Sesampainya di Michigan, Grace segera membereskan ruang tidur. Dia sudah terlalu lelah seharian berada di luar, lalu bertemu Edward dan bertengkar. Kenapa dia merasa akhir-akhir ini dia seperti terus dilanda kesialan.
Sepertinya Ethan sudah tahu jika dia baru saja bertengkar dengan Edward. Berkali-kali Ethan menelepon Grace tapi tak diacuhkan, dia tak mau berbicara dengan siapa pun untuk sementara. Ethan pasti akan bertanya banyak hal, dan pasti akan memaksanya untuk memberitahu alamat.
“Apa Grace sudah mengangkat?” tanya Vanes.
“Dia tak mengangkat teleponku. Apa ada yang tahu, apa yang terjadi dengan kedua orang ini?” tanya Ethan pada Kevin, Vanes, dan Mark. Saat ini mereka berada di sebuah bar, dan itu pun Edward yang mengajak.
Edward tak karu-karuan, beberapa kali dia memecahkan botol bir di bar, dan mereka harus membayar penggantian.
“Edward menggila, satunya mengabaikan panggilan telepon. Grace tak pernah mengabaikan panggilanku, biasanya
“Entahlah, aku bingung. Akhir-akhir ini moodku sedang tak baik. Aku juga baru bertengkar dengan Edward, dia—“ “Dia menyakitimu?” potong Kevin cepat. Grace menggeleng. “Cathy, dia akan menikahkan Edward dengan gadis lain. Aku tak tahu harus bagaimana. Aku benar-benar sudah jengah dengan semuanya. Aku kira tak akan ada lagi masalah yang timbul setelah ini. Tapi aku salah. Cathy tak semudah itu menyerah untuk memisahkanku dengan Edward, Kev.” Kevin mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia cukup paham dengan cerita yang baru saja didengarnya. Apa yang dia bisa perbuat? Hanya bisa menenangkan Grace, memberikan bahu atau punggungnya agar Grace bisa dengan leluasa menumpahkan seluruh keluh kesahnya, selebihnya? Dia tak mau ikut terlalu dalam. Karena dia menyadari, semakin dia ikut masuk terlalu dalam, dia akan menyakiti perasaannya sendiri. Kevin menyentuh dagu Grace, membuat Grace mengangkat kepalanya dan menatap wajah Kevin. “Kau sudah sangat mencintain
“Kev?” “Hm?” “Boleh aku memelukmu sebentar?” pinta Grace. “Boleh. Berapa detik?” “Tak lama, hanya 10 detik,” jawab Grace mengulang kalimat yang pernah diucapkan Kevin padanya dulu sebelum Kevin pergi ke Jepang dua minggu yang lalu. Kevin merentangkan kedua tangannya dan Grace langsung menghambur ke dalam pelukan Kevin. Dada itu tak selebar dada Edward, bahu itu pun tak sekokoh milik Edward, tapi di sana Grace bisa menumpahkan seluruh kesedihannya tanpa takut pemiliknya akan menolak. “Sudah 10 detik, Grace,” kata Kevin. Diusapnya pundak Grace yang bergetar. Kevin sendiri heran, Grace mendadak cengeng dan tak pernah bisa menahan tangisannya. Meski setengah sadar, dia bisa melihat dua sosok yang sangat dikenalinya sedang berpelukan di dekat sebuah booth ice cream. Hatinya mencelos, dadanya terasa sakit, tapi dia tak bisa berbuat apa pun. Dia sudah mencurigai Kevin yang tiba-tiba pergi dari bar, dan mengatakan harus menemui
Tak berpikir panjang, ditariknya tangan Grace membuat Grace mengikuti gerakan Ethan. Keduanya keluar dari dalam rumah, Kevin sendiri tak terganggu sama sekali. Dibiarkan kedua orang itu menikmati malamnya. “Mau apa kau membawaku keluar rumah?” tanya Grace. Ethan tak menjawab, justru dia menelepon seseorang. “Tom, lakukan yang kuminta padamu.” Tak lama kemudian terdengar suara letusan kembang api beraneka ragam di langit, warna-warni yang menghiasi birunya langit di malam hari, membuat Grace terkejut hingga menutup mulutnya. Terperangah. Setelahnya Grace melihat kembang api yang membentuk formasi hati. Ethan menunjuk ke arah sebuah pohon besar, kembang api dinyalakan dan menampilkan sebuah tulisan ‘will you be mine’. Grace terdiam sesaat tak bisa mengeluarkan kata-kata, sejenak dalam kebisuan yang membuat kedua matanya berkaca-kaca. Apakah dia harus menerima Ethan? Lelaki yang dengan jelas menyatakan perasaannya secara terang-terangan.
Entah sudah botol ke berapa yang ditenggak Edward. Semalam dia mabuk dan dibawa kembali ke rumah oleh Mark dan Vanes. Baru beberapa jam dia tersadar, kepalanya terasa sakit dan berat. Belum hilang rasa sakit di kepalanya, Edward kembali meraih sebotol anggur di dalam rak kaca dan kembali meminumnya, kali ini wajahnya sudah benar-benar merah. Ketika dia bangkit berdiri dari kursi, tubuhnya terhuyung, dia bernyanyi dengan suara parau dan kacau. Edward tak ingin mengingat apa pun, rasanya dia ingin mabuk sepanjang tahun sehingga tak perlu memikirkan apa-apa lagi. Baru kali ini seumur hidupnya, merasakan sakit yang sulit dilukiskan dengan kata-kata. Kenapa setiap dia bermasalah dengan Grace, selalu ada sosok Kevin yang hadir dan mengganggunya? Semalam melihatnya berpelukan dengan Kevin, rasanya dia ingin membunuh Kevin dan membuatnya lenyap selamanya. Dia tak pernah bisa rela siapa pun menyentuh Grace selain dirinya. Mark baru saja tiba di rumah Edward, k
Edward mendekati Karina, dan menggandeng tangannya. Dengan berat kedua kakinya melangkah membawa Karina ke hadapan lima orang yang seakan menunggu apa yang akan dilakukan Edward. “Aku dan Karina, kami berpacaran, jadi wajar aku mengajaknya ikut bersamaku ke Jepang,” ucap Edward tegas. Meski dia sendiri tahu, saat itu dia menyakiti dirinya sendiri dengan mengatakan hal yang sebenarnya tak ingin dia katakan. Benar kata Kevin, Edward hanya akan menyakiti dirinya sendiri. Kedua bola mata Karina terbelalak kaget, dia tak menyangka Edward akan mengatakan kalimat itu di hadapan sahabat-sahabatnya, dan di depan Grace! Grace tersenyum lemah, baginya ini akhir dari segalanya, bukan? Edward yang selalu menolak bahkan memperjuangkannya di malam itu, hari ini dengan tegas mengeluarkan kalimat itu. Dia berpacaran dengan Karina! “Selamat,” kata Grace dengan senyum yang dipaksakan. Satu tangannya terulur ke arah Edward, tapi Edward mengacuhkannya.
Ethan dan dia, sama-sama anak dari kedua orangtuanya, tapi ... kenapa harus dia yang selalu disudutkan dengan keadaan? Dia selalu berharap andaikata dia bisa bertukar tempat atau setidaknya Tuhan mengijinkan mereka bertukar jiwa, dia ingin berada di tubuh Ethan dan bersama dengan Grace tanpa memiliki beban apa pun. ‘Sampai kapan kalian mau menyiksaku seperti ini?’ batin Edward. Ada sedikit penyesalan di dalam hati Karina. Dia tak menyangka, gadis yang ternyata dicintai Edward adalah Grace. Jadi berita yang di saksikan waktu itu, adalah berita di mana Grace melawan Cathy menentang pertunangan Edward adalah benar. Dulu dia tak pernah menganggap berita itu serius apalagi dari mulut Grace keluar kalimat jika dia adalah kekasih Ethan, membuat Karina semakin percaya diri untuk mendekati Edward dan meneruskan rencana perjodohan itu. Tetapi ketika didengarnya sendiri dari mulut Edward, dia tak akan pernah bisa mencintai gadis lain, entah kenapa Edward seperti
Karina nampaknya tak terlalu terpengaruh dengan kalimat Edward mengenai perasaannya terhadap Grace. Dia tetap menunjukkan sikap yang sama seperti sebelum dia mengetahui hubungan Grace dan Edward sebelumnya. “Grace, bagaimana kalau setelah ini kita keluar jalan-jalan berdua?” ajak Karina antusias. Gadis itu terlihat fair. Baginya bersaing dalam hal cinta bukan berarti membawanya menjadi sebuah arena permusuhan, karena Grace tetap gadis yang baik di mata Karina. Karina menyukai Grace, di luar perasaannya terhadap Edward. Grace mengangkat alisnya dan tersenyum, “Baiklah. Aku akan membersihkan diri terlebih dahulu, setelah itu aku akan menemanimu keluar. Ethan, kau jangan masuk dulu ke dalam. Aku mau membersihkan diri.” Ketika Grace selesai membersihkan diri, Ethan pun masuk ke dalam kamar. Grace benar-benar merasa canggung ketika harus berada dalam satu kamar dengannya. Ada satu hal yang menarik perhatian Grace ketika melihat Ethan. “Rambutmu sep
“Kenapa kau begitu baik padaku, Kevin?” tanya Grace tiba-tiba. Kevin tak langsung menjawab, dia hanya bisa tersenyum seraya memandangi wajah Grace. Entah hanya perasaannya saja, atau memang Grace terlihat lebih kurus dari sebelumnya? Grace pun menjadi lebih pendiam dari sebelumnya, ah ... dia merindukan tawa Grace yang selalu meledak-ledak seperti biasa. Tawanya yang selalu mampu membuat Kevin terpesona. Kevin mengulurkan tangannya, merapikan beberapa helai rambut yang terjatuh di pipi Grace dan menyelipkan rambut ke sela kuping Grace. Getaran halus terasa di dalam dada Kevin, masih sama seperti beberapa waktu yang lalu. “Apakah aku perlu mengatakan alasannya?” tanya Kevin menjawab dengan pertanyaan. Grace mengangguk dan menyentuh tangan Kevin. Tangan itu begitu lembut, meski sentuhannya selalu terasa dingin tak sehangat Ethan atau Edward, tapi kedua tangan itu yang selalu ada saat dia merasa benar-benar butuh seseorang untuk menumpahkan seluruh kesed
Lindsay berencana pergi menemui Tuan Besar Dupont, untuk menagih sesuatu yang telah dijanjikannya. Setidaknya, meski Michael Dupont kurang menyukainya, wanita itu mampu mengerjakan pekerjaan yang terkadang tak mungkin dilakukan orang lain. Apa pun demi uang dia akan melakukannya meski melakukan hal terkotor sekalipun.Lindsay merayap naik ke atas tempat tidur, dilihat Travis masih tertidur pulas dan mendengkur. Semalam dia tak bisa melupakan betapa jantan Travis di atas ranjang, membuatnya kewalahan melayani nafsu liar pria itu.Travis dan Lindsay, kedua berencana untuk menikah tak lama lagi. Sayang, tampaknya pernikahan itu harus tertunda atau mungkin tak akan pernah benar-benar terwujud.Lindsay menyentuh wajah Travis yang dipenuhi bulu-bulu halus. Ketampanan serta keperkasaan pria itu benar-benar membuat Lindsay tergila-gila.“Sayang, kenapa kau selalu mampu membuatku memohon kepadamu untuk menikmati setiap cumbuanmu di tubuhk
“Kalau kau tak paham, mungkin senjata ini mampu membuatmu mengingat kembali kejadian di pelabuhan.”Tak perlu berbicara panjang bagi Timothy. Dia menodongkan sebuah pistol ke arah kening Eric dan bersiap untuk menarik pelatuknya.Tubuh Eric seketika menegang dan membeku di tempat, begitu melihat raut wajah Timothy yang benar-benar menyeramkan baginya. Awalnya dia mengira Timothy hanya sekadar mengancamnya, nyatanya ... dia siap menearik pelatuk itu kapan saja, jika Eric berani membantahnya!“Aku ... sungguh tak mengerti dengan apa yang kamu katakan, Tuan. Kejadian di pelabuhan? Mungkin kita bisa membicarakannya dengan kepala dingin?” tanya Eric, berusaha bernegosiasi, agar setidaknya Timothy berbaik hati menurunkan senjata itu dari kepalanya.Beberapa wanita yang sedang bersama Eric di dalam ruangan itu perlahan keluar dari dalam ruang VIP, mereka seketika merasakan seperti dewa kematian berada di dalam ruangan. Tak ada yang berani
Ethan langsung memahami maksud dari perkataan Timothy barusan. Jadi siapa yang akan diburu Timothy saat ini?Sebelumnya Timothy tak mengatakan apa pun pada Ethan, dia mengira-ngira apa yan akan dilakukan Timothy, dan siapa yang menjadi targetnya kali ini. Ethan mengajak Grace ke sebuah restoran mahal, dia mengajak gadis yang dicintainya itu untuk menikmati makan siang di sana.Grace yang biasanya manja pada Ethan, kini terlihat kaku dan canggung, perasaan bersalah itu terus menghantuinya. Dia merasa benar-benar bodoh, kalau saja dia tak mabuk saat itu, tentu tak akan menjadi seperti ini suasananya. Meski Ethan mencoba bersikap biasa saja, tetap perasaan ganjil itu ada di dalam hatinya.“Apa kau ingin memesan sesuatu?” tanya Ethan.“Kau saja yang memesannya untukku,” jawab Grace,Besok dia harus menemui John karena harus menemui seorang klien spesial, seorang produser yang tertarik padanya, dan ingin memakai dir
Kevin merasa pria tua yang menolongnya benar-benar misterius, senyuman yang diberikan padanya seperti memiliki kesan tersendiri yang dia sendiri tak bisa mengerti apa maksudnya.Tetapi dia tak terlalu memikirkannya, karena pria itu setidaknya telah menyelamatkan hidupnya. Jika bukan karena dirinya, bisa dipastikan dia sudah mati jauh sebelumnya. Dia tak tahu bagaimana caranya membalas hutang budi pada Cornelius, hanya saja begitu dia bisa kembali ke kota, dia akan memberikan sesuatu pada pria tua itu.Kevin mencoba mengingat nomor telepon milik Timothy. Hanya nomor milik Timothy yang bisa diingatnya, karena nomor itu memiliki beberapa angka yang sama.Panggilan tersambungkan.Timohty melihat sebuah nomor tak dikenal muncul di layar ponsel meminta jawaban darinya.“Ya, dengan siapa?” tanya Timothy dengan kening berkerut. Biasanya dia malas untuk menjawab panggilan tak dikenal, tapi kali ini dia mengikuti kata hatinya untuk
Baru kali ini dia merasa jatuh cinta itu menyesakkan perasaan dan dia paham apa yang dirasakan Edward dulu kini dirasakan olehnya. Berkali-kali dia menyakiti Edward, mengacuhkan perasaannya, mengabaikan perhatian yang diberikan, dan saat Edward melupakan kenangan bersamanya dia merasa sakit yang didapat berkali lipat dari apa yang dirasakan Edward sebelumnya.Grace pun berjalan meninggalkan Edward, berusaha untuk tak mengabaikan Edward.“Asal kau tahu, sewaktu ingatanmu belum hilang, aku tak pernah mencintaimu!”Begitu mendengar apa yang baru saja dilontarkan dari mulut Grace, Edward terdiam dan mematung di tempat. Dia tak menyangka kalimat yang baru saja didengarnya mampu membuat dadanya terasa ditusuk oleh sebilah pisau tajam, dan membuatnya berdarah-darah.Ethan telah menunggu Grace di luar, begitu dilihatnya Grace telah keluar dengan wajah yang terlihat sedih, dia mengerti sesuatu memang telah terjadi di antara kedua or
“Jason, kumohon jangan gegabah. Michael Dupont sekarang berbeda dengan yang dulu. Aku rasa keluarganya telah mendapatkan dukungan yang cukup kuat di Paris. Lagi pula, tak semudah itu membalasmu.”Jason hampir saja menepis cangkir kopi yang berada di atas meja, karena terbakar oleh amarah pada Keluarga Dupont.“Aku tak pernah semarah ini, Cathy. Kau lihat apa yang telah diperbuatnya? Mereka benar-benar telah membuatku terbakar amarah. Mereka sengaja sepertinya menggunakan Edward untuk memancingku keluar. Cepat atau lambat aku menemuinya jika itu yang mereka inginkan!”Cathy memeluk suaminya, dia tak pernah menyangka, masa lalu yang seharusnya berlalu kembali menghantui kehidupannya yang disangkanya telah benar-benar tenang.Sedangkan di tempat lain, Ethan merasakan sedikit perubahan terjadi pada Grace semenjak dia kembali ke apartemen. Gadis itu terlihat lebih pendiam, bahkan dia tak lagi begitu perhatian pada Ethan. M
Lily tak percaya, Edward bisa sedemikian kasar pada dirinya. Selama ini dia percaya, rahasia yang dipendamnya akan tetap aman, ternyata ... tak semudah yang dipikirkan olehnya.“Kau percaya dengan kebohongan yang mungkin kau dengar dari orang lain?” tanya Lily, masih berusaha menutupi kebenaran yang sudah mulai terbuka dikit demi sedikit.“Bagaimana jika orang lain yang kau katakan berbohong padaku, ternyata telah menunjukkan sebuah kebenaran padaku?”Lily terdiam, wajahnya menjadi pucat, sepucat kapas. Lily menjadi ragu jika Edward benar-benar masih lupa ingatan. Melihat cara Edward memandangnya, dia yakin ada sesuatu yang tak beres saat semalaman Edward tak kembali ke apartemen.Sebetulnya siapa yang ditemui Edward? Pikiran-pikiran seperti itulah yang kini memenuhi kepala Lily.“Ma-maksudmu apa?” tanya Lily terlihat semakin gugup. Edward kian menatap tajam ke arah Lily. Dia yakin, apa yang dikatak
Ethan terkejut melihat Grace yang telah kembali dengan penampilan yang sangat berantakan, dia berdiri di depan pintu dan menatap Ethan. “Kau ke mana, semalaman kau tak kembali membuatku khawatir, Grace,” ucap Ethan. Ethan menghampiri Grace dan langsung memeluknya. Grace sama sekali tak merapikan diri saat akan pulang. Dia tak tahan dengan rengekan Edward yang terus memaksa untuk pergi bersamanya. Sedangkan dia tak bisa meninggalkan Ethan. Meski dia tahu, dia tak mencintai Ethan, tapi perasaan bersalah karena telah tidur dengan Edward terus menghantuinya. Melihat wajah Ethan yang begitu mencemaskan dirinya, semakin memperkuat rasa bersalah yang dirasakan Grace. “Aku pergi ke bar, lalu karena merasa pusing, aku menyewa hotel untuk tidur di sana. Maafkan aku, karena aku tak menghubungimu sama sekali, Ethan.” “Aku senang kau kembali, aku pikir kau akan meninggalkanku,” jawab Ethan. Seandainya saja Ethan tahu, jika Grace telah mengkhianatin
Apakah Grace tak salah mendengar dengan permintaan Edward padanya?Pria itu menginginkannya pergi bersama, dan hanya berdua?Jika saja dia tak bersama Ethan, mungkin dengan senang hati Grace akan menerima tawaran Edward barusan. Perasaan cinta itu masih ada dan masih sama seperti sebelumnya. Tak ada yang bisa mematikan rasa yang tak pernah padam di dalam hati Grace.Grace meraih selimut yang berada di atas ranjang, dengan segera ditutupi tubuhnya. Edward menatap liar ke arah Grace dengan sesungging senyum penuh arti di wajahnya.“Aku ... tak bisa menerima tawaranmu. Biar bagaimanapun, aku telah membuat keputusan untuk meninggalkanmu saat di Detroit dan pergi bersama Ethan. Lagi pula kau tak mengingat siapa diriku, apa yang bisa kuharapkan dari pria yang sama sekali tak mengingat masa lalunya?”Edward terdiam begitu mendengar kalimat Grace yang cukup tajam menusuk perasaannya.Dia memang lupa ingatan.Dia memang tak menging