“Lo, apa menurutmu, ayahku masih berhubungan dengan Dayana?” tanya Oliver dengan nada dingin. Ia hanya ingin memastikan kalau James benar-benar telah meninggalkan Dayana demi keluarga kecilnya.Lorenzo tampak tertunduk dalam sambil menggenggam pena di tangannya. Laki-laki itu tahu kalau James masih berhubungan dengan Dayana. Ia bahkan beberapa kali melihat laki-laki itu membelikan buket bunga untuk Dayana.“Menurut saya, tidak, Tuan,” jawab Lorenzo dengan nada spontan. Laki-laki itu berusaha menormalkan ekspresinya di hadapan Oliver.Oliver mengangguk penuh kelegaan. Laki-laki itu menepuk bahu Lorenzo dan segera meninggalkan ruangannya. Hari ini, dirinya sudah berjanji akan menemui Yura dan mengajak sang kekasih untuk membeli cincin pertunangan mereka.Oliver tampak terlihat sangat tampan dengan kaca mata hitam yang bertengger di wajahnya. Laki-laki itu benar-benar memiliki sejuta pesona yang mampu meluluhkan hati para kaum hawa.Para pegawai wanita di Firma hukum miliknya, tampak be
“I want you!” bisik Oliver dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu segera mendekat dan bersiap menikmati bibir Yura.Pipi Yura tampak bersemu kemerahan. Wanita itu memejamkan matanya dan bersiap menyambut bibir tebal nan menggoda milik Oliver. Jantungnya berdekat semakin kencang ketika rasa hangat menyapu permukaan wajahnya.Meski mereka sudah menjalin kasih cukup lama, tetap saja dada Yura berdebar tak karuan ketika Oliver ingin mencium bibirnya. Wanita itu bahkan sudah tidak sabar ingin merasakan manisnya bibir Oliver. Namun, tiba-tiba rasa mual itu kembali datang menyerang Oliver. Laki-laki itu segera menutup mulutnya dan menjauh dari Yura.“Hoek! Hoek! Hoek!” Oliver masih membekap mulutnya kuat-kuat. Laki-laki itu bahkan tidak dapat mengendalikan diri dan berlari ke toilet untuk meredakan rasa mualnya. Ia merasa heran dengan rasa mual yang muncul secara tiba-tiba.“Kenapa aku merasa mual? Bukankah, akhir-akhir ini aku sudah jarang sekali merasakan mual dan pusing?” ucap Oliver deng
“M-melahirkan?” ucap Zack dengan netra membola. Laki-laki itu sangat terkejut dengan berita yang disampaikan oleh ibunya. Apa mungkin bayi itu akan lahir secepat ini? Bukankah menurut dokter masih sekitar dua minggu lagi?“Zack, kamu kenapa diam saja? Ayo cepat pulang sekarang!” seru Nyonya Prita dengan nada gemas. Ia sudah tidak sabar menunggu putranya pulang ke rumah.“I-iya, aku akan segera pulang,” jawab Zack dengan nada gugup. Laki-laki itu segera mengakhiri pembicaraanya dan bersiap meninggalkan galerinya.Nyonya Prita segera mendekati Sonya dan memapah wanita itu untuk duduk di sofa. Ia berusaha menenangkan Sonya yang masih sesekali mengusap perutnya.“Perutku sakit sekali, Nyonya. Padahal tadi pagi, tidak ada tanda-tanda apa-apa,” lirih Sonya dengan tatapan pasrah.“Sepertinya perkiraanku benar, kamu akan segera melahirkan. Sekarang kamu tunggu sebentar, karena Zack akan segera tiba.” Nyonya Prita berusaha menenangkan Sonya. Ia tahu kalau Sonya tidak memiliki siapa pun kecuali
Tujuh Tahun kemudianXavier tampak berlari ketika melihat Zack yang datang menjemputnya. Anak itu tampak kesal dan menekuk wajahnya.“Maaf, Uncle terlambat. Mana Bian dan Biya?” tanya Zack dengan tatapan lekat.“Mereka masih bermain di taman. Kenapa Uncle lama sekali?” ucap Vier sambil mengerucutkan bibirnya.“Maaf, tadi Uncle sangat sibuk mempersiapkan pameran esok hari. Jadi, Uncle datang terlambat.” Zack berjongkok dan meminta maaf kepada Vier. Laki-laki itu tahu kalau anak kecil di hadapannya sedang marah kepadanya.Tiba-tiba Biya dan Bian muncul sambil menghambur ke dalam pelukan Zack. Mereka tampak tersenyum kecil dan mengecup pipi Zack secara bergantian.“Kenapa kalian tidak marah kepada Uncle Zack? Bukankah Uncle sudah datang terlambat?” ucap Vier dengan nada kesal. Anak itu seakan tidak mau memaafkan kesalahan Zack.“Kata Bunda, tidak boleh marah-marah sama Uncle. Kalau marah-marah, besok Uncle tidak mau menjemput lagi,” ucap Biya dengan nada polos.Bian dan Zack hanya tersen
“Uncle, apa Uncle tahu, ayahku tinggal di mana?” tanya Biya dengan tatapan lekat.DEG!Zack hanya tersenyum dan mengusap puncak kepala Biya. Netranya tampak mengembun ketika mendengar kata-kata yang terucap dari bibir anak itu.“Uncle, kenapa Uncle diam saja? Apa ada yang salah dengan ucapanku?” tanya Biya dengan tatapan polos.“Tidak ada, sekarang kamu habiskan dulu makanmu. Bunda pasti sudah menunggu di rumah,” ucap Zack dengan tatapan penuh kelembutan. Laki-laki itu berusaha mengalihkan perhatian Biya. Ia merasa tidak tega melihat anak kecil itu terus bertanya mengenai keberadaan ayahnya.Setelah selesai makan, Bian dan Vier meminta Zack untuk membelikan Cheese cake kesukaan ibunya. Mereka tahu kalau Sonya sangat menyukai makanan itu dan mereka ingin memberikan kejutan kepada ibunya.“Uncle apa aku boleh meminta sesuatu?” tanya Vier dengan tatapan lekat.“Kamu mau meminta apa?” tanya Zack dengan penuh kelembutan.“Aku ingin membelikan bunda Cheese cake,” ucap Vier dengan wajah ter
“Ibu rasa, kalian sangat cocok dan sudah sepantasnya melangkah ke jenjang yang lebih serius. Bagaimana? Apa kalian setuju?” tanya Nyonya Prita dengan nada penuh semangat.Zack dan Sonya tampak terdiam. Mereka kini saling pandang dengan rona terkejut di wajah keduanya.“Kenapa kalian diam saja? Apa kalian tidak senang dengan usulku?” ucap Nyonya Prita dengan tatapan kecewa. Ia tampak sedih melihat reaksi Zack dan Sonya.“T-tidak, kami tidak bermaksud seperti itu. Hanya saja, kami sangat terkejut dengan ucapanmu, Bu,” jawab Zack dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu mencoba merangkul ibunya dan memberikan pengertian kepadanya.“Zack, selama ini kalian sangat dekat dan sudah sepantasnya untuk duduk berdua membicarakan masa depan. Anak-anak semakin tumbuh besar dan mereka membutuhkan sosok orang tua yang lengkap. Ibu yakin, kamu bisa menjadi ayah yang baik untuk mereka.” Nyonya Prita memohon kepada putranya untuk menikahi Sonya. Wanita itu yakin kalau Zack mampu membahagiakan Sonya dan
“Oliver Nathanael Bodgan!” ucap Vier dengan tatapan lekat. Ia tampak terdiam sambil menebak-nebak, siapa sosok laki-laki itu dan ada hubungan apa dengan keluarga mereka?“Vier, kami menang!” seru Biya dan Bian. Mereka ternyata sudah keluar dari persembunyian dan itu artinya mereka memenangkan permainan.Dengan sigap, Vier segera merapikan kotak itu dan menyimpan kembali di bawah tempat tidur ibunya. Tidak lupa, anak itu menyimpan gelang yang ia temukan dan menyembunyikannya di saku bajunya.Vier tampak keluar dari kamar Sonya dan menuju ke ruang tamua. Di sana, anak itu melihat Biya dan Bian yang tengah tertawa dengan kemenangan yang mereka raih.“Vier, kamu harus kembali berjaga karena kami memenangkan permainan!” ucap Bian dengan nada pongah.“Ya, kamu harus kembali berjaga karena kami sudah memenangkan permainan!” sahut Biya dengan tatapan lekat. Ia merasa kasihan kepada Vier, tapi hal itu sudah menjadi kesepakatan mereka.“Ya, tenang saja, aku akan kembali berjaga. Sekarang kita m
“Bunda, kenapa ayah tidak pernah menemui kita? Apa ayah sangat sibuk dan tidak memiliki waktu untuk bertemu dan menjenguk kita?” tanya Vier dengan tatapan sendu. Ada kesedihan yang tergambar jelas di wajah anak itu.DEG!“Vier, ayah sedang bekerja. Kalau pekerjaan ayahmu sudah selesai, pasti dia akan datang menemui kita.” Sonya berbicara dengan penuh kelembutan. Ada sesuatu yang tengah ia sembunyikan di balik tatapan matanya.“Bekerja? Sampai kapan? Kenapa ayah perginya lama sekali? Apa ayah sudah tidak sayang kepada kita?” Vier tampak tertunduk sambil menautkan jari-jemarinya. Anak itu tampak kecewa mendengar jawaban dari ibunya.“Vier, lebih baik sekarang kamu bersiap untuk makan malam. Bunda, akan memasak untuk kalian!” Sonya segera bangkit dan meninggalkan Vier. Diam-diam wanita itu meneteskan air mata. Apa dia harus berterus terang kepada anak-anaknya kalau Oliver adalah ayah kandungnya? Apa mungkin Oliver akan mengakui mereka? Tidak, Oliver sangat membenci dirinya dan ia tidak a