Pagi-pagi sekali, Sonya sudah beranjak dari ranjangnya. Ia bergegas menuju ke dapur yang ada di apartemen Oliver. Wanita itu tampak terejut ketika melihat seorang pelayan tengah berada di sana.“Nona, Anda sudah bangun?” tanya wanita separuh baya itu dengan senyum di wajahnya.“Y-ya, apa aku boleh membantu Bibi?” ucap Sonya dengan nada penuh kecanggungan. Ia sudah terbiasa melakukan tugas-tugasnya di dapur untuk menyiapkan sarapan.“Jangan, Bibi takut kalau Tuan akan marah. Sebaiknya, Nona kembali saja ke kamar. Biarkan Bibi yang menyelesaikan semuanya!” ucap wanita itu dengan tatapan lekat. Ia tidak ingin Oliver marah melihat Sonya membantunya di dapur.“Bibi, aku sudah terbiasa memasak dan menyiapkan sarapan. Aku yakin, Tuan Oliver pasti tidak akan marah,” jawab Sonya dengan penuh kelembutan. Wanita itu segera membantu sang pelayan yang tengah sibu menyiapkan sarapan.“Nona, kalau Tuan Oliver marah, bagaimana?” pelayan itu tampak ketakutan. Ia tidak ingin tuannya marah karena membia
“N-nona Sonya, apa Anda baik-baik saja?” tanya pelayan itu dengan tatapan cemas.Sonya tampak gugup, ia segera mengangkat wajahnya dan mengangguk. Wanita itu berusaha terlihat baik-baik saja di depan wanita yang tengah mencemaskan dirinya.“Nona, aku harap Anda tidak terlalu mendengarkan ucapan Tuan Oliver. Aku tahu, kalau dia sebenarnya sangat mencemaskan Anda. Hanya saja, Tuan Oliver memang kerap menunjukkan perhatiannya dengan cara yang berbeda.” pelayan itu mengusap lembut punggung Sonya dan berusaha menguatkan hati Sonya. Ia tidak ingin wanita itu merasa sedih dengan perlakuan tuannya.“Bibi, aku tidak apa-apa. Jadi, Bibi tidak usah mengkhawatirkan aku. Semua ini memang murni kesalahanku. Kalau saja aku lebih hati-hati dalam bekerja, mungkin aku tidak akan melakukan kesalahan.” Sonya berusaha menghibur dirinya. Ia tidak boleh terpengaruh dengan sikap Oliver. Apa pun yang dilakukan oleh laki-laki itu memang tidak ada kaitannya dengan dirinya. Tujuannya pulang ke kota ini, semata-m
“Cantik!” ucap Oliver dengan tatapan penuh kekaguman. Laki-laki itu seperti tersihir dengan penampilan Sonya yang begitu memukau di hadapannya.“Siapa yang cantik?” tanya Biya dengan tatapan terkejut. Ia menatap wajah Oliver dengan penuh keheranan.“M-maksud Ayah, bunga ini sangat cantik. Mungkin besok Ayah akan membeli bunga segar untuk diletakkan di meja ini!” jawab Oliver dengan nada penuh kecanggungan. Ia benar-benar merasa malu ketika Biya menyadari perkataannya.Biya hanya tersenyum dan menyambut kedatangan ibunya. Anak itu meminta Sonya untuk duduk di sampingnya.“Bunda, Biya mau duduk bersama Bunda!” rajuk anak itu dengan nada manja.Sonya hanya mengangguk dengan penuh kecanggungan. Duduk di samping Biya, itu artinya ia harus berhadapan dengan Oliver. Hal itu tentu saja membuatnya salah tingkah. Bayangan semalam, membuat dadanya berdebar tak karuan.Vier dan Bian tampak menikmati sarapan mereka. Anak itu sesekali tersenyum bahagia melihat keharmonisan keluarga mereka.“Bunda,
“Sonya, kapan kamu mau berterus terang kepada ibumu, mengenai anak-anak kita?” tanya Oliver dengan nada serius.DEG!“Kenapa Anda bertanya seperti itu?” Sonya tampak terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Oliver. Ia bahkan terlihat sangat gugup di hadapan laki-laki itu.“Tidak, aku hanya ingin bertanya saja. Aku pikir, kamu ingin membawa anak-anak itu ke hadapan ibumu.” Oliver berbicara dengan tatapan lurus ke depan. Entah kenapa, ia ingin Sonya membawa anak-anak itu ke hadapan Dayana. Ia ingin keberadaan anak-anak itu diakui oleh pihak keluarga Sonya.“Aku belum siap dan aku tidak ingin melukai perasaan ibuku. Aku pergi meninggalkannya dalam keadaan tidak baik-baik saja dan aku belum siap berkata jujur kepada orang yang aku cintai!” Sonya tampak tersinggung dengan ucapan Oliver. Bukan dirinya tidak mau membawa ketiga anaknya kepada Dayana, ia hanya takut dan belum siap menghadapi kemarahan ibunya.“Kalau kamu belum siap, aku tidak akan memaksa. Selama mereka bersamaku, mere
“Sonya, bagaimana perasaanmu kepada Rafael? Apa kamu masih mencintainya?” Dayana bertanya dengan tatapan lekat. Wanita itu tahu kalau putrinya sangat mencintai Rafael.“M-maksud Ibu apa? Kenapa Ibu bertanya seperti itu padaku?” Sonya tampak terkejut dengan pertanyaan ibunya. Ia tidak menyangka Dayana akan bertanya hal yang sangat mengejutkan untuknya.“Sonya, Rafael menyesal karena tidak memberikan kesempatan kepadamu. Dia bahkan sangat ingin bertemu denganmu. Apa kamu juga masih menyimpan rasa yang sama kepadanya?” Dayana kembali menegaskan kalau laki-laki itu masih menyimpan rasa kepada putrinya. Ia bahkan berbicara dengan tatapan lekat.“Bu, setelah Rafael menikah, aku berusaha melupakannya. Aku bahkan melalui ribuan malam untuk dapat menghapus segala kenangan indah di dalam benakku. Sekarang, aku tidak ingin membuka kenangan itu.” Sonya berbicara dengan tatapan sendu. Wanita itu masih mengingat dengan baik kegagalan pernikahannya dengan Rafael.“Kenapa? Apa kamu marah karena Rafae
“M-maksud Ibu apa? Kami hanya sedang berbincang ringan. Kebetulan kami sudah lama tidak bertemu,” ucap Sonya dengan nada gugup. Ia tidak ingin ibunya salah paham melihat kedekatan mereka.“Sonya, kalian berdua memang terlihat sangat cocok. Memang sudah seharusnya kamu menikah dengannya. Hanya saja, waktu itu kalian belum berjodoh!” jawab Dayana dengan senyum kecil yang terukir di wajahnya. Ia merasa sedih karena Sonya pernah gagal menikah dengan tunangan yang dicintainya.“Bu, jangan begitu. Kami benar-benar sedang berbincang santai dan tidak ada maksud apa-apa!” Sonya kembali menjelaskan kepada Dayana kalau mereka tidak ada hubungan apa-apa. Ia bahkan tidak pernah berpikir untuk kembali kepada Rafael, pria yang pernah meninggalkannya.“Sonya, mungkin ibumu ada benarnya. Dulu, kita memang tidak berjodoh. Namun, siapa tahu kalau kita akan berjodoh di masa depan? Kamu bahkan masih terlihat sama di mataku. Aku hanya ingin meminta maaf karena telah mengusir dan memecatmu dari perusahaanku
Pengacara itu tampak terdiam dengan wajah pias. Keringat dingin mengucur deras di pelipisnya. Ia bahkan tidak menyangka kalau kliennya akan menodongkan senjata di kepalanya.“S-saya berjanji akan mengalahkannya. Saya pastikan pihak Anda akan menang,” jawab laki-laki itu dengan nada bergetar.“Ya, saya harap Anda dapat mengalahkan Tuan Oliver. Meski saya sendiri ragu, namun Anda harus mengalahkannya. Saya merasa dipecundangi oleh bocah ingusan sepertinya.” laki-laki setengah baya itu tampak menumpahkan kekecewaannya kepada pengacaranya. Ia bahkan meminta laki-laki itu mengalahkan Oliver untuk membalaskan dendamnya.“Tuan Oliver itu bukan pengacara sembarangan. Sudah banyak kasus yang ditangani olehnya dan hampir semua kasus yang ditangani laki-laki itu, pasti mendapatkan kemenangan. Jadi, saya benar-benar harus mencari cara untuk menumbangkannya.” Pengacara berkepala botak itu berbicara dengan nada serius. Oliver adalah lawan terberat yang pernah ia jumpai di persidangan. Pengacara mud
“Parfum? Memangnya ada apa dengan aroma parfumku?” tanya Oliver dengan tatapan keheranan.“A-aku tidak menyukainya dan aku merasa terganggu,” jawab Yura sambil membekap mulutnya. Ia benar-benar merasa tidak nyaman dengan aroma prafum tunangannya.“Yura, bertahun-tahun kita saling mengenal, kamu belum pernah sekalipun memprotes aroma parfumku. Apa kamu lupa? Parfum ini kamu beli ketika sedang pergi berlibur ke London?” ucap Oliver dengan tatapan keheranan. Laki-laki itu berbicara dengan nada penuh penekanan.“Oliver, tapi aroma parfum itu menggangguku.” Yura berbicara dengan tatapan lekat. Ia ingin memberitahu kalau dirinya merasa tidak nyaman dengan parfum yang dipakai oleh tunangannya.“Baiklah, kalau begitu aku tidak akan mendekat kepadamu. Apa kamu sengaja datang ke kantorku?” Oliver bertanya dengan tatapan keheranan. Ia tidak menyangka kalau Yura akan datang ke firma hukum miliknya.“Ya, aku sengaja datang ke sini. Aku hanya ingin mengucapkan selamat atas kemenangan yang kamu dapa