Tujuh Tahun kemudianXavier tampak berlari ketika melihat Zack yang datang menjemputnya. Anak itu tampak kesal dan menekuk wajahnya.“Maaf, Uncle terlambat. Mana Bian dan Biya?” tanya Zack dengan tatapan lekat.“Mereka masih bermain di taman. Kenapa Uncle lama sekali?” ucap Vier sambil mengerucutkan bibirnya.“Maaf, tadi Uncle sangat sibuk mempersiapkan pameran esok hari. Jadi, Uncle datang terlambat.” Zack berjongkok dan meminta maaf kepada Vier. Laki-laki itu tahu kalau anak kecil di hadapannya sedang marah kepadanya.Tiba-tiba Biya dan Bian muncul sambil menghambur ke dalam pelukan Zack. Mereka tampak tersenyum kecil dan mengecup pipi Zack secara bergantian.“Kenapa kalian tidak marah kepada Uncle Zack? Bukankah Uncle sudah datang terlambat?” ucap Vier dengan nada kesal. Anak itu seakan tidak mau memaafkan kesalahan Zack.“Kata Bunda, tidak boleh marah-marah sama Uncle. Kalau marah-marah, besok Uncle tidak mau menjemput lagi,” ucap Biya dengan nada polos.Bian dan Zack hanya tersen
“Uncle, apa Uncle tahu, ayahku tinggal di mana?” tanya Biya dengan tatapan lekat.DEG!Zack hanya tersenyum dan mengusap puncak kepala Biya. Netranya tampak mengembun ketika mendengar kata-kata yang terucap dari bibir anak itu.“Uncle, kenapa Uncle diam saja? Apa ada yang salah dengan ucapanku?” tanya Biya dengan tatapan polos.“Tidak ada, sekarang kamu habiskan dulu makanmu. Bunda pasti sudah menunggu di rumah,” ucap Zack dengan tatapan penuh kelembutan. Laki-laki itu berusaha mengalihkan perhatian Biya. Ia merasa tidak tega melihat anak kecil itu terus bertanya mengenai keberadaan ayahnya.Setelah selesai makan, Bian dan Vier meminta Zack untuk membelikan Cheese cake kesukaan ibunya. Mereka tahu kalau Sonya sangat menyukai makanan itu dan mereka ingin memberikan kejutan kepada ibunya.“Uncle apa aku boleh meminta sesuatu?” tanya Vier dengan tatapan lekat.“Kamu mau meminta apa?” tanya Zack dengan penuh kelembutan.“Aku ingin membelikan bunda Cheese cake,” ucap Vier dengan wajah ter
“Ibu rasa, kalian sangat cocok dan sudah sepantasnya melangkah ke jenjang yang lebih serius. Bagaimana? Apa kalian setuju?” tanya Nyonya Prita dengan nada penuh semangat.Zack dan Sonya tampak terdiam. Mereka kini saling pandang dengan rona terkejut di wajah keduanya.“Kenapa kalian diam saja? Apa kalian tidak senang dengan usulku?” ucap Nyonya Prita dengan tatapan kecewa. Ia tampak sedih melihat reaksi Zack dan Sonya.“T-tidak, kami tidak bermaksud seperti itu. Hanya saja, kami sangat terkejut dengan ucapanmu, Bu,” jawab Zack dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu mencoba merangkul ibunya dan memberikan pengertian kepadanya.“Zack, selama ini kalian sangat dekat dan sudah sepantasnya untuk duduk berdua membicarakan masa depan. Anak-anak semakin tumbuh besar dan mereka membutuhkan sosok orang tua yang lengkap. Ibu yakin, kamu bisa menjadi ayah yang baik untuk mereka.” Nyonya Prita memohon kepada putranya untuk menikahi Sonya. Wanita itu yakin kalau Zack mampu membahagiakan Sonya dan
“Oliver Nathanael Bodgan!” ucap Vier dengan tatapan lekat. Ia tampak terdiam sambil menebak-nebak, siapa sosok laki-laki itu dan ada hubungan apa dengan keluarga mereka?“Vier, kami menang!” seru Biya dan Bian. Mereka ternyata sudah keluar dari persembunyian dan itu artinya mereka memenangkan permainan.Dengan sigap, Vier segera merapikan kotak itu dan menyimpan kembali di bawah tempat tidur ibunya. Tidak lupa, anak itu menyimpan gelang yang ia temukan dan menyembunyikannya di saku bajunya.Vier tampak keluar dari kamar Sonya dan menuju ke ruang tamua. Di sana, anak itu melihat Biya dan Bian yang tengah tertawa dengan kemenangan yang mereka raih.“Vier, kamu harus kembali berjaga karena kami memenangkan permainan!” ucap Bian dengan nada pongah.“Ya, kamu harus kembali berjaga karena kami sudah memenangkan permainan!” sahut Biya dengan tatapan lekat. Ia merasa kasihan kepada Vier, tapi hal itu sudah menjadi kesepakatan mereka.“Ya, tenang saja, aku akan kembali berjaga. Sekarang kita m
“Bunda, kenapa ayah tidak pernah menemui kita? Apa ayah sangat sibuk dan tidak memiliki waktu untuk bertemu dan menjenguk kita?” tanya Vier dengan tatapan sendu. Ada kesedihan yang tergambar jelas di wajah anak itu.DEG!“Vier, ayah sedang bekerja. Kalau pekerjaan ayahmu sudah selesai, pasti dia akan datang menemui kita.” Sonya berbicara dengan penuh kelembutan. Ada sesuatu yang tengah ia sembunyikan di balik tatapan matanya.“Bekerja? Sampai kapan? Kenapa ayah perginya lama sekali? Apa ayah sudah tidak sayang kepada kita?” Vier tampak tertunduk sambil menautkan jari-jemarinya. Anak itu tampak kecewa mendengar jawaban dari ibunya.“Vier, lebih baik sekarang kamu bersiap untuk makan malam. Bunda, akan memasak untuk kalian!” Sonya segera bangkit dan meninggalkan Vier. Diam-diam wanita itu meneteskan air mata. Apa dia harus berterus terang kepada anak-anaknya kalau Oliver adalah ayah kandungnya? Apa mungkin Oliver akan mengakui mereka? Tidak, Oliver sangat membenci dirinya dan ia tidak a
“Apa, Uncle mengenal Oliver Nathanael Bodgan?” ucap Vier dengan tatapan yang begitu tajam.Laki-laki itu terdiam dengan kening mengernyit. Ia bahkan berusaha mengingat nama yang disebutkan oleh Vier. Namun, pria itu kesulitan mengingat sosok yang ditanyakan oleh Vier.“Uncle, kenapa diam saja? Apa Uncle mengenal Oliver Nathanael Bodgan?” Vier sekali lagi bertanya kepada Zack. Anak itu seakan tidak sabar mendengar jawaban dari Zack.“Uncle belum bisa menjawabnya sekarang. Tapi, Uncle janji akan memberitahumu kalau Uncle sudah menemukan jawabannya.” Zack tampak tersenyum dan memberikan pengertian kepada Vier. Laki-laki itu berjanji akan memberikan jawaban segera.Vier tampak mengangguk lega. Anak itu segera turun dari mobil bersama kedua saudara kembarnya.“Vier, tadi kamu bertanya apa kepada Uncle Zack?” tanya Bian dengan tatapan penuh rasa penasaran.“Tidak ada, aku hanya bertanya mengenai pria yang bernama Oliver,” jawab Vier dengan nada santai.“Oliver, memangnya dia siapa? Temanmu
“Bunda, kata ibu guru, besok sekolah kita akan kedatangan tamu. Namanya Tuan Oliver,” ucap Bian sambil menyandarkan kepalanya di bahu Sonya.DEG!“A-apa? T-tuan Oliver?” lirih Sonya dengan bibir bergetar. Apa mungkin laki-laki itu adalah sosok yang sama? Kalau benar, kenapa nasib seakan terus mempermainkan dirinya? Apa Tuhan belum puas membuatnya terpuruk begitu dalam? Kenapa setelah ia belajar melupakan masa lalunya, tiba-tiba laki-laki itu kembali datang ke dalam hidup Sonya?“Bunda, kenapa Bunda melamun? Apa Bunda sedang tidak enak badan?” Biya mendekat dan menempelkan punggung tangannya di kening Sonya. Anak itu tampak sedih melihat ibunya yang tengah terdiam dengan tatapan kosong.“T-tidak, Bunda baik-baik saja. Sekarang lebih baik kalian bersiap untuk makan malam,” ucap Sonya sambil mengecup pipi Biya. Wanita itu mengembuskan napas kasar dan berlalu dari hadapan anak-anaknya.Sonya masuk ke kamar dan menangis tersedu-sedu. Hatinya terasa sakit mengingat semua kejahatan Oliver. L
Oliver masuk ke sebuah ruangan yang tampak sunyi. Tiba-tiba matanya tertuju kepada sosok yang tengah mengamati dirinya dari ujung rambut sampai ujung kaki.“Selamat pagi, perkenalkan namaku Oliver Bodgan!” ucap laki-laki itu dengan senyum tersungging di wajahnya.DEG!Vier tampak terpana dengan sosok seorang Oliver Bodgan yang telah membuatnya merasa penasaran. Anak itu seakan ingin mengenal lebih dekat pria yang tengah berbicara di depan kelas. Namun, Vier tidak memiliki cara untuk menarik perhatian laki-laki itu.Tiba-tiba, Vier mengeluarkan cat air dari dalam tasnya. Kebetulan, hari ini ada kegiatan melukis dan ia akan menggunakan cat air itu untuk memancing perhatian Oliver.Oliver tampak berjalan mendekati anak-anak yang tengah berdiam di bangkunya. Laki-laki itu menyapa satu persatu anak-anak itu dengan senyum penuh kelembutan. Tiba-tiba, seorang anak menumpahkan cat air dan mengenai jas milik Oliver yang tengah berdiri di hadapan Vier.Suasana tampak tegang. Seluruh anak bahkan
“D-datang bulan?” tanya Sonya dengan tatapan terkejut. Seketika ia sadar kalau dirinya sudah terlambat datang bulan.“Ya, kapan Anda terakhir datang bulan?” ucap Dokter Shesa dengan senyum di wajahnya.“Awal bulan lalu,” jawab Sonya dengan tatapan cemas. Apa pelayan di rumahnya benar, kalau dirinya kini tengah mengandung? Kalau benar, ini adalah kabar bahagia untuk keluarga besar mereka. Namun, kalau kabar ini salah, pasti Oliver akan kecewa.“Kenapa kamu diam saja? Apa kepalamu masih pusing?” tanya Oliver dengan penuh kelembutan.“T-tidak, aku hanya khawatir kalau kamu akan marah padaku,” jawab Sonya dengan wajah tertunduk dalam.“Marah? Kenapa aku harus marah?” tanya Oliver dengan tatapan penuh rasa penasaran.“Aku takut mengecewakanmu. Kalau aku tidak hamil bagaimana?” lirih Sonya dengan nada penuh kegelisahan.“Sonya, kamu bicara apa? Kalau kamu tidak hamil, bagiku tidak masalah. Apa kamu lupa kalau kamu sudah memberikanku ketiga anak-anak hebat yang melengkapi kebahagiaan rumah t
Tiga bulan kemudian“Hoek! Hoek! Hoek!” Sonya kembali memuntahkan isi perutnya dengan kepala yang berdenyut hebat. Wanita itu merasa aneh dengan rasa mual yang beberapa hari ini kerap menyerang dirinya. Padahal akhir-akhir ini, ia merasa kondisinya baik-baik saja. Namun, rasa mual itu membuatnya semakin tersiksa.“Sonya, apa kamu baik-baik saja?” seru Oliver dengan nada cemas. Laki-laki itu tampak gelisah ketika menunggu Sonya yang tidak kunjung keluar dari kamar mandi.“Y-ya, aku baik-baik saja.” Sonya menjawab dengan nada lemah. Wanita itu tampak menyadandarkan dirinya ke dinding kamar mandi sambil memijit pelipisnya yang berdenyut.Oliver yang tampak cemas, segera membuka pintu dan masuk ke dalam. Laki-laki itu sangat terkejut ketika mendapati istrinya tengah bersandar di dinding dengan wajah pucat pasi.“Sonya, apa yang terjadi? Apa kamu sedang sakit?” tanya Oliver dengan tatapan penuh kekhawatiran. Ia dengan sigap menggendong tubuh istrinya dan membawanya keluar dari sana.Dengan
Yura melangkah dengan wajah tertunduk. Sesekali wanita itu menggenggam erat tangan ayahnya. Ada kegelisahan yang terpancar jelas di wajahnya.“Jangan takut, semua akan baik-baik saja!” ucap Tuan Yoshio dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu segera mengantarkan putrinya menuju ke pelaminan. Di sana Zack sudah menunggu sang mempelai dengan senyum yang tergambar jelas di wajahnya.Tuan Yoshio mengantarkan Yura ke pelaminan. Laki-laki itu menyerahkan tanggung jawabnya kepada Zack, pria yang kelak akan mendampingi putrinya dalam suka maupun duka.“Zack, aku serahkan putriku padamu dan aku harap, kamu tidak akan menyakiti atau menyia-nyiakan dia!” ucap Tuan Yoshio dengan netra mengembun. Untuk pertama kalinya laki-laki itu merasakan kesedihan yang begitu besar di dalam hidupnya. Melepaskan Yura adalah hal terberat di dalam hidupnya.“Tuan, saya akan menjaga Yura sebaik-baiknya.” Zack berbicara dengan tatapan lekat. Laki-laki itu tahu kalau Tuan Yoshio sangat mencintai putrinya.Setelah berb
“James, waktuku sepertinya telah tiba,” lirih Alia dengan tatapan menerawang.“Tidak Alia, kamu pasti akan sembuh. Jangan berbicara seperti itu!” ucap Tuan James dengan tatapan yang begitu lekat.Namun, genggaman tangan Alia semakin melemah. Wanita itu hanya berbisik pelan kepada James untuk kembali kepada Dayana.“J-james, kembalilah kepada Dayana dan hiduplah bersamanya,” bisik Alia dengan tatapan sendu. Wanita itu seakan ingin menebus kesalahannya kepada Dayana.“Ya, aku akan hidup bersamanya, namun berjanjilah untuk terus berjuang. Kamu pasti akan sembuh dan kita dapat hidup bersama-sama.” Tuan James menggenggam erat tangan Alia. Laki-laki itu takut terjadi apa-apa dengan istrinya.Wajah Oliver tampak pucat pasi. Laki-laki itu tidak menyangka kalau kondisi Alia akan memburuk. Tadi, mereka sempat berbincang panjang lebar mengenai asal usul dirinya. Alia bahkan meminta Oliver untuk berbakti kepada ibu kandungnya. Wanita itu meminta sang putra untuk memaafkan apa pun kesalahan ibu ka
“Bu, apa yang Ibu katakan? Kenapa Ibu menangis?” tanya Zack dengan penuh rasa penasaran. Ia takut telah terjadi sesuatu pada ibu kandungnya.Nyonya Prita hanya tersenyum dan mengusap air matanya. Wanita itu menggeleng pelan dan meminta putranya untuk tetap fokus mengemudi.“Zack, jangan mencemaskanku. Aku baik-baik saja,” jawab Nyonya Prita dengan senyum di wajahnya. Wanita itu kembali terdiam dengan tatapan sendu. Entah kenapa, dadanya berdebar hebat ketika membayangkan sosok Oliver yang akan ditemui olehnya. Wanita itu hanya berharap kalau Oliver mau menerima dirinya sebagai seorang ibu yang telah melahirkan laki-laki itu ke dunia.Setelah menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Nyonya Prita segera turun dengan langkah tergesa. Wanita itu seakan sudah tidak sabar ingin bertemu dengan sosok yang sangat dirindukannya.“Bu, tunggu!” seru Zack dengan nada cemas. Ia merasa aneh dengan gerak-gerik ibu kandungnya. Namun, Bibi Weni segera menghentikan langkah
“Zack, ayo cepat bersiap-siap. Setelah selesai sarapan, kita akan pergi!” ucap Nyonya Prita dengan nada serius. Wanita itu meminta putranya untuk segera bersiap-siap.“Pergi? Kita akan pergi ke mana Bu? Apa kita ada agenda bertemu seseorang?” tanya Zack dengan kening mengernyit. Laki-laki itu tampak keheranan mendengar ucapan ibunya.“Cepatlah bersiap-siap, kita akan segera sarapan!” jawab Nyonya Prita dengan tatapan lekat. Wanita itu tampak sibuk menyiapkan menu makanan di meja makan.Bibi Weni mendekat dan menatap kakak perempuannya dengan perasaan campur aduk. Wanita itu tahu kalau Prita tengah larut dalam kegelisahan di dalam dirinya.“Prita, apa kamu sudah siap untuk menemui Oliver?” tanya Bibi Weni dengan tatapan penuh perhatian.“Ya, tadi Tuan James menghubungiku. Dia memintaku untuk segera datang ke rumah sakit karena Alia memintaku untuk segera datang ke sana.” Nyonya Prita berbicara dengan nada serius. Wanita itu memang sempat beberapa kali berkomunikasi dengan Tuan James da
“Ayah, apa dia…?” lirih Yura dengan wajah gugup.Tuan Yoshio hanya mengangkat bahu dan segera berjalan menuju ke ruang tamu. Laki-laki itu sudah tidak sabar melihat sosok yang tengah bertamu ke kediamannya.Dengan tatapan lekat, laki-laki itu mendekat ke sebuah ruangan yang tampak megah. Tubuhnya seketika menegang saat menyadari sosok yang tengah berada di ruang tamu rumahnya.“Weni,” lirih Tuan Yoshio dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau wanita itu berada di sana.Bibi Weni tampak tersentak, ia tidak pernah menduga kalau dirinya kembali akan dipertemukan dengan sosok yang sangat dikenalnya di masa lalu.“Weni, itukah kamu?” lirih Tuan Yoshio dengan tatapan lekat. Laki-laki itu mendekat ke arah Bibi Weni yang tengah duduk di samping Zack.“Tuan, apa Anda dan bibiku saling mengenal?” tanya Zack dengan tatapan keheranan. Selama ini, Bibi Weni tidak pernah bercerita apa pun tentang Tuan Yoshio. Wanita itu bahkan terlihat sangat canggung ketika bertatap muka dengan laki-laki
Zack segera meraih sebuah kotak cincin yang ada di tangan ibunya. Laki-laki itu tampak terharu ketika bersiap menyematkan sebuah cincin berlian di jari manis Yura.“Yura, will you marry me?” ucap Zack dengan tatapan penuh harap. Laki-laki itu tengah menatap wanita yang tengah duduk di hadapannya.Yura terdiam dengan tatapan lurus ke depan. Wanita itu masih ragu dengan jawaban yang ingin dilontarkan kepada pria yang selama ini telah membersamainya.“Yura, ikuti kata hatimu,” ucap Nyonya Prita sambil mengusap lembut bahu wanita yang masih tertunduk di hadapannya.Zack tampak terdiam dengan dada yang berdegup kencang. Ia bahkan sudah siap dengan segala jawaban yang akan diberikan oleh Yura.Tiba-tiba, Yura mengangkat wajahnya dan mengangguk pelan. Ya, dia menerima lamaran Zack dan membuat laki-laki itu terdiam beberapa detik.“B-benarkah kamu mau menerima lamaranku?” tanya Zack dengan tatapan terkejut. Laki-laki itu seketika tersenyum penuh keharuan ketika melihat Yura menganggukkan kepa
“A-apa menikah?” tanya Yura dengan wajah pias. Ia tidak menyangka kalau Nyonya Prita akan berbicara seperti itu kepadanya.“Ya, menikah. Bukankah hubungan kalian sudah sangat jauh. Apa lagi kalian sebentar lagi akan menjadi orang tua. Jadi, sudah sepantasnya kalian segera menikah demi kebaikan anak yang ada di dalam kandunganmu. Ibu tidak ingin cucuku terlahir tanpa orang tua yang lengkap.” Nyonya Prita berbicara dengan tatapan penuh kelembutan. Wanita itu ingin Yura dan Zack segera menikah.“A-apa Nyonya berbicara serius?” tanya Yura dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau Nyonya Prita akan berbicara hal yang sangat penting kepadanya.“Tentu saja aku serius. Kalian harus segera menikah dan tidak ada yang perlu ditunggu-tunggu lagi. Kapan aku bisa bertemu dengan keluargamu?” Nyonya Prita menatap lembut wajah Yura. Wanita itu sudah tidak sabar ingin menemui keluarganya.Yura hanya tersenyum dengan wajah gugup. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Zack akan mengajaknya menikah