Anggela menerima cangkir teh dari salah satu perempuan penghuni paviliun kanan, perempuan berambut seikal boneka itu duduk di ranjangnya dan mengelusi kaki Anggela yang di tutupi selimut dengan penuh perhatian. Sedangkan ke dua perempuan lainnya duduk di sofa sembari meremas bantal dengan gemas.
“Kurang ajar!” Perempuan dengan mata besar khas Timur Tengah membuang bantal kecil di pangkuannya dengan penuh emosi, “Kalau di biarkan seperti ini, lama-lama anak baru itu pasti betulan ngelunjak.”
“Benar kak, berani sekali dia mempermainkan tuan Arjuna. Membuat tuan kelabakan kemudian mengorbankan harga diri kak Anggela.” Perempuan berkulit pucat kahas penduduk Eropa ikut menimpali, “Kali ini, kita benar-benar harus melakukan sesuatu.”
Anggela menatap cangkir tehnya dengan tatapan tak terbaca, wajahnya mengeras begitu melihat bayangan wajah Alisha di dalam tehnya.
“Kita harus menyingkirkan perempuan itu.&rdqu
“Oke, udah bagus kok ini. Memarnya juga sudah hilang, enggak ada tanda-tanda yang fatal juga.” Ruben menyentuh wajah Alisha dengan hati-hati, secara teliti memperhatikan pipi Alisha yang sekarang sudah kembali berwarna kemerahan. “Kamu sudah bisa berhenti mengoleskan salap ya Al.”“Baik dok.”“Sebastian, antarkan dokter Ruben ke depan, sekarang!”Ruben memutar mata, Arjuna benar-benar tidak memberi celah. Lelaki itu dengan kurang ajar mengharuskannya menggunakan sarung tangan latex jika ingin memeriksa Alisha, Arjuna bahkan menetapkan jarak aman sebelum akhirnya Alisha yang polos bertanya.“Memangnya kalau dari jarak sejauh itu, dokter Ruben bisa melakukan pemeriksaan?”Arjuna benar-benar merepotkan!“Ngomong-ngomong Al, saya juga bisa jadi tempat konsultasi kalau kamu mau.”“Ya?”Ruben menunjuk tulang selangka Alisha dengan wajah datar
Alisha memperhatikan sekelilingnya, para pelayan sibuk menurunkan barang bawaan sedangkan para nona sibuk terkikik membicarakan sesuatu yag tidak ia mengerti.“Ini nona,” Alisha terkejut begitu seorang pelayan menyodorkan topi lebar untuknya, “Cuacanya berangin, rambut nona bisa berantakan nanti.”Sejujurnya, Alisha tidak mempermasalahkan hal tersebut, tapi karena rasanya tidak sopan menolak kebaikan orang lain mau tidak mau Alisha menerima dan mengenakannya di kepala.“Al, kamu mau berdiri di sana sampai kapan?” Perempuan dengan mata besar melambaikan tangan dari kejauhan, “Kemari, bergabung bersama kami.”Alisha lebih dulu menghela napas, menyiapkan diri untuk pertempuran yang bisa kapan saja terjadi.“Alisha!” Teriak salah satu nona sekali lagi, sepertinya mereka mulai kesal karena perempuan itu tidak juga kunjung mendekat. “Astaga, apa sih yang kamu pikirkan. Bukannya langsung ke
Arjuna jelas tidak berfikir dua kali, ketika berlari dan melompat begitu saja ke dalam air setelah melepas jas mahalnya. Lelaki itu berusaha berenang secepat mungkin demi meraih tubuh Alisha yang secara perlahan mulai tenggelam.“Juna!” Ruben berteriak dari pinggiran danau, wajahnya juga pias. Tidak menyangka akan melihat pemandangan seperti itu di depan matanya, “Sialan!” desisnya dengan rasa bersalah, ketika tubuh Arjuna ataupun Alisha belum juga muncul kepermukaan.Beberapa saat lalu, Arjuna langsung menyeretnya memasuki mobil. Lelaki itu merasa tidak tenang karena Ruben merasa ada sesuatu yang janggal dari ucapan Anggela ketika berpamitan. Ruben hanya tidak menyangka, kalau kecurigaannya benar-benar akan terjadi sefatal ini.“Juna!” Ruben bergegas mendekat, membantu temannya itu mengeluarkan tubuh Alisha yang sudah tidak sadarkan diri dari dalam air. “Baringkan Alisha di atas rerumputan.”Arjuna menurut,
Alisha tertawa mendengar lelucuan dokter Ruben, lelaki periang itu selalu memiliki cerita lucu untuk ia bagi setiap kali waktu kunjungan. Alisha bahkan harus berkali-kali mendapati pelototan tajam dari Arjuna setiap kali ia terbatuk karena tertawa terlalu kencang. Dokter ruben bilang, ada terlalu banyak air yang masuk ke tubunya dan menumpuk di paru-paru. Karena itu Alisha akan mengalami kesulitan bernapas selama beberapa hari kedepan.“Pakai oksigen kamu dulu,” Arjuna bergegas memasangkan alat bantu pernapasan begitu Alisha mulai kepayahan, jika sudah begitu Ruben juga akan berhenti bercerita.“Sakit.”“Makanya jangan banyak tingakah.” Ucap Arjuna tanpa perasaan.Ruben yang melihat intiraksi antara kedua orang itu hanya bisa mengulum senyum, ke dua pasangan itu benar-benar lucu di matanya.“Sabar ya Al, semoga enggak lama lagi kamu enggak perlu menggunakan alat bantu pernapasan lagi.”Alisha m
“Tuan.. tolong pertimbangkan kembali keputusan anda, saya.. saya tidak ingin di asingkan.” Anggela menahan kaki Arjuna, perempuan itu mengemis di bawah kaki tuannya yang sama sekali tidak tertarik mendengarkannya, “Tuan.. tolong.. demi saya, demi semua malam yang sudah kita bagi.. tolong pertimbangkan kembali keputusan anda.” Arjuna menghentikan langkah, dengan wajah datar lelaki itu menunduk mencengkram dagu Anggela dengan kasar. “Malam-malam yang pernah kita bagi?” Arjuna tersenyum miring, “Sayang sekali Anggela, saya sama sekali tidak memiliki ingatan tentang itu.” “Anda menikmatinya.” Sela Anggela cepat, “Anda sendiri yang mengatakannya, saya.. saya adalah koleksi ke sayangan anda selama beberapa bulan ini.” “Kamu sepertinya salah sangka.” Arjuna mengusap jarinya, seolah ia baru saja menyentuh sesuatu yang kotor sebelumnya, “Enggak pernah sekalipun saya menikmati malam bersama kamu, jadi jangan terlalu tinggi hati.” “Tu..tuan… tuan..” Angg
“Sampai kapan kita akan di asingkan di tempat ini?” perempuan berambut ikal berkata dengan suara bergetar, “Aku ingin kembali ke mansion dan tinggal dengan tenang di paviliun kanan.” Perempuan itu menatap sekitarnya dengan mata berkaca-kaca, “bukannya terjebak di tempat terpencil seperti ini, tuan Arjuna bahkan tidak mengizinkan kita ke luar rumah.”Perempuan berkulit pucat menatap menu sarapannya tanpa selera, “Aku masih kenyang, kalian sarapan aja duluan.” Perempuan itu kemudian bangkit, kembali ke kamarnya sembari menutup bibirnya yang bergetar.“Kalian terlalu berlebihan, anggap saja kita sedang liburan.”“Cih, kamu bahkan sama sekali tidak merasa bersalah.”Anggela melirik dari ujung matanya, “Untuk apa, kita di sini karena keputusan yang kita buat bersama. Kamu enggak bisa mengkambing hitamkan aku.”“Dasar perempuan enggak tahu diri.” Perempuan ber
“Kamu curang!”Arjuna mengelus dada, cukup terkejut dengan jeritan Alisha yang menyambutnya.“Saya enggak curang, nona. Tapi anda yang memang payah di permainan ini.”Arjuna bisa mendengar suara kekehan Sebastian, merasa penasaran lelaki itu mempercepat langkah kakinya untuk melihat apa yang membuat ke dua orang itu berdebat dengan seru.“Enggak mungkin, kamu selalu mendapat enam angka dadu.” Alisha merengut. “Saya enggak mau main lagi.”Arjuna menggelengkan kepala melihat tingkah kekanakan Alisha.“Ada apa, kenapa kalian ribut sekali?” Ruben yang menyusul ikut penasaran, “Ada apa ini, kenapa nona kita ini merajuk, hm?”Alisha langsung mengadu, “Sebastian curang, dari sore kami sudah memainkan permainan yang sama dan dia selalu memenangkan permainan.”Ruben melirik permainan ular tangga di tengah ranjang, lelaki itu tidak bisa menahan tawanya. A
Alisha mengerjap, perempuan itu membuka matanya dan menyadari bahwa ia masih berada di kamar perawatannya. Tidak ada lagi kamar hangatnya di rumah lama, tidak ada juga pelukan ibuknya yang menenangkan.“Ibuk..” bisik perempuan itu dengan sendu.“Kamu sudah bangun?”Alisha jelas terkejut, seingatnya ia di tinggalkan sendirian di kamar perawatannya tapi kenapa Arjuna ada di sini.“Kamu mau tirainya di buka?”Alisha kebingungan, ia sama sekali tidak mengerti dengan situasi yang sedang di alaminya.“Kenapa.. tuan Arjuna ada di sini?”“Kamu yang tidak membiarkan saya pergi.” ucap Arjuna sembari mengangkat tangannya yang masih berada di dalam genggaman Alisha.Wajah alisha memerah, perempuan itu menyentak tangan Arjuna begitu saja kemudian menggerutu sembali memalingkan wajah.“Sa.. saya enggak sadar, lagian kenapa juga tuan Arjuna bisa ada di ruang perawatan sa
Warung dagangan Alisha tampak ramai, Ruben berdiri sembari berkacak pinggang. Memperhatikan satu persatu pelanggan yang datang.“Mas, ini uangnya.”“Ah, iya. Berapa total belanjaannya, Bu?”“Lima puluh ribu.”Ruben mengabaikan tawa perempuan paruh baya di hadapannya dan fokus menghitung uang kembalian.“Mas, pacarnya Mbak Alisha?”Ruben mengulas senyum dan membiarkan para pelanggan Alisha berpikir sesuka mereka. Bagi Ruben, lebih baik di kenal sebagai kekasih Alisha dibandingkan harus menerima banyak tawaran tidak masuk akal para pelanggan Alisha yang terlihat sangat semangat menjodohkannya dengan salah satu putri mereka.“Ini Mas, tolong kembaliannya.”Ruben memperhatikan lelaki yang terlihat aneh di matanya, pelanggan Alisha yang satu ini mengenakan topi dan juga jaket kulit di tengah hari yang panas.“Mas,” panggil lelaki itu lagi. “Kembalia
Ruben tertawa senang karena berhasil menjahili Alisha, tetapi raut kesenangan di wajah Ruben menghilang begitu melihat wajah Alisha yang benar-benar seputih kapas.”Astaga, ada apa?””Ada apa?!” Alisha mengepalkan tangannya dengan erat, dengan emosi yang tidak lagi dapat perempuan itu tahan, Alisha menghujani Ruben dengan banyak pukulan. ”Aku kira aku akan mati hari ini!””Oh ayolah, jangan berlebihan.” Ruben mengunci leher Alisha dengan lengannya kemudian memaksa perempuan itu berjalan bersamanya. ”Ayo aku antar kamu pulang.”“Enggak perlu! Aku bisa pulang sendiri.””Serius, Al? Kamu merajuk?” Ruben mengikuti Alisha dengan seringai yang menyebalkan, bagi lelaki itu Alisha memang hiburan yang menarik di sela-sela kesibukannya bekerja. ”Kamu merajuk?””Enggak!”“Benar kamu merajuk.” Ruben menganggukkan kepala seolah i
Galahan tidak bisa diam saja, Brama pasti sudah bergerak dan membuat rencana di luar sana. Ia juga harus melakukan hal yang sama, membangun kekuatannya meski dibatasi dinding penjara. Tekadnya membuat lelaki itu dapat beradaptasi dengan kehidupan penjara yang keras, Galahan memiliki kelompoknya sendiri sekarang.“Ini, aku berhasil mendapatkannya.”Galahan menepuk-nepuk kepala pesuruhnya dengan bangga, entah bagaimana Galahan merasa jika beberapa penjaga mengawasinya. Hal itu membuat lelaki itu lebih berhati-hati dalam bergerak dan mau tidak mau memanfaatkan anggota kelompoknya untuk meraih apa yang ia mau.“Ambillah.” Galahan melempar tiga puntung rokok yang langsung menjadi rebutan, lelaki itu tidak peduli. Galahan memilih beranjak ke sudut ruangan dan menekan sebaris nomor pada ponsel yang berhasil bawahannya pinjam. “Ayolah, kenapa mereka sulit sekali mengangkat telepon dari orang asing!” geramnya karena lagi-lagi Ruben men
Brama memperhatikan penampilannya terbarunya dengan perasaan bangga, lelaki paruh baya itu baru saja memangkas rambutnya menjadi lebih rapi. Brama juga bercukur dengan bersih hari ini, ia juga mengenakan setelan rumahan yang nyaman.”Aku benar-benar merindukan kehidupan ini.””Ini memang kehidupan yang seharusnya Pak Brama miliki.” Yuda datang dengan sekantung belanjaan di tangannya. “Bersiaplah, Nona Anggela mungkin sebentar lagi akan tiba.”“Apa tidak masalah jika aku hanya berpakaian seadanya seperti ini?”Yuda memperhatikan pakaian Brama kemudian mengangguk. ”Ini bukan pertemuan bisnis, santai saja.” Lelaki itu kemudian sibuk dengan berbagai macam bahan masakan dan menatanya di atas meja. ”Anda bisa mengambil wine di gudang, Nona Anggela sangat menyukainya.””Oh, tentu. Biar aku ambilkan.”Begitu kembali, Brama melihat sosok Anggela duduk dengan nyaman di
Sebastian menyambut Ruben dengan langkah memburu, kepala pelayan itu memang menghubungi Ruben begitu menemukan Arjuna terkapar di ruang kerjanya di antara belasan botol wine.“Tuan Arjuna ada di kamarnya.”Ruben mengangguk, tanpa kata lelaki itu membuka pintu lebar yang cukup sering ia masuki. Ruben mendengus, melihat Arjuna dengan wajah pucatnya di kelilingi oleh Anggela dan Regina yang hanya mengenakan pakaian tidur tipis dan kekurangan bahan.”Pergi! aku harus memeriksanya,” usir Ruben tanpa takut.”Kami hanya khawatir, Tuan Arjuna tiba-tiba saja menghilang dan di temukan pingsan di ruang kerja. Padahal sebelumnya kami sedang bersenang-senang.” Regina mengusap dada Arjuna dengan pelan. “Aku enggak mau pergi sebelum memastikan Tuan Arjuna baik-baik saja.”Ruben mendengus. “Jangan khawatir, ini hanya masalah usia.”“Ya!” protes Arjuna tidak terima. ”Pergilah, aku
Sebastian berdiri diam, kepala pelayan itu sama sekali tidak dapat melakukan apa pun saat ini. Arjuna sedang gelap mata, lelaki itu sejak tadi tidak bisa berhenti meneguk winenya sembari berkeliling menghampiri para koleganya. Bukan untuk membicarakan pekerjaan, malainkan memamerkan mainan barunya.”Benar-benar luar biasa, Pak Arjuna. Anda bahkan bisa mendapatkan Regina.”Arjuna memberikan senyum kecil, lelaki berperut buncit di hadapannya ini sama sekali tidak menutupi kekagumannya pada Regina yang memang terlihat menawan dengan gaun malamnya.“Anda harus menghubungi saja jika ingin mengirim Regina ke area pelelangan.”Arjuna terlihat berpikir. ”Entah lah, Pak Rudi. Sepertinya kali ini Anda harus menunggu cukup lama karena aku ternyata merasa sangat puas dengan apa yang sanggup Regina berikan kepadaku.” Arjuna mendekatkan wajah ke telinga koleganya yang sudah berusia tujuh puluh tahun lebih. ”Saya takut Anda tida
Brama tidak bisa berhenti tersenyum, lelaki itu senang karena hari yang sudah lama ditunggunya akhirnya tiba. Galahan yang melihat tingkah teman satu selnya mengerutkan kening keheranan, di dalam hatinya Galahan mencoba menebak-nebak apa gerangan yang membuat Brama kelihatan senang. Lelaki tua itu bahkan sedari pagi sudah berdandan, mencukur kumis, janggut dan bahkan merapikan rambutnya.”Kamu pasti akan merindukanku kawan, tetapi jangan khawatir. Aku akan sering datang mengunjungimu, aku juga akan menjenguk Alisha dan melaporkan keadaan anak perempuan kesayanganmu itu.” Brama tertawa keras, lelaki bahkan sampai terbatuk. ”Aku tidak akan melupakanmu kawan, aku berharap kamu juga sama. Ingat aku sebagai mimpi buruk yang akan terus menghantui hidup putrimu.”Galahan tidak tahan lagi, lelaki itu menarik kerah pakaian Brama dengan kasar. ”Tutup mulutmu tua bangka! Aku sedang tidak ingin mendengar mulut besarmu itu berbicara.”&rdq
“Hey ada apa?”Raina mengulas senyum tipis, perempuan itu mengusap rahang kekasih barunya. Seorang mahasiswa yang kekurangan uang, Raina benar-benar menghamburkan sisa-sisa harta kekayaannya untuk bersenang-senang.“Biasalah, anak manja itu sedang berulah.”“Jangan cemberut begitu.”Raina tertawa geli karena kekasihnya menciumi wajahnya bertubi-tubi.“Kita kan mau bersenang-senang.”Raina mengangguk. “Mana barangnya?”Si lelaki menyeringai, ia mengeluarkan bubuk berwarna putih yang dibungkus plastik obat. Raina menunggu kekasihnya menyiapkan segalanya, perempuan itu tetap diam dan pasrah ketika lelaki itu mulai menyuntikan benda terlarang itu ke dalam tubuhnya.Raina merasa tubuhnya melayang, perempuan itu merasa senang sebelum tubuhnya mengejang dan ia menutup mata untuk selamanya.***Regina menatap gundukan tanah basah di hadapannya dengan tatapan data
Arjuna merasa suntuk, belakangan ini lelaki itu lumayan banyak pikiran. Karena itu, hari ini ia merasa membutuhkan sedikit hiburan. Arjuna berjalan menuju lemari wine dan mengambil satu botol anggur langka hadiah dari salah satu kolega yang senang dengan hasil pelelangan terakhir.“Anda terlihat lelah,” Anggela memijat bahu Arjuna dari belakang. “Apa aku perlu menyiapkan air hangat untuk berendam?”Arjuna meremas tangan Anggela di pundaknya, lewat gerak mata lelaki itu meminta perempuan itu untuk duduk di pangkuannya.“Kamu ingin berendam?” Arjuna bertanya lirih.“Jika tuan menginginkannya.”Arjuna berpikir sebentar, kemudian menggeleng. Perasaannya masih kacau, ia sedang tidak ingin melakukan apa pun selain menghabiskan koleksi wine mahalnya di lemari.“Aku mendengar cerita yang menarik selama di rumah pengasingan.”“Oh ya?” Arjuna menyesap wine