POV AwanAku berjalan menuju ruang kelas dengan segudang pikiran yang berkecamuk dibenakku, setelah apa yang disampaikan oleh Angel benar–benar membuatku syok. Urusan Mika, aku sudah bisa menebak apa yang telah dilakukannya terhadap Ren berdasarkan apa yang disampaikan oleh Rachel padaku sebelumnya. Namun bukan itu yang membuat pikiranku kacau saat ini, tapi apa yang disampaikan oleh Angel didalam ruangannya tadi. Bagaimana Angel bisa tahu sangat banyak tentang keluargaku, sedangkan aku sendiri masih bertanya – tanya tentang siapa ayahku sesungguhnya. Ayah yang tidak pernah kukenal sosoknya sejak aku lahir ke dunia ini, seorang ayah yang tidak pernah kulihat wujudnya seperti apa, bahkan Ibuku sendiri tidak pernah menceritakan tentang siapa Ayah kepadaku. Pertanyaan yang lama kupendam sejak aku kecil, siapa Ayahku ? dimana ia ? seperti apa rupanya ? kenapa ia tidak pernah datang ? dan banyak pertanyaan lainnya yang membuatku lelah untuk menanyakannya, karena sampai saat ini aku belum pe
POV Renata Dua malam aku tidak bisa tidur dengan tenang, semalam kemaren ingin bicara empat mata dengan Awan, orangnya malah tidur di tempatnya om Joe. Seharian aku hanya bisa uring-uringan karena tidak bisa bertemu dengannya. Ternyata benar apa yang dikatakan pepatah 'Love is Sweet Torment', tapi siksaan itu membuatku jadi tidak bisa istirahat dengan tenang sebelum bertemu dengannya. Entah Awan merasakan apa yang sedang kurasakan saat ini.Seharian itu aku menunggunya pulang, tapi Awan baru pulang katika hari sudah larut malam dengan diantar oleh om Joe. Aku tahu kalau ia datang, tapi sengaja aku tidak keluar dari kamar, berharap Awan yang datang menghampiri. Sempat hatiku berlonjak senang ketika derap langkahnya terhenti persis di depan pintu kamarku, namun apa yang kuharapkan hanya sebatas harapan, karena kehadiran yang kunanti hanya sebatas lamunan saja, Awan hanya diam beberapa saat lalu masuk kekamarnya. Tidak tahukah ia, kalau aku sangat menanti kedatangannya ? tidak tahukah ia
"Kak Daniel bisa tidak bicara dengan bahasa yang sopan", kata Karin yang duduk di sebelah kiri Daniel, disaat aku menantikan Awan akan membela dirinya, justru Karin adik kelasku yang berdiri membela dirinya di depan kakak sepupunya sendiri."Dek! Loe belain anak babu itu juga ?", bentak Daniel pada Karin."Ucapan kakak udah sangat keterlaluan", kata Karin dengan nada agak tinggi membela Awan."Loh, aku berbicara fakta kan! atau jangan – jangan kamu juga sudah kena pelet oleh anak pembantu itu ?", kata Daniel sengit."Cukup", aku mendengar suara bentakan cukup keras, dari arah belakang Daniel. Ternyata Awan yang berdiri, kulihat ia mulai terpancing emosinya.Iya, begitu sayang. aku tahu kalau kamu lebih baik dari ini, buktikan kamu lebih baik dari si penghinamu, balas ia, batinku.Aku menatap haru dengan mata berkaca-kaca ke arah Awan, namun begitu tatapan kami bertemu, Awan seperti menahan emosinya kembali.Kenapa sayang ? ayo keluarkan emosimu, batinku.Namun Awan bukannya melanjutkan
Mivi dan Reni sampai menatap ke arah Mika dengan tatapan heran."Jadi, kamu yang menyebar berita itu ?", tebakku langsung dengan nada mulai meninggi. Tapi kepalaku juga terasa mulai sakit, sehingga aku coba memejamkan mata mengurangi rasa sakit dikepalakuReni sampai memegangi lenganku untuk menenangkanku."Kenapa ?", tanyaku dingin pada Mika.Mika sampai terisak sesaat, lalu dengan suara terbata ia menjelaskan alasan kenapa ia sampai tega mengkhianati hubungan persahabatan yang kami bina semenjak SLTP."Gue jelous pada loe Nat, kalian semua anak orang berada, sementara gue! Hikss..", kata Mika memulai penjelasannya.Reni dan Mivi sampai terpana mendengar ucapan Mika."Hanya karena itu, loe tega mau mencelakai Nata, Mik?", kata Mivi yang juga mulai marah."Dan tidak tertutup kemungkinan, loe bisa aja mencelakai kita bertiga. Iya kan Mik ? JAWAB", kata Reni dengan nada tak kalah tinggi. Sementara Mika makin terisak, mengakui kesalahannya."Biarin dia bicara", ucapku datar.Mika menatap
POV AwanTidak lama setelah Karin keluar dari kelas, akupun bersiap untuk pulang. Aku mengambil tas dan berjalan keluar kelas. Saat berada diluar kelas."Ren ?", gumamku lirih. Karena aku melihat Ren jalan bersama Daniel menuju lantai 1. Namun ada yang aneh dengan Ren, ia berjalan pelan dan seperti orang sedang mabuk, karena jalannya terlihat limbung. Firasatku tidak enak, akhirnya ku ikuti mereka dari belakang.Benar apa yang kukhawatirkan, begitu sampai dilantai bawah, saat dilapangan menuju gerbang keluar sekolah, Ren terhuyung dan terlihat mau pingsan, sehingga aku berlari cepat kearahnya. Aku menangkap tubuh Ren sebelum jatuh, persis sedetik menjelang tangan Danil menyentuh tubuh Ren.HugAku memeluk tubuh Ren. Astaga! Tubuh Ren sangat panas dan wajahnya terlihat sangat pucat. Apa sejak tadi pagi itu Ren sudah sakit ? itukah alasannya, ia terlihat diam dan lesu sepanjang hari."Anjing! Ngapain loe disini ? anak pembantu kayak loe gak pantas memegang tubuh Ren. Pantasnya Cuma orang
"Iya dia cerita, dia mau diperkosa sama Andre. Untung ada kamu yang menolongnya. Makasih yah sayang, aku salut deh sama kamu" lanjut Ren bangga dengan sikapku. Dia gak tahu aja kalau aku juga dilema waktu itu, hehehe."Awww..", Teriak Ren sambil memegangi kepalanya."Ren apanya yang sakit, bentar yah hubungi dokter Dona dulu" kataku cemas.Namun Ren menahan tanganku, matanya masih dipejamkan untuk meredakan sakit yang menyerang kepalanya. Aku mengelus-elus kepala Ren."Ambilin obat yang disamping itu", pinta Ren sambil menunjuk obatnya yang ada diatas meja.Aku mengambilkan obat yang dipinta oleh Ren, dan membantunya agak duduk dan meminum obatnya."Makasih yah sayang", ucap Ren tersenyum lemah.Aku berdiri mau kedapur, maksudku ingin menambah air minum untuk Ren, namun lagi ia menahanku agar aku tetap disampingnya."Please jangan pergi lagi, aku hanya mau kamu ada disampingku. Aku gak mau menderita karena tidak adanya kamu disampingku, hikss", ucap Ren sedih sambil memeluk erat lengan
POV RENATA "Hai cantik, bangun dong!" sapa sebuah suara yang sangat akrab di telingaku setiap pagi. Iya, itu suara Awanku. Sejak aku jatuh pingsan di sekolah kemaren ia jadi lebih perhatian padaku. Senang ? jelashlah. Siapa sih wanita yang tidak senang diperlakukan dengan perhatian begitu oleh pria yang dicintainya. "Hmnn malah meluk guling. Dah mau jam 6 nih, tar kita telat loh ke sekolahnya" kata Awan lagi, suaranya sangat dekat ditelingaku. Aku bisa merasakan nafasnya sangat dekat dari wajahku. Aku ingin mengisenginya lagi, sengaja biar ia lama-loama didekatku. Dan kalian tau apa yang dilakukan Awan selanjutnya ?CuppppSebuah ciuman hangat mendarat lembut dikeningku, mau tidak mau membuatku menggeliat manja."Tuh kan, kebiasaan! Yuk bangun" kata Awan sambil membelai lembut pipiku."Hmnnn kecup lagi" kataku sambil menujuk pipiku."Kumat manjanya nih" ledek Awan. tapi tetap saja ia mengecup kedua pipiku lembut.Cuupp CuuppTidak hanya satu, Awan mengecup kedua pipiku."Sudah ya, ak
POV Awan.Dua minggu setelah peristiwa Ren jatuh pingsan, hubungan kami sendiri semakin dekat dari hari ke hari. Begitu tahu sakit yang diderita Ren setelah menelusuri setumpuk obat yang diberikan oleh Dokter Dona sebelumnya, aku merasa harus lebih perhatian dan menjaga dirinya. Apalagi saat kedua orang tuanya dan ibuku sedang tidak ada disini, tapi bukan berarti aku tidak tulus memberi perhatian padanya. Karena jauh dilubuk hatiku terdalam, juga sedang mengalami dilema yang membuatku kebingungan harus menentukan sikap.Sebuah perasaan yang tiba-tiba begitu kuatnya tumbuh dalam diriku untuk seorang Renata, mungkin karena kedekatan kami akhir-akhir ini, perhatian-perhatian yang sering diberikan Renata padaku, gayanya yang ceplas-ceplos dan apa adanya, walau terkadang ia suka memaksa, tapi karena itulah yang membuat ia jadi punya tempat spesial dalam hatiku. Disamping itu, rasa bersalah juga terus menghantuiku. Perasaan bersalah karena aku telah membagi hatiku, jika dulu hanya ada Annisa