GAIRAH CINTA TERLARANG
PART 64
Aku duduk memperhatikan Mama bermain dengan anak-anak. Bulir bening menetes di sudut mata indahku. Kemelut antara aku dengan Papa mereka menyebabkan anak-anak akan jarang bertemu dengan Omanya.
Puas bermain dengan anak-anak, Mama Rina pamit pulang. Dia mengemudi seorang diri, Marsya pun tidak dapat lagi di andalkan. Sikapnya sangat aneh sejak Satria ketahuan selingkuh dengan Karmila. Hari ini pun sama, emosinya meledak, saat, dia tahu Satria telah menikahi Talitha.
Aku melanjutkan menghabiskan waktu senggangku dengan anak-anak. Melihat kecerian mereka membuat rasa sakit dan rasa bahagiaku bercampur dalam satu palung hati.
Ujian yang Allah beri terlalu berat untuk aku lewati seorang diri. Bisikan-bisikan halus yang menyesatkan seringkali terdengar di indera pendengarku.
**
GAIRAH CINTA TERLARANGPART 65Tok ... tok ... tok ...!"Tania!"Pintu kamarku diketuk dengan cukup keras. Sayup terdengar suara Ibu memanggilku. Membuka mata perlahan, mata melirik baru jam delapan pagi. Setelah shalat subuh, aku kembali tidur, beban yang aku tampung memenuhi pikiranku. Sehingga, kepalaku sering pusing.Kugeser tubuhku perlahan, menyibak selimut tebal yang menjadi penghangat tubuhku. Menyeret langkah ke arah pintu."Ada apa, Bu?" tanyaku dengan wajah yang masih mengantuk."Ada Revan di bawah," jawab Ibu pelan.Mendengar nama Revan mataku terbuka lebar. Rasa kantukku seketika menghilang. Bukan aku bahagia karena hal yang lain. Namun, kedatangan Revan yang aku tunggu untuk mengetahui kabar kasus Roby."Dia dimana sekarang, Bu?" tanyaku lagi, kepalaku celingak-celinguk
PART 66Naluriku mengatakan keanehan masih terjadi pada kasus Roby. Firasatku mengatakan bukan hanya Thalitha yang terlibat dalam kasus kematian Roby."Sejauh ini, belum ada tersangka lain dalam kasus ini, Tan," jawab Revan. Dia menatapku tajam. Hari ini ada rasa aneh yang terasa dalam diri. Tatkala netranya beradu dengan netraku."Hmmm ...! Kita ke tempat Thalita sekarang, Ya!" ajakku pada Revan yang masih duduk santai."Kemarin, kamu chat aku, mau bicarain apa, Tan?" tanyanya padaku."Mau bahas kalung Thalita, tapi ya sudahlah, orangnya juga sudah tertangkap. Aku ambil tas dulu di atas," ujarku seraya berlari menaiki tangga."Aku tunggu di mobil, Tan!" teriak Revan.Tidak lama kemudian aku turun menuju mobil Revan."Tania!" Suara Ayah memanggilku. Langkahku terhenti dan menoleh pada Ayah."Mau kemana kamu, Nak?" tanya Ayah padaku."Mau pergi sebentar sama Revan, Yah, ada masalah yang harus Tania selesaikan
PART 67Revan menatap marah ke arah Thalita."Jawab saya yang ditanya Tania, jangan berlagak seperti orang gila!" tegas Revan emosi. Sorot mata elangnya sangat menakutkan."Kalian itu siapa, hah? Suka sekali mencampuri urusan orang lain, najis!" maki Talitha. Wajah Revan terlihat memerah. Beruntung yang di hadapannya seorang perempuan. Andaikan lelaki, maka bisa dipastikan tinjunya akan melayang tanpa perintah."Kalian lihat saja, suamiku akan mengeluarkanku dari sini, setelah itu, kalian akan aku habisi satu persatu," ujar Talitha dengan setengah berbisik.Raut wajahku seketika berubah, bukan ketakutan yang jadi penyebabnya. Akan tetapi, emosi karena ingin aku gampar wajah kusamnya. Beraninya dia mengancamku dan keluargaku. Wanita dihadapanku sudah dikuasai napsu buta."Dasar wanita tidak tahu malu, sudah berbuat keji, masih saja berlagak sombon
Part 68Aku mengikuti Revan yang berjalan keluar menuju mobil. Dalam setiap langkah, bayangan kesakitan masih saja membayangi."Hey, jangan ngelamun. Ayo naik!" Lagi-lagi, aku terkejut dengan perintah Revan berikan. Akhir-akhir ini, aku sering melamun karena beban yang menyesaki otak dan pikiran."Tania!" Panggil Revan pelan saat kami sudah di dalam mobil."Iya, Van," jawabku."Sidang perceraian kamu minggu depan, kamu sudah siap, Tan?" tanya Revan padaku."Siap nggak siap, harus siap!" Aku memandang lurus ke depan. Berbagai bayangan memenuhi kepalaku."Kamu masih mencintai Satria, Tan?" Pertanyaan Revan membuatku tidak nyaman."Nggak!" Bohongku, meski, di dasar hati, Satria masih ada bekasnya di hatiku."Sidang pertama mediasi antara kamu dan Satria. Perlu aku temenin, Tan?" tanya Re
Part 69Plaaak ...!Tangannya mendarat kesekian kali di wajahku.Plaaak ...! Plaaaak ...!"Tidak punya akhlak kamu, Sya. selama ini aku diam, aku tidak mau terlihat bodoh di mata orang dengan meladeni wanita gila seperti kamu. Aku diam, kamu makin melunjak!" Kudorong tubuhnya menjauh dariku. Dia memegang kedua belah pipinya."Marsya, aku tidak tahu alasannya kau membenciku akhir-akhir ini ...""Dari dulu aku sudah membencimu, Tania!" teriaknya tertahan."Tania! Marsya!" Suara Mama Rina semakin mendekat."Iya, Ma," jawabku.Marsya merubah ekspresi wajahnya."Jangan pernah main tangan denganku lagi!" tegasku pada Marsya yang masih menatapku dengan pandangan Sarkas."Tania, kita ke atas jenguk Satria!" Ajak Mama Rina.Aku mengikuti Mama Rina. Membiarkan Marsya meredakan emosi yang meledak-ledak dalam jiwanya.Sesampai di atas, orangtuaku dan Revan sudah terlebih dulu berad
Part 70Aku meraung histeris dengan situasi yang sangat mencekam. Revan berusaha menenangkanku. Namun, bagaimana aku bisa tenang dengan lumuran darah di tangan dan pakaian yang aku kenakan."Tenang Tania," bisik Revan di telingaku."Tania! Apa yang kamu lakukan pada Satria?!" teriak mama Rina dengan nada membentak. Sorot matanya mengintimidasi. Tubuhku semakin bergetar hebatLidahku kelu tidak mampu berucap, Revan memegang pundakku dan menuntunku ke tempat Ibu berdiri. Tubuh ibu kaku dengan ekspresi panik."Jaga Tania," pinta Revan pada Ibuku.Revan dan Ayah mengangkat tubuh Satria. Membawanya ke bawah untuk di bawa ke rumah sakit."Awas kamu Tania, kalau kamu tidak mau balikan sama anak saya, bukan begini caranya!" Hatiku sakit mendengar penuturan wanita paruh baya di hadapanku. Namun, tidak ada bantahan karena detak jantungku hampir meledakkan dadaku."Ini buka salah Tania," bela Ibu yang tidak tahu ap
Part 71"Sabar, sayang!" Ibu memelukku erat seraya menyeka air mataku dengan jemarinya.Revan berhenti di depan sebuah rumah sakit elit di daerah tempat tinggal Satria. Dia turun dan membukakan pintu untukku dan Ibu. Baru saja kuturunan kakiku menginjak tanah, kepalaku mendadak pusing.Brruuukk ...!Tubuhku terjatuh menghantam lantai semen depan rumah sakit, sayup terdengar suara Ibu dan Revan memanggilku.****Aku terbangun dengan kepala yang masih sangat sakit, di tangan sebelah kiriku sudah menancap cairan kehidupan. Sudah pasti aku sedang berbaring di ranjang pesakitan.Kuedarkan pandangan ke sekitar ruangan, tidak ada satu orang pun yang menungguiku. Kemana Revan dan orangtuaku? Kenapa mereka meninggalkan aku seorang diri? Bagaimana keadaan Satria?Ribuan pertanyaan telah disiapkan memori untuk bertanya kepada
Part 72"Apa ... Tania akan dibawa ke penjara, Van?" tanya Ayah seakan tidak percaya apa yang Revan ucapkan."Iya, Yah, Marsya sudah membuat laporan," jawab Revan seraya menghempaskan badannya. Aku diam tidak mampu berucap."Tidak bisa ... tidak bisa, Nak, Tania tidak bersalah, tidak bisa!" Ibu mendekat dan memelukku erat, dia membelai wajahku lembut."Tenang, Nak!" Ibu membingkai wajahku dengan kedua tanganku.Suasana mendadak hening, aura kegelapan sedang menghampiriku, ujianku bertambah lagi. Aku tidak tahu sanggup atau tidak menghadapinya."Sebentar lagi Tania akan dibawa ke kantor polisi, Yah," ujar Revan dengan mengusap kasar wajahnya."Tidak akan aku biarkan mereka membawa anakku, tidak akan!" teriak Ayah emosi."Yah, dengarkan Revan, kalau Ayah sayang sama Tania, Ayah harus kooperatif dengan apa yang pihak kepolisian katakan, jangan membantah ....""Tidak, anakku tidak bersalah, Van, mereka tidak bisa