“Oliver Nathanael Bodgan!” ucap Vier dengan tatapan lekat. Ia tampak terdiam sambil menebak-nebak, siapa sosok laki-laki itu dan ada hubungan apa dengan keluarga mereka?“Vier, kami menang!” seru Biya dan Bian. Mereka ternyata sudah keluar dari persembunyian dan itu artinya mereka memenangkan permainan.Dengan sigap, Vier segera merapikan kotak itu dan menyimpan kembali di bawah tempat tidur ibunya. Tidak lupa, anak itu menyimpan gelang yang ia temukan dan menyembunyikannya di saku bajunya.Vier tampak keluar dari kamar Sonya dan menuju ke ruang tamua. Di sana, anak itu melihat Biya dan Bian yang tengah tertawa dengan kemenangan yang mereka raih.“Vier, kamu harus kembali berjaga karena kami memenangkan permainan!” ucap Bian dengan nada pongah.“Ya, kamu harus kembali berjaga karena kami sudah memenangkan permainan!” sahut Biya dengan tatapan lekat. Ia merasa kasihan kepada Vier, tapi hal itu sudah menjadi kesepakatan mereka.“Ya, tenang saja, aku akan kembali berjaga. Sekarang kita m
“Bunda, kenapa ayah tidak pernah menemui kita? Apa ayah sangat sibuk dan tidak memiliki waktu untuk bertemu dan menjenguk kita?” tanya Vier dengan tatapan sendu. Ada kesedihan yang tergambar jelas di wajah anak itu.DEG!“Vier, ayah sedang bekerja. Kalau pekerjaan ayahmu sudah selesai, pasti dia akan datang menemui kita.” Sonya berbicara dengan penuh kelembutan. Ada sesuatu yang tengah ia sembunyikan di balik tatapan matanya.“Bekerja? Sampai kapan? Kenapa ayah perginya lama sekali? Apa ayah sudah tidak sayang kepada kita?” Vier tampak tertunduk sambil menautkan jari-jemarinya. Anak itu tampak kecewa mendengar jawaban dari ibunya.“Vier, lebih baik sekarang kamu bersiap untuk makan malam. Bunda, akan memasak untuk kalian!” Sonya segera bangkit dan meninggalkan Vier. Diam-diam wanita itu meneteskan air mata. Apa dia harus berterus terang kepada anak-anaknya kalau Oliver adalah ayah kandungnya? Apa mungkin Oliver akan mengakui mereka? Tidak, Oliver sangat membenci dirinya dan ia tidak a
“Apa, Uncle mengenal Oliver Nathanael Bodgan?” ucap Vier dengan tatapan yang begitu tajam.Laki-laki itu terdiam dengan kening mengernyit. Ia bahkan berusaha mengingat nama yang disebutkan oleh Vier. Namun, pria itu kesulitan mengingat sosok yang ditanyakan oleh Vier.“Uncle, kenapa diam saja? Apa Uncle mengenal Oliver Nathanael Bodgan?” Vier sekali lagi bertanya kepada Zack. Anak itu seakan tidak sabar mendengar jawaban dari Zack.“Uncle belum bisa menjawabnya sekarang. Tapi, Uncle janji akan memberitahumu kalau Uncle sudah menemukan jawabannya.” Zack tampak tersenyum dan memberikan pengertian kepada Vier. Laki-laki itu berjanji akan memberikan jawaban segera.Vier tampak mengangguk lega. Anak itu segera turun dari mobil bersama kedua saudara kembarnya.“Vier, tadi kamu bertanya apa kepada Uncle Zack?” tanya Bian dengan tatapan penuh rasa penasaran.“Tidak ada, aku hanya bertanya mengenai pria yang bernama Oliver,” jawab Vier dengan nada santai.“Oliver, memangnya dia siapa? Temanmu
“Bunda, kata ibu guru, besok sekolah kita akan kedatangan tamu. Namanya Tuan Oliver,” ucap Bian sambil menyandarkan kepalanya di bahu Sonya.DEG!“A-apa? T-tuan Oliver?” lirih Sonya dengan bibir bergetar. Apa mungkin laki-laki itu adalah sosok yang sama? Kalau benar, kenapa nasib seakan terus mempermainkan dirinya? Apa Tuhan belum puas membuatnya terpuruk begitu dalam? Kenapa setelah ia belajar melupakan masa lalunya, tiba-tiba laki-laki itu kembali datang ke dalam hidup Sonya?“Bunda, kenapa Bunda melamun? Apa Bunda sedang tidak enak badan?” Biya mendekat dan menempelkan punggung tangannya di kening Sonya. Anak itu tampak sedih melihat ibunya yang tengah terdiam dengan tatapan kosong.“T-tidak, Bunda baik-baik saja. Sekarang lebih baik kalian bersiap untuk makan malam,” ucap Sonya sambil mengecup pipi Biya. Wanita itu mengembuskan napas kasar dan berlalu dari hadapan anak-anaknya.Sonya masuk ke kamar dan menangis tersedu-sedu. Hatinya terasa sakit mengingat semua kejahatan Oliver. L
Oliver masuk ke sebuah ruangan yang tampak sunyi. Tiba-tiba matanya tertuju kepada sosok yang tengah mengamati dirinya dari ujung rambut sampai ujung kaki.“Selamat pagi, perkenalkan namaku Oliver Bodgan!” ucap laki-laki itu dengan senyum tersungging di wajahnya.DEG!Vier tampak terpana dengan sosok seorang Oliver Bodgan yang telah membuatnya merasa penasaran. Anak itu seakan ingin mengenal lebih dekat pria yang tengah berbicara di depan kelas. Namun, Vier tidak memiliki cara untuk menarik perhatian laki-laki itu.Tiba-tiba, Vier mengeluarkan cat air dari dalam tasnya. Kebetulan, hari ini ada kegiatan melukis dan ia akan menggunakan cat air itu untuk memancing perhatian Oliver.Oliver tampak berjalan mendekati anak-anak yang tengah berdiam di bangkunya. Laki-laki itu menyapa satu persatu anak-anak itu dengan senyum penuh kelembutan. Tiba-tiba, seorang anak menumpahkan cat air dan mengenai jas milik Oliver yang tengah berdiri di hadapan Vier.Suasana tampak tegang. Seluruh anak bahkan
“Kamu sedang melukis siapa?” tanya Oliver dengan tatapan lekat.“Ayahku,” jawab Vier dengan senyum di wajahnya. Anak itu bahkan menatap lekat wajah Oliver.“Ayahmu?” tanya Oliver dengan nada terkejut.Vier mengangguk dan masih mencoba untuk mengamati sosok yang tengah berdiri di hadapannya.“Ayahmu pasti sangat beruntung memiliki putra sepertimu.” Oliver mengacak puncak kepala Vier dan memuji kecerdasan anak itu. Ia bahkan merasa iri kepada Vier yang dapat melukis wajah ayahnya. Sedangkan dirinya? Ia bahkan sudah terbuang di panti asuhan sejak bayi dan tidak pernah melihat wajah ayahnya.“Aku tidak tahu, ayahku akan merasa senang atau tidak melihat hasil lukisanku,” Vier berbicara dengan nada polos. Ada kerinduan yang tengah ia bendung di dalam hatinya.“Jangan bersedih, aku pastikan ayahmu akan menyukai hasil lukisanmu. Kebetulan, aku akan tinggal beberapa hari di sini, jadi kita bisa bertemu di lain waktu. Ini kartu namaku dan kita bisa berjumpa di Sandyan Hotel. Aku ingin mengundan
“Lusa, tolong antarkan aku ke Sandyan Hotel,” ucap Vier dengan suara yang begitu lirih.“Sandyan Hotel?” tanya Zack dengan kening mengernyit. Laki-laki itu merasa aneh dengan permintaan Vier.“Ya, memangnya kenapa?” tanya Vier dengan tatapan lekat.“Kamu mau ke sana? Apa Bunda yang akan mengajakmu?” Zack tampak keheranan mendengar ucapan Vier. Apa lagi Vier masih anak-anak dan sebagai orang dewasa, tentu ia tidak percaya begitu saja dengan ucapan anak itu.“Tidak, Bunda tidak mengajakku ke sana. Sekarang, Uncle mau atau tidak mengantarkan aku ke sana?” Vier tampak merajuk kepada Zack. Anak itu tahu kalau Zack pasti tidak akan menolak permintaannya.“Baiklah, tapi kamu hanya ingin melihat hotel itu kan?” tanya Zack dengan tatapan lekat.Vier hanya tersenyum dan mengangguk. Ia tahu, Zack pasti tidak akan mengizinkan kalau tahu dirinya akan pergi menemui Tuan Oliver.Tidak terasa, mereka sudah sampai di rumah. Zack meminta Vier dan kedua saudaranya untuk turun dan tidak lupa mengucapkan
Zack menerima gelang kulit yang diberikan oleh Vier. Laki-laki itu segera membaca sebuah nama yang tertera di sana.“Oliver Nathanael Bodgan!” lirih Zack dengan netra membola.Vier mengangguk dan tidak sabar mendengar penjelasan dari Zack. Kali ini, hanya laki-laki itu yang menjadi harapan terakhir baginya.“Tuan Oliver adalah seorang pengacara. Dia orang hebat dan banyak dikenal orang,” ucap Zack dengan nada serius.“Kenapa gelang itu disimpan oleh Bunda? Apa dia teman Bunda?” tanya Vier dengan tatapan polos.“Uncle tidak tahu, kalau gelang ini disimpan oleh Bunda, kemungkinan ada sesuatu di antara mereka.” Zack berbicara dengan tatapan penuh kelembutan. Entah kenapa, hatinya merasa curiga kalau Oliver itu adalah ayah anak-anak yang dilahirkan oleh Sonya.“Baiklah Uncle, terima kasih informasinya. Lusa, aku akan menemui Tuan Oliver. Dia mengundangku untuk datang ke Sandyan hotel,” ucap Vier dengan nada riang. Anak itu menceritakan pertemuannya dengan Oliver. Ia bahkan merasa senang k