Perlahan aku membuka mata, langsung kuedarkan pandangan dan melihat sekelilingku adalah ruangan yang asing, tidak pernah aku datangi sebelumnya. Aku tidak tahu di mana aku sekarang, yang aku ingat terakhirnya kali aku masih berada di mobil dengan jalan yang sudah sangat sepi tanpa bangunan dan rumah warga. Selebihnya, aku tidak tahu apa-apa setelah pingsan akibat tamparan keras di pipiku.Sekarang saja masih terasa sakit. Aku merasa pipiku bengkak dan ujung mulutku terluka. Aku tidak bisa memastikan langsung, karena kedua tanganku diikat ke belakang.Jelas ini adalah sebuah kejahatan.Namun aku masih belum bisa menebak dengan keyakinan kuat siapa yang melakukan semuanya dengan sengaja dan semua ini sangat niat untuk dilakukan.Brak!!Pintu terbuka dengan keras, lalu pria tadi masuk mendekat padaku. Seharusnya tadi aku tidak perlu merasa kasihan dengan cerita sedihnya, terlalu berperasa malah membuatku masuk dalam lubang perkara."Sudah sadar?" tanyanya sambil berjongkok di depanku."
Aku berteriak sekencang mungkin semampuku mengeluarkan sisa-sisa tenaga. Meskipun tahu jika hasilnya akan nihil tetapi setidaknya aku berusaha untuk melawan, tidak hanya diam berpasrah karena tidak ada lagi harapan.Plak!!Pria itu menampar pipiku kembali."Kamu mau memecahkan gendang telingaku? Ikut saya!"Pria itu kembali menarik tanganku untuk mengikuti keinginannya. Sekarang dia membawaku ke lantai dua. Kakiku semakin sakit dan perih, penyiksaan ini terlalu kejam."Saya sudah berbaik hati sedari tadi, tapi kamu terus membuat saya kesal!"Sekarang aku dan pria itu berada di rooftop. Tidak terpikir sebelumnya jika villa ini memiliki rooftop, meskipun beralaskan kayu yang sudah cukup rapuh ketika diinjak.Hari sudah benar-benar gelap. Entah jam berapa pastinya ini sudah lewat tengah malam. Aku perhatikan sekeliling villa ini hanya ditumbuhi pepohonan. Seperti berada di tengah-tengah hutan saja."Tadi saya sudah menawarkan sesuatu yang akan membuat kamu merasakan kenikmatan karena kit
Aku sudah pasrah jika memang ini adalah akhir dari hidupku. Yang jelas sebelum semuanya seperti ini, aku sudah melakukan hal yang benar, mengungkap kebenaran dan melepaskan semua yang menjadi beban. Entah akhirnya Tuhan akan menerima kebaikanku atau tidak, itu sudah bukan lagi kuasaku. Tidak ada tawar-menawar jika sudah berurusan dengan takdir. Baik atau sebaliknya, aku sudah siap.Aku memejamkan mataku, menunggu mobil mana yang lebih cepat mendekat padaku, atau mungkin aku akan diapit sampai nyawaku benar-benar berpisah dari ragaku? Semakin menunggu, rasa ingin tetap hidup malah semakin besar.'Aku ingin selamat, aku ingin selamat dengan cara apapun Tuhan mengirimkan bantuan-Nya untukku.'Tiba-tiba aku merasa seseorang menarik tanganku, membuat aku dengan spontan membuka mata. Meski dalam gelap, sinar rembulan dan lampu yang menyoroti kami, aku tahu jika itu adalah Pak Anggara.Tanpa ada perkataan apa-apa, dia langsung membawaku masuk ke dalam mobil.'Inikah cara Tuhan menyelamatkan
Dan aku lagi-lagi dibuat tidak habis pikir dengan semua usaha Evelyn yang dilakukan sampai seniat itu. Rumah yang dia berikan untukku itu memang sengaja ia pilihkan rumah yang mempunyai layar belakang yang pernah aku dengar dari tukang yang aku panggil kemarin.Usahanya tidak tanggung-tanggung, Evelyn membeli seluruh rumah itu, dan membuatnya seolah berpenghuni tidak hanya aku agar aku tidak merasakan aneh. Ia simpan beberapa mobil di beberapa rumah yang ternyata memang kosong. Bahkan ia juga membayar seseorang untuk menjadi petugas keamanan secara dadakan yang juga bertugas untuk mematikan aliran listrik disetiap rumah ketika sudah siang. Agar semua terlihat normal.Aku hanya berpikir, jika aku menyetujui untuk pindah dan menerima rumah itu, maka semuanya sudah aku anggap beres dan selesai. Namun Evelyn tidak mengizinkan hidup aku setenang itu.Dia mulai meneror sampai ternyata dia berniat untuk menyingkirkan nyawaku secara perlahan dengan penyiksaan yang tidak aku bayangkan tadi ole
Sudah satu pekan berlalu aku tinggal di apartemen bersama Pak Anggara. Ia benar-benar ingin memastikan jika Evelyn tidak menyuruh orang lain untuk mencariku. Aku tidak diperbolehkan untuk keluar. Semua pakaian yang ada di koper juga ponsel yang ada di dalam tasku, tertinggal di villa kosong itu.Aku merasa tidak masalah karena Pak Anggara memastikan aku tidak kurang apapun. Dia membelikan baju-baju baru yang aku butuhkan, juga ponsel baru yang hanya tersimpan nomor dirinya saja."Aku sudah siapkan sarapan," ucapku sambil menuangkan susu untuk kami berdua sarapan bersama seperti hari-hari kemarin.Sesudah aku bisa berjalan dan luka di kakiku kering, aku senang bisa menyiapkan makanan untuk Pak Anggara sebagai rasa terimakasihku, sebab hanya itu yang bisa aku lakukan."Seperti inilah nanti gambaran kita saat menikah."Begitulah yang selalu diucapkan oleh Pak Anggara ketika aku menyiapkan makanan untuknya. Bagaimana aku tidak tersipu malu, jika dia juga selalu memuji makanan yang aku bua
"Syarat apa?" Aku memicingkan mataku penuh dengan kecurigaan. "Malam ini aku ingin tidur denganmu.""Tidak!"Aku langsung menolak karena dari awal aku sudah berniat untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Aku sedang dalam proses memperbaiki diriku yang pernah berbuat salah. Meskipun aku sudah dalam proses berpisah dengan Mas Rendi, tetapi bukan berarti aku bisa bebas melakukan apapun dengan orang lain sekalipun itu adalah Pak Anggara. Seseorang yang memang aku inginkan dan aku butuhkan. Seseorang yang memahami keinginanku meski tidak terucap. Seseorang yang tahu diriku luar dan dalam.Sudah terlalu jauh memang hubungan kami yang tanpa terikat sebuah komitmen ini. Jika dikatakan menyesal, jawabannya sama sekali tidak. Justru aku menemukan kebahagiaan sejatiku.Meski dengan jalan yang salah, tetapi semua yang terjadi pasti bukan tanpa alasan. Jika aku tidak memilih jalan yang sekarang aku jalani, mungkin saja aku masih dengan diriku yang dulu, terjebak dalam pernikahan yang disetir
Aku membuka mataku perlahan dan langsung tersadar jika aku ada di rumah sakit. Bahkan aku langsung ingat kenapa aku bisa berakhir di sini sebab perih di perutku sangat terasa.Kali ini entah siapa pelakunya, mungkin bisa Evelyn kembali atau mungkin aku memiliki musuh baru. Yang jelas ada seseorang yang tidak menyukai kehadiranku.Aku melirik ke samping dan Pak Anggara tertidur sambil memegang tanganku. Rupanya ini sudah malam. Kubiarkan dia tidur karena pasti dari siang dia khawatir sampai bisa tertidur sambil duduk menjagaku.Esok harinya ....Aku kembali membuka mata dan Pak Anggara masih ada duduk dengan setia menemaniku. "Kamu sudah sadar? Biar aku panggilkan dokter sebentar."Setelah dokter datang dan memeriksaku, aku diperbolehkan untuk pulang jika lukanya sudah mengering, karena tidak terlalu dalam dan tidak terlalu banyak mengeluarkan darah, sehingga aku tidak perlu berlama-lama di rumah sakit."Dengar apa kata dokter tadi? Jadi, nanti kamu jangan meminta untuk cepat pulang.
"Ya, Mas tau kamu pasti sulit untuk memaafkan Ibu. Andai saja Mas diberikan kesempatan kedua, Mas pasti tidak akan menyia-nyiakannya.""Mas Rendi, sudah. Jangan bahas tentang hubungan kita. Lebih baik Mas Rendi fokus saja pada kesehatan Ibu. Ibu cuman punya kamu, dan kamu hanya punya Ibu, itu kan yang selalu kamu bilang. Jadi, inilah waktunya, Tuhan sudah mendengar ucapan kamu."Tidak sedikitpun aku biarkan hatiku luluh begitu saja. Apalagi apa yang dikatakan Mas Rendi terkesan ingin memintaku untuk kembali dan memberikannya kesempatan. Sulit juga memang untuk bisa berbaik hati lagi pada Mas Rendi. Biarlah seperti ini, kita semua sedang mengalami masa sulit karena buah dari keputusan yang diambil sebelumnya, sekarang resiko harus siap ditanggung masing-masing. Saling memaafkan atas semua yang sudah terjadi bukan berarti memberikan kesempatan kedua untuk kembali bersama.Untuk menata hidup lebih baik ada kalanya perpisahan menjadi jalan terakhir yang harus diambil. Sebab bertahan dal
Semua orang tanpa terkecuali pasti memiliki sebuah luka. Luka yang tidak kasat mata, hanya sang pemilik luka lah yang bisa merasakannya.Sembuh atau tidaknya tidak bisa dipastikan secara nyata, sebab tergantung sang pemilik luka itulah akan berbicara berdasarkan fakta atau malah menyembunyikannya agar terlihat baik-baik saja.Meski pada akhirnya luka yang tidak terlihat itu bisa sembuh, tapi memorinya akan selalu tertanam dalam ingatan. Semakin mencoba untuk dilupakan, maka akan semakin tenggelam dalam kesakitan.Hanya diri sendirilah yang mampu menyembuhkan dan memastikan luka itu tidak bersarang lama dalam hidupnya.Masa lalu akan tetap menjadi masa lalu, sejauh apapun mengejarnya tak akan bisa kembali apalagi hanya untuk menyesali apa yang sudah terjadi dimasa sekarang.Luka dimasa lalu yang dibiarkan, biasanya akan menjalar menjadi sebuah dendam. Sebuah titik balik yang berniat untuk melupakan, malah meluap menjadi emosi yang harus terbalaskan.Ketidakadilan adalah hal yang pasti
POV Anggara"Kania ...." Setelah istriku mengatakan semua isi hatinya di depan makam Kania, kini giliranku yang harus aku utarakan juga apa yang ada dalam hatiku ini."Sudah lama rasanya sejak hari di mana kita terakhir bertemu dalam keadaan hubungan kita yang tidak baik-baik saja. Itu adalah hal yang paling aku sesalkan. Aku kira aku tau semua tentangmu, tentang cerita senang dan sedihmu. Ternyata aku tidak sedalam itu mengetahui hidupmu. Entah apa lagi yang harus aku sesalkan karena semua itu tidak akan membuat waktu berputar kembali sehingga kamu mungkin masih hidup dan bersamaku sekarang."Pertama kalinya, aku mengutarakan apa yang ada di dalam hatiku, penyesalan yang aku rasakan terhadap kematian Kania yang tidak aku sadari apa yang terjadi pada Kania sebelumnya."Selama ini aku sama sekali tidak melupakanmu. Aku melanjutkan hidup karena aku selalu mengingatmu. Aku bawa dendam kematianmu dengan menghancurkan hidup orang yang menjadi alasan kamu mengakhiri hidupmu."Sekejap aku me
"Hay, Kania. Perkenalkan aku Tiana, aku adalah istri Mas Anggara, cinta pertama kamu. Senang bisa tau cerita kamu dari suamiku sendiri. Semoga kamu bisa beristirahat tenang di sana. Sungguh, kamu jatuh cinta pada pria yang tepat. Aku merasa keberuntungan yang harusnya kamu miliki, kini menjadi milikku. Aku berharap kamu bahagia atas kebahagiaan aku dan Mas Anggara saat ini. Sekarang kami sudah mempunyai tiga anak, dua anak kembar dan bungsu yang masih bayi. Nanti jika mereka sudah besar, akan aku ceritakan bagaimana ayahnya mencintai kamu begitu hebat dan tulus. Terimakasih sudah menyemangati Mas Anggara disaat ia merasa ada dititik terendah dalam hidupnya, sehingga dia bisa sehebat sekarang ini. Aku akan mencintai Mas Anggara dan menjaga anak-anak kami selamanya."Aku mengutarakan isi hatiku disaat kami sudah menaburkan bunga dan berdoa untuk Kania. Tidak ada lagi rasanya cemburu, sedih atau bahkan sakit hati. Aku sudah benar-benar ikhlas dengan kenyataan dari cerita Mas Anggara.Tid
Bulan madu setelah memiliki anak, tadinya aku berpikir itu hanya buang-buang waktu dan bentuk keegoisan orang tua yang tega meninggalkan anak-anak hanya demi kesenangan berdua, padahal bulan madu berdua itu bisa digantikan dengan liburan bersama keluarga, sehingga anak-anak bisa ikut merasakan bahagia yang sama seperti orang tuanya. Namun ada hal yang aku sadari setelah aku merasakannya sendiri. Setelah menjadi seorang istri, prioritasku berpindah pada suami. Aku belajar memasak masakan yang disukai suami, mengingat makanan apa yang tidak ia sukai, menjaga bentuk badan agar suami tetap cinta, menjaga dan membersihkan rumah agar tetap bersih sehingga ketika suami pulang kerja dia bisa nyaman beristirahat, memastikan pakaian suami bersih ketika akan dipakai bekerja, memastikan dia makan sehat meskipun diluar rumah. Sampai kepentinganku sendiri tergeser dari prioritas yang tadinya selalu utama. Lalu, lahirlah sang buah hati. Bertambah pula yang harus diprioritaskan selain diri sendi
Pagi indah aku benar-benar menyarap suamiku sendiri. Bercinta dipagi hari ternyata lebih fresh, mungkin energi kita masih utuh karena belum melakukan aktivitas apa-apa. Ini adalah honeymoon kedua yang berhasil. Selain aku mendapatkan kenikmatanku kembali, aku mendapatkan ketenangan setelah berhati-hati menyimpan rasa kecewa karena sulit untuk menerima realita. Di villa itu, aku dan Mas Anggara seperti mengadakan pesta bercinta saja. Rasanya malu melihat kelakuan diri sendiri, seperti orang yang kehausan dan lama tidak mendapatkan air. Mungkin itu yang akan dikatakan oleh rahimku jika dia bisa berbicara. Mempunyai suami tapi aku malah kekeringan. Sering cemburuan, mudah marah, mudah tersinggung, ternyata sentuhan suami lah obatnya. Kesabaran suami yang menjadi vitamin tambahan. Untunglah dia tidak berpikiran untuk membayar jasa wanita diluar sana, yang bahkan pasti ada saja yang menjajakan diri dengan suka rela alias gratis. Aku malu sekali jika mengingat semua yang telah terjad
Bagaimana ada istri seperti aku sekarang ini. Rasanya aku tidak pandai bersyukur sekali, semua yang aku inginkan sudah aku dapatkan di pernikahan kedua ini, tetapi aku tidak memperhatikan suamiku sendiri. Padahal dialah sumber yang membuat aku bisa mendapatkan apa yang selama ini menjadi keinginanku.Mas Anggara tidak pernah menuntut apa-apa, selalu memberikan yang terbaik untukku dan tentu juga untuk anak-anak. Namun aku tidak memperhatikan kebutuhan biologisnya. Padahal itu bukan hal yang besar dan mahal untuk aku berikan karena pastinya aku juga akan merasakan kenikmatannya.Aku baru tersadar kenapa beberapa kali Mas Anggara menyarankan agar kami mencari pengasuh bayi, karena dia juga butuh perhatian dariku, dia butuh aku untuk mengurusnya. Aku saja yang kurang peka dan tidak pernah bertanya."Maafkan aku, Mas. Aku akan lebih memperhatikanmu disamping kesibukanku mengurus anak-anak. Dan sepertinya aku akan menerima tawaran untuk mencari pengasuh bayi saja. Aku tidak akan egois dan
"Tidak," jawabku sambil menggelengkan kepala. "Sepertinya ada satu hal yang baru aku sadari sekarang, Mas.""Apa itu?""Setelah memiliki anak, fokusku hanya pada mereka saja. Kamu tidak aku perhatikan bahkan aku mengabaikan diriku sendiri. Baru aku sadari ternyata kamu malah semakin tampan meskipun sudah mempunyai tiga anak, usia kamu beberapa tahun lagi akan memasuki kepala empat. Kamu masih sangat sehat, bugar, berkharisma seperti aktor-aktor Hollywood yang semakin matang usia malah semakin menarik mata."Mas Anggara tersenyum tipis. "Kamu memujiku terlalu berlebihan, Sayang. Tidak seperti itu. Biasa saja seperti lelaki pada umumnya."Aku menggelengkan kepala dengan tegas. "Beda! Kamu sangat berbeda. Aku tidak memuji kamu secara berlebihan tapi memang faktanya begitu. Aku hanya membicarakan apa adanya yang aku lihat.""Kalau memang begitu, kenapa kamu tampak sedih sekarang? Bukannya memiliki suami yang tampan itu akan membuat kamu bangga?""Yang ada aku malah insecure, Mas. Kalau ki
Senja perlahan bergantian dengan langit yang menggelap. Tidak ada lagi pemandangan yang bisa aku lihat dari atas sini kecuali perlahan digantikan dengan lampu-lampu kota yang satu persatu mulai dinyalakan. Aku hanya bisa menunggu karena waktu yang akan menjawab bagaimana selanjutnya. Apa yang bisa aku lakukan jika dia mengatakan sebuah janji selain aku menunggu dan merasakan sendiri bagaimana dia membuktikan itu semua. Sehingga tidak ada jawaban lain selain aku tetap bertahan untuk melihat janji yang dia ucapkan, bisa dia buktikan.Aku mencintai suamiku terlepas dari apapun masa lalunya, rahasianya juga alasan awal bagaimana dia mendekatiku hingga akhirnya sungguh menikahiku.Aku harus melapangkan dada, meluaskan rasa sabarku, melihat ke masa depan dan merasakan apa yang masa sekarang terjadi. Bukankah selama ini rumah tangga kami baik-baik saja?Itulah yang sudah seharusnya aku lakukan. Tidak ada manusia yang tanpa pernah melakukan sebuah kesalahan dimasa lalu. Semua manusia adalah
Mas Anggara selalu bisa memberikanku jawaban yang masuk diakal. Tidak mengada-ada seperti mencari pembenaran untuk dirinya, tetapi memang seolah faktanya seperti apa yang dia katakan."Coba bilang padaku, apa yang harus aku lakukan sekarang?"Aku menggelengkan kepala."Papa saja menyadari jika hubungan kita tidak baik-baik saja makanya dia menyuruh kita untuk menghabiskan waktu berdua tanpa anak-anak. Jangan sampai sepulang kita dari sini, kamu tetap menjaga jarak dariku. Kita ini suami istri.""Aku tau. Aku juga tidak mau seperti ini, Mas. Tidak ada seorang pun yang mau rumah tangganya diuji, kalau bisa itu juga. Tapi cerita kamu itu membuat hatiku sakit, kecewa. Jadi banyak sekali hal yang aku pikirkan dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi yang aku hubungkan dengan cerita kamu. Aku sudah punya trauma di pernikahanku dulu, dan aku masih tidak percaya kita begini jadinya. Apa ini karma untukku?"Tiba-tiba saja langsung terpikirkan hal itu dalam benakku. Memang sama sekali tidak