrinya."Halo tante", sapaku pada istri om Joe sambil m
Pagi ketika kami sarapan, Ren hanya diam saja tanpa bicara dan menatapku sama sekali. Kelopak matanya terlihat agak sembab dan bengkak, apa Ren tidak tidur semalaman yah ? atau ia masih sedih karena kejadian kemarin ? Begitupun ketika kami dalam mobil, Ren diam saja tidak menyapaku sama sekali, apalagi menatapku. Suasana benar – benar terasa canggung diantara kami. Bahkan pak Usman pun tidak berani bicara melihat Ren yang diam saja semenjak berangkat. Ketika sampai di depan gerbang sekolah, Ren keluar duluan dan langsung masuk ke dalam gerbang sekolah tanpa bicara denganku. Hufftt huuu Aku menghela nafas menenangkan diri. Mungkin begini lebih baik, biarlah Ren membenciku, daripada ia malu karena statusku, pikirku. Begitu masuk ke dalam gerbang, kulihat dua temanku juga baru datang. "anjay baru datang jagoan kita", kata Novi menyambutku. "Asem, kok wajah loe gak ada bekas luka sama sekali bray ?", kata Radit heran memandangku heran, soalnya aku yang cideranya paling parah, sedang
Awan teringat kejadian dimana dia koma dulu, jadi saat Ia sedang tidak sadarkan diri Angel mengambil kesempatan itu. Apa Ia sengaja menyelinap sendiri dan nekat masuk ke dalam kamarnya ? Tapi, apapun itu, Awan percaya jika Angel bisa melakukan itu. Angel cukup licik untuk trik seperti itu. Awan justru senang, ternyata ciuman pertama Angel masih dengan dirinya bukan cowok lain. Kalau tidak, Ia pasti akan cemburu dibuatnya."Hmn kenapa senyum-senyum?""Berarti sekarang kita sudah impas, karena kali ini Aku yang mencuri ciuman kedua mu. Jadi skornya satu-satu sekarang, xixixi."Baru saja mereka larut dengan kebahagiaan setelah berpisah sekian lama, terdengar himbauan untuk penumpang agar segera menaiki pesawat. Eskpresi Angel langsung berubah sendu."Pergilah." Kata Awan lembut dengan tatapan penuh cinta."Tapi..." Angel terlihat berat untuk melangkah pergi. Ia masih belum puas bersama Awan saat ini, Ia begitu mencintai Awan dan baru bertemu sebentar saja. Tapi harus segera pergi, Ange
"Tentu saja, Aku menyayanginya." Jawab Awan dengan yakin."Kalau begitu, kakak harus bergegas menyusulnya sekarang.""Hah, maksudnya?""Karena 3 setengah jam lagi pesawat Kak Angel akan berangkat menuju Inggris dari Bandara Soetta. Kak Angel telah memutuskan untuk melanjutkan studinya disana.""Apa? Kenapa kamu tidak bilang daritadi kalau Angel akan berangkat." Ucap Awan panik. Lalu bergegas pergi, tanpa menunggu penjelasan Raysha lebih lanjut.Dalam pikirannya saat ini adalah Angel, dalam hati Ia berulang kali merutuki kebodohannya selama ini. Ini salahnya juga, kenapa tidak menemui Angel sebelumnya. Dia tahu Angel berkarakter keras, kalau sudah memiliki kemauan, pasti Ia akan mewujudkannya.Selama ini, Awan hanya menyimpulkan sendiri jika Angel hanya sibuk dengan dunia sendiri. Tanpa Ia sadari, jika Angel melakukan semua itu untuk dirinya."Lihat akibat sikap keras kepalamu, membuat kita menjadi jauh seperti ini." Gumam Awan kesal.Semula Awan hendak meminjam mobilnya Devi, karena k
"Kamu mau meminta apa?" Tanya Awan melihat keraguan Karin."Apa Kamu sudah bisa move on dari Kak Nata dan menemukan penggantinya?"Pertanyaan Karin semakin membuat Awan binggung, Awal dia ingin meminta sesuatu, lalu malah bertanya. Apa korelasi pertanyaannya dengan permintaan yang akan diajukan Karin padanya.Awan berpikir sesaat, move on dari Renata? Jelas bayangan Renata masih begitu kental dihatinya. Bagaimana Ia akan bisa melupakannya? Kenangan yang ditorehkan Renata dalam hatinya begitu dalam hingga sulit baginya untuk menghapusnya begitu saja. Bahkan setiap Awan pergi ke Kota ini, kesedihan selalu menyelimutinya sepanjang waktu.Lalu, apakah Ia sudah menemukan penggantinya? Siapa, Annisa? Memang Ia mencintainya, tapi Ia belum ingin memikirkannya saat ini. Angel? Walau Ia semakin sering mengiriminya pesan dan telponnya yang tidak pernah diangkatnya, Awan mulai ragu dengan masa depannya bersama Angel karena sikap Angel sebelumnya."Move on, aku sedang berusaha. Untuk pengganti Ren
"Yaah, bisa gak sih kalau waktu berhenti sampai disini saja? Aku pengen bareng kalian terus." Ucap Veby sedih."Seandainya pun bisa, mungkin kita semua tidak akan pernah menjadi dewasa. Bukankah itu lama-lama akan membuat kita bosan? Justru dengan adanya waktu yang berjalan, kenangan hari ini dan sebelumnya akan menjadi kenangan terindah dalam diri kita masing-masing. Saat kita menyongsong masa depan dan kita bertemu lagi dengan diri kita yang sudah dewasa, bukankah itu jauh lebih indah?""Benar apa yang diucapkan Awan! Biarkan kenangan indah persahabatan kita, terukir abadi dalam hati. Yang perlu kita lakukan adalah memenuhi janji yang kita buat hari ini, lima tahun lagi kita akan bertemu kembali dengan masing-masing impian kita dan dengan diri kita yang lebih dewasa." Ucap Lina menanggapi."Iya, mari kita berjanji. Lima tahun lagi kita akan berkumpul dengan impian kita masing-masing." Kata Siska."Lima tahun lagi, kita akan berkumpul kembali." Ikrar yang lainnya penuh semangat."Loh
"Aw aw.. Sakit Vi.""Hahaha,, Hajar Vi."Teriak Siska senang begitu melihat Novi dan Radit yang mengaduh kena jeweran Devi."Aduh duh sakit, Vi. Lepasin.""Kebiasaan kalian berdua nih yah, mau ikut meluk Awan apa mau ngambil kesempatan?" Ujar Devi galak."Yah, kan sekalian gitu Vi." Balas Radit ngeles."Jewer aja terus Vi, kalau perlu sampai sampai putus telinganya. Emang tuh si Radit." Shiren ikut mengompori."Ciiee yang mentang-mentang udah bubaran jadi sengit gitu." Ledek Lina sambil tertawa."Wkwkwk, Shiren senang banget melihat Radit menderita sekarang."Yang lain malah ikut menertawakan Radit dan Shiren, sampai ketika Sherla mengalihkan topi pada Awan lagi, "Awan, kamu kemana aja selama ini?" Tatapan Sherla masih sama dengan yang dulu. Begitu tahu Renata meninggal saja, Sherla adalah orang yang paling bersedih. Dia sedih dengan meninggalnya Renata dan lebih sedih lagi karena Ia tahu jika Awan adalah yang paling kehilangan Renata saat itu. Ia tahu jika perasaannya tidak mendapat
Setelah berlalu beberapa hari, Mikha tampak sudah mulai bersikap seperti biasa. Tidak hanya itu, sekarang Ia bahkan tampak jauh lebih ceria dan bersemangat dari sejak Ia pertama datang. Mungkin karena tingkat hubungannya dengan Awan yang sudah lebih intim, membuatnya lebih bisa terbuka dalam segala hal. Sepanjang periode itu, Angel juga sudah berulang kali mencoba untuk menghubungi Awan. Tapi, Awan sedang enggan untuk menanggapinya saat ini. Bahkan notifikasi pesan masuknya sudah ribuan dan tidak ada satupun yang ditanggapi Awan.Alasan utamanya bukan karena apa yang dilihat Awan ketika di Resto sebelumnya, tapi karena sikap Angel sendiri yang tampak enggan untuk bertemu dengannya selama ini. Sehingga Awan pun mulai meragukan kelanjutan hubungannya dengan Angel.Tepat disaat Ia melihat-lihat hp-nya, sebuah notifikasi muncul. Ternyata itu adalah pesan dari sahabatnya, Sherla. Ternyata Ia memberi kabar tentang acara perpisahan mereka yang akan berlangsung 2 hari ke depan. Cukup lama j
Mikha memikirkan hendak menerima tawaran dari Mpok Rina. Awan sudah membaca gelagat Mikha, sehingga Ia cepat bicara, "Mikha akan tinggal bersama saya, Mpok."Mikha dan Mpok Rina sama terkejut dengan pernyataan Awan barusan."Maaf, Mas ini siapa yah?" Mpok Rina bertanya dengan menyimpan kecurigaan pada Awan. Ia melihat Awan semenjak tadi dan bahkan menemani mereka sampai ke tempat pemakaman. Cuma karena Ia fokus pada Mikha sebelumnya, sehingga tidak menghiraukan keberadaan Awan."Ia teman saya, Mpok. Namanya, Awan. Ia juga yang telah menyelamatkan Mikha sebelumnya." Mika khawatir jika Mpok Rina akan mencurigai Awan tidak baik, sehingga Ia cepat menjelaskan siapa Awan untuk menghindari kesalahpahaman."Oh, begitu. Terimakasih banyak, Nak. Kamu telah menyelamatkan Mikha, kasihan Ia sudah tidak punya siapa-siapa lagi sekarang." Ujar Mpok Rina ramah dan telah mengubah penilaiannya terhadap Awan."Tidak usah sungkan, Mpok. Mikha juga teman saya, sudah kewajiban saya menolong seorang teman.
2 jam kemudian, Awan dan Mikha sudah sampai disalah satu daerah pinggiran Ibu Kota. Disana Awan baru sadar, betapa besarnya ketimpangan antara lingkungan Apartemen yang ditinggalinya dengan tempat yang sedang dilaluinya bersama Mikha sekarang. Kebanyakan bangunan yang ada disini bersifat semi permanen dan bahkan ada sebagian rumah yang hanya berdindingkan seng dan kardus bekas.Ditambah jumlah penduduk yang begitu padat membuat tempat ini sebenarnya sangat tidak layak untuk dihuni.Menurut keterangan Mikha, rata-rata mereka yang tinggal disana adalah pendatang yang datang dari luar daerah untuk mengadu nasib di ibu kota. Tapi, karena biya hidup yang begitu tinggi sehingga mereka hanya sanggup untuk menyewa rumah-rumah liar seperti itu.Belum lagi, resiko digusur oleh satpol PP yang bisa datang kapan saja.Awan dan Mikha melewati beberapa gang, sebelum menuju salah satu rumah yang sangat-sangat sederhana. Itu adalah rumah kontrakan Mikha, namun herannya rumah itu begitu sepi. Mikha me
Karena situasinya yang sudah tenang dan mencair diantara mereka, tapi karena pelukan Mikha yang sekarang sudah tenang dan tidak takut lagi seperti sebelumnya. Belum lagi, kenyataan jika kulit mereka bersentuhan secara langsung, justru membuat Awan yang tidak tenang jadinya. Bagaimanapun Ia masih muda, memeluk wanita cantik dalam keadaan terbuka membuat begitu hasratnya mudah tergoda."Hmnn.. itunya bangun lagi." Tunjuk Mikha malu begitu sadar bagian bawah tubuh Awan bergerak. Ia tidak menyangka jika benda yang semalam telah mengoyaknya itu akan kembali terbangun, sehingga wajah Mikha kembali tersipu."Hmn, dia terbangun karena dipeluk wanita cantik.""Apaan sih." Ucap Mikha tersipu sambil mencubit pelan pinggang Awan.Setelah Mikha tertidur pulas disampingnya, Awan bergegas mencari informasi tentang geng Kapak Merah melalu jaringannya di Klan Atmaja. Bukan hal yang sulit untuk mencari informasi tentang gengster manapun dalam Negeri, karena Ia sendiri sudah punya kendaraan besar Klan