“Parfum? Memangnya ada apa dengan aroma parfumku?” tanya Oliver dengan tatapan keheranan.“A-aku tidak menyukainya dan aku merasa terganggu,” jawab Yura sambil membekap mulutnya. Ia benar-benar merasa tidak nyaman dengan aroma prafum tunangannya.“Yura, bertahun-tahun kita saling mengenal, kamu belum pernah sekalipun memprotes aroma parfumku. Apa kamu lupa? Parfum ini kamu beli ketika sedang pergi berlibur ke London?” ucap Oliver dengan tatapan keheranan. Laki-laki itu berbicara dengan nada penuh penekanan.“Oliver, tapi aroma parfum itu menggangguku.” Yura berbicara dengan tatapan lekat. Ia ingin memberitahu kalau dirinya merasa tidak nyaman dengan parfum yang dipakai oleh tunangannya.“Baiklah, kalau begitu aku tidak akan mendekat kepadamu. Apa kamu sengaja datang ke kantorku?” Oliver bertanya dengan tatapan keheranan. Ia tidak menyangka kalau Yura akan datang ke firma hukum miliknya.“Ya, aku sengaja datang ke sini. Aku hanya ingin mengucapkan selamat atas kemenangan yang kamu dapa
“Tidak, ini tidak benar. Apa mungkin wanita itu yang tengah duduk di sana?” lirih Oliver dengan tangan terkepal. Ada perasaan tidak percaya yang kini tengah menggelayuti raganya.“Oliver, kamu mau pesan apa?” Yura tampak begitu perhatian kepada tunangannya. Ia bahkan meminta Oliver untuk memilih menu yang ditawarkan restoran itu.“A-aku terserah kamu saja!” jawab Oliver dengan nada gugup. Tatapan matanya tidak luput dari gerak-gerik seorang wanita yang tengah duduk di seberang sana. Ia sangat yakin kalau wanita itu adalah Sonya.“Baiklah, aku akan pilih semua menunya, ya!” ucap Yura dengan nada penuh semangat. Wanita itu bahkan sudah tidak sabar ingin menikmati berbagai macam menu yang ada di restoran itu.Oliver hanya mengangguk dan terus menatap tajam ke arah Sonya. Jujur, dirinya merasa kecewa dan dibohongi oleh wanita itu. Bukankah Sonya seharusnya sedang berada di rumah ibunya? Lalu, kenapa wanita itu justru pergi berkencan tanpa sepengetahuan dirinya? Apa Sonya tidak memikirka
Sonya tampak terkejut dengan ucapan ibunya. Ia tidak menyangka kalau wanita itu akan berbicara hal yang tidak pernah ia duga sebelumnya.“Sonya, kamu sudah dewasa dan kamu berhak bercerita apa pun kepadaku. Sebagai orang tua, aku akan menerima apa pun keputusan darimu!” ucap Dayana dengan nada penuh kelembutan. Wanita itu menatap lekat wajah putrinya yang masih tertunduk.“Bu, aku memang ingin membicarakan sesuatu, namun tidak sekarang. Aku belum siap untuk bercerita kepadamu. Tolong beri aku waktu untuk berpikir,” ujar Sonya dengan nada penuh permohonan. Ia sadar, kalau dirinya tidak dapat menyembunyikan ketiga anak kembarnya, Namun, setidaknya ia butuh waktu untuk mempersiapkan diri.“Baiklah, Ibu akan selalu menanti kamu siap bercerita. Sekarang, lebih baik kita makan bersama. Ibu tidak mungkin menghabiskan sendiri makanan sebanyak ini!” ucap Dayana dengan tatapan penuh cinta.“Bu, aku sudah kenyang. Tadi, aku makan cukup banyak di restoran. Rafael sengaja memesan banyak menu makan
Sonya tampak terkejut dengan netra membola. Kenapa laki-laki itu ada di aparteman? Bukankah hari ini dia pergi ke kantor?“T-tuan, kenapa Anda ada di sini? Bukankah Anda sedang berada di kantor?” tanya Sonya dengan tatapan terkejut. Ia berusaha bersikap tenang di hadapan Oliver.“Apa urusanmu bertanya seperti itu padaku? kamu dari mana saja?” tanya Oliver dengan tatapan yang begitu tajam. Ia bahkan terlihat sangat menyeramkan di hadapan Sonya.“D-dari mana? Aku dari rumah ibuku dan kenapa Anda bertanya seperti itu?” Sonya tampak kebingungan dengan sikap Oliver. Ia bahkan merasa heran dengan pertanyaan laki-laki yang tengah berdiri di hadapannya.“Pergi ke rumah ibumu? Apa kamu tidak salah? Bukannya kamu pergi berkencan di luar sana? Jadi jangan coba-coba membohongiku!” seru Oliver dengan nada penuh amarah. Ia benar-benar murka mendapati Sonya tengah berkencan di restoran bersama mantan kekasihnya.“B-berkencan?” tanya Sonya dengan nada terkejut.“Jangan berpura-pura bodoh Sonya. Aku p
“Sudah, jangan banyak bergerak. Kakimu masih sakit dan nanti malam, kamu akan tidur di sini bersamaku,” bisik Oliver dengan senyum penuh arti di wajahnya.“T-tidur bersama Anda?” ucap Sonya dengan netra membola.“Ya, tidur bersamaku. Ini kamarku dan salahku di mana?” Oliver berbicara dengan tatapan lekat. Ia bahkan tersenyum lebar melihat kepanikan di wajah Sonya.“Tidak, jangan kira aku sudi berada di sini. Meski Anda Ayah dari anak-anakku, aku tidak akan bersikap murahan seperti itu!” ucap Sonya dengan wajah kesal. Ia berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.Oliver hanya mengembuskan napas kasar dan mendekatkan wajahnya ke arah Sonya. Laki-laki itu memeluk erat pinggang wanita yang tengah berdiri di hadapannya.“Kalau aku ingin bersamamu malam ini, apa kamu masih akan terus menolak?” bisik Oliver dengan suara yang begitu lembut. Ia bahkan ingin mengulang kembali malam yang pernah mereka lalui bersama.“Tuan, jangan kurang ajar. Aku tahu kalau aku sedang menumpang di apa
Malam telah tiba, Sonya segera masuk ke kamar anak-anaknya. Ia tampak tersenyum dan meminta ketiga anaknya untuk naik ke atas ranjang.“Anak-anak, sekarang waktunya untuk tidur. Ayo naik ke atas ranjang!” ucap Sonya dengan senyum di wajahnya. Ia terlihat sangat bahagia melihat mereka tengah bersiap untuk tidur.“Bunda, kami tidak mau tidur kalau ayah tidak datang ke sini. Kami ingin tidur bersama Ayah dan Bunda!” rajuk Biya dengan tatapan penuh permohonan. Anak itu seakan menunjukkan rasa rindunya kepada Oliver.“Biya, ayo kita tidur. Hari sudah semakin malam,” bujuk Sonya kepada ketiga anak-anaknya. Namun, mereka tetap berkeras untuk menunggu Oliver datang ke sana.Setelah pintu terbuka dan menunjukkan sosok Oliver di sana, mereka bertiga segera menghambur ke dalam pelukan dan mengajak laki-laki itu untuk tidur bersamanya.“Bunda, Ayah, ayo kita tidur. Aku sudah tidak sabar ingin tidur bersama kalian!” Oliver berbicara dengan netra berbinar. Anak itu mengajak ayah dan bundanya untuk
Sonya tampak terdiam dan memejamkan matanya. Kali ini, dirinya benar-benar meluruh dalam pesona seorang Oliver. Untuk pertama kalinya, wanita itu merasakan debaran yang tidak biasa setelah sekian lama dirinya menutup rapat pintu hatinya.Oliver melepaskan pagutannya. Laki-laki itu menatap manik mata Sonya dan membelai pipi wanita yang tengah tertunduk di hadapannya.“Sonya, maafkan aku yang sudah membuatmu kecewa. Maafkan aku yang sudah membiarkan dirimu menanggung derita. Kali ini, aku tidak ingin kehilangan kalian. Aku hanya ingin bersama kalian selamanya.” Oliver berbicara dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu meraih tubuh Sonya dan mendekapnya dengan sangat erat.Dengan nada terisak, Sonya menangis di pelukan Oliver. Ia benar-benar tidak mampu membendung perasaannya.“Kenapa kamu menangis? Apa kamu merasa sedih berada di sisiku?” tanya Oliver dengan penuh kelembutan.“T-tidak, aku takut ini semua hanya mimpi. Aku takut, mimpi buruk itu akan datang kembali dan aku takut kalau aku
“Kamu milikku dan aku tidak akan pernah membiarkan siapa pun mendekati atau menyentuh dirimu, Sonya!” ucap Oliver dengan tatapan penuh arti.Sonya hanya terdiam dan terpaku melihat Oliver yang tengah menyentuh puncak kepalanya. Laki-laki itu segera bergegas meninggalkan Sonya dan menuju ke meja kerjanya. Ia bahkan ingin berniat untuk melarikan diri dari cengkeraman Oliver, namun laki-laki itu sepertinya tahu gelagat yang akan dilakukan oleh Sonya.“Jangan coba-coba pergi dari sini. Lagi pula, kamu tidak akan pernah bisa keluar karena hanya aku yang tahu caranya keluar dari ruangan ini!” ucap Oliver ketika Sonya baru saja bangkit dan hendak melarikan diri dari sana.“Tuan, apa yang sebenarnya Anda inginkan dariku? Kenapa Anda seakan-akan mempersulit diriku?” ucap Sonya dengan nada terisak.“Aku sudah mengatakan padamu, kalau aku menginginkan dirimu. Jadi, tetaplah di sini karena aku ingin menunjukkan sesuatu.” Oliver segera membuka laci mejanya. Laki-laki itu tengah mencari sesuatu yan