“M-merasakan sesuatu?” tanya Sonya dengan tatapan polosnya. Ia bahkan tidak paham dengan ucapan laki-laki itu.“Ya, merasakan sesuatu.” Oliver berbicara sambil melirik ke arah bawah. Laki-laki itu bahkan sengaja menggoda Sonya dengan nada yang begitu lembut.“Tuan, tolong jangan seperti ini. Aku takut kalau anak-anak akan melihat kegitan kita,” ucap Sonya dengan nada penuh permohonan. Wanita itu tampak tersipu di pangkuan Oliver.Oliver tampak bergeming, laki-laki itu masih memeluk erat Sonya dengan penuh kerinduan.“Sonya, aku mohon biarkan seperti ini. Aku masih ingin menghidu aroma tubuhmu,” bisik Oliver sambil memejamkan netranya. Laki-laki itu masih ingin berlama-lama di sisi Sonya.Tiba-tiba, Vier dan Biya muncul di ruang makan dan tampak terkejut melihat kedekatan kedua orang tuanya.“Bunda, Ayah, apa yang kalian lakukan?” seru keduanya sambil menutup wajah mereka dengan kedua telapak tangannya.Sonya tampak terkejut dan berusaha melepaskan diri dari pelukan Oliver. Wajahnya t
“Sonya, kamu sudah datang?” seru laki-laki itu dengan netra berbinar. Ia bahkan sudah tidak sabar ingin memeluk wanita yang baru memasuki rumah Dayana.“Apa yang Anda inginkan? Kenapa Anda masih mengunjungi ibuku? Apa Anda belum puas menyiksa keluargaku?” seru Sonya dengan tatapan yang begitu tajam. Wanita itu tampak tidak suka dengan keberadaan James di rumahnya. Ia bahkan berbicara dengan nada ketus kepada sosok yang tengah berdiri di hadapannya.“Sonya, kamu bicara apa? Aku ke sini hanya ingin berbicara sesuatu hal denganmu dan aku mohon, jangan mengusirku seperti ini.” Tuan James tampak berbicara dengan netra mengembun. Ia menatap lekat wajah darah dagingnya.Dayana keluar dengan secangkir teh di atas nampan. Wanita itu sepertinya ingin menyuguhkan minuman untuk Tuan James.“Bu, kenapa laki-laki ini masih datang ke rumah ini? Apa dia belum puas menghancurkan mentalku? Dia bahkan tidak tahu malu berselingkuh denganmu, Bu. Kalian akan berbuat seperti ini sampai kapan? Apa kalian tid
“Meninggalkan keluargaku?” ucap laki-laki itu dengan netra membola. Ia seakan tidak percaya dengan ucapan wanita yang tengah duduk di hadapannya.“Ya, memangnya kenapa? Apa aku salah? Anda bahkan rela menelantarkan kami dan lebih memilih bersama Alia. Lalu, kenapa Anda merasa keberatan dengan permintaanku?” kekeh Sonya dengan senyum penuh arti. Ia bahkan sengaja menantang James dan meminta laki-laki itu untuk meninggalkan keluarganya.“Sonya, apa yang kamu katakan? Kamu tidak pantas berbicara seperti itu!” seru Dayana dengan tatapan yang begitu tajam. Wanita itu tampak tidak suka melihat sikap putrinya kepada Tuan James.“Kenapa Bu? Kenapa kita harus menjadi pihak yang tersakiti? Kenapa kita harus selalu mengalah? Memangnya apa salah kita? Aku bahkan harus menderita karena ulah Anda!” Sonya berbicara dengan tatapan lekat. Ada kekecewaan yang tergambar jelas di wajahnya.“Sonya, itu tidak benar. Aku bahkan sudah mencari kalian ke mana-mana. Aku juga sudah menempuh berbagai cara untuk
“Sonya, kamu harus kuat dan kamu pasti bisa menghadapi semuanya!” ucap wanita itu sambil mengepalkan tangannya sampai buku-buku jarinya memutih.Dengan tangan bergetar, Sonya meraih ponsel yang ada di pangkuannya. Wanita itu tampak berusaha menormalkan suaranya.“H-hallo!” ucap Sonya dengan nada sedikit gugup. Ia bahkan sengaja menyeka air matanya untuk menghilangkan rasa sesak di dalam dadanya.“Maaf Nona, saya sudah mengganggu kegiatan Anda. Tuan Oliver meminta saya untuk bertanya kepada Anda. Nanti sore, apa Anda ingin pulang lebih awal? Tuan Oliver ingin mengajak Anda untuk pergi makan malam.” Lorenzo berbicara dengan nada yang begitu sopan. Laki-laki itu mematuhi perintah tuannya untuk menanyakan kepada Sonya mengenai rencana kepulangan wanita itu.“Tuan Lorenzo, setelah aku selesai, aku akan mengabarkan kepadamu. Maaf, aku sedang sibuk dan aku harus membantu ibuku di dapur!” ucap Sonya dengan nada setenang mungkin. Ia tidak mau mengatakan hal yang sebenarnya kepada orang keperca
“Bunda, apa kita benar-benar pergi dari sini? Kalau aku ingin dipeluk ayah, bagaimana?” tanya Vier dengan tatapan lekat. Anak itu seakan tengah merasakan kegelisahan yang begitu besar di dalam dirinya.“Vier, jangan takut, Bunda akan selalu ada di sisimu. Sekarang, kita harus bersiap-siap!” ucap Sonya dengan netra mengembun. Rasa marah kembali bergejolak di dalam hatinya ketika ia mengingat semua ucapan Tuan James. Ia benar-benar membenci nasib yang ditakdirkan untuknya. Kenapa ia harus merasa nyaman ketika berada di sisi Oliver? Kenapa dirinya merasa bahagia di saat bersama laki-laki yang telah memberikan dirinya tiga orang putra? Ini tidak boleh dibiarkan. Sonya dan Oliver memiliki darah yang sama dan itu artinya hal seperti ini tidak boleh terjadi.Setelah selesai merapikan semuanya, Sonya segera beranjak dari kamar dan mengajak ketiga anaknya pergi dari sana.“Nona, kalian mau ke mana?” tanya sang pelayan dengan tatapan keheranan.“Bibi, kami akan pergi dari sini,” jawab Sonya den
“Sonya, mereka s-siapa? Kenapa kamu membawa tiga anak itu ke sini?” tanya sang laki-laki dengan tatapan keheranan. Ada rasa terkejut yang tergambar jelas di wajahnya.Sonya tampak mengembuskan napasnya dan menggenggam erat tangan anak-anaknya.“Mereka anak-anakku!” jawab Sonya dengan wajah tertunduk dalam.DEG!“A-anak? Maksud kamu apa? Apa kamu ingin bercanda denganku?” kekeh Rafael dengan tatapan lekat. Ia yakin kalau Sonya tidak serius berbicara dengannya.“Ya, anak. Mereka adalah anak-anakku!” jawab Sonya dengan nada setenang mungkin. Ia bahkan menatap wajah Rafael dengan tatapan yang begitu serius.“Anakmu? M-mereka ini anak-anakmu?” Rafael kembali mengulang pertanyaan yang sama kepada Sonya. Ia merasa tidak yakin kalau Sonya telah memiliki tiga orang anak yang menggemaskan.“Ya, mereka anak-anakku. Apa aku boleh masuk ke dalam?” tanya Sonya dengan tatapan penuh keraguan. Ia merasa takut kalau laki-laki itu akan mengusirnya.“Tentu, silakan masuk. Rumah ini selalu terbuka untukmu
“Bibi, di mana Sonya dan anak-anak? Kenapa ruangan ini tampak lengang?” tanya Oliver dengan tatapan keheranan.“Nona dan anak-anak sudah pergi, Tuan,” jawab pelayan itu dengan nada bergetar.DEG!“Pergi? Ke mana? Apa maksud Bibi berkata seperti itu?” Oliver tampak terkejut dengan ucapan pelayannya. Laki-laki itu terlihat kebingungan dengan jawaban sang pelayan.“S-saya tidak tahu Tuan.” pelayan itu menjawab dengan bibir bergetar. Ada rasa takut yang tengah menyelimuti hatinya.“Bibi, kenapa Sonya pergi? Ke mana dia membawa anak-anakku?” Oliver tampak terkejut. Wajahnya berubah merah padam.Wanita itu hanya menggeleng dan tertunduk dalam. Ia benar-benar tidak tahu ke mana perginya Sonya bersama anak-anaknya.“Bi, kenapa kamu tidak menghentikan Sonya? Kenapa kamu membiarkan dia pergi, Bi?” Oliver masih tidak habis pikir dengan kepergian wanita itu. Ia bahkan merasa heran dengan kepergian Sonya.Dengan langkah lebar, ia bergegas menuju ke kamar Sonya dan ketiga anak-anaknya. Laki-laki it
Sonya mendekat ke arah Bian dan Vier. Wanita itu membawakan sepiring kue untuk kedua anak-anaknya.“Vier, Bian, Bunda membawakan makanan ini untuk kalian!” ucap Sonya dengan senyum di wajahnya. Ia tahu kalau anak-anaknya masih belum bisa beradaptasi di rumah ini.“Bunda, apa kita akan kembali ke rumah ayah? Ayah pasti mencari-cari keberadaan kita dan aku tidak mau ayah mencemaskan kita.” Vier berbicara dengan netra mengembun. Ia benar-benar sedih berpisah dengan Oliver.Sonya mengembuskan napas kasar dan duduk di antara kedua putranya. Wanita itu mencoba mengatur napasnya untuk berbincang dengan Vier dan Bian.“Vier, Bian, ada hal yang tidak dapat Bunda katakan sekarang. Untuk sementara ini, kita tinggal di sini. Semoga saja kamu tidak keberatan.” Sonya berbicara dengan tatapan sendu. Ada rasa sakit yang tengah menjalari raganya.“Kenapa Bunda? Ayah itu orang baik dan kami sangat menyayangi ayah. Tolong antarkan kami kepada ayah!” Bian berbicara dengan nada memohon. Ia meminta Sonya m
“D-datang bulan?” tanya Sonya dengan tatapan terkejut. Seketika ia sadar kalau dirinya sudah terlambat datang bulan.“Ya, kapan Anda terakhir datang bulan?” ucap Dokter Shesa dengan senyum di wajahnya.“Awal bulan lalu,” jawab Sonya dengan tatapan cemas. Apa pelayan di rumahnya benar, kalau dirinya kini tengah mengandung? Kalau benar, ini adalah kabar bahagia untuk keluarga besar mereka. Namun, kalau kabar ini salah, pasti Oliver akan kecewa.“Kenapa kamu diam saja? Apa kepalamu masih pusing?” tanya Oliver dengan penuh kelembutan.“T-tidak, aku hanya khawatir kalau kamu akan marah padaku,” jawab Sonya dengan wajah tertunduk dalam.“Marah? Kenapa aku harus marah?” tanya Oliver dengan tatapan penuh rasa penasaran.“Aku takut mengecewakanmu. Kalau aku tidak hamil bagaimana?” lirih Sonya dengan nada penuh kegelisahan.“Sonya, kamu bicara apa? Kalau kamu tidak hamil, bagiku tidak masalah. Apa kamu lupa kalau kamu sudah memberikanku ketiga anak-anak hebat yang melengkapi kebahagiaan rumah t
Tiga bulan kemudian“Hoek! Hoek! Hoek!” Sonya kembali memuntahkan isi perutnya dengan kepala yang berdenyut hebat. Wanita itu merasa aneh dengan rasa mual yang beberapa hari ini kerap menyerang dirinya. Padahal akhir-akhir ini, ia merasa kondisinya baik-baik saja. Namun, rasa mual itu membuatnya semakin tersiksa.“Sonya, apa kamu baik-baik saja?” seru Oliver dengan nada cemas. Laki-laki itu tampak gelisah ketika menunggu Sonya yang tidak kunjung keluar dari kamar mandi.“Y-ya, aku baik-baik saja.” Sonya menjawab dengan nada lemah. Wanita itu tampak menyadandarkan dirinya ke dinding kamar mandi sambil memijit pelipisnya yang berdenyut.Oliver yang tampak cemas, segera membuka pintu dan masuk ke dalam. Laki-laki itu sangat terkejut ketika mendapati istrinya tengah bersandar di dinding dengan wajah pucat pasi.“Sonya, apa yang terjadi? Apa kamu sedang sakit?” tanya Oliver dengan tatapan penuh kekhawatiran. Ia dengan sigap menggendong tubuh istrinya dan membawanya keluar dari sana.Dengan
Yura melangkah dengan wajah tertunduk. Sesekali wanita itu menggenggam erat tangan ayahnya. Ada kegelisahan yang terpancar jelas di wajahnya.“Jangan takut, semua akan baik-baik saja!” ucap Tuan Yoshio dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu segera mengantarkan putrinya menuju ke pelaminan. Di sana Zack sudah menunggu sang mempelai dengan senyum yang tergambar jelas di wajahnya.Tuan Yoshio mengantarkan Yura ke pelaminan. Laki-laki itu menyerahkan tanggung jawabnya kepada Zack, pria yang kelak akan mendampingi putrinya dalam suka maupun duka.“Zack, aku serahkan putriku padamu dan aku harap, kamu tidak akan menyakiti atau menyia-nyiakan dia!” ucap Tuan Yoshio dengan netra mengembun. Untuk pertama kalinya laki-laki itu merasakan kesedihan yang begitu besar di dalam hidupnya. Melepaskan Yura adalah hal terberat di dalam hidupnya.“Tuan, saya akan menjaga Yura sebaik-baiknya.” Zack berbicara dengan tatapan lekat. Laki-laki itu tahu kalau Tuan Yoshio sangat mencintai putrinya.Setelah berb
“James, waktuku sepertinya telah tiba,” lirih Alia dengan tatapan menerawang.“Tidak Alia, kamu pasti akan sembuh. Jangan berbicara seperti itu!” ucap Tuan James dengan tatapan yang begitu lekat.Namun, genggaman tangan Alia semakin melemah. Wanita itu hanya berbisik pelan kepada James untuk kembali kepada Dayana.“J-james, kembalilah kepada Dayana dan hiduplah bersamanya,” bisik Alia dengan tatapan sendu. Wanita itu seakan ingin menebus kesalahannya kepada Dayana.“Ya, aku akan hidup bersamanya, namun berjanjilah untuk terus berjuang. Kamu pasti akan sembuh dan kita dapat hidup bersama-sama.” Tuan James menggenggam erat tangan Alia. Laki-laki itu takut terjadi apa-apa dengan istrinya.Wajah Oliver tampak pucat pasi. Laki-laki itu tidak menyangka kalau kondisi Alia akan memburuk. Tadi, mereka sempat berbincang panjang lebar mengenai asal usul dirinya. Alia bahkan meminta Oliver untuk berbakti kepada ibu kandungnya. Wanita itu meminta sang putra untuk memaafkan apa pun kesalahan ibu ka
“Bu, apa yang Ibu katakan? Kenapa Ibu menangis?” tanya Zack dengan penuh rasa penasaran. Ia takut telah terjadi sesuatu pada ibu kandungnya.Nyonya Prita hanya tersenyum dan mengusap air matanya. Wanita itu menggeleng pelan dan meminta putranya untuk tetap fokus mengemudi.“Zack, jangan mencemaskanku. Aku baik-baik saja,” jawab Nyonya Prita dengan senyum di wajahnya. Wanita itu kembali terdiam dengan tatapan sendu. Entah kenapa, dadanya berdebar hebat ketika membayangkan sosok Oliver yang akan ditemui olehnya. Wanita itu hanya berharap kalau Oliver mau menerima dirinya sebagai seorang ibu yang telah melahirkan laki-laki itu ke dunia.Setelah menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Nyonya Prita segera turun dengan langkah tergesa. Wanita itu seakan sudah tidak sabar ingin bertemu dengan sosok yang sangat dirindukannya.“Bu, tunggu!” seru Zack dengan nada cemas. Ia merasa aneh dengan gerak-gerik ibu kandungnya. Namun, Bibi Weni segera menghentikan langkah
“Zack, ayo cepat bersiap-siap. Setelah selesai sarapan, kita akan pergi!” ucap Nyonya Prita dengan nada serius. Wanita itu meminta putranya untuk segera bersiap-siap.“Pergi? Kita akan pergi ke mana Bu? Apa kita ada agenda bertemu seseorang?” tanya Zack dengan kening mengernyit. Laki-laki itu tampak keheranan mendengar ucapan ibunya.“Cepatlah bersiap-siap, kita akan segera sarapan!” jawab Nyonya Prita dengan tatapan lekat. Wanita itu tampak sibuk menyiapkan menu makanan di meja makan.Bibi Weni mendekat dan menatap kakak perempuannya dengan perasaan campur aduk. Wanita itu tahu kalau Prita tengah larut dalam kegelisahan di dalam dirinya.“Prita, apa kamu sudah siap untuk menemui Oliver?” tanya Bibi Weni dengan tatapan penuh perhatian.“Ya, tadi Tuan James menghubungiku. Dia memintaku untuk segera datang ke rumah sakit karena Alia memintaku untuk segera datang ke sana.” Nyonya Prita berbicara dengan nada serius. Wanita itu memang sempat beberapa kali berkomunikasi dengan Tuan James da
“Ayah, apa dia…?” lirih Yura dengan wajah gugup.Tuan Yoshio hanya mengangkat bahu dan segera berjalan menuju ke ruang tamu. Laki-laki itu sudah tidak sabar melihat sosok yang tengah bertamu ke kediamannya.Dengan tatapan lekat, laki-laki itu mendekat ke sebuah ruangan yang tampak megah. Tubuhnya seketika menegang saat menyadari sosok yang tengah berada di ruang tamu rumahnya.“Weni,” lirih Tuan Yoshio dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau wanita itu berada di sana.Bibi Weni tampak tersentak, ia tidak pernah menduga kalau dirinya kembali akan dipertemukan dengan sosok yang sangat dikenalnya di masa lalu.“Weni, itukah kamu?” lirih Tuan Yoshio dengan tatapan lekat. Laki-laki itu mendekat ke arah Bibi Weni yang tengah duduk di samping Zack.“Tuan, apa Anda dan bibiku saling mengenal?” tanya Zack dengan tatapan keheranan. Selama ini, Bibi Weni tidak pernah bercerita apa pun tentang Tuan Yoshio. Wanita itu bahkan terlihat sangat canggung ketika bertatap muka dengan laki-laki
Zack segera meraih sebuah kotak cincin yang ada di tangan ibunya. Laki-laki itu tampak terharu ketika bersiap menyematkan sebuah cincin berlian di jari manis Yura.“Yura, will you marry me?” ucap Zack dengan tatapan penuh harap. Laki-laki itu tengah menatap wanita yang tengah duduk di hadapannya.Yura terdiam dengan tatapan lurus ke depan. Wanita itu masih ragu dengan jawaban yang ingin dilontarkan kepada pria yang selama ini telah membersamainya.“Yura, ikuti kata hatimu,” ucap Nyonya Prita sambil mengusap lembut bahu wanita yang masih tertunduk di hadapannya.Zack tampak terdiam dengan dada yang berdegup kencang. Ia bahkan sudah siap dengan segala jawaban yang akan diberikan oleh Yura.Tiba-tiba, Yura mengangkat wajahnya dan mengangguk pelan. Ya, dia menerima lamaran Zack dan membuat laki-laki itu terdiam beberapa detik.“B-benarkah kamu mau menerima lamaranku?” tanya Zack dengan tatapan terkejut. Laki-laki itu seketika tersenyum penuh keharuan ketika melihat Yura menganggukkan kepa
“A-apa menikah?” tanya Yura dengan wajah pias. Ia tidak menyangka kalau Nyonya Prita akan berbicara seperti itu kepadanya.“Ya, menikah. Bukankah hubungan kalian sudah sangat jauh. Apa lagi kalian sebentar lagi akan menjadi orang tua. Jadi, sudah sepantasnya kalian segera menikah demi kebaikan anak yang ada di dalam kandunganmu. Ibu tidak ingin cucuku terlahir tanpa orang tua yang lengkap.” Nyonya Prita berbicara dengan tatapan penuh kelembutan. Wanita itu ingin Yura dan Zack segera menikah.“A-apa Nyonya berbicara serius?” tanya Yura dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau Nyonya Prita akan berbicara hal yang sangat penting kepadanya.“Tentu saja aku serius. Kalian harus segera menikah dan tidak ada yang perlu ditunggu-tunggu lagi. Kapan aku bisa bertemu dengan keluargamu?” Nyonya Prita menatap lembut wajah Yura. Wanita itu sudah tidak sabar ingin menemui keluarganya.Yura hanya tersenyum dengan wajah gugup. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Zack akan mengajaknya menikah