Sonya terdiam dan menghentikan makannya. Tubuhnya seketika membeku mendengar permohonan Dayana.“Sonya, apa masakanku tidak enak? Pasti aku lupa menambah garam di sambalnya!” ucap Dayana sambil tersenyum kecil. Wanita itu kembali menyalahkan dirinya.“Tidak Bu, masakan Ibu enak sekali. Aku bahkan sangat menyukai rasa sambal buatanmu!” Sonya tampak gugup dan segera melanjutkan makannya. Ia benar-benar ingin berada di sisi wanita itu, namun bagaimana dengan anak-anaknya? Apa mereka tidak akan mencari-cari keberadaannya?“Sonya, apa yang sedang kamu pikirkan? Sepertinya, kamu tengah memikirkan sesuatu?” tanya Dayana sambil mengusap lembut puncak kepala putrinya. Ia benar-benar merasa terharu dengan kepulangan Sonya.“A-aku baik-baik saja, Bu. Bagaimana kehidupanmu selama aku tidak ada? Apa Ibu merasa kesepian?” Sonya bertanya dengan tatapan lekat. Ia bahkan merasa bersalah karena sudah meninggalkan wanita itu dalam waktu yang cukup lama.“Ibu setiap hari menunggu kepulanganmu. Ibu juga s
“Ayah, bunda ke mana?” seru Biya dari dalam sana. Sepertinya anak-anak itu sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Sonya. “S-sebentar, Ayah sedang menelepon seseorang!” jawab Oliver dengan nada singkat. Ia melanjutkan kegiatannya menghubungi seseorang melalui ponselnya.Oliver menghela napas lega ketika seseorang menjawan panggilannya di seberang sana.“Hallo, Lo, tolong belikan makanan untuk anak-anakku. Mereka mengeluh lapar dan kamu harus sampai di sini dalam waktu lima belas menit!” ucap Oliver sambil memijit pelipisnya. Baru saja ditinggal sebentar oleh Sonya, laki-laki itu sudah kelimpungan mengurus ketiga anak kembarnya.“Baiklah, Tuan. Saya akan tiba di apartemen Anda dalam waktu lima belas menit!” jawab Lorenzo dengan nada tergesa. Laki-laki itu segera bergegas menuju ke restoran cepat saji untuk membelikan pesanan tuannya. Lorenzo diam-diam tersenyum kecil mengingat kerepotan yang tengah dialami tuannya.“Tuan, akihirnya Anda dapat merasakan peran seorang ayah yang sesunggu
Dayana tampak menghirup udara lebih banyak. Wanita itu bersiap untuk mengungkapkan rahasia yang sudah bertahun-tahun disimpan olehnya. Sebagai seorang anak, Sonya perlu tahu latar belakangnya.“Ibu akan mengatakan hal apa? Apa itu sangat penting?” tanya Sonya dengan tatapan lekat. Ia seakan sudah tidak sabar ingin mendengar sesuatu yang keluar dari mulut ibunya.“Sonya, maafkan Ibu yang selama ini telah membohongimu. Sebenarnya, ayahmu masih hidup dan dia belum meninggal,” ucap Dayana dengan nada bergetar. Wanita itu memberitahu putrinya mengenai kebenaran yang selama ini dia simpan rapat-rapat.“A-apa? Ayahku belum meninggal dan dia masih hidup?” tanya Sonya dengan netra membola. Ia tampak terkejut dengan pengakuan ibunya.“Ya, kamu benar. Ayahmu masih hidupa dan dia belum meninggal. Ibu terpaksa melakukan hal ini karena sebuah tekanan. Ibu melakukan semua ini demi keselamatan kamu.” Dayana menangis tersedu-sedu di hadapan putrinya. Ia bercerita kalau dirinya melakukan hal ini demi m
“Maaf!” lirih Oliver dengan tatapan lekat. Laki-laki itu bahkan mendekatkan wajahnya ke bibir Sonya dan bersiap membungkam tangisan wanita itu dengan caranya.Sonya tampak terdiam ketika Oliver mendekatkan wajahnya. Tatapan mereka saling bertemu dan menimbulkan getar yang tidak biasa di dalam hati keduanya. Dengan penuh kelembutan, Oliver menghapus jejak air mata di wajah Sonya. Laki-laki itu menggunakan ibu jarinya untuk menghapus buliran bening yang membanjiri wajah Sonya.“Maaf, aku sudah banyak menyakitimu. Aku sadar, aku telah membuatmu terluka!” ucap Oliver dengan tatapan lekat. Ia merasa bersalah melihat kesakitan yang dirasakan oleh Sonya. Laki-laki itu segera meraup bibir Sonya dan menyesapnya dengan penuh perasaan yang membuncah. Ia merasakan debar yang tidak biasa di dalam hatinya. Untuk pertama kalinya, Oliver mengakui pesona seorang Sonya. bibir wanita itu begitu manis dan membuatnya merasa candu dan ingin terus menyesap dan melumatnya dengan penuh hasrat yang membara.S
Pagi-pagi sekali, Sonya sudah beranjak dari ranjangnya. Ia bergegas menuju ke dapur yang ada di apartemen Oliver. Wanita itu tampak terejut ketika melihat seorang pelayan tengah berada di sana.“Nona, Anda sudah bangun?” tanya wanita separuh baya itu dengan senyum di wajahnya.“Y-ya, apa aku boleh membantu Bibi?” ucap Sonya dengan nada penuh kecanggungan. Ia sudah terbiasa melakukan tugas-tugasnya di dapur untuk menyiapkan sarapan.“Jangan, Bibi takut kalau Tuan akan marah. Sebaiknya, Nona kembali saja ke kamar. Biarkan Bibi yang menyelesaikan semuanya!” ucap wanita itu dengan tatapan lekat. Ia tidak ingin Oliver marah melihat Sonya membantunya di dapur.“Bibi, aku sudah terbiasa memasak dan menyiapkan sarapan. Aku yakin, Tuan Oliver pasti tidak akan marah,” jawab Sonya dengan penuh kelembutan. Wanita itu segera membantu sang pelayan yang tengah sibu menyiapkan sarapan.“Nona, kalau Tuan Oliver marah, bagaimana?” pelayan itu tampak ketakutan. Ia tidak ingin tuannya marah karena membia
“N-nona Sonya, apa Anda baik-baik saja?” tanya pelayan itu dengan tatapan cemas.Sonya tampak gugup, ia segera mengangkat wajahnya dan mengangguk. Wanita itu berusaha terlihat baik-baik saja di depan wanita yang tengah mencemaskan dirinya.“Nona, aku harap Anda tidak terlalu mendengarkan ucapan Tuan Oliver. Aku tahu, kalau dia sebenarnya sangat mencemaskan Anda. Hanya saja, Tuan Oliver memang kerap menunjukkan perhatiannya dengan cara yang berbeda.” pelayan itu mengusap lembut punggung Sonya dan berusaha menguatkan hati Sonya. Ia tidak ingin wanita itu merasa sedih dengan perlakuan tuannya.“Bibi, aku tidak apa-apa. Jadi, Bibi tidak usah mengkhawatirkan aku. Semua ini memang murni kesalahanku. Kalau saja aku lebih hati-hati dalam bekerja, mungkin aku tidak akan melakukan kesalahan.” Sonya berusaha menghibur dirinya. Ia tidak boleh terpengaruh dengan sikap Oliver. Apa pun yang dilakukan oleh laki-laki itu memang tidak ada kaitannya dengan dirinya. Tujuannya pulang ke kota ini, semata-m
“Cantik!” ucap Oliver dengan tatapan penuh kekaguman. Laki-laki itu seperti tersihir dengan penampilan Sonya yang begitu memukau di hadapannya.“Siapa yang cantik?” tanya Biya dengan tatapan terkejut. Ia menatap wajah Oliver dengan penuh keheranan.“M-maksud Ayah, bunga ini sangat cantik. Mungkin besok Ayah akan membeli bunga segar untuk diletakkan di meja ini!” jawab Oliver dengan nada penuh kecanggungan. Ia benar-benar merasa malu ketika Biya menyadari perkataannya.Biya hanya tersenyum dan menyambut kedatangan ibunya. Anak itu meminta Sonya untuk duduk di sampingnya.“Bunda, Biya mau duduk bersama Bunda!” rajuk anak itu dengan nada manja.Sonya hanya mengangguk dengan penuh kecanggungan. Duduk di samping Biya, itu artinya ia harus berhadapan dengan Oliver. Hal itu tentu saja membuatnya salah tingkah. Bayangan semalam, membuat dadanya berdebar tak karuan.Vier dan Bian tampak menikmati sarapan mereka. Anak itu sesekali tersenyum bahagia melihat keharmonisan keluarga mereka.“Bunda,
“Sonya, kapan kamu mau berterus terang kepada ibumu, mengenai anak-anak kita?” tanya Oliver dengan nada serius.DEG!“Kenapa Anda bertanya seperti itu?” Sonya tampak terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Oliver. Ia bahkan terlihat sangat gugup di hadapan laki-laki itu.“Tidak, aku hanya ingin bertanya saja. Aku pikir, kamu ingin membawa anak-anak itu ke hadapan ibumu.” Oliver berbicara dengan tatapan lurus ke depan. Entah kenapa, ia ingin Sonya membawa anak-anak itu ke hadapan Dayana. Ia ingin keberadaan anak-anak itu diakui oleh pihak keluarga Sonya.“Aku belum siap dan aku tidak ingin melukai perasaan ibuku. Aku pergi meninggalkannya dalam keadaan tidak baik-baik saja dan aku belum siap berkata jujur kepada orang yang aku cintai!” Sonya tampak tersinggung dengan ucapan Oliver. Bukan dirinya tidak mau membawa ketiga anaknya kepada Dayana, ia hanya takut dan belum siap menghadapi kemarahan ibunya.“Kalau kamu belum siap, aku tidak akan memaksa. Selama mereka bersamaku, mere
“D-datang bulan?” tanya Sonya dengan tatapan terkejut. Seketika ia sadar kalau dirinya sudah terlambat datang bulan.“Ya, kapan Anda terakhir datang bulan?” ucap Dokter Shesa dengan senyum di wajahnya.“Awal bulan lalu,” jawab Sonya dengan tatapan cemas. Apa pelayan di rumahnya benar, kalau dirinya kini tengah mengandung? Kalau benar, ini adalah kabar bahagia untuk keluarga besar mereka. Namun, kalau kabar ini salah, pasti Oliver akan kecewa.“Kenapa kamu diam saja? Apa kepalamu masih pusing?” tanya Oliver dengan penuh kelembutan.“T-tidak, aku hanya khawatir kalau kamu akan marah padaku,” jawab Sonya dengan wajah tertunduk dalam.“Marah? Kenapa aku harus marah?” tanya Oliver dengan tatapan penuh rasa penasaran.“Aku takut mengecewakanmu. Kalau aku tidak hamil bagaimana?” lirih Sonya dengan nada penuh kegelisahan.“Sonya, kamu bicara apa? Kalau kamu tidak hamil, bagiku tidak masalah. Apa kamu lupa kalau kamu sudah memberikanku ketiga anak-anak hebat yang melengkapi kebahagiaan rumah t
Tiga bulan kemudian“Hoek! Hoek! Hoek!” Sonya kembali memuntahkan isi perutnya dengan kepala yang berdenyut hebat. Wanita itu merasa aneh dengan rasa mual yang beberapa hari ini kerap menyerang dirinya. Padahal akhir-akhir ini, ia merasa kondisinya baik-baik saja. Namun, rasa mual itu membuatnya semakin tersiksa.“Sonya, apa kamu baik-baik saja?” seru Oliver dengan nada cemas. Laki-laki itu tampak gelisah ketika menunggu Sonya yang tidak kunjung keluar dari kamar mandi.“Y-ya, aku baik-baik saja.” Sonya menjawab dengan nada lemah. Wanita itu tampak menyadandarkan dirinya ke dinding kamar mandi sambil memijit pelipisnya yang berdenyut.Oliver yang tampak cemas, segera membuka pintu dan masuk ke dalam. Laki-laki itu sangat terkejut ketika mendapati istrinya tengah bersandar di dinding dengan wajah pucat pasi.“Sonya, apa yang terjadi? Apa kamu sedang sakit?” tanya Oliver dengan tatapan penuh kekhawatiran. Ia dengan sigap menggendong tubuh istrinya dan membawanya keluar dari sana.Dengan
Yura melangkah dengan wajah tertunduk. Sesekali wanita itu menggenggam erat tangan ayahnya. Ada kegelisahan yang terpancar jelas di wajahnya.“Jangan takut, semua akan baik-baik saja!” ucap Tuan Yoshio dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu segera mengantarkan putrinya menuju ke pelaminan. Di sana Zack sudah menunggu sang mempelai dengan senyum yang tergambar jelas di wajahnya.Tuan Yoshio mengantarkan Yura ke pelaminan. Laki-laki itu menyerahkan tanggung jawabnya kepada Zack, pria yang kelak akan mendampingi putrinya dalam suka maupun duka.“Zack, aku serahkan putriku padamu dan aku harap, kamu tidak akan menyakiti atau menyia-nyiakan dia!” ucap Tuan Yoshio dengan netra mengembun. Untuk pertama kalinya laki-laki itu merasakan kesedihan yang begitu besar di dalam hidupnya. Melepaskan Yura adalah hal terberat di dalam hidupnya.“Tuan, saya akan menjaga Yura sebaik-baiknya.” Zack berbicara dengan tatapan lekat. Laki-laki itu tahu kalau Tuan Yoshio sangat mencintai putrinya.Setelah berb
“James, waktuku sepertinya telah tiba,” lirih Alia dengan tatapan menerawang.“Tidak Alia, kamu pasti akan sembuh. Jangan berbicara seperti itu!” ucap Tuan James dengan tatapan yang begitu lekat.Namun, genggaman tangan Alia semakin melemah. Wanita itu hanya berbisik pelan kepada James untuk kembali kepada Dayana.“J-james, kembalilah kepada Dayana dan hiduplah bersamanya,” bisik Alia dengan tatapan sendu. Wanita itu seakan ingin menebus kesalahannya kepada Dayana.“Ya, aku akan hidup bersamanya, namun berjanjilah untuk terus berjuang. Kamu pasti akan sembuh dan kita dapat hidup bersama-sama.” Tuan James menggenggam erat tangan Alia. Laki-laki itu takut terjadi apa-apa dengan istrinya.Wajah Oliver tampak pucat pasi. Laki-laki itu tidak menyangka kalau kondisi Alia akan memburuk. Tadi, mereka sempat berbincang panjang lebar mengenai asal usul dirinya. Alia bahkan meminta Oliver untuk berbakti kepada ibu kandungnya. Wanita itu meminta sang putra untuk memaafkan apa pun kesalahan ibu ka
“Bu, apa yang Ibu katakan? Kenapa Ibu menangis?” tanya Zack dengan penuh rasa penasaran. Ia takut telah terjadi sesuatu pada ibu kandungnya.Nyonya Prita hanya tersenyum dan mengusap air matanya. Wanita itu menggeleng pelan dan meminta putranya untuk tetap fokus mengemudi.“Zack, jangan mencemaskanku. Aku baik-baik saja,” jawab Nyonya Prita dengan senyum di wajahnya. Wanita itu kembali terdiam dengan tatapan sendu. Entah kenapa, dadanya berdebar hebat ketika membayangkan sosok Oliver yang akan ditemui olehnya. Wanita itu hanya berharap kalau Oliver mau menerima dirinya sebagai seorang ibu yang telah melahirkan laki-laki itu ke dunia.Setelah menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Nyonya Prita segera turun dengan langkah tergesa. Wanita itu seakan sudah tidak sabar ingin bertemu dengan sosok yang sangat dirindukannya.“Bu, tunggu!” seru Zack dengan nada cemas. Ia merasa aneh dengan gerak-gerik ibu kandungnya. Namun, Bibi Weni segera menghentikan langkah
“Zack, ayo cepat bersiap-siap. Setelah selesai sarapan, kita akan pergi!” ucap Nyonya Prita dengan nada serius. Wanita itu meminta putranya untuk segera bersiap-siap.“Pergi? Kita akan pergi ke mana Bu? Apa kita ada agenda bertemu seseorang?” tanya Zack dengan kening mengernyit. Laki-laki itu tampak keheranan mendengar ucapan ibunya.“Cepatlah bersiap-siap, kita akan segera sarapan!” jawab Nyonya Prita dengan tatapan lekat. Wanita itu tampak sibuk menyiapkan menu makanan di meja makan.Bibi Weni mendekat dan menatap kakak perempuannya dengan perasaan campur aduk. Wanita itu tahu kalau Prita tengah larut dalam kegelisahan di dalam dirinya.“Prita, apa kamu sudah siap untuk menemui Oliver?” tanya Bibi Weni dengan tatapan penuh perhatian.“Ya, tadi Tuan James menghubungiku. Dia memintaku untuk segera datang ke rumah sakit karena Alia memintaku untuk segera datang ke sana.” Nyonya Prita berbicara dengan nada serius. Wanita itu memang sempat beberapa kali berkomunikasi dengan Tuan James da
“Ayah, apa dia…?” lirih Yura dengan wajah gugup.Tuan Yoshio hanya mengangkat bahu dan segera berjalan menuju ke ruang tamu. Laki-laki itu sudah tidak sabar melihat sosok yang tengah bertamu ke kediamannya.Dengan tatapan lekat, laki-laki itu mendekat ke sebuah ruangan yang tampak megah. Tubuhnya seketika menegang saat menyadari sosok yang tengah berada di ruang tamu rumahnya.“Weni,” lirih Tuan Yoshio dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau wanita itu berada di sana.Bibi Weni tampak tersentak, ia tidak pernah menduga kalau dirinya kembali akan dipertemukan dengan sosok yang sangat dikenalnya di masa lalu.“Weni, itukah kamu?” lirih Tuan Yoshio dengan tatapan lekat. Laki-laki itu mendekat ke arah Bibi Weni yang tengah duduk di samping Zack.“Tuan, apa Anda dan bibiku saling mengenal?” tanya Zack dengan tatapan keheranan. Selama ini, Bibi Weni tidak pernah bercerita apa pun tentang Tuan Yoshio. Wanita itu bahkan terlihat sangat canggung ketika bertatap muka dengan laki-laki
Zack segera meraih sebuah kotak cincin yang ada di tangan ibunya. Laki-laki itu tampak terharu ketika bersiap menyematkan sebuah cincin berlian di jari manis Yura.“Yura, will you marry me?” ucap Zack dengan tatapan penuh harap. Laki-laki itu tengah menatap wanita yang tengah duduk di hadapannya.Yura terdiam dengan tatapan lurus ke depan. Wanita itu masih ragu dengan jawaban yang ingin dilontarkan kepada pria yang selama ini telah membersamainya.“Yura, ikuti kata hatimu,” ucap Nyonya Prita sambil mengusap lembut bahu wanita yang masih tertunduk di hadapannya.Zack tampak terdiam dengan dada yang berdegup kencang. Ia bahkan sudah siap dengan segala jawaban yang akan diberikan oleh Yura.Tiba-tiba, Yura mengangkat wajahnya dan mengangguk pelan. Ya, dia menerima lamaran Zack dan membuat laki-laki itu terdiam beberapa detik.“B-benarkah kamu mau menerima lamaranku?” tanya Zack dengan tatapan terkejut. Laki-laki itu seketika tersenyum penuh keharuan ketika melihat Yura menganggukkan kepa
“A-apa menikah?” tanya Yura dengan wajah pias. Ia tidak menyangka kalau Nyonya Prita akan berbicara seperti itu kepadanya.“Ya, menikah. Bukankah hubungan kalian sudah sangat jauh. Apa lagi kalian sebentar lagi akan menjadi orang tua. Jadi, sudah sepantasnya kalian segera menikah demi kebaikan anak yang ada di dalam kandunganmu. Ibu tidak ingin cucuku terlahir tanpa orang tua yang lengkap.” Nyonya Prita berbicara dengan tatapan penuh kelembutan. Wanita itu ingin Yura dan Zack segera menikah.“A-apa Nyonya berbicara serius?” tanya Yura dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau Nyonya Prita akan berbicara hal yang sangat penting kepadanya.“Tentu saja aku serius. Kalian harus segera menikah dan tidak ada yang perlu ditunggu-tunggu lagi. Kapan aku bisa bertemu dengan keluargamu?” Nyonya Prita menatap lembut wajah Yura. Wanita itu sudah tidak sabar ingin menemui keluarganya.Yura hanya tersenyum dengan wajah gugup. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Zack akan mengajaknya menikah