Di dalam Ruangan pribadinya yang dibuat khusus untuk menerima tamu seorang Sultan, Mami Siska menatap Pria di hadapannya dengan tanpa berkedip.
Pria yang duduk tanpa ekspresi itu menatap jengah Mami Siska yang melihatnya tanpa berkedip itu. Setelan jas mewah merk ternama yang Pria itu kenakan jelas menunjukkan status sosialnya yang tinggi. Rahang kuat dan rambut yang selalu rapih dan klimis membuat aura ketampanannya semakin mempesona. Jambang serta tubuhnya yang kekar altetis menggambarkan betapa jantan dan gagahnya seorang William Massimmo. "Eh... Suatu kehormatan bagi saya, karena kedatangan tamu Sultan ke kediaman saya." celetuk Mami Siska setelah beberapa saat hanya saling tatap. "Saya kemari hanya ingin mengambil milik saya yang sudah kamu curi!" Suara bariton yang terdengar dingin itu sebenernya membuat bulu kuduk Mami Siska merinding. Aura kekejaman jelas kentara dalam suara bariton itu. "Sa..saya mencuri? Maaf, walaupun saya bekerja seperti ini tapi saya bukan seorang pencuri." Braakkk... William menggebrak meja dengan keras, jawaban santai dan arogan dari Mami Siska membuatnya muak. "Wanita itu!" William mengepalkan tangan kanannya dan menggeram. "Wanita yang kalian culik semalam, cepat berikan dia padaku!" Seolah tidak takut, Mami Siska justru menyulut rokoknya dan menyesapnya, lalu menghembuskan asapnya. "Barang baru yang anak buah saya dapat semalam itu barang yang sangat bagus!" Mami Siska lanjut menghirup puntung rokoknya. "Tentu ada harga yang sangat mahal untuk itu!" "Berapa?" Tanpa memikirkan terlebih dahulu, William langsung ke inti permasalahannya agar masalah segera selesei. "Cepat katakan! Berapa yang kamu inginkan?" Tegas William dengan sengit. "1 milyar, lalu kamu bebas bawa wanita itu sekarang juga!" William menarik nafas dengan dalam, lalu menyuruh asisten pribadinya Arnold untuk membuatkan sebuah cek senilai 1 milyar untuk Mami Siska. Merasa menang, mata Mami Siska terlihat begitu berbinar karena menerima Cek senilai 1 milyar. Ceklek.. pintu terbuka, Diva datang bersama dengan Selena. Kedua mata Selena di tutup oleh sebuah kain berwarna hitam. Kedua tangannya di ikat, namun kecantikannya masih terlihat. Sejenak William menatap wanita muda itu dengan tatapan datar. "Bawalah wanita itu, kini dia menjadi milikmu." Seloroh Mami Siska tanpa memalingkan wajahnya dari Cek yang baru dia terima. Selena mencoba menatap seseorang yang terdengar langkah kakinya mendekatinya. Pandangannya samar dan tidak jelas. Pria itu berjalan melewatinya begitu saja, namun aroma parfum mewahnya yang wangi menusuk indra penciuman Selena. "Hai Nona Selena, Saya Arnold, asisten pribadi dari Tuan William," Arnold segera memegang lengan Selena lalu berbisik. "Sekarang Anda bisa pergi dari tempat ini dan ikut dengan kami." Selena mengikuti langkah Pria yang menariknya. Tanpa ada dialog apapun. Tiba-tiba Selena menghentikan langkah kakinya, tentu Arnold juga terpaksa harus berhenti juga. "Anda akan membawa saya kemana?" Cicit Selena mulai takut. Semalam dia tiba-tiba di culik oleh mucikari, sekarang dia entah akan di bawa oleh siapa dan kemana. "Tenanglah Nona, saat ini Anda sudah aman." Mendengar jawaban itu, Selena menjadi sedikit lebih tenang. "Tapi tolong lepaskan ikatan tangan saya dan juga lepaskan penutup mata saya, Pak." "Untuk hal itu, saya tidak bisa. Bos yang memintanya." "Kenapa? Saya tidak akan kabur." Arnold kembali mengatakan kepada Selena dengan hormat. "Saran saya, ikuti saja saya dan jangan banyak bertanya. Nona nanti akan tahu sendiri." Seolah paham maksud dari ucapan Arnold, Selena kembali berjalan mengikuti Arnold. Memasuki sebuah mobil berwarna hitam yang sudah menunggu mereka. Kali ini, Selena di biarkan duduk di kursi depan, aroma parfum maskulin yang dia cium di dalam ruangan tadi kembali ia cium. Pria itu sepertinya duduk tepat di kursi belakang Selena. Hening tidak ada percakapan apapun. Sampai beberapa waktu mobil itu memasuki sebuah gedung Apartemen yang cukup mewah. Ketika Arnold selesei memarkirkan mobilnya, Selena mencoba kembali untuk berbicara pada Arnold. "Pak Arnold, bisakah kau melepaskan ikatan di tangan dan penutup mataku?" "Tidak!" Suara bariton itu terdengar dari belakang Selena. "Tetap gunakan itu sampai saya perintahkan untuk melepasnya!" Merasa takut dengan suara tegas itu, Selena menjawab dengan anggukan. William lantas turun dari mobil dan menuju ke lift khusus penghuni apartemen. "Mari Nona, saya bantu," Arnold mencoba membantu Selena untuk berjalan. Lift membawa mereka ke lantai 7 gedung itu. Ting.. mereka sampai di lantai tujuan. "Arnold, pulanglah, sampai ketemu di kantor besok!" titah William tanpa basa-basi dan langsung di patuhi oleh Arnold. Kini tinggallah William dan Selena berdua, mereka berjalan menyusuri koridor apartemen, Selena dengan susah payah dan perlahan mengikuti William. Mereka berdua lalu memasuki Apartemen yang yang cukup mewah itu. Tiba-tiba William mencengkram kuat lengan Selena dan menghempaskannya ke sofa berwarna ivory. "Aww..." Selena meringis karena kakinya terbentur kaki meja. William mendekati Selena lalu menarik penutup matanya. Pandangan Selena sudah jelas, Pria tampan dan matang namun tanpa senyuman itu tengah berdiri di hadapannya. "Kamu wanita itu?" tanya Wiliam datar. Sementara Selena mencerna apa maksud dari William lalu menganggukkan kepala. "Kamu tentu sudah tahu siapa Saya dari teman kamu itu!" William berjalan lalu duduk di sofa berhadapan dengan Selena. "Satu tahun. Aku butuh jasamu selama satu tahun." Tanpa basa basi apapun, William langsung mengatakan tujuannya. "Satu tahun, bagaimana Pak?" Sejurus kemudian, William mengeluarkan selembar kertas dari dalam tasnya. "Bacalah ini, disana ada sebuah perjanjian yang akan saling menguntungkan bagi kita." Selena memberikan kode, dia tidak bisa mengambil kertas itu karena tangannya masih terikat. William dengan berdecak kesal membantu Selena melepaskan ikatan tali itu. Kertas itu Selana ambil lalu ia baca dengan seksama. Disana tertulis sebuah perjanjian, jika Selena harus bisa melahirkan anak untuk William dalam waktu satu tahun. Kedua mata Selena membelalak, bagaimana tidak, temannya Lily hanya bilang dia akan menjadi Sugar Baby untuk seseorang, bukannya melahirkan anak. "i...ini apa maksudnya? Melahirkan anak?" seru Selena tergagap. "Apa kamu bo doh! Sudah jelas disana kamu harus melahirkan anak untukku dalam waktu satu tahun." "Bukahkah Aku hanya akan menjadi Sugar Baby saja? Itu yang temanku katakan." Kedua mata elang William menatap Selena dengan tajam seolah menghakiminya. "Jika kamu menolak, maka pergi dari sini!" Bukan William jika harus menghiba atau memohon pada seseorang. Jika orang tersebut tidak mau, maka dia boleh pergi. Selena mulai bimbang, dirinya belum siap jika harus mengandung. Tapi di sisi lain, dalam kontrak tersebut di sebutkan jika pihak kedua yaitu Selena berhak meminta uang dalam jumlah berapapun yang dia inginkan. 10 milyar harus dia dapatkan segera untuk melunasi hutang-hutang kepada rentenir itu. "Baiklah, Aku setuju dengan perjanjian kontrak ini.""Baiklah, Aku setuju dengan perjanjian kontrak ini." Seru Selena tanpa ragu, walau hati kecilnya masih menolak. Tapi, untuk saat ini dia tidak bisa menuruti egonya, waktu terus berjalan, Hutang harus segera dilunasi. William terkekeh, lalu menatap Selena dingin. "Tanda tangani kontrak itu sekarang juga." Sejenak Selena memejamkan matanya, sebuah keputusan besar harus dia ambil. Segera dia ambil bolpoin dan menandatangani surat perjanjian itu. Kini dia sudah terikat kontrak, secara tidak langsung, pria di hadapannya bebas bisa melakukan apapun kepadanya. William mulai mendekati Selena, lalu menarik Selena hingga mereka berdiri saling berhadapan. "Mulai saat ini, aku boleh melakukan apapun kepadamu!" bisik William di telinga Selena. Tubuh Selena menjadi bergetar karena ketakutan, dia baru bertemu dengan pria itu tapi sudah terikat perjanjian. Selena hanya memejamkan mata lalu menelan ludahnya. Pria itu begitu dingin dan tanpa ekspresi, di tangannya Selena bagaikan ma
Selena segera mengenakan masker lalu mengikuti Arnold masuk ke dalam rumah sakti. Kali ini, Selena tidak banyak bertanya, sebagai orang yang sudah terikat kontrak dia harus mengikuti apapun keinginan dari pihak pertama tanpa tapi. Wajah saja William menyuruhnya untuk tes kesuburan, karena dia harus melahirkan anak untuknya. Mereka menggunakan lift dan menekan tombol angka 5. Selena terus mengekor di belakang Arnold, sampai tiba di ruangan dokter Angga spesialis Obgyn. Benar saja, William sudah berada di dalam ruangan itu dengan wajah datarnya. "Silahkan masuk Bu." Arnold mempersilahkan Selena masuk dan dia menunggu di luar ruangan. Pria yang memakai jas dokter itu tersenyum hangat pada Selena, lalu mempersilahkannya duduk di kursi sebelah Pak William. "Perkenalkan Saya Dokter Angga, dokter yang akan membantu kalian untuk segera memiliki seorang anak." "Saya Selena Eveline." Ucap Selena sembari mengulurkan tangannya. "Angga, kamu harus ingat kalau semua ini harus di r
Tahap awal proses Bayi tabung adalah melakukan induksi ovulasi dengan memberikan suntikan hormonal dan obat-obatan.Dengan tenang Selena menjalaninya, setidaknya dia akan menjalani kontrak itu tanpa harus melakukan kontan fisik dengan Wiliam. Dokter Angga melakukan tugasnya dengan baik.Berbagai macam obat telah dokter Angga suntikan ke dalam tubuh Selena."Syukurlah, kita telah melakukan tahap awal dari prosedur ini," seru dokter Angga sumringah. "Setelah ini, kamu hanya perlu banyak istirahat agar efek obatnya maksimal." "Baik dokter." jawab Selena sambil tersenyum. "Setelah 2 minggu, kamu harus kembali datang ke rumah sakit untuk melakukan tindakan selanjutnya." jelas Dokter Angga pada Selena. Selena mengerti dengan apa yang di instruksikan oleh Dokter Angga. Setelah selesei menemui dokter Angga, Selena berpamitan untuk pulang. Saat Selena mencari keberadaan Pak Arnold, ponselnya tiba-tiba bergetar. Pesan dari Pak Arnold yang memberitahukan bahwa Pak Arnold tengah berada d
"Terima kasih sudah mencari ibu pengganti untuk melahirkan anak kita, Mas." Baru kali ini William melihat binar bahagia pada mata indah Sofia setelah penyakit kanker merenggut kebahagiaannya."Anak kita akan segera lahir, dia akan menjadi penggantiku saat aku tiada nanti." Sofia mengucapkan hal itu sembari menahan tangis. "Sayang." William kembali mendekap istrinya itu. "Kamu tidak akan meninggalkan Aku, kamu akan sembuh dari penyakit itu."William masih belum bisa terima istrinya menderita kanker, apalagi jika harus kehilangannya. Berbagai informasi bahkan rumah sakit di seluruh dunia sudah William cari agar bisa menyembuhkan istrinya. Tapi sampai detik ini, dia belum mendapatkan rumah sakit yang bisa dan mau mengobati istrinya.Kanker yang di derita Sofia cukup langka dan ganas, banyak yang menyerah bahkan tak sedikit yang bilang lebih baik memanfaatkan waktu yang masih ada untuk berbahagia bersama.Sofia menatap sayu pada William. "Akan ada anak kita yang menghiburmu ketika ak
William tengah berada di apartemen dimana Selena berada. Pria itu duduk di sofa besar yang membentuk letter L sembari menikmati wine dengan pikiran yang berkecamuk. Malam itu, William harus melakukan hubungan badan bersama Selena sebagai proses pembuahan pertamanya.Hari ini adalah masa subur Selena, peluang untuk mendapatkan anak jauh lebih besar. Apalagi Sofia, istri pertama William mendesaknya untuk segera melakukan tugasnya, agar mereka segera memiliki anak. "Pak William." Panggil Selena yang berdiri di depan pintu kamarnya, William hanya menengok ke arah gadis itu tanpa menjawab."A..apakah Bapak ingin membersihkan diri dulu?" Selena tergagap karena merasa canggung.Karna wine yang di minumnya, kondisi William kini sudah mulai mabuk. Gadis itu menggunakan lingerie yang berkimono, tentu di dalam kimono itu Selena mengenakan gaun yang super seksi dan nerawang. William menjawab dengan datar. "Aku tidak ingin mandi." Selena mengangguk, lalu hendak masuk ke dalam. Langkah Sele
Pagi itu Selena merasakan tidak enak badan, apalagi bagian intimnya terasa begitu perih dan sakit.Selena menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, rasa-rasanya dia begitu dingin dan menggigil. Terdengar suara pintu terbuka, tapi Selena hanya bisa memejamkan mata, tubuhnya begitu tidak berdaya untuk sekedar bangun dari tempat tidur.Ketukan terdengar dari balik pintu kamarnya, "Bu Selena, hari ini Pak William meminta saya untuk mengantarkan Anda ke suatu tempat, Saya harap Anda segera siap." "Pak Arnold." Lirih Selena, namun gadis itu hanya bisa bergumam.Arnold kembali mengetuk pintu kamar Selena, dan memanggil Selena, namun tetap tidak ada jawaban.Sebenarnya Arnold sudah lama menunggu di luar, membunyikan Bel namun tidak ada yang membukakannya. Akhirnya Arnold meminta izin kepada William, setelah mendapatkan izin barulah dia bisa masuk ke dalam apartemen dimana Selena berada. Ketukan dan panggilannya tidak ada sahutan, merasa ada yang janggal, Arnold dengan ragu mencoba untuk m
Karena Sofia yang memaksa ingin menemui Selena, William terpaksa menuruti kemauannya. Setelah meminta persetujuan dari dokter, William pergi bersama Sofia menuju ke Rumah Sakit Medika. "Baby, Mas khawatir dengan kondisimu. Lebih baik Mas saja yang menemui gadis itu." Lagi, William membujuk istrinya sebelum masuk ke dalam mobil."Aku kuat, Mas. Jangan khawatir yah." Sofia tetap keras kepala, tidak ada pilihan lain, akhirnya mereka berdua pergi ke rumah sakit Medika. Rumah sakit yang cukup mewah karena khusus orang kaya dan pengusaha sukses yang berobat ke rumah sakit tersebut. Ruang rawat Selena tentu mendapatkan ruang khusus yang cukup mewah dan mahal. Dengan mendorong kursi roda yang di duduki oleh Sofia, William menuju ruang rawat inap pasien naratama di rumah sakit itu. Tepat di depan pintu kamar inap Selena, William berhenti, seolah tengah ragu. "Baby, apa kamu yakin ingin bertemu dengannya?" Kembali William menanyakan hal yang sama. Sebenarnya, William tidak nyaman ji
Beberapa bulan yang lalu...Sofia tengah berada di dalam kendaraan, hendak datang ke sebuah kampung yang cukup bergengsi di kota. Tidak hanya orang kaya yang berkuliah di kampus itu, melainkan ada juga mahasiswa dan mahasiswi yang mendapatkan beasiswa penuh karena kepintaran mereka. Sofia menjadi salah satu dosen di kampus tersebut, tempat dimana Selena berkuliah. Penampilan Sofia saat menjadi dosen saat itu begitu segar dan anggun. Banyak mahasiswa serta dosen yang menaruh hati kepadanya, walau hanya sekedar mengagumi. Saat itulah, Sofia tidak sengaja bertemu dengan Selena. Gadis pintar yang mendapatkan beasiswa untuk berkuliah di kampus itu. Walau keadaan ekonomi dari Selena tergolong tidak mampu tapi Selena memiliki kecerdasan dan kecantikan yang tidak di miliki gadis lainnya.Mulai saat itu, Sofia mulai selalu memikirkan Selena, terlebih saat tahu jika usianya tidak akan lama lagi, Sofia memikirkan seorang pengganti yang bisa mendampingi William setelah kepergiannya kelak.S
Selena lalu memeluk erat William dari belakang. "Tapi bagaimana perasaan Mas? Apa yang Aku ucapkan sudah sangat keterlaluan." Setelah merenung di kamar selama 2 jam, Selena menyadari apa yang suaminya lalukan adalah demi kebaikan untuknya. Justru sikap Selena yang telah berlebihan, Radit adalah orang lain sedangkan William adalah suaminya, seharusnya Selena lebih menjaga lisannya agar tidak menyakiti hati suaminya. Toh Suaminya juga bilang bahwa nanti Radit akan di bebaskan karena memang tidak mencuri. "Mas tidak apa-apa," William berbalik menatap Selana. "Saat ini perasaanmu jauh lebih sensitif daripada biasanya karena sedang hamil, perubahan hormon yang menyebabkan itu terjadi." Selena tidak mengerti apa yang di katakan oleh William. "Maksudnya Mas?" "Begini sayang," William membingkai wajah istrinya. "Hormonmu ketika hamil itu berubah, salah satunya menyebabkan kamu lebih mudah sensitif terhadap sesuatu, contohnya seperti sekarang ini." William bahkan menyubit
"Kenapa Aku harus merepotkanmu? Tentu itu bukan hal yang baik." Radit seolah nampak ragu hendak menyatakan isi hatinya yang selama ini dia pendam. "Selena sebenarnya Aku..." Sebelum Radit mengakui perasaannya tiba-tiba security supermarket menangkap Radit. "Maaf Pak, Anda kami tangkap karena telah mencuri." "Apa-apaan ini, Pak? Tidak mungkin saya itu mencuri!" Radit tentu mengelak karena apa yang dituduhkan itu tidak benar. "Anda bisa membela diri saat di kantor nanti, mari ikut dengan kami untuk proses pemeriksaan lebih lanjut." Selena yang melihat di depan matanya pun tidak tahu harus berbuat apa? Yang pasti Selena tahu bahwa seorang Radit Pratama tidak mungkin mencuri. "Bapak-bapak pasti salah paham, Dia tidak mungkin mencuri." Selena sebisa mungkin membela Radit. "Ada yang melaporkan Pria ini mencuri, Bu. Oleh karena itu, kami harus menangkapnya." Kedua security itu langsung membawa Radit begitu saja ke kantor mereka yang berada juga di dalam mol tersebut
"Kamu benar-benar menahan diri, Mas." ucap Selena sembari memainkan dada bidang William. "Biasanya kamu akan mengeluarkan semua gairahmu ketika bercinta denganku." Sebenarnya Selena tahu, jika William menahan gairahnya karna menjaga dirinya dan juga calon anak mereka, hanya saja Selena suka mendengar kata-kata penuh perhatian dari William. "Baby, Kamu tentu sudah tahu, Aku menahan diri karena tidak ingin membuatmu dan juga calon bayi kita terluka." William memegang janggut Selena. "Lihat saja jika nanti usia kandunganmu sudah besar ataupun Kamu sudah melahirkan nanti, bersiaplah Aku akan menerkammu lagi." Ledek William lalu mendekatkan hidungnya dengan hidung Selena. Angga juga memberitahu William dan Selena, jika kandungan sudah 5bulan mereka bisa melakukan hubungan intim seperti 'biasanya' karena janin diperut sudah besar. Selena mendekatkan wajahnya pada William. "Mas menahan diri saja sudah membuatku mabuk kepayang, apalagi jika Mas melakukannya sepenuh gairah." Sikap
William mengangkat Selena dan berjalan ke arah ranjang besar. Debaran hati mereka semakin cepat karena gairah keduanya yang meningkat. "Malam ini kamu hanya milikku, Baby." "Kamupun hanya milikku, Mas." Perlahan William membaringkan Selena di ranjang, menindih tubuh Selena dan kembali mamagut bibir ranum berwarna kemerahan itu. Desahan nafas tertahan dua insan yang saling berciuman menimbulkan bunyi khas yang menggelora. "Owh baby.... Kamu adalah canduku." cicit William lalu kembali menikmati bibir ranum Selena. Kedua tangan William pun tidak diam begitu saja, memilin dan meremas bukit kembar Selena dengan gemasnya. Pu ting Selena yang menegak karena terangsang, memudahkan William untuk menimamtinya. Perlahan William mulai menciumi leher jenjang Selena, bayangan saat mereka melakukan Phone sex teringat begitu saja. Kini bukan hanya khayalan William menikmati tubuh Selena, aroma Lavender dan Berries khas milik Selena kini memenuhi kembali indra penciumannya. Kali
Setelah keadaannya membaik, Selena kembali ke apartemen tempat pertama kali dia bertemu dengan William. Tubuh Selena sudah jauh lebih baik, dan perutnya sudah mulai bisa menerima makanan. "Duduklah perlahan, Aku akan membuatkanmu jus." ucap William saat membantu Selena untuk duduk di sofa letter L apartemen itu. Namun bukannya menjawab pertanyaan William, justru pandangan Selena seolah menyusuri semua sudut dari apartemen mewah itu. Ingatannya kembali saat pertama kali dia bertemu dengan William. Pria kaya yang begitu dingin dan angkuh. Memaksanya untuk menandatangani kontrak untuk menyewa rahimnya. Tatapan William saat itu sangat berbeda dari sekarang. Tatapan dingin tanpa ekspresi, membuat Selena takut menatap William. "Baby, Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya William sambil duduk di sisi Selena. "Apartemen ini, bukankah disini kita pertama kamu berbicara?" Selena mulai menceritakan kenangan yang diingatnya. "Saat itu kamu bahkan menatapmu sangat jijik, Mas
Pagi yang cerah dengan sinar matahari yang bersinar hangat, di atas rerumputan hijau di dalam rumah mewah, gadis cantik dan seksi tengah melakukan yoga dengan konsentrasi tinggi. Brenda nampak begitu tenang dan fokus melakukan yoganya, pakaian yoga berwarna Pink muda yang begitu membentuk tubuh idealnya nampak begitu indah di tubuh seksi Brenda. Duduk bersila dengan kedua tangan berada di kedua kakinya, Brenda memejamkan mata fokus dengan yoganya. Di sudut lain, asistennya tergopoh-gopoh berlari mendekati Brenda. Hanya mendengar suara nafas tersengal asistennya karena habis berlari saja sudah membuat buyar konsentrasi yoga yang Brenda lakukan. Namun, jika itu bukan karena hal penting, tentu Asistennya tidak akan terburu-buru seperti itu. "Ada kabar buruk apa?" hanya melihat asistennya yang nampak panik saja Brenda sudah bisa menebak bahwa kabar buruk yang akan di sampaikan oleh asistennya itu. "Kami mendapatkan kabar, bahwa wanita itu akan melakukan transfer morul
"Baby, sepertinya kita harus ganti dokter yang akan mengurusmu." Selena yang tengah memakan apel lantas berhenti, ada hal fatal apa hingga membuat William seolah ingin menyingkirkan Angga. "Memangnya kenapa, Mas?" tanya Selena dengan keningnya mengkerut merasa heran. "Angga bukan dokter hebat, Mas tidak bisa mempercayakan dirimu dan calon anak kita kepadanya." Mendengar jawaban sang suami, jelas ada sesuatu yang membuat suaminya itu kesal. Selena menaruh piring buahnya dan menatap suaminya lekat. "Katakan kepadaku Mas, ada masalah apa antara kamu dan juga dokter Angga?" "Kami tidak ada masalah apapun, Baby. Hanya saja, Mas sudah tidak mempercayai Angga untuk melanjutkan rencana kita." Selena semakin yakin jika ada sesuatu yang terjadi antara suaminya dan dokter Angga. "Dengarkan Aku, Aku tidak tahu apa yang terjadi denganmu dan juga dokter Angga. Tapi Aku tahu dia dokter yang berkompeten dan juga hebat dalam bidangnya." Selena mencoba menenangkan suaminya
Dengan perasaan kecewa, William keluar dari ruangan Angga, memdekat ke arah jendela dan mengatur nafas agar tidak sampai lepas kendali. Bagi William, Sahabatnya Angga telah melakukan kesalahan. Mengharapkan, memikirkan bahkan menyentuh wanita yang dicintainya sama saja mengajaknya berperang. William sangat membenci jika ada pria lain yang menginginkan wanita miliknya, tidak berbeda juga dengan Angga. "Fuck!" William memukul dinding untuk meluapkan emosinya. "Berani-beraninya, Kau menusukku dari belakang seperti ini!" William telah di kuasai api cemburu, hanya melihat Angga memegang tangan Selena dengan tatapan penuh hasrat saja sudah membuat William begitu murka. Jika Pria lain yang melakukan itu pada Selena, tentu William akan menghajarnya habis-habisan, tetapi ini adalah Angga, orang yang telah menjadi sahabatnya. Maka dari itu kecewanya juga berkali-kali lipat, ingin menghukum Angga tetapi William masih menghargai arti persahabatan mereka. Tidak di sangka, Angga malah me
William dengan cekatan berusaha menyukai Selena buah-buahan. Sedikit demi sedikit, Selena tidak lagi memuntahkan apapun yang dia telan lagi. Walaupun sudah bisa makan kembali, Selena tetap hanya bisa makan dalam porsi kecil. "Satu suap lagi, Baby." seru William berusaha membujuk Selena yang sudah tidak mau. "Sudah Mas, sudah cukup. Takutnya nanti aku mual lagi." William akhirnya setuju dan membawa nampan berisi buah itu menjauh lalu membawakan air putih. "Memangnya urusan pekerjaan Mas sudah selesei?" Selena bertanya karena William kembali lebih cepat dari waktu yang seharusnya. "Pekerjaanku sudah selesei, semua permasalahan sudah teratasi dengan baik." William memegang pipi Selena lembut. "Sekarang Aku ada di sini untuk menemanimu." Selena merasa sangat senang dan bahagia, William bisa seperhatian seperti ini. "Syukurlah, kami memang sangat membutuhkan kamu disini, Mas." Selena berkata sambil mengelus perutnya yang masih nampak rata itu. Kecupan kecil