“Y-ya, istana pasirnya sangat bagus!” jawab Oliver dengan nada gugup.Ketika mereka tengah duduk sambil mengawasi kerang-kerang yang ada di dalam istana pasir, tiba-tiba seorang perempuan datang dan mendekati mereka.“Selamat siang, apa aku boleh bergabung dengan kalian?” tanya wanita itu dengan senyum di wajahnya.Oliver segera mengangkat wajahnya. Laki-laki itu tampak terkejut dengan kedatangan Yura di sana.“Yura, katanya kamu tidak mau ikut denganku? Lalu, kenapa kamu menyusulku ke sini? Apa kamu tidak takut kulitmu terbakar matahari?” tanya Oliver dengan tatapan keheranan.“Oliver, aku merasa bosan di hotel sendirian. Aku benar-benar merindukanmu!” ucap wanita itu sambil berjongkok di dekat Oliver.“Baiklah, mari bergabung bersama kami!” ucap Oliver kepada tunangannya. Laki-laki itu mengajak Yura untuk bermain pasir bersama Vier.Vier tampak mengamati gerak-gerik Yura. Anak itu seakan tengah mengakrabkan diri dengan wanita yang sedang berbincang dengan Oliver.“Nona, apa Anda su
“Tuan, apa aku boleh memelukmu seperti seorang anak yang menyayangi ayahnya?” ucap Vier dengan tatapan lekat.DEG!Oliver tampak terdiam dan tidak merespon permintaan Vier, laki-laki itu tidak menyangka kalau Vier tiba-tiba meminta hal yang tidak pernah disangka-sangka olehnya.“Tentu, kamu bisa memelukku seperti anak yang ingin memeluk ayahnya!” jawab Oliver dengan senyum yang tersungging di wajahnya.Vier tampak tersenyum dan memeluk erat tubuh Oliver. Anak itu tiba-tiba menangis sesenggukan di bahu laki-laki itu.“Vier, kenapa kamu menangis? Apa ada yang kamu pikirkan?” tanya Oliver dengan tatapan keheranan.“Aku sangat merindukan ayahku,” jawab Vier dengan netra berkaca-kaca.“Merindukan ayahmu? Memangnya ayahmu ke mana?” Oliver tampak tertarik dengan jawaban Vier. Laki-laki itu merasa penasaran dengan jawaban yang diberikan oleh anal itu.“Kata Bunda, ayahku sedang pergi bekerja. Dia juga sedang mengumpulkan uang supaya bisa kembali berkumpul bersama kami.” Vier menjawab pertanya
“Terima kasih banyak, Ayah!” ucap Vier sambil memeluk erat tubuh Oliver. Anak itu seakan tengan menyalurkan kerinduannya kepada sosok yang tengah terdiam dan membalas pelukannya. Vier bahkan ingin berlama-lama di dalam pelukan laki-laki itu.Oliver tampak terkejut dengan ucapan Vier. Laki-laki itu mengernyitkan keningnya sebagai tanda kalau dirinya tidak paham dengan ucapan Xavier.“Kamu memanggilku Ayah?” tanya Oliver dengan tatapan keheranan. Laki-laki itu merasa terkejut ketika Vier memanggilnya dengan sebutan yang tidak biasa.“M-maaf, aku tidak bermaksud apa-apa,” jawab Vier dengan wajah tertunduk. Anak itu sangat takut kalau Oliver akan memarahinya.Oliver hanya mengangguk dan segera membuka pintu kamarnya, ketika ia mendengar suara ketukan di ketukan di luar sana.“Vier, kamu tunggu dulu ya, sepertinya dokter yang akan memeriksamu sudah datang!” ucap Oliver dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu segera bergegas meninggalkan Vier dan membukakan pintu kamarnya. Ada perasaan lega
“Kenapa gelang itu ada di sini? Siapa yang membawanya?” lirih Oliver dengan tatapan lekat.Laki-laki itu segera mengambil gelang yang tercecer di kursi penumpang. Ia mengamati baik-baik gelang berbahan kulit dengan kualitas premium.Apa mungkin ini milik Vier? Rasanya tidak mungkin, mengingat gelang itu memiliki ukuran untuk orang dewasa. Oliver segera menyimpan gelang itu dan melanjutkan perjalanannya. Laki-laki itu segera menuju ke hotel tempatnya menginap.Setelah sampai di hotel, Oliver segera turun dan membawa gelang misterius yang ia temukan di dalam mobil. Laki-laki itu merasa penasaran dengan benda yang cukup menyita perhatiannya.Sesampainya di kamar, Oliver mengeluarkan gelang yang ia simpan di saku celananya. Laki-laki itu mengamati gelang yang membuat dirinya merasa penasaran. Ya, beberapa tahun yang lalu, Oliver memiliki gelang yang sama. Namun, laki-laki itu telah kehilangan gelang kesayangannya.Ketika ia sedang mengamati gelang itu, tiba-tiba netranya tertuju kepada se
“Vier, kaki kamu kenapa?” tanya Sonya dengan tatapan menyelidik. Wanita itu seakan penasaran dengan kaki putranya.Vier tampak gugup. Dia bahkan berusaha menormalkan langkahnya, meski netra Sonya terus memindai putranya dari ujung rambut sampai ujung kaki.“A-aku tadi terjatuh ketika sedang bermain,” jawab Vier dengan wajah tertunduk. Ia tidak ingin membuat Sonya cemas.“Lain kali tidak boleh seperti itu. Bunda sudah bekerja di luar seharian dan kalian harus menghargai Bunda dengan tidak melakukan hal-hal yang membahayakan. Kalau kalian sakit, siapa yang akan repot? Kalau kalian sakit, siapa yang akan rugi?” Sonya tampak kesal dengan sikap ceroboh Vier. Sebagai orang tua tunggal, ia harus bertanggung jawab penuh dengan keselamatan anak-anaknya.“Maaf Bunda, aku tidak bermaksud seperti itu. Aku berjanji, besok tidak akan mengulangi lagi,” ucap Vier dengan tatapan penuh rasa bersalah. Ia tahu, selama ini Sonya sudah bekerja sangat keras untuk mereka dan ia merasa sedih melihat Sonya yan
“Bunda, Vier benar. Kami juga ingin mendengar cerita tentang ayah. Ayo, ceritakan sekarang!” rajuk Bian dan Biya sambil mengguncangkan tubuh Sonya.Sonya memejamkan netranya untuk sesaat. Wanita itu mencoba tersenyum meski hatinya terasa nyeri melihat ketiga anaknya yang tampak terdiam dengan tatapan penuh harap.“Ayahmu adalah pria hebat. Dia sedang bekerja untuk mengumpulkan uang. Setelah uangnya terkumpul, ayah akan pulang dan berkumpul besama kita.” Sonya lagi-lagi berbohong kepada ketiga anaknya. Ia tidak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya kepada mereka.“Apa ayah pria yang tampan?” tanya Biya dengan tatapan lekat.“Y-ya, ayah pria yang tampan. Bahkan sangat-sangat tampan,” jawab Sonya dengan nada bergetar. Oliver memang sangat tampan, wajahnya bahkan menurun kepada ketiga anaknya. Namun, laki-laki itu memiliki sifat dan sikap yang sangat buruk. Ia bahkan tega melakukan hal keji kepada Sonya untuk melampiaskan dendamnya.“Apa ayah pernah menggendong kami?” tanya Bian dengan t
“Tok! Tok! Tok!” tiba tiba terdengar ketukan pintu di luar sana. Sonya hanya terdiam sambil memeluk erat kotak yang ada di tangannya. Dengan sigap, Sonya segera menyembunyikan kotak yang ada di dalam pelukannya. Wanita itu tidak ingin seorang pun tahu, mengenai rahasianya di masa lalu.Dengan dada berdebar, wanita itu membuka pintu kamarnya. Seketika wajahnya tampak terkejut melihat Vier yang tengah berdiri di depan pintu kamarnya.“Vier, kenapa kamu belum tidur? Apa kamu bermimpi buruk?” tanya Sonya dengan penuh kelembutan. Wanita itu memeluk putranya dan berusaha mencari tahu apa yang tengah dirasakan oleh Vier.“Aku tidak bisa tidur,” jawab Vier dengan nada penuh penekanan. Ia segera masuk ke kamar Sonya dan naik ke atas ranjang.“Apa kamu ingin tidur di sini?” tanya Sonya dengan tatapan penuh rasa penasaran.“Ya, aku ingin tidur di sini. Aku ingin dipeluk Bunda,” jawab Vier dengan tatapan polos. Anak itu ingin dipeluk oleh ibunya.“Baiklah, Bunda akan menemanimu malam ini. Tapi,
“Ayah, sayangi kami seperti kami menyayangimu,” ucap anak-anak itu dengan nada polos.Oliver bahkan masih terdiam ketika tangan-tangan itu mencoba meraih tubuhnya dan mendekapnya erat-erat. Ia bahkan hampir kehabisan napas ketika anak-anak itu memeluk erat tubuh Oliver.“Tolong lepaskan. Aku mohon lepaskan pelukan kalian!” ucap Oliver dengan nada penuh permohonan. Ia bahkan merasa sangat tertekan dengan sikap ketiga anak itu.“Tidak, Ayah sudah meninggalkan kami dan kali ini, kami akan memberikan hukuman untukmu!” bisik ke tiga anak itu dengan seringai menyeramkan di wajahnya.“T-tidak, kalian bukan anak-anakku dan sekarang lepaskan aku, lalu pergi dari tempat ini!” seru Oliver dengan penuh penekanan. Namun, usahanya sia-sia. Anak itu terus mendekap tubuhnya dan membuat dirinya tidak dapat berbuat apa-apa.Lorenzo tampak terbangun ketika ia mendengar teriakan dari dalam. Laki-laki itu bergegas menuju ke kamar tuannya. Ia bahkan merasa sangat cemas melihat laki-laki itu tengah berteria