“Siapa gadis itu? Apa Ibu mengenalnya?” tanya Nyonya Prita dengan nada serius.“Bu, kenapa harus bertanya seperti itu? Aku sedang tidak ingin membahasnya.” Laki-laki itu seolah tidak ingin menjawab pertanyaan ibunya. Ia bahkan segera bersiap untuk meninggalkan rumahnya.“Zack, Ibu tahu kalau kamu sudah dewasa. Kamu bahkan berhak untuk menentukan pilihan.” Nyonya Prita berbicara dengan tatapan penuh perhatian. Ia ingin putranya mau jujur dan terbuka kepadanya.“Sudahlah, Bu, aku tidak memiliki waktu untuk berdebat. Aku menyayangimu, Bu!” ucap Zack sambil mengecup pipi Nyonya Prita. Laki-laki itu segera meninggalkan ibunya yang masih terdiam di tempatnya.Sementara di ruang kerjanya, Sonya tampak memijit pelipisnya. Ia bahkan merasa mual dan ingin segera memuntahkan isi perutnya di dalam toilet.“Hoek! Hoek! Hoek!” Sonya segera berlari menuju ke toilet dengan wajah pucat pasi. Keringat dingin mengucur deras dari pelipisnya.Setelah sampai di dalam toilet, Sonya segera memuntahkan isi p
Pagi ini, Sonya sengaja datang lebih awal. Ia akan memeriksa stok bahan makanan di gudang dan merinci apa saja yang harus dibeli untuk memenuhi kebutuhan restoran.Tiba-tiba Ghea menatap sinis ke arah Sonya. Semakin hari, dirinya semakin tidak suka dengan gerak gerik Sonya. Wanita itu terlalu diistimewakan oleh Nyonya Prita dan putranya.“Sonya, kenapa kamu datang sepagi ini? Apa kamu ingin mencari perhatian Tuan Zack?” tanya Ghea dengan nada sinis.“Maaf, Ghea. Aku tidak punya waktu untuk berdebat. Aku harus segera ke gudang dan memeriksa stok bahan makanan.” Sonya tampak ingin menghindar dari Ghea. Ia tahu kalau wanita itu selalu saja membuat masalah dengannya.“Kenapa? Apa kamu merasa terganggu dengan pertanyaanku? Kalau benar, berarti kamu memang ada maksud tertentu. Asal kamu tahu, Nyonya Prita pasti akan marah kalau sampai tahu kamu menggoda putranya!” ucap Ghea dengan nada penuh penekanan.“Ghea, kamu bicara apa? Sejak kapan aku menggoda Zack? Aku bahkan cukup tahu diri dan tid
Zack tampak berlari dengan wajah pias. Ia bahkan tidak mempedulikan dirinya yang harus segera tiba di galeri dan menemui koleganya.“Bruk!” Zack menabrak tubuh Zilla dan meminta maaf kepada pelayan yang bekerja di restoran Nyonya Prita.“Maaf, Zilla. Aku tidak sengaja!” ucap laki-laki itu sambil mengulurkan tangannya ke arah Zilla yang kini terduduk di lantai.“Ya, tidak apa-apa, Tuan. K-kenapa Anda terlihat sangat kalut? Apa yang sedang Anda pikirkan?” tanya Zilla dengan tatapan lekat. Gadis itu merasa heran dengan ekspresi yang ditunjukkan oleh Zack.“Zilla, apa kamu tahu di mana Sonya? Dia tidak ada di ruangannya dan aku sangat yakin kalau telah terjadi sesuatu dengannya,” jawab Zack dengan nada cemas. Ia benar-benar mengkhawatirkan keadaan Sonya dan bayinya.“Tuan, semalam Sonya bercerita kalau dia akan pergi ke gudang untuk memeriksa stok bahan makanan di sana. Jangan-jangan, dia ada di sana!” ucap Zilla kepada Zack. Gadis itu sangat yakin kalau Sonya ada di sana.“Ayo kita, ke s
“Hallo,” ucap Zack dengan nada setenang mungkin. Laki-laki itu berusaha menormalkan dekat jantungnya.“Hallo, Tuan Zack. Saya sudah sampai di Blue Galeri dan saya sudah tidak sabar untuk membicarakan perihal kerjasama yang sudah kita rencanakan,” ucap laki-laki itu dengan nada penuh semangat.“Tuan, mohon maaf, kebetulan saya sedang berada di rumah sakit dan dengan sangat menyesal, saya tidak dapat bertemu Anda untuk membicarakan kerjasama kita.” Zack berbicara dengan tatapan sendu. Ia bahkan tidak tega meninggalkan Sonya di saat wanita itu tengah membutuhkan dirinya.“Tuan, apa Anda tidak salah bicara? Kalau Anda membatalkan pertemuan hari ini, itu artinya Anda menolak kerjasama yang saya tawarkan. Apa Anda sudah memikirkan matang-matang?” laki-laki itu tampak kecewa dengan keputusan yang diambil oleh Zack.Zack mengembuskan napas kasar dan melirik ke arah Sonya. Ia tidak mungkin meninggalkan wanita itu sendirian di sana. Meski ada dokter dan perawat yang siap berjaga. Namun, hati Za
“Ya, mereka baik-baik saja. Saya yakin, ayah mereka pasti sangat senang mendengar kabar ini,” ucap dokter itu dengan nada penuh keharuan.DEG!Sonya tampak terdiam dengan tatapan yang sulit diartikan. Apa kata dokter itu benar? Ayah anak-anaknya akan merasa senang mendengar mereka tumbuh dengan baik di dalam sana? Tidak, pria seperti Oliver tidak akan pernah menyayangi mereka. Laki-laki itu bahkan sangat membenci dirinya.“Nona, selamat beristirahat dan jangan lupa diminum obat dan vitaminnya. Semoga Anda lekas sembuh!” ucap dokter itu dengan penuh perhatian.Sonya hanya mengangguk dengan tatapan kosong. Diam-diam, ia mencemaskan kondisi kandungannya. Wanita itu berjanji akan menyembunyikan anak-anaknya dari Oliver. Ia bahkan tidak akan pernah rela membiarkan pria brengsek itu mengusik kehidupannya.“Sonya, apa kamu baik-baik saja?” tanya Zack dengan nada penuh kekhawatiran. Laki-laki itu segera mendekati Sonya yang masih terdiam dengan tatapan kosong.“A-aku baik-baik saja. Kamu tida
“Baiklah, aku akan tidur. Tapi, aku ingin bertanya untuk terakhir kalinya, apa kamu memiliki saudara?” tanya Sonya dengan tatapan penuh rasa penasaran.Bukannya menjawab pertanyaan Sonya, Zack hanya tertawa dan menggelengkan kepalanya. Laki-laki itu bahkan menempelkan punggung telapak tangannya di kening wanita itu.“Sepertinya kamu sedikit demam, sehingga pertanyaan kamu terdengar melantur. Sekarang tidurlah dan jangan bertanya yang tidak-tidak. Aku anak tunggal dan tidak memiliki siapa pun di dunia ini, keculai ibuku. Apa kamu puas?” kekeh Zack dengan tatapan lekat.Sonya mengangguk dan berusaha memejamkan matanya. Ia tidak ingin berpikir apa pun mengenai sosok Zack. Baginya, laki-laki itu memiliki hati malaikat karena mau menolong dan membantunya.“Zack!” bisik Sonya dengan nada yang begitu pelan.“Ada apa? Apa kamu membutuhkan pelukan dariku?” jawab Zack dengan nada datar.Sontak saja Sonya segera menarik selimutnya. Ia tidak dapat membayangkan kalau Zack benar-benar akan memelukn
Oliver tampak mengerjapkan netranya. Laki-laki itu segera bangkit dari tempat tidur sambil membekap mulutnya. Rasa mual yang beberapa hari lalu sempat menghilang, kini kembali menghampiri dirinya. Dengan langkah tergesa, laki-laki itu segera berlari ke dalam kamar mandi dengan wajah pucat pasi.“Hoek! Hoek! Hoek!” Oliver memuntahkan isi perutnya. Laki-laki itu menyandarkan tubuhnya ke dinding kamar mandi sambil memejamkan netranya.“Ada apa dengan diriku? Kenapa rasa mual itu kembali datang?” lirih Oliver dengan tubuh bergetar. Laki-laki itu tampak terhuyung ketika ia berniat keluar dari dalam kamar mandi. Wajahnya bahkan terlihat sangat pucat dengan keringat dingin yang menetes di pelipisnya.Dengan tangan gemetar, Oliver segera menghubungi Lorenzo melalui ponselnya. Ia meminta laki-laki itu segera datang ke kamarnya.“Hallo, Lo, tolong segera datang ke rumahku. Aku pusing sekali dan tubuhku terasa lemas!” ucap laki-laki itu dengan nada lemah.“Baik, Tuan, saya akan segera datang ke
“Tidak berminat?” tanya Lorenzo dengan netra membola.“Ya, aku sudah kenyang. Sekarang kamu bawa saja keluar dan aku akan bersiap-siap untuk berangkat ke kantor,” ucap laki-laki itu dengan nada santai. Oliver segera berlalu dari hadapan Lorenzo dan bergegas menuju ke kamar mandi.Lorenzo hanya mengembuskan napas kasar. Laki-laki itu segera bergegas meninggalkan kamar Oliver dan turun ke lantai bawah. Di sana ia bertemu dengan Tuan James yang tengah membaca surat kabar.“Ada apa dengan putraku? Apa dia baik-baik saja?” tanya James dengan tatapan lekat.“Ya, Tuan Oliver baik-baik saja. Saya akan menunggunya di depan,” ucap Lorenzo sambil berlalu dari hadapan James.“Kamu mau ke mana? Sebaiknya kamu duduk di sini saja. Kita akan sarapan bersama!” ucap James dengan nada ramah. Ia sudah menganggap Lorenzo seperti anaknya sendiri.“Baik, Tuan,” jawab Lorenzo dengan nada patuh. Laki-laki itu segera duduk di samping James dan meletakkan paper bag yang ada di tangannya.“Ada masalah apa antara