"siapa yang memasang ini ?", teriak Veby memandang ke arah siswa yang tadi bergerombol di depan mading. Namun tidak satupun diantara mereka yang menjawabnya, selain tatapan aneh dan senyum sinis yang diarahkan ke arahku. "Ada apa sih Veb?", tanyaku sambil mendekat kerah mading. "Awan gak usah baca artikelnya", kata Sherla coba menutupi Mading dengan punggungnya, namun terlambat karena aku cepat menahan bahu kanannya dan terlanjur membaca sebuah artikel yang ada di mading. Lidahku terasa kelu, begitu membaca sebuah artikel. "ANAK PEMBANTU YANG COBA MENOMPANG TENAR DENGAN MEMACARI SEORANG ANAK KONGLOMERAT" Begitu judul artikelnya, lengkap dengan foto – foto ku dan Ren di dalamnya, itu foto ketika di kantin sekolah. Entah siapa dan kapan diambilnya, yang paling menusuk adalah kata - kata di bawahnya. Seorang anak pembantu yang berasal dari kampung, Dengan ilmu peletnya memacari Renata Wijaya, majikannya tempat ibunya bekerja. .... .... Dan banyak lagi kata – kata kasar dan tida
Awalnya aku akan membalas ucapannya, namun begitu melirik ke arah Ren, matanya terlihat sembab, muka Ren terlihat agak pucat, sehingga membuat amarahku seakan langsung sirna seketika.Hufftt huuuAku menghela napas dalam.Aku memutuskan pergi dan membawa makananku untuk pindah ke meja lainnya, daripada suasana semakin tidak enak atau emosiku jadi semakin menggila, bisa – bisa aku beneran membunuh orang disini nantinya."Kalian disini saja, biar aku yang pergi", kataku pada teman – temanku begitu melihat mereka ikutan berdiri ketika melihatku pergi.Tampak tatapan tidak enak dari teman – temanku, namun ketika aku akan pergi Radit dan Novi tetap mengikuti langkahku sambil membawa makanan mereka."Awan", panggil seseorang dari meja pojok belakang. ternyata itu suaranya Ilham, yang tampak sedang mengangkat tangannya memanggilku. Aku dan kedua temanku menghampiri tempat duduknya. Namun begitu aku sampai di dekat Ilham, tampak beberapa teman Ilham langsung berdiri dengan menyediakan tempat d
Ternyata Angel membawaku ke ruang VIP yang ada di samping ruang kepala sekolah, tempat ia mengajakku pertama kali melalui Roy. "Apa maksudnya kamu bawa aku kesini ?", tanyaku begitu kami sampai dalam ruangan. "aku benar – benar kesal denganmu", kata Angel datar lalu duduk di sofa panjang yang ada ditengah ruangan. "Loh, memangnya apa yang terlah kulakukan sehingga membuatmu kesal", tanyaku heran. Perasaan aku tidak ada bertemu dengan sejak kejadian itu. Aku duduk di sampingnya, Cuma agak sedikit berjarak biar lebih enak mengobrolnya. "Pertama, kamu tidak memberi kabar kalau kamu sudah sembuh. Kedua, kamu membiarkan dirimu di hina seperti itu tanpa membalas sama sekali. Bodoh!", katanya kesal. Loh, memang apa hubunganya toh aku tidak memberi kabar sama dia. Lah aku yang dihina kok Angel yang sewot, benar – benar dah. "Gimana mau menghubungi, nomor kamu aja aku gak ada", jawabku jujur. Begini deh kalau dihadapan wanita, lain yang dpikir kan malah lain yang diucapkan. Angel tampak
"Please Ngel!, gue khilaf. Gue tahu gue salah, please jangan apa – apain gue Ngel", mohonnya dengan tatapan penuh ketakutan melihat Angel."Hehehe bukan Gue yang akan menghukum loe Mik. Lagian cara yang pantas buat loe adalah cara yang sama dengan apa yang seharusnya loe lakukan ke Renata", kata Angel lagi sambil mengkode Andre dan 2 pria yang masuk bersama Roy sebelumnya."Eh kalian mau apa ?", kata Mika panik begitu Andre menariknya kebelakang sehingga Mika sekarang posisinya duduk persis diatas pangkuan Andre."Dre, please jangan apa – apain gue Dre", kata Mika terisak begitu Andre memeluknya erat dan dua cowok lainnya mulai mengapitnya dari depan."Angel", kataku sambil mengernyitkan alis menatap ke arahnya, walau aku tidak suka dengan apa yang telah dilakukan Mika pada Renata, tapi aku juga tidak tega melihatnya dilecehkan di depan mataku."Udah kamu lihat saja", kata Angel dengan senyum sadisnya. Ia mendekatiku dan memegang tanganku lalu membawaku duduk tak jauh dekat sofa ruang
POV AwanAku berjalan menuju ruang kelas dengan segudang pikiran yang berkecamuk dibenakku, setelah apa yang disampaikan oleh Angel benar–benar membuatku syok. Urusan Mika, aku sudah bisa menebak apa yang telah dilakukannya terhadap Ren berdasarkan apa yang disampaikan oleh Rachel padaku sebelumnya. Namun bukan itu yang membuat pikiranku kacau saat ini, tapi apa yang disampaikan oleh Angel didalam ruangannya tadi. Bagaimana Angel bisa tahu sangat banyak tentang keluargaku, sedangkan aku sendiri masih bertanya – tanya tentang siapa ayahku sesungguhnya. Ayah yang tidak pernah kukenal sosoknya sejak aku lahir ke dunia ini, seorang ayah yang tidak pernah kulihat wujudnya seperti apa, bahkan Ibuku sendiri tidak pernah menceritakan tentang siapa Ayah kepadaku. Pertanyaan yang lama kupendam sejak aku kecil, siapa Ayahku ? dimana ia ? seperti apa rupanya ? kenapa ia tidak pernah datang ? dan banyak pertanyaan lainnya yang membuatku lelah untuk menanyakannya, karena sampai saat ini aku belum pe
POV Renata Dua malam aku tidak bisa tidur dengan tenang, semalam kemaren ingin bicara empat mata dengan Awan, orangnya malah tidur di tempatnya om Joe. Seharian aku hanya bisa uring-uringan karena tidak bisa bertemu dengannya. Ternyata benar apa yang dikatakan pepatah 'Love is Sweet Torment', tapi siksaan itu membuatku jadi tidak bisa istirahat dengan tenang sebelum bertemu dengannya. Entah Awan merasakan apa yang sedang kurasakan saat ini.Seharian itu aku menunggunya pulang, tapi Awan baru pulang katika hari sudah larut malam dengan diantar oleh om Joe. Aku tahu kalau ia datang, tapi sengaja aku tidak keluar dari kamar, berharap Awan yang datang menghampiri. Sempat hatiku berlonjak senang ketika derap langkahnya terhenti persis di depan pintu kamarku, namun apa yang kuharapkan hanya sebatas harapan, karena kehadiran yang kunanti hanya sebatas lamunan saja, Awan hanya diam beberapa saat lalu masuk kekamarnya. Tidak tahukah ia, kalau aku sangat menanti kedatangannya ? tidak tahukah ia
"Kak Daniel bisa tidak bicara dengan bahasa yang sopan", kata Karin yang duduk di sebelah kiri Daniel, disaat aku menantikan Awan akan membela dirinya, justru Karin adik kelasku yang berdiri membela dirinya di depan kakak sepupunya sendiri."Dek! Loe belain anak babu itu juga ?", bentak Daniel pada Karin."Ucapan kakak udah sangat keterlaluan", kata Karin dengan nada agak tinggi membela Awan."Loh, aku berbicara fakta kan! atau jangan – jangan kamu juga sudah kena pelet oleh anak pembantu itu ?", kata Daniel sengit."Cukup", aku mendengar suara bentakan cukup keras, dari arah belakang Daniel. Ternyata Awan yang berdiri, kulihat ia mulai terpancing emosinya.Iya, begitu sayang. aku tahu kalau kamu lebih baik dari ini, buktikan kamu lebih baik dari si penghinamu, balas ia, batinku.Aku menatap haru dengan mata berkaca-kaca ke arah Awan, namun begitu tatapan kami bertemu, Awan seperti menahan emosinya kembali.Kenapa sayang ? ayo keluarkan emosimu, batinku.Namun Awan bukannya melanjutkan
Mivi dan Reni sampai menatap ke arah Mika dengan tatapan heran."Jadi, kamu yang menyebar berita itu ?", tebakku langsung dengan nada mulai meninggi. Tapi kepalaku juga terasa mulai sakit, sehingga aku coba memejamkan mata mengurangi rasa sakit dikepalakuReni sampai memegangi lenganku untuk menenangkanku."Kenapa ?", tanyaku dingin pada Mika.Mika sampai terisak sesaat, lalu dengan suara terbata ia menjelaskan alasan kenapa ia sampai tega mengkhianati hubungan persahabatan yang kami bina semenjak SLTP."Gue jelous pada loe Nat, kalian semua anak orang berada, sementara gue! Hikss..", kata Mika memulai penjelasannya.Reni dan Mivi sampai terpana mendengar ucapan Mika."Hanya karena itu, loe tega mau mencelakai Nata, Mik?", kata Mivi yang juga mulai marah."Dan tidak tertutup kemungkinan, loe bisa aja mencelakai kita bertiga. Iya kan Mik ? JAWAB", kata Reni dengan nada tak kalah tinggi. Sementara Mika makin terisak, mengakui kesalahannya."Biarin dia bicara", ucapku datar.Mika menatap