“M-maksud Ibu apa? Kami hanya sedang berbincang ringan. Kebetulan kami sudah lama tidak bertemu,” ucap Sonya dengan nada gugup. Ia tidak ingin ibunya salah paham melihat kedekatan mereka.“Sonya, kalian berdua memang terlihat sangat cocok. Memang sudah seharusnya kamu menikah dengannya. Hanya saja, waktu itu kalian belum berjodoh!” jawab Dayana dengan senyum kecil yang terukir di wajahnya. Ia merasa sedih karena Sonya pernah gagal menikah dengan tunangan yang dicintainya.“Bu, jangan begitu. Kami benar-benar sedang berbincang santai dan tidak ada maksud apa-apa!” Sonya kembali menjelaskan kepada Dayana kalau mereka tidak ada hubungan apa-apa. Ia bahkan tidak pernah berpikir untuk kembali kepada Rafael, pria yang pernah meninggalkannya.“Sonya, mungkin ibumu ada benarnya. Dulu, kita memang tidak berjodoh. Namun, siapa tahu kalau kita akan berjodoh di masa depan? Kamu bahkan masih terlihat sama di mataku. Aku hanya ingin meminta maaf karena telah mengusir dan memecatmu dari perusahaanku
Pengacara itu tampak terdiam dengan wajah pias. Keringat dingin mengucur deras di pelipisnya. Ia bahkan tidak menyangka kalau kliennya akan menodongkan senjata di kepalanya.“S-saya berjanji akan mengalahkannya. Saya pastikan pihak Anda akan menang,” jawab laki-laki itu dengan nada bergetar.“Ya, saya harap Anda dapat mengalahkan Tuan Oliver. Meski saya sendiri ragu, namun Anda harus mengalahkannya. Saya merasa dipecundangi oleh bocah ingusan sepertinya.” laki-laki setengah baya itu tampak menumpahkan kekecewaannya kepada pengacaranya. Ia bahkan meminta laki-laki itu mengalahkan Oliver untuk membalaskan dendamnya.“Tuan Oliver itu bukan pengacara sembarangan. Sudah banyak kasus yang ditangani olehnya dan hampir semua kasus yang ditangani laki-laki itu, pasti mendapatkan kemenangan. Jadi, saya benar-benar harus mencari cara untuk menumbangkannya.” Pengacara berkepala botak itu berbicara dengan nada serius. Oliver adalah lawan terberat yang pernah ia jumpai di persidangan. Pengacara mud
“Parfum? Memangnya ada apa dengan aroma parfumku?” tanya Oliver dengan tatapan keheranan.“A-aku tidak menyukainya dan aku merasa terganggu,” jawab Yura sambil membekap mulutnya. Ia benar-benar merasa tidak nyaman dengan aroma prafum tunangannya.“Yura, bertahun-tahun kita saling mengenal, kamu belum pernah sekalipun memprotes aroma parfumku. Apa kamu lupa? Parfum ini kamu beli ketika sedang pergi berlibur ke London?” ucap Oliver dengan tatapan keheranan. Laki-laki itu berbicara dengan nada penuh penekanan.“Oliver, tapi aroma parfum itu menggangguku.” Yura berbicara dengan tatapan lekat. Ia ingin memberitahu kalau dirinya merasa tidak nyaman dengan parfum yang dipakai oleh tunangannya.“Baiklah, kalau begitu aku tidak akan mendekat kepadamu. Apa kamu sengaja datang ke kantorku?” Oliver bertanya dengan tatapan keheranan. Ia tidak menyangka kalau Yura akan datang ke firma hukum miliknya.“Ya, aku sengaja datang ke sini. Aku hanya ingin mengucapkan selamat atas kemenangan yang kamu dapa
“Tidak, ini tidak benar. Apa mungkin wanita itu yang tengah duduk di sana?” lirih Oliver dengan tangan terkepal. Ada perasaan tidak percaya yang kini tengah menggelayuti raganya.“Oliver, kamu mau pesan apa?” Yura tampak begitu perhatian kepada tunangannya. Ia bahkan meminta Oliver untuk memilih menu yang ditawarkan restoran itu.“A-aku terserah kamu saja!” jawab Oliver dengan nada gugup. Tatapan matanya tidak luput dari gerak-gerik seorang wanita yang tengah duduk di seberang sana. Ia sangat yakin kalau wanita itu adalah Sonya.“Baiklah, aku akan pilih semua menunya, ya!” ucap Yura dengan nada penuh semangat. Wanita itu bahkan sudah tidak sabar ingin menikmati berbagai macam menu yang ada di restoran itu.Oliver hanya mengangguk dan terus menatap tajam ke arah Sonya. Jujur, dirinya merasa kecewa dan dibohongi oleh wanita itu. Bukankah Sonya seharusnya sedang berada di rumah ibunya? Lalu, kenapa wanita itu justru pergi berkencan tanpa sepengetahuan dirinya? Apa Sonya tidak memikirka
Sonya tampak terkejut dengan ucapan ibunya. Ia tidak menyangka kalau wanita itu akan berbicara hal yang tidak pernah ia duga sebelumnya.“Sonya, kamu sudah dewasa dan kamu berhak bercerita apa pun kepadaku. Sebagai orang tua, aku akan menerima apa pun keputusan darimu!” ucap Dayana dengan nada penuh kelembutan. Wanita itu menatap lekat wajah putrinya yang masih tertunduk.“Bu, aku memang ingin membicarakan sesuatu, namun tidak sekarang. Aku belum siap untuk bercerita kepadamu. Tolong beri aku waktu untuk berpikir,” ujar Sonya dengan nada penuh permohonan. Ia sadar, kalau dirinya tidak dapat menyembunyikan ketiga anak kembarnya, Namun, setidaknya ia butuh waktu untuk mempersiapkan diri.“Baiklah, Ibu akan selalu menanti kamu siap bercerita. Sekarang, lebih baik kita makan bersama. Ibu tidak mungkin menghabiskan sendiri makanan sebanyak ini!” ucap Dayana dengan tatapan penuh cinta.“Bu, aku sudah kenyang. Tadi, aku makan cukup banyak di restoran. Rafael sengaja memesan banyak menu makan
Sonya tampak terkejut dengan netra membola. Kenapa laki-laki itu ada di aparteman? Bukankah hari ini dia pergi ke kantor?“T-tuan, kenapa Anda ada di sini? Bukankah Anda sedang berada di kantor?” tanya Sonya dengan tatapan terkejut. Ia berusaha bersikap tenang di hadapan Oliver.“Apa urusanmu bertanya seperti itu padaku? kamu dari mana saja?” tanya Oliver dengan tatapan yang begitu tajam. Ia bahkan terlihat sangat menyeramkan di hadapan Sonya.“D-dari mana? Aku dari rumah ibuku dan kenapa Anda bertanya seperti itu?” Sonya tampak kebingungan dengan sikap Oliver. Ia bahkan merasa heran dengan pertanyaan laki-laki yang tengah berdiri di hadapannya.“Pergi ke rumah ibumu? Apa kamu tidak salah? Bukannya kamu pergi berkencan di luar sana? Jadi jangan coba-coba membohongiku!” seru Oliver dengan nada penuh amarah. Ia benar-benar murka mendapati Sonya tengah berkencan di restoran bersama mantan kekasihnya.“B-berkencan?” tanya Sonya dengan nada terkejut.“Jangan berpura-pura bodoh Sonya. Aku p
“Sudah, jangan banyak bergerak. Kakimu masih sakit dan nanti malam, kamu akan tidur di sini bersamaku,” bisik Oliver dengan senyum penuh arti di wajahnya.“T-tidur bersama Anda?” ucap Sonya dengan netra membola.“Ya, tidur bersamaku. Ini kamarku dan salahku di mana?” Oliver berbicara dengan tatapan lekat. Ia bahkan tersenyum lebar melihat kepanikan di wajah Sonya.“Tidak, jangan kira aku sudi berada di sini. Meski Anda Ayah dari anak-anakku, aku tidak akan bersikap murahan seperti itu!” ucap Sonya dengan wajah kesal. Ia berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.Oliver hanya mengembuskan napas kasar dan mendekatkan wajahnya ke arah Sonya. Laki-laki itu memeluk erat pinggang wanita yang tengah berdiri di hadapannya.“Kalau aku ingin bersamamu malam ini, apa kamu masih akan terus menolak?” bisik Oliver dengan suara yang begitu lembut. Ia bahkan ingin mengulang kembali malam yang pernah mereka lalui bersama.“Tuan, jangan kurang ajar. Aku tahu kalau aku sedang menumpang di apa
Malam telah tiba, Sonya segera masuk ke kamar anak-anaknya. Ia tampak tersenyum dan meminta ketiga anaknya untuk naik ke atas ranjang.“Anak-anak, sekarang waktunya untuk tidur. Ayo naik ke atas ranjang!” ucap Sonya dengan senyum di wajahnya. Ia terlihat sangat bahagia melihat mereka tengah bersiap untuk tidur.“Bunda, kami tidak mau tidur kalau ayah tidak datang ke sini. Kami ingin tidur bersama Ayah dan Bunda!” rajuk Biya dengan tatapan penuh permohonan. Anak itu seakan menunjukkan rasa rindunya kepada Oliver.“Biya, ayo kita tidur. Hari sudah semakin malam,” bujuk Sonya kepada ketiga anak-anaknya. Namun, mereka tetap berkeras untuk menunggu Oliver datang ke sana.Setelah pintu terbuka dan menunjukkan sosok Oliver di sana, mereka bertiga segera menghambur ke dalam pelukan dan mengajak laki-laki itu untuk tidur bersamanya.“Bunda, Ayah, ayo kita tidur. Aku sudah tidak sabar ingin tidur bersama kalian!” Oliver berbicara dengan netra berbinar. Anak itu mengajak ayah dan bundanya untuk