“Kamu sedang melukis siapa?” tanya Oliver dengan tatapan lekat.“Ayahku,” jawab Vier dengan senyum di wajahnya. Anak itu bahkan menatap lekat wajah Oliver.“Ayahmu?” tanya Oliver dengan nada terkejut.Vier mengangguk dan masih mencoba untuk mengamati sosok yang tengah berdiri di hadapannya.“Ayahmu pasti sangat beruntung memiliki putra sepertimu.” Oliver mengacak puncak kepala Vier dan memuji kecerdasan anak itu. Ia bahkan merasa iri kepada Vier yang dapat melukis wajah ayahnya. Sedangkan dirinya? Ia bahkan sudah terbuang di panti asuhan sejak bayi dan tidak pernah melihat wajah ayahnya.“Aku tidak tahu, ayahku akan merasa senang atau tidak melihat hasil lukisanku,” Vier berbicara dengan nada polos. Ada kerinduan yang tengah ia bendung di dalam hatinya.“Jangan bersedih, aku pastikan ayahmu akan menyukai hasil lukisanmu. Kebetulan, aku akan tinggal beberapa hari di sini, jadi kita bisa bertemu di lain waktu. Ini kartu namaku dan kita bisa berjumpa di Sandyan Hotel. Aku ingin mengundan
“Lusa, tolong antarkan aku ke Sandyan Hotel,” ucap Vier dengan suara yang begitu lirih.“Sandyan Hotel?” tanya Zack dengan kening mengernyit. Laki-laki itu merasa aneh dengan permintaan Vier.“Ya, memangnya kenapa?” tanya Vier dengan tatapan lekat.“Kamu mau ke sana? Apa Bunda yang akan mengajakmu?” Zack tampak keheranan mendengar ucapan Vier. Apa lagi Vier masih anak-anak dan sebagai orang dewasa, tentu ia tidak percaya begitu saja dengan ucapan anak itu.“Tidak, Bunda tidak mengajakku ke sana. Sekarang, Uncle mau atau tidak mengantarkan aku ke sana?” Vier tampak merajuk kepada Zack. Anak itu tahu kalau Zack pasti tidak akan menolak permintaannya.“Baiklah, tapi kamu hanya ingin melihat hotel itu kan?” tanya Zack dengan tatapan lekat.Vier hanya tersenyum dan mengangguk. Ia tahu, Zack pasti tidak akan mengizinkan kalau tahu dirinya akan pergi menemui Tuan Oliver.Tidak terasa, mereka sudah sampai di rumah. Zack meminta Vier dan kedua saudaranya untuk turun dan tidak lupa mengucapkan
Zack menerima gelang kulit yang diberikan oleh Vier. Laki-laki itu segera membaca sebuah nama yang tertera di sana.“Oliver Nathanael Bodgan!” lirih Zack dengan netra membola.Vier mengangguk dan tidak sabar mendengar penjelasan dari Zack. Kali ini, hanya laki-laki itu yang menjadi harapan terakhir baginya.“Tuan Oliver adalah seorang pengacara. Dia orang hebat dan banyak dikenal orang,” ucap Zack dengan nada serius.“Kenapa gelang itu disimpan oleh Bunda? Apa dia teman Bunda?” tanya Vier dengan tatapan polos.“Uncle tidak tahu, kalau gelang ini disimpan oleh Bunda, kemungkinan ada sesuatu di antara mereka.” Zack berbicara dengan tatapan penuh kelembutan. Entah kenapa, hatinya merasa curiga kalau Oliver itu adalah ayah anak-anak yang dilahirkan oleh Sonya.“Baiklah Uncle, terima kasih informasinya. Lusa, aku akan menemui Tuan Oliver. Dia mengundangku untuk datang ke Sandyan hotel,” ucap Vier dengan nada riang. Anak itu menceritakan pertemuannya dengan Oliver. Ia bahkan merasa senang k
Oliver menggandeng tangan Vier dan mengajak anak itu pergi ke pantai. Entah kenapa, hatinya merasa tenang ketika berada di sisi Vier.“Vier, apa orang tuamu tahu, kalau kamu datang ke sini?” tanya Oliver dengan tatapan lekat. Ia merasa penasaran ketika melihat Vier yang datang sendirian ke kamarnya.Vier hanya mengangguk dan melanjutkan langkahnya. Tiba-tiba, anak itu berhenti di gundukan pasir yang bergerak-gerak. Ia merasa penasaran dan ingin melihatnya.“Lihat, pasirnya bergerak-gerak!” ucap Vier sambil menunjuk ke pasir yang tengah bergerak-gerak.Oliver tersenyum dan menjelaskan kalau di dalam sana, ada penyu yang sedang bersembunyi.“Itu ada penyu yang sedang bersembunyi di dalam sana!” ucap Oliver dengan nada penuh kelembutan. Laki-laki itu menunggu sang penyu keluar dari tempat persembunyiannya.Vier tampak melompat kegirangan ketika seekor penyu seukuran telapak tangan orang dewasa keluar dari dalam pasir dan bergerak menuju ke pantai.“Lihat, dia mau berenang ke sana!” ucap
“Y-ya, istana pasirnya sangat bagus!” jawab Oliver dengan nada gugup.Ketika mereka tengah duduk sambil mengawasi kerang-kerang yang ada di dalam istana pasir, tiba-tiba seorang perempuan datang dan mendekati mereka.“Selamat siang, apa aku boleh bergabung dengan kalian?” tanya wanita itu dengan senyum di wajahnya.Oliver segera mengangkat wajahnya. Laki-laki itu tampak terkejut dengan kedatangan Yura di sana.“Yura, katanya kamu tidak mau ikut denganku? Lalu, kenapa kamu menyusulku ke sini? Apa kamu tidak takut kulitmu terbakar matahari?” tanya Oliver dengan tatapan keheranan.“Oliver, aku merasa bosan di hotel sendirian. Aku benar-benar merindukanmu!” ucap wanita itu sambil berjongkok di dekat Oliver.“Baiklah, mari bergabung bersama kami!” ucap Oliver kepada tunangannya. Laki-laki itu mengajak Yura untuk bermain pasir bersama Vier.Vier tampak mengamati gerak-gerik Yura. Anak itu seakan tengah mengakrabkan diri dengan wanita yang sedang berbincang dengan Oliver.“Nona, apa Anda su
“Tuan, apa aku boleh memelukmu seperti seorang anak yang menyayangi ayahnya?” ucap Vier dengan tatapan lekat.DEG!Oliver tampak terdiam dan tidak merespon permintaan Vier, laki-laki itu tidak menyangka kalau Vier tiba-tiba meminta hal yang tidak pernah disangka-sangka olehnya.“Tentu, kamu bisa memelukku seperti anak yang ingin memeluk ayahnya!” jawab Oliver dengan senyum yang tersungging di wajahnya.Vier tampak tersenyum dan memeluk erat tubuh Oliver. Anak itu tiba-tiba menangis sesenggukan di bahu laki-laki itu.“Vier, kenapa kamu menangis? Apa ada yang kamu pikirkan?” tanya Oliver dengan tatapan keheranan.“Aku sangat merindukan ayahku,” jawab Vier dengan netra berkaca-kaca.“Merindukan ayahmu? Memangnya ayahmu ke mana?” Oliver tampak tertarik dengan jawaban Vier. Laki-laki itu merasa penasaran dengan jawaban yang diberikan oleh anal itu.“Kata Bunda, ayahku sedang pergi bekerja. Dia juga sedang mengumpulkan uang supaya bisa kembali berkumpul bersama kami.” Vier menjawab pertanya
“Terima kasih banyak, Ayah!” ucap Vier sambil memeluk erat tubuh Oliver. Anak itu seakan tengan menyalurkan kerinduannya kepada sosok yang tengah terdiam dan membalas pelukannya. Vier bahkan ingin berlama-lama di dalam pelukan laki-laki itu.Oliver tampak terkejut dengan ucapan Vier. Laki-laki itu mengernyitkan keningnya sebagai tanda kalau dirinya tidak paham dengan ucapan Xavier.“Kamu memanggilku Ayah?” tanya Oliver dengan tatapan keheranan. Laki-laki itu merasa terkejut ketika Vier memanggilnya dengan sebutan yang tidak biasa.“M-maaf, aku tidak bermaksud apa-apa,” jawab Vier dengan wajah tertunduk. Anak itu sangat takut kalau Oliver akan memarahinya.Oliver hanya mengangguk dan segera membuka pintu kamarnya, ketika ia mendengar suara ketukan di ketukan di luar sana.“Vier, kamu tunggu dulu ya, sepertinya dokter yang akan memeriksamu sudah datang!” ucap Oliver dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu segera bergegas meninggalkan Vier dan membukakan pintu kamarnya. Ada perasaan lega
“Kenapa gelang itu ada di sini? Siapa yang membawanya?” lirih Oliver dengan tatapan lekat.Laki-laki itu segera mengambil gelang yang tercecer di kursi penumpang. Ia mengamati baik-baik gelang berbahan kulit dengan kualitas premium.Apa mungkin ini milik Vier? Rasanya tidak mungkin, mengingat gelang itu memiliki ukuran untuk orang dewasa. Oliver segera menyimpan gelang itu dan melanjutkan perjalanannya. Laki-laki itu segera menuju ke hotel tempatnya menginap.Setelah sampai di hotel, Oliver segera turun dan membawa gelang misterius yang ia temukan di dalam mobil. Laki-laki itu merasa penasaran dengan benda yang cukup menyita perhatiannya.Sesampainya di kamar, Oliver mengeluarkan gelang yang ia simpan di saku celananya. Laki-laki itu mengamati gelang yang membuat dirinya merasa penasaran. Ya, beberapa tahun yang lalu, Oliver memiliki gelang yang sama. Namun, laki-laki itu telah kehilangan gelang kesayangannya.Ketika ia sedang mengamati gelang itu, tiba-tiba netranya tertuju kepada se