"Dokter, dokter Hesti, tolong Lidia! Dia melakukan percobaan bun*h diri!" seru Ibu Lidia dengan nafas terengah."Hah? Apa? Mana Lidia sekarang, Bu?" tanya Hesti antusias. "Di luar. Di dalam mobil.""Mbak, Mas, tolong jemput pasien dari mobilnya di luar!" instruksi Hesti. Dua orang perawat segera mendorong brangkard dan menuju pintu depan UGD dan mengevakuasi Lidia untuk diperiksa di ruang UGD. Lidia tampak lemas dan gemetar. Hesti segera menuju ke tempat Lidia berbaring lalu memeriksa, nafas, nadi, denyut jantung dan bising usus. Sejenak Hesti bingung. Dalam hati dia merasa masih kesal dengan Lidia. Kalau menuruti hal itu, ingin rasanya Hesti memberikan terapi yang salah, agar gadis itu semakin menderita. Atau dia ingin mengusir Lidia agar mencari alternatif dokter yang lain.Namun di sudut hati yang lain, sisi kemanusiaan nya berontak dan ingin menyelamatkan nyawa Lidia. Hesti menarik nafas panjang."Apa yang terakhir diminum atau dimakan pasien?" tanya Hesti akhirnya. Dengan
POV penulis Adi segera mengayunkan tinjunya dan mengarah tepat ke pipi Narendra. Buaaakkhhh!Pipi Narendra memerah dan Narendra terpelanting. Tapi dengan cepat dia menguasai keadaan dan bangkit berdiri."Adi! Apa kamu sadar apa yang telah kamu lakukan?" tanya Narendra tenang. "Tentu saja. Aku hanya ingin tidak ingin Hesti menjadi milikmu.""Gil* kamu! Kamu lupa ya kalau kamu yang bilang padaku kalau tidak apa-apa jika aku ingin mendekati Hesti?!""Hm, yah, itu dulu. Sekarang aku ingin berjuang mendapatkan Hesti kembali. Demi kebahagiaan anak kami!""Omong kosong, kamu mendekati Hesti karena ego kamu. Pasti kamu merasa bahwa setelah jadi janda, dia semakin cantik. Iya kan? Itulah bodohnya kamu!""Bac*t! Hiyat!"Adi merengsek maju sambil melayangkan tendangan nya. Narendra berhasil menghindar. "Berani kamu menyentuhku lagi, silakan kemasi barangmu!" "Perset*n! Aku tidak masalah kalau dipecat dari sini! Aku juga tidak sudi jadi sales lagi!"Adi mengayunkan tinjunya dan Narendra deng
POV penulis Papi Hesti segera menemui para tamu lagi. Hesti mengekori dari belakang. "Maaf jika ada sedikit keributan tadi. Saya harap kalian maklum dengan apa yang telah terjadi pada rumah tangga anak saya. Dan mari kita lanjutkan acara ini."Acara demi acara ulang tahun Verico berjalan dengan khidmat. Dan akhirnya semua tamu pulang satu per satu menyisakan Narendra. "Mak Rendra, kamu disini dulu saja bersama kami.""Pi, kenapa sih? Kan Narendra pasti sibuk dengan pekerjaan nya? Kenapa malah ditahan di sini?" tanya Hesti merasa tak enak. Narendra tersenyum. "Enggak kok. Aku free hari ini. Kan sudah pulang kerja. Tidak ada janji bertemu klien. Aku enggak keberatan kalau tinggal lebih lama disini. Sekaligus ingin melihat mobil yang telah kamu beli untuk Verico. Apa sudah dicoba di sini?" tanya Narendra mengulas senyum."Hm, belum. Kan sudah dicoba di show room kamu, dan sudah bisa jalan? Jadi sekarang Verico hanya perlu unboxing saja.""Wah, benar kah?""Nah, kalau begitu, ayo kita
POV penulis "Wah, berat banget," keluh salah seorang dari dua orang berbaju hitam sambil memegangi kaki Narendra. "Jangan banyak ngeluh. Katanya kamu mau dapetin Narendra kan? Kamu harus mau berkorban dong! Jangan mau enaknya saja!" sembur yang lain. Orang yang mengeluh tadi hanya bisa mendengus kesal lalu akhirnya dia tetap memegang kaki Narendra walaupun nafasnya sampai terengah-engah."Nah, ayo tinggal sedikit. Angkat pantat nya juga. Jangan lemes. Demi jadi kaya. Hup!!"Akhirnya dua orang berbaju hitam itu bisa menaikkan Narendra ke mobilnya. "Kamu temani dia di tengah. Biar aku yang nyetir, Lid!" instruksi Adi sambil melepas maskernya. "Oke. Tapi nanti kalau Pak Rendra tiba-tiba bangun gimana?" "Enggak akan bangun, percayalah. Tadi obat biusnya kuberi banyak.""Baiklah, Mas.""Oke. Kita berangkat ke hotel sekarang dan melaksanakan rencana selanjutnya."***"Halo Bang. Sesuai janji, kami sewa kamar di hotel ini ya."Resepsionis yang menunggu di balik meja di depan hotel mela
POV penulis Lidia dan Adi berpandangan."Apa kita ketahuan?!""Aku enggak peduli. Kita langsung pergi saja dari sini!"Adi lalu memacu mobilnya meninggalkan tanah kosong dengan seruan lelaki yang baru saja kencing di dekat selokan. "Hei, kamu kenapa sih?" tanya sekelompok lelaki yang juga sedang memegang senter."Tadi aku melihat mobil parkir di sini setelah aku kencing. Lalu ada dua orang mencurigakan yang mendadak masuk ke dalam mobil itu, jadi aku teriakin mereka.""Lalu mana mereka sekarang?" tanya salah seorang diantara kumpulan orang yang sedang siskamling itu seraya mengarahkan senter ke seluruh penjuru tanah kosong. Yang ditanya mengedikkan bahu. "Lah nggak tahu dimana. Wong mereka kabur."Terdengar helaan nafas kecewa beberapa orang. "Pasti mereka pasangan mes*m.""Belum tentu. Bisa jadi mereka pasangan pesugihan yang nyari korban di sini.""Duh, pikiran kamu. Kebanyakan nonton horor. Bagaimana kalau mereka ternyata maling dan baru saja merampok salah satu rumah di kampun
Wajah Hesti benar-benar tersipu. Dan saat dia hendak membalas pesan dari Narendra, sebuah suara seperti kaca pecah terdengar memekakkan telinga. Prangggg!!!![Ya Tuhan Mas, sepertinya ada yang melempar kaca jendela ku.][Hah? Siapa?][Entahlah, aku juga enggak tahu. Aku periksa dulu ya.]Tanpa menunggu jawaban dari Rendra, Hesti turun dari ranjangnya dan membuka pintu kamar. Dengan perlahan dia berjalan ke arah asal suara. "Apa itu Pi? Apa yang sedang terjadi?" tanya Hesti yang menemukan Papinya sedang memasukkan sesuatu ke dalam saku celananya. Papinya menoleh melihat Hesti. Ada rona terkejut terlihat dari wajahnya. "Tadi Papi main bola kasti sama Verico. Eh, bolanya malah kena jendela dan pecah.""Aduh, bagaimana dong Pi?" tanya Hesti dengan wajah khawatir sambil melihat kaca jendela yang berlubang sebesar batu. "Gampang saja. Habis ini Papi akan manggil tukang untuk benerin kok.""Hm,.ya sudah. Kalau begitu, sekarang Verico dimana Pi?" "Tuh, ada di dalam kamarnya. Tadi sih mau
"Dengar ya?! Kalau Adi saja yang telah menjamah kamu berulangkali tidak ingin menikahi mu, apalagi aku?" tanya Narendra sarkas membuat Lidia berteriak dan langsung menuju ke arah Narendra lalu menampar pipi lelaki itu. Plaaakkk!!!Pipi Narendra memerah. Tapi Narendra hanya tersenyum saja. Dengan tenang, dipandangnya mata Lidia."Mbak Lidia ... Mbak Lidia, dengar baik-baik ya. Lelaki manapun tentu akan berpikir seribu kali jika ingin menikahi mu. Bayangkan kamu kan sudah dijamah oleh Adi, dan saya sanksi jika hanya Adi saja yang menjamah kamu. Sorry to say Mbak, tapi lelaki akan mencari perempuan yang baik untuk jadi istri dan ibu bagi anaknya daripada perempuan yang hanya menang cantik dan seksi saja. Kalau kamu ingin mendapat pendamping hidup, kamu harus instrospeksi dulu."Narendra terdiam sejenak dan melihat respon Lidia yang tampak menahan marah. "Hm, saya sudah selesai bicara. Jadi sekarang saya akan pulang."Narendra berdiri dari kursi nya dan berjalan menuju ke pintu ruang t
"Hm, Mama boleh usul enggak? Seandainya setelah pemberian dooprize pada customer yang beruntung, dilanjutkan acara lamaran kalian bagaimana? Pasti romantis dan meriah," usul Mama Rendra membuat Hesti yang sedang menyesap teh hangatnya terbatuk-batuk. "Uhuk! Uhuk!""Yang, kamu kenapa?" tanya Narendra kaget melihat Hesti yang terbatuk-batuk. Hesti menginjak kaki Narendra yang berada di sampingnya sambil tersenyum kecut. Narendra menyeringai, menahan rasa sakit karena kakinya diinjak. "Kamu sakit, Sayang?" tanya Mama Narendra cemas. Hesti dengan cepat menggeleng. "Saya hanya terkejut Ma. Uhm, rencana ini terlalu indah untuk saya. Tapi terlalu mendadak," sahut Hesti."Hm, kenapa? Bukankah rencana yang baik harus disegerakan pelaksanaannya?" tanya Mama Rendra. "Atau orang tua kamu tidak setuju dengan hubungan kalian berdua?" lanjut Mama Rendra lagi. Hesti dengan cepat menggeleng. "Bukan. Bukan itu Ma. Mami dan Papi mendukung kok tentang hubungan saya dan Mas Rendra.""Lalu? Apa lagi