“Aku paham maksudmu. Tapi ini keputusan Jason. Lagi pula kudengar Ethan juga dekat dengan gadis itu, apa kau sanggup bersaing? Bukankah lebih baik kau dan Karina saling mengenal lebih dekat dan—“
“Aku tak perlu mengenal lebih dekat gadis mana pun yang kau berikan padaku. Aku mau pergi! Jangan campuri urusanku lagi, Mrs. Jason!” bentak Edward. Dia bangkit dari tempat duduk, menendang sebuah kotak sampah hingga terpental lalu membanting pintu dengan kencang.
“Karina, kejar Edward. Aku tak ingin malu pada kedua orangtuamu,” kata Cathy pada Karina. Karina memang cantik. Tubuhnya tinggi dan langsing, rambut pendek sebahu berwarna hitam pekat, dengan kulit putuh bak porselen, kedua bola mata berwarna biru terang yang terlihat sangat menggoda ketika dia melirik, akan membuat siapa pun dengan mudah jatuh hati padanya.
Karina adalah anak dari rekan bisnis keluarga Madison, dan mereka sudah saling mengenal sejak lama. Alih-alih menjadi investor di perusahaan, tid
‘Jadi gadis ini akan dijodohkan? Tapi dengan siapa? Cathy memiliki dua orang putera, apakah Edward atau Ethan?’ batin Grace seraya memperhatikan wajah Karina yang baginya terlalu sempurna. Gadis itu memiliki segalanya; harta, kekuasaan, dan kecantikan yang bisa membuat gadis lain rela mati demi mendapatkan kecantikan yang menurut Grace sangat sempurna. “Berita juga mengatakan saat itu kau menyindir wanita tua itu karena dia tak menyetujui hubunganmu dengan puteranya, apa kau pernah atau masih memiliki hubungan dengan salah satu putera Cathy Madison?” Mulut Karina tak berhenti bertanya sepanjang jalan. Membuat Grace bingung dan tak tahu harus menjawab darimana. “Iya itu aku,” jawab Grace dengan nada pasti. Dia tak mungkin lagi mengelak. “Kalau boleh tahu, dengan siapa kau berhubungan? Karena di berita itu mengatakan Cathy menentang hubunganmu dengan puteranya.” “Ethan,” jawab Grace pelan. Sudah cukup baginya, dia lelah jika harus menimbulkan masalah ba
Ethan menendang paha Edward. Seenaknya saja menawarkan dirinya pada gadis yang sama sekali tak dia kenal. “Kau gegar otak? Kenapa harus aku? Kalau kau menikah dengan gadis itu, aku bisa dengan leluasa membawa Grace bersamaku. Sekali-kali harus menjadi anak yang berbakti.” “Seandainya semudah itu, Ethan. Perasaanku semakin hari semakin besar, bahkan aku sendiri takut dengan perasaan yang kumiliki. Tapi aku benar-benar mencintai Grace. Sudahlah, kupastikan aku akan mengatakannya pada Grace tak lama lagi. Aku mau tidur dulu, keluar kau dari kamar!” Ethan melompat turun dari tempat tidur Edward. Kemudian berlalu dari kamar Edward. Dia masih meraba-raba, rencana berikut pasti akan lebih rumit dari sebelumnya. Atau sebaiknya dia membawa Grace tanpa sepengetahuan Edward. “Arrgh! Kenapa begini rumit!” Ethan mengusap wajahnya dengan kasar, dia benar-benar butuh menghilangkan kekusutan di otaknya saat ini. “Lebih baik aku pergi menemui Grace.” E
“Kalau kau tak bersikap baik, aku akan berteriak dan mengatakan kalau kau melecehkanku,” bisik Karina setengah berjinjit ke arah kuping Edward. “Gadis monyet, sebenarnya apa yang kau inginkan dariku?” tanya Edward geram. “Kau harus ikut makan siang denganku, aku ingin memperkenalkanmu dengan teman baikku,” jawab Karina. Mau tak mau Edward mengikuti kemauan Karina. Emosinya terasa ingin meledak, dia tak pernah oleh gadis mana pun untuk mengikuti kemauan mereka. “Grace, ini Edward,” ucap Karina tanpa merasa bersalah. Edward yang terkejut melihat Grace ada di meja tersebut, tak mampu mengucapkan apa pun. Grace memaksakan dirinya untuk tersenyum meski hatinya saat itu sakit melihat Karina mengamit lengan Edward dengan mesra. ‘Kenapa kau tak menolak Karina menggandeng tanganmu, Bodoh!’ batin Grace. Rasanya dia ingin segera pergi dari restoran dan melihat kedua orang itu. Kalau saja dia bisa pergi rasanya dia ingin berteriak sekuat t
“Kalau kau melamun, bus yang kau tunggu bisa terlewat,” ujar seseorang yang berdiri di samping Grace saat itu. “Biarkan saja. Apa urusanmu,” jawab Grace pelan. “Benar begitu? Grace, kau tak mau melihatku?” Grace mengangkat kepalanya yang tertunduk, dan menoleh ke samping. Dilihatnya sebuah sosok yang sangat dikenalnya. Senyuman yang menjadi ciri khasnya tak pernah berubah. Kevin sedang berdiri di sampingnya, kedua tangannya tenggelam di kedua saku celana. “Ke-Kevin? Bagaimana mungkin?” “Apa yang tak mungkin bagiku?” “Pasti aku sedang bermimpi,” ujar Grace lalu menepuk kepalanya. Kevin menyentuh tangan Grace dan meletakkan di dadanya. “Sekarang kau sudah yakin, kalau kau tak sedang bermimpi?” “Heh. Bukankah kau di Jepang?” “Nona Cantik, perusahaanku tak jauh dari sini. Tadi aku melihatmu menyeberang dengan wajah murung, lalu aku berinisiatif untuk menghampirimu. Aku sudah berdiri di sampingmu kurang lebih l
Sesampainya di Michigan, Grace segera membereskan ruang tidur. Dia sudah terlalu lelah seharian berada di luar, lalu bertemu Edward dan bertengkar. Kenapa dia merasa akhir-akhir ini dia seperti terus dilanda kesialan. Sepertinya Ethan sudah tahu jika dia baru saja bertengkar dengan Edward. Berkali-kali Ethan menelepon Grace tapi tak diacuhkan, dia tak mau berbicara dengan siapa pun untuk sementara. Ethan pasti akan bertanya banyak hal, dan pasti akan memaksanya untuk memberitahu alamat. “Apa Grace sudah mengangkat?” tanya Vanes. “Dia tak mengangkat teleponku. Apa ada yang tahu, apa yang terjadi dengan kedua orang ini?” tanya Ethan pada Kevin, Vanes, dan Mark. Saat ini mereka berada di sebuah bar, dan itu pun Edward yang mengajak. Edward tak karu-karuan, beberapa kali dia memecahkan botol bir di bar, dan mereka harus membayar penggantian. “Edward menggila, satunya mengabaikan panggilan telepon. Grace tak pernah mengabaikan panggilanku, biasanya
“Entahlah, aku bingung. Akhir-akhir ini moodku sedang tak baik. Aku juga baru bertengkar dengan Edward, dia—“ “Dia menyakitimu?” potong Kevin cepat. Grace menggeleng. “Cathy, dia akan menikahkan Edward dengan gadis lain. Aku tak tahu harus bagaimana. Aku benar-benar sudah jengah dengan semuanya. Aku kira tak akan ada lagi masalah yang timbul setelah ini. Tapi aku salah. Cathy tak semudah itu menyerah untuk memisahkanku dengan Edward, Kev.” Kevin mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia cukup paham dengan cerita yang baru saja didengarnya. Apa yang dia bisa perbuat? Hanya bisa menenangkan Grace, memberikan bahu atau punggungnya agar Grace bisa dengan leluasa menumpahkan seluruh keluh kesahnya, selebihnya? Dia tak mau ikut terlalu dalam. Karena dia menyadari, semakin dia ikut masuk terlalu dalam, dia akan menyakiti perasaannya sendiri. Kevin menyentuh dagu Grace, membuat Grace mengangkat kepalanya dan menatap wajah Kevin. “Kau sudah sangat mencintain
“Kev?” “Hm?” “Boleh aku memelukmu sebentar?” pinta Grace. “Boleh. Berapa detik?” “Tak lama, hanya 10 detik,” jawab Grace mengulang kalimat yang pernah diucapkan Kevin padanya dulu sebelum Kevin pergi ke Jepang dua minggu yang lalu. Kevin merentangkan kedua tangannya dan Grace langsung menghambur ke dalam pelukan Kevin. Dada itu tak selebar dada Edward, bahu itu pun tak sekokoh milik Edward, tapi di sana Grace bisa menumpahkan seluruh kesedihannya tanpa takut pemiliknya akan menolak. “Sudah 10 detik, Grace,” kata Kevin. Diusapnya pundak Grace yang bergetar. Kevin sendiri heran, Grace mendadak cengeng dan tak pernah bisa menahan tangisannya. Meski setengah sadar, dia bisa melihat dua sosok yang sangat dikenalinya sedang berpelukan di dekat sebuah booth ice cream. Hatinya mencelos, dadanya terasa sakit, tapi dia tak bisa berbuat apa pun. Dia sudah mencurigai Kevin yang tiba-tiba pergi dari bar, dan mengatakan harus menemui
Tak berpikir panjang, ditariknya tangan Grace membuat Grace mengikuti gerakan Ethan. Keduanya keluar dari dalam rumah, Kevin sendiri tak terganggu sama sekali. Dibiarkan kedua orang itu menikmati malamnya. “Mau apa kau membawaku keluar rumah?” tanya Grace. Ethan tak menjawab, justru dia menelepon seseorang. “Tom, lakukan yang kuminta padamu.” Tak lama kemudian terdengar suara letusan kembang api beraneka ragam di langit, warna-warni yang menghiasi birunya langit di malam hari, membuat Grace terkejut hingga menutup mulutnya. Terperangah. Setelahnya Grace melihat kembang api yang membentuk formasi hati. Ethan menunjuk ke arah sebuah pohon besar, kembang api dinyalakan dan menampilkan sebuah tulisan ‘will you be mine’. Grace terdiam sesaat tak bisa mengeluarkan kata-kata, sejenak dalam kebisuan yang membuat kedua matanya berkaca-kaca. Apakah dia harus menerima Ethan? Lelaki yang dengan jelas menyatakan perasaannya secara terang-terangan.