Sonya mengerjapkan netranya. Ia tampak tersenyum kecil ketika tangan kokoh itu melingkar erat di pinggangnya. Wanita itu bahkan tidak percaya kalau semalaman Oliver memeluk dirinya dengan sangat posesif.Dengan gerakan perlahan, Sonya segera melepaskan pelukan laki-laki itu dengan perlahan-lahan. Ia tidak ingin mengganggu ketenangan Oliver yang masih terlelap di sampingnya. Hari bahkan masih gelap, namun Sonya sudah tidak sabar untuk pergi ke dapur dan membuatkan sarapan untuk Oliver dan ketiga anaknya.Akhirnya Sonya dapat melepaskan pelukan laki-laki itu. Dengan gerakan perlahan, ia segera turun dari ranjang dan meninggalkan sosok yang masih terlelap dengan penuh kedamaian. Entah kenapa, hatinya terasa berbunga-bunga setelah semalam laki-laki itu menunjukkan perasaannya kepada Sonya. Wanita itu bahkan tersenyum kecil melihat benda yang melingkar di jari manisnya.Wanita itu bergegas menuju ke dapur dan membuka lemari pendingin. Ia ingin membuat menu sarapan untuk anak-anaknya. Denga
“M-merasakan sesuatu?” tanya Sonya dengan tatapan polosnya. Ia bahkan tidak paham dengan ucapan laki-laki itu.“Ya, merasakan sesuatu.” Oliver berbicara sambil melirik ke arah bawah. Laki-laki itu bahkan sengaja menggoda Sonya dengan nada yang begitu lembut.“Tuan, tolong jangan seperti ini. Aku takut kalau anak-anak akan melihat kegitan kita,” ucap Sonya dengan nada penuh permohonan. Wanita itu tampak tersipu di pangkuan Oliver.Oliver tampak bergeming, laki-laki itu masih memeluk erat Sonya dengan penuh kerinduan.“Sonya, aku mohon biarkan seperti ini. Aku masih ingin menghidu aroma tubuhmu,” bisik Oliver sambil memejamkan netranya. Laki-laki itu masih ingin berlama-lama di sisi Sonya.Tiba-tiba, Vier dan Biya muncul di ruang makan dan tampak terkejut melihat kedekatan kedua orang tuanya.“Bunda, Ayah, apa yang kalian lakukan?” seru keduanya sambil menutup wajah mereka dengan kedua telapak tangannya.Sonya tampak terkejut dan berusaha melepaskan diri dari pelukan Oliver. Wajahnya t
“Sonya, kamu sudah datang?” seru laki-laki itu dengan netra berbinar. Ia bahkan sudah tidak sabar ingin memeluk wanita yang baru memasuki rumah Dayana.“Apa yang Anda inginkan? Kenapa Anda masih mengunjungi ibuku? Apa Anda belum puas menyiksa keluargaku?” seru Sonya dengan tatapan yang begitu tajam. Wanita itu tampak tidak suka dengan keberadaan James di rumahnya. Ia bahkan berbicara dengan nada ketus kepada sosok yang tengah berdiri di hadapannya.“Sonya, kamu bicara apa? Aku ke sini hanya ingin berbicara sesuatu hal denganmu dan aku mohon, jangan mengusirku seperti ini.” Tuan James tampak berbicara dengan netra mengembun. Ia menatap lekat wajah darah dagingnya.Dayana keluar dengan secangkir teh di atas nampan. Wanita itu sepertinya ingin menyuguhkan minuman untuk Tuan James.“Bu, kenapa laki-laki ini masih datang ke rumah ini? Apa dia belum puas menghancurkan mentalku? Dia bahkan tidak tahu malu berselingkuh denganmu, Bu. Kalian akan berbuat seperti ini sampai kapan? Apa kalian tid
“Meninggalkan keluargaku?” ucap laki-laki itu dengan netra membola. Ia seakan tidak percaya dengan ucapan wanita yang tengah duduk di hadapannya.“Ya, memangnya kenapa? Apa aku salah? Anda bahkan rela menelantarkan kami dan lebih memilih bersama Alia. Lalu, kenapa Anda merasa keberatan dengan permintaanku?” kekeh Sonya dengan senyum penuh arti. Ia bahkan sengaja menantang James dan meminta laki-laki itu untuk meninggalkan keluarganya.“Sonya, apa yang kamu katakan? Kamu tidak pantas berbicara seperti itu!” seru Dayana dengan tatapan yang begitu tajam. Wanita itu tampak tidak suka melihat sikap putrinya kepada Tuan James.“Kenapa Bu? Kenapa kita harus menjadi pihak yang tersakiti? Kenapa kita harus selalu mengalah? Memangnya apa salah kita? Aku bahkan harus menderita karena ulah Anda!” Sonya berbicara dengan tatapan lekat. Ada kekecewaan yang tergambar jelas di wajahnya.“Sonya, itu tidak benar. Aku bahkan sudah mencari kalian ke mana-mana. Aku juga sudah menempuh berbagai cara untuk
“Sonya, kamu harus kuat dan kamu pasti bisa menghadapi semuanya!” ucap wanita itu sambil mengepalkan tangannya sampai buku-buku jarinya memutih.Dengan tangan bergetar, Sonya meraih ponsel yang ada di pangkuannya. Wanita itu tampak berusaha menormalkan suaranya.“H-hallo!” ucap Sonya dengan nada sedikit gugup. Ia bahkan sengaja menyeka air matanya untuk menghilangkan rasa sesak di dalam dadanya.“Maaf Nona, saya sudah mengganggu kegiatan Anda. Tuan Oliver meminta saya untuk bertanya kepada Anda. Nanti sore, apa Anda ingin pulang lebih awal? Tuan Oliver ingin mengajak Anda untuk pergi makan malam.” Lorenzo berbicara dengan nada yang begitu sopan. Laki-laki itu mematuhi perintah tuannya untuk menanyakan kepada Sonya mengenai rencana kepulangan wanita itu.“Tuan Lorenzo, setelah aku selesai, aku akan mengabarkan kepadamu. Maaf, aku sedang sibuk dan aku harus membantu ibuku di dapur!” ucap Sonya dengan nada setenang mungkin. Ia tidak mau mengatakan hal yang sebenarnya kepada orang keperca
“Bunda, apa kita benar-benar pergi dari sini? Kalau aku ingin dipeluk ayah, bagaimana?” tanya Vier dengan tatapan lekat. Anak itu seakan tengah merasakan kegelisahan yang begitu besar di dalam dirinya.“Vier, jangan takut, Bunda akan selalu ada di sisimu. Sekarang, kita harus bersiap-siap!” ucap Sonya dengan netra mengembun. Rasa marah kembali bergejolak di dalam hatinya ketika ia mengingat semua ucapan Tuan James. Ia benar-benar membenci nasib yang ditakdirkan untuknya. Kenapa ia harus merasa nyaman ketika berada di sisi Oliver? Kenapa dirinya merasa bahagia di saat bersama laki-laki yang telah memberikan dirinya tiga orang putra? Ini tidak boleh dibiarkan. Sonya dan Oliver memiliki darah yang sama dan itu artinya hal seperti ini tidak boleh terjadi.Setelah selesai merapikan semuanya, Sonya segera beranjak dari kamar dan mengajak ketiga anaknya pergi dari sana.“Nona, kalian mau ke mana?” tanya sang pelayan dengan tatapan keheranan.“Bibi, kami akan pergi dari sini,” jawab Sonya den
“Sonya, mereka s-siapa? Kenapa kamu membawa tiga anak itu ke sini?” tanya sang laki-laki dengan tatapan keheranan. Ada rasa terkejut yang tergambar jelas di wajahnya.Sonya tampak mengembuskan napasnya dan menggenggam erat tangan anak-anaknya.“Mereka anak-anakku!” jawab Sonya dengan wajah tertunduk dalam.DEG!“A-anak? Maksud kamu apa? Apa kamu ingin bercanda denganku?” kekeh Rafael dengan tatapan lekat. Ia yakin kalau Sonya tidak serius berbicara dengannya.“Ya, anak. Mereka adalah anak-anakku!” jawab Sonya dengan nada setenang mungkin. Ia bahkan menatap wajah Rafael dengan tatapan yang begitu serius.“Anakmu? M-mereka ini anak-anakmu?” Rafael kembali mengulang pertanyaan yang sama kepada Sonya. Ia merasa tidak yakin kalau Sonya telah memiliki tiga orang anak yang menggemaskan.“Ya, mereka anak-anakku. Apa aku boleh masuk ke dalam?” tanya Sonya dengan tatapan penuh keraguan. Ia merasa takut kalau laki-laki itu akan mengusirnya.“Tentu, silakan masuk. Rumah ini selalu terbuka untukmu
“Bibi, di mana Sonya dan anak-anak? Kenapa ruangan ini tampak lengang?” tanya Oliver dengan tatapan keheranan.“Nona dan anak-anak sudah pergi, Tuan,” jawab pelayan itu dengan nada bergetar.DEG!“Pergi? Ke mana? Apa maksud Bibi berkata seperti itu?” Oliver tampak terkejut dengan ucapan pelayannya. Laki-laki itu terlihat kebingungan dengan jawaban sang pelayan.“S-saya tidak tahu Tuan.” pelayan itu menjawab dengan bibir bergetar. Ada rasa takut yang tengah menyelimuti hatinya.“Bibi, kenapa Sonya pergi? Ke mana dia membawa anak-anakku?” Oliver tampak terkejut. Wajahnya berubah merah padam.Wanita itu hanya menggeleng dan tertunduk dalam. Ia benar-benar tidak tahu ke mana perginya Sonya bersama anak-anaknya.“Bi, kenapa kamu tidak menghentikan Sonya? Kenapa kamu membiarkan dia pergi, Bi?” Oliver masih tidak habis pikir dengan kepergian wanita itu. Ia bahkan merasa heran dengan kepergian Sonya.Dengan langkah lebar, ia bergegas menuju ke kamar Sonya dan ketiga anak-anaknya. Laki-laki it