“Sonya, kenapa kamu melamun? Apa ada yang sedang kamu pikirkan?” tanya Oliver dengan tatapan menyelidik.“A-aku, aku tidak melamun!” jawab Sonya dengan wajah merah padam. Ia merasa gugup ketika Oliver bertanya hal yang sangat memalukan baginya. Ia tidak menyangka kalau laki-laki itu dari tadi memperhatikannya.“Jangan berbohong, aku tahu kalau kamu dari tadi tampak gugup dan tengah memikirkan sesuatu. Apa itu ada kaitannya denganku?” tanya Oliver dengan senyum terbaiknya. Sungguh, Sonya baru sadar kalau laki-laki itu sangat tampan. Ia bahkan merutuki dirinya yang sempat terpesona dengan sosok ayah ketiga anaknya.‘Sonya, kamu jangan gila. Apa kamu lupa, kalau Oliver adalah pria brengsek yang sudah menghancurkan masa depanmu? Apa kamu lupa, laki-laki itu yang sudah menghancurkan hari pernikahanmu?’ batin Sonya sambil mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Ia tidak ingin tergoda oleh sikap manis Oliver. Meski laki-laki itu ayah biologis anak-anaknya, tetap saja dirinya cukup tahu dir
Sonya terdiam dan menghentikan makannya. Tubuhnya seketika membeku mendengar permohonan Dayana.“Sonya, apa masakanku tidak enak? Pasti aku lupa menambah garam di sambalnya!” ucap Dayana sambil tersenyum kecil. Wanita itu kembali menyalahkan dirinya.“Tidak Bu, masakan Ibu enak sekali. Aku bahkan sangat menyukai rasa sambal buatanmu!” Sonya tampak gugup dan segera melanjutkan makannya. Ia benar-benar ingin berada di sisi wanita itu, namun bagaimana dengan anak-anaknya? Apa mereka tidak akan mencari-cari keberadaannya?“Sonya, apa yang sedang kamu pikirkan? Sepertinya, kamu tengah memikirkan sesuatu?” tanya Dayana sambil mengusap lembut puncak kepala putrinya. Ia benar-benar merasa terharu dengan kepulangan Sonya.“A-aku baik-baik saja, Bu. Bagaimana kehidupanmu selama aku tidak ada? Apa Ibu merasa kesepian?” Sonya bertanya dengan tatapan lekat. Ia bahkan merasa bersalah karena sudah meninggalkan wanita itu dalam waktu yang cukup lama.“Ibu setiap hari menunggu kepulanganmu. Ibu juga s
“Ayah, bunda ke mana?” seru Biya dari dalam sana. Sepertinya anak-anak itu sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Sonya. “S-sebentar, Ayah sedang menelepon seseorang!” jawab Oliver dengan nada singkat. Ia melanjutkan kegiatannya menghubungi seseorang melalui ponselnya.Oliver menghela napas lega ketika seseorang menjawan panggilannya di seberang sana.“Hallo, Lo, tolong belikan makanan untuk anak-anakku. Mereka mengeluh lapar dan kamu harus sampai di sini dalam waktu lima belas menit!” ucap Oliver sambil memijit pelipisnya. Baru saja ditinggal sebentar oleh Sonya, laki-laki itu sudah kelimpungan mengurus ketiga anak kembarnya.“Baiklah, Tuan. Saya akan tiba di apartemen Anda dalam waktu lima belas menit!” jawab Lorenzo dengan nada tergesa. Laki-laki itu segera bergegas menuju ke restoran cepat saji untuk membelikan pesanan tuannya. Lorenzo diam-diam tersenyum kecil mengingat kerepotan yang tengah dialami tuannya.“Tuan, akihirnya Anda dapat merasakan peran seorang ayah yang sesunggu
Dayana tampak menghirup udara lebih banyak. Wanita itu bersiap untuk mengungkapkan rahasia yang sudah bertahun-tahun disimpan olehnya. Sebagai seorang anak, Sonya perlu tahu latar belakangnya.“Ibu akan mengatakan hal apa? Apa itu sangat penting?” tanya Sonya dengan tatapan lekat. Ia seakan sudah tidak sabar ingin mendengar sesuatu yang keluar dari mulut ibunya.“Sonya, maafkan Ibu yang selama ini telah membohongimu. Sebenarnya, ayahmu masih hidup dan dia belum meninggal,” ucap Dayana dengan nada bergetar. Wanita itu memberitahu putrinya mengenai kebenaran yang selama ini dia simpan rapat-rapat.“A-apa? Ayahku belum meninggal dan dia masih hidup?” tanya Sonya dengan netra membola. Ia tampak terkejut dengan pengakuan ibunya.“Ya, kamu benar. Ayahmu masih hidupa dan dia belum meninggal. Ibu terpaksa melakukan hal ini karena sebuah tekanan. Ibu melakukan semua ini demi keselamatan kamu.” Dayana menangis tersedu-sedu di hadapan putrinya. Ia bercerita kalau dirinya melakukan hal ini demi m
“Maaf!” lirih Oliver dengan tatapan lekat. Laki-laki itu bahkan mendekatkan wajahnya ke bibir Sonya dan bersiap membungkam tangisan wanita itu dengan caranya.Sonya tampak terdiam ketika Oliver mendekatkan wajahnya. Tatapan mereka saling bertemu dan menimbulkan getar yang tidak biasa di dalam hati keduanya. Dengan penuh kelembutan, Oliver menghapus jejak air mata di wajah Sonya. Laki-laki itu menggunakan ibu jarinya untuk menghapus buliran bening yang membanjiri wajah Sonya.“Maaf, aku sudah banyak menyakitimu. Aku sadar, aku telah membuatmu terluka!” ucap Oliver dengan tatapan lekat. Ia merasa bersalah melihat kesakitan yang dirasakan oleh Sonya. Laki-laki itu segera meraup bibir Sonya dan menyesapnya dengan penuh perasaan yang membuncah. Ia merasakan debar yang tidak biasa di dalam hatinya. Untuk pertama kalinya, Oliver mengakui pesona seorang Sonya. bibir wanita itu begitu manis dan membuatnya merasa candu dan ingin terus menyesap dan melumatnya dengan penuh hasrat yang membara.S
Pagi-pagi sekali, Sonya sudah beranjak dari ranjangnya. Ia bergegas menuju ke dapur yang ada di apartemen Oliver. Wanita itu tampak terejut ketika melihat seorang pelayan tengah berada di sana.“Nona, Anda sudah bangun?” tanya wanita separuh baya itu dengan senyum di wajahnya.“Y-ya, apa aku boleh membantu Bibi?” ucap Sonya dengan nada penuh kecanggungan. Ia sudah terbiasa melakukan tugas-tugasnya di dapur untuk menyiapkan sarapan.“Jangan, Bibi takut kalau Tuan akan marah. Sebaiknya, Nona kembali saja ke kamar. Biarkan Bibi yang menyelesaikan semuanya!” ucap wanita itu dengan tatapan lekat. Ia tidak ingin Oliver marah melihat Sonya membantunya di dapur.“Bibi, aku sudah terbiasa memasak dan menyiapkan sarapan. Aku yakin, Tuan Oliver pasti tidak akan marah,” jawab Sonya dengan penuh kelembutan. Wanita itu segera membantu sang pelayan yang tengah sibu menyiapkan sarapan.“Nona, kalau Tuan Oliver marah, bagaimana?” pelayan itu tampak ketakutan. Ia tidak ingin tuannya marah karena membia
“N-nona Sonya, apa Anda baik-baik saja?” tanya pelayan itu dengan tatapan cemas.Sonya tampak gugup, ia segera mengangkat wajahnya dan mengangguk. Wanita itu berusaha terlihat baik-baik saja di depan wanita yang tengah mencemaskan dirinya.“Nona, aku harap Anda tidak terlalu mendengarkan ucapan Tuan Oliver. Aku tahu, kalau dia sebenarnya sangat mencemaskan Anda. Hanya saja, Tuan Oliver memang kerap menunjukkan perhatiannya dengan cara yang berbeda.” pelayan itu mengusap lembut punggung Sonya dan berusaha menguatkan hati Sonya. Ia tidak ingin wanita itu merasa sedih dengan perlakuan tuannya.“Bibi, aku tidak apa-apa. Jadi, Bibi tidak usah mengkhawatirkan aku. Semua ini memang murni kesalahanku. Kalau saja aku lebih hati-hati dalam bekerja, mungkin aku tidak akan melakukan kesalahan.” Sonya berusaha menghibur dirinya. Ia tidak boleh terpengaruh dengan sikap Oliver. Apa pun yang dilakukan oleh laki-laki itu memang tidak ada kaitannya dengan dirinya. Tujuannya pulang ke kota ini, semata-m
“Cantik!” ucap Oliver dengan tatapan penuh kekaguman. Laki-laki itu seperti tersihir dengan penampilan Sonya yang begitu memukau di hadapannya.“Siapa yang cantik?” tanya Biya dengan tatapan terkejut. Ia menatap wajah Oliver dengan penuh keheranan.“M-maksud Ayah, bunga ini sangat cantik. Mungkin besok Ayah akan membeli bunga segar untuk diletakkan di meja ini!” jawab Oliver dengan nada penuh kecanggungan. Ia benar-benar merasa malu ketika Biya menyadari perkataannya.Biya hanya tersenyum dan menyambut kedatangan ibunya. Anak itu meminta Sonya untuk duduk di sampingnya.“Bunda, Biya mau duduk bersama Bunda!” rajuk anak itu dengan nada manja.Sonya hanya mengangguk dengan penuh kecanggungan. Duduk di samping Biya, itu artinya ia harus berhadapan dengan Oliver. Hal itu tentu saja membuatnya salah tingkah. Bayangan semalam, membuat dadanya berdebar tak karuan.Vier dan Bian tampak menikmati sarapan mereka. Anak itu sesekali tersenyum bahagia melihat keharmonisan keluarga mereka.“Bunda,