“Iya, saya mau,” jawab Reta dengan lantang.Senyuman jahat tersungging di bibir Reta. Dia memutuskan untuk membalas dendam pada Dirga yang selalu memandangnya dengan rendah.“Be-beneran mau?” balas Rumi dengan riang. Wanita itu tampak sangat antusias dengan jawaban dari Reta.“Iya, Bu Rumi. Saya bersedia menikah dengan anak Ibu,” tutur Reta. “Tapi, saya tidak bisa berjanji bisa memberikan cucu secepatnya pada Ibu. Ibu kan tahu sendiri kalau anak Ibu membenci saya. Ditambah lagi, anak Ibu belum bisa move on dari mantan pacarnya.”“Nggak masalah. Yang penting mau menikah dengan anak saya saja saya sudah seneng,” terang Rumi girang. “Biar pikiran anak saya lebih terbuka.”“Iya, Bu. Saya sudah pikirkan masak-masak. Saya maau menjadi menantu Ibu. Semoga Ibu tidak kecewa ya? Saya punya banyak kekurangan soalnya. Termasuk lumpuh.”“Nggak masalah. Nanti Ibu temani kamu berobat ke Singapura,” balas Rumi. “Um, berarti kamu jangan panggil saya Ibu lagi ya?”“Terus panggil apa?”“Mama lah. Kan sa
“Ret, serius kamu nerima tawaran buat nikah sama anak Bu Rumi?” Ninda terpukau menatap sahabatnya itu.Reta tersenyum dengan penuh percaya diri. Dia mengambil sambal bawang pedas di meja ruang tengah dengan bahagia.“Iya, aku udah putusin buat nikah sama anaknya Bu Rumi,” Reta melahap nasi lele bakarnya. Dia suka makan lele bakar dan tempe goreng. Selain harganya murah, rasanya enak.“Tapi, bukannya kamu nggak mau nikah? Kenapa mendadak berubah pikiran?” Ninda menatap penasaran sahabatnya itu.Reta menatap Ninda. Dia kemudian menceritakan bagaimana Dirga menipunya dengan undangan wawancara kerja itu.“Pak Dirga itu arogan banget. Dia sombong banget. Sampai kesel hatiku,” celoteh Reta. “Aku bakal bikin dia sadar meski dia kaya dan tampan, semua itu bakal percuma.”“Dengan cara menikahinya?” balas Ninda bingung. Dia belum bisa menangkap maksud Reta.“Iya. Aku bakal bikin hidup dia sengsara sampai dia mau mengubah sifatnya!” balas Reta penuh keyakinan.“Kamu yakin mau menikah dengannya?
“Semua ini gara-gara perempuan lumpuh itu!” oceh Dirga sepanjang perjalanan menuju kantornya.Baru kali ini ada seorang perempuan yang berani melawannya dengan tegas. Biasanya para perempuan tidak berani menentang Dirga. Mereka memilih kabur atau mengambil uang yang Dirga berikan.“Sialan! Dia sepertinya ingin banyak,” decak Dirga. “Dia kira dia siapa? Berani-beraninya mau mengambil banyak untung dengan kondisiku yang seperti ini.”Dirga menghentikan mobilnya tepat di parkiran kantor. Dia mengambil ponselnya dan menelepon sekretarisnya.“Ada apa, Pak?” jawab sekretarisnya.“Suruh perempuan lumpuh itu ke kantor lagi. Bilang kalau aku ingin bicara dengannya siang ini,” tutur Dirga. “Ini perintah.”“Baik, Pak.”Dirga mendengkus kesal. Dia membuka pintu mobilnya dan mengayunkan langkah menuju lift yang ada di parkiran.Sementara itu, Reta sedang asik-asiknya menggambar di atas kasurnya. Sudah lama dia tak membuat sketsa dengan santai.Dia mulai berpikir untuk menambah beberapa gambaran ba
Reta membuka matanya. Tepat di depannya tampak wajah Dirga sedang melotot kaget kepadanya.Reta merasakan ada sesuatu yang empuk menyentuh bibirnya. Dia tersentak kaget saat menyadari bahwa bibirnya bersentuhan dengan bibir Dirga sekarang.Reta mengangkat kepalanya agar bibir mereka tak lagi bersentuhan. Sejujurnya Reta ingin segera bangun dari posisinya saat ini. Namun, bagian bawah tubuhnya tak bisa dia gerakan karena kelumpuhan yang dia derita.“Minggir!” Dirga melotot galak kepada Reta.“Kalau bisa minggir, aku pasti minggir,” balas Reta tak kalah kesal. “Aku lumpuh tahu. Aku—“Reta terdiam. Dia merasakan ada sesuatu yang menonjol di bagian bawahnya itu. Tepatnya di bagian bawah tubuh Dirga muncul sebuah tonjolan yang semakin lama semakin mengeras.Wajah Reta semakin merah padam. Dia tahu tonjolan apa itu.Refleks Reta memukul wajah Dirga. “Buruan! Angkat badanku!” jerit Reta memerintah. “Jangan mesum kamu!”“Aow!” Dirga mengusap pipinya yang terasa pedih dan panas karena pukulan
“Kenapa? Kamu nggak suka lihat aku?” tanya Reta menyelidik.Sudah satu jam dirinya di-make over oleh pegawai salon. Kini Dirga malah terpana dengan pandangan yang sulit untuk diartikan maknanya. Entah Dirga terpesona padanya. Atau sebaliknya, pria itu ilfeel melihat Reta didandani tebal.“Ah, nggak. Ayo,” Dirga menghampiri Reta. Dia kembali menggendong bridal perempuan itu.Tentu saja orang-orang di salon memandangi mereka dengan tatapan iri. Dirga sangat tampan dan memiliki perawakan tubuh ideal seorang pria. Meskipun wajahnya galak, pria itu tetap akan sangat mencolok saat tampil di depan orang-orang.“Pak, ini berlebihan nggak sih?” bisik Reta. “Ada yang fotoin kita lho. Kalau masuk sosmed gimana?”“Ya nggak gimana-gimana,” balas Dirga cuek. Pria itu tetap menatap lurus ke depan dan membawa Reta masuk ke dalam mobil.Reta berdecak. Pria itu sepertinya tidak memiliki rasa cemas jika wajah tampannya tersebar di sosial media.Justru yang lebih cemas saat ini adalah Reta. Dia tak terla
“Mau dibahas secepat ini?” Reta terkaget mendengar ucapan calon ibu mertuanya itu.“Iya,” sahut Rumi penuh semangat. Perempuan itu tersenyum lebar pada Reta. “Reta, Mama udah ada beberapa nomor wedding organizer. Kita bisa mulai hubungi satu per satu malam ini.”“Malam ini? Aku kan harus pulang,” ucap Reta bingung.“Ah, nggak perlu pulang,” timpal Rumi secepat kilat. “Ya, kan, Pa?”“Benar itu. Nginep aja di sini,” tutur Zidan memberikan izin.“Bukannya nggak sopan ya?” Reta menatap malu orang tua Zidan yang tampak menggebu-gebu itu.“Sopan-sopan saja. Kan kami yang bikin aturan,” terang Rumi dengan senyuman lebarnya. “Reta, kamu jangan sungkan-sungkan kalau sama kami ya? Mulai sekarang kamu udah resmi jadi calon menantu kami. Habis ini kamu ikut Mama ke mall. Kita cari cincin lamaran buatmu. Biar ada bukti kalau kamu itu menantu kami.”“Ah, bagus itu. Papa ikut juga deh. Udah lama nggak jalan-jalan,” kekeh Zidan. “Mumpung mau dapat menantu baru ini.”Pandangan Zidan melirik ke Dirga.
“Ikut saja pengobatan,” timpal Dirga. “Katamu kamu ingin bisa jalan, kan? Lakukan saja seperti yang kamu inginkan.”Reta terkesiap sesaat menatap Dirga yang ada di sisinya. Dia pikir Dirga tak akan tertarik dengan obrolan remeh-temeh Reta bersama Rumi dan Zidan. Mengingat sebenarnya Dirga sangat tidak suka dengan konsep pernikahan ini. Nyatanya, Dirga masih bisa menempatkan diri dengan baik. Minimal, pria itu tidak ada niatan untuk menyakiti hati orang tuanya. Tanda bahwa Dirga memang masih memiliki rasa hormat yang besar pada orang tua.“Nah, kan, udah di-ACC tuh sama Mas Suamimu,” celetuk Rumi. “Berarti habis nikahan, langsung ikut pengobatan aja ya, Mama. Nanti Dirga bisa ikut jenguk tiap weekend. Kalian bisa jalan-jalan di Singapura juga.”Celotehan Rumi terus berlanjut. Perempuan itu sungguh-sungguh bersemangat saat membahas tentang pengobatan Reta dan rencana selama tinggal di Singapura.Zidan pun menanggapi ucapan Rumi tak kalah antusias. Keduanya menunjukkan dukungan penuh pad
Jason menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Dirga. Di saat itulah, Reta menunduk dengan rambut panjangnya yang digerai ke depan semua. Reta menggerakkan kursi rodanya dengan kencang ke arah Jason.BRAK!“ADUH!” teriak Jason dan Dirga sama-sama terkaget dan kesakitan. Kaki dua pria dewasa itu tergilas oleh roda kursi yang Reta tumpangi.Reta tetap bergerak lurus dan berbelok ke arah kiri. Dia bergegas pergi kembali ke tempat di mana Rumi berada.Jujur saja hati Reta berdegup tak tenang. Dia takut jika Jason mengenali wajahnya. Pria itu sangat jahat. Dia takut jika Jason nantinya pura-pura baik pada Dirga dan kembali mengganggu Reta. Karena itulah, tadi Reta memutuskan memberikan kesan negatif secara langsung agar Jason ilfeel dan tak mau mendekati Dirga lagi.“Reta, kamu tadi ke mana aja?” tanya Rumi dengan senyuman lembutnya.“Ma, aku tadi lihat-lihat baju buat Pak Dirga,” ucap Reta menjawab pertanyaan Rumi. Dia menata rambutnya yang berantakan.“Kamu kok berantakan. Nggak ada yang gangg
Melihat interaksi Reta dan Doni membuat hati Rumi terasa tentam, ini yang sebenarnya ingin ia rasakan ketika melihat Reta bersama dengan Dirga.Dirga bukan suami yang buruk, namun dari beberapa sisi tak disadari justru itulah yang membuat siapapun sakit termasuk Reta sendiri.Lihat kedekatan Reta dan Doni saat ini tanpa sadar sekelebat ide gila muncul dalam otak Rumi, dan entah setan apa yang merasukinya saat ini ia mulai mengeluarkannya ponsel miliknya.‘Dirga harus tahu, aku juga perlu menguji rasa cintanya pada Reta,’ ucap Rumi dalam hati.Jprettt.Rumi menangkap gambar Reta dan Doni secara diam-diam.Dari tangkapan gambarnya Rumi berhasil menangkap potret Reta dan Doni yang nampak sangat dekat, lalu tanpa ragu ia langsung mengirim foto itu ke nomor Dirga.‘Sesekali Dirga memang pantas dapatkan hal ini,’ ucap Rumi dalam hati.Pesan singkat berisi beberapa foto bahkan video kedekatan Reta dan Doni telah terkirim namun belum dibaca oleh CEO kaya raya itu.‘Mungkin dia masih sibuk, ta
Dirga berdecak usai menonton video kiriman sang mama. Dia masih berada di Jepang sekarang. Selain memang ingin lari dari situasi pernikahan yang tidak dia inginkan sejak awal, dia memang memiliki beberapa tender proyek pembangunan gedung milik orang Indonesia yang dikembangkan di Jepang.Tentu saja Dirga tak bisa semudah itu bepergian. Dia harus bertanggung jawab mengecek harian proses pembangunannya dan mengawasi rancang bangunan sesuai dengan desain dan kekokohan bangunan atau tidak.“Dia terlihat lebih sehat,” gumam Dirga. Telunjuknya mengusap tepat di bagian wajah Reta tampak di layar ponselnya. Dalam hati, Dirga turut berbahagia karena Reta menunjukkan hasil pengobatan yang positif.Sebuah ketukan terdengar dari luar ruang kerja Dirga. Segera Dirga berhenti menatap ponselnya. Dia menaruh ponselnya di meja dan mempersilakan tamunya masuk.Tampak asistennya datang dengan setumpuk laporan progres pembangunan yang memang Dirga inginkan. Dirga termasuk tipe orang yang ketat dalam hal
Reta mengikuti pemeriksaan awal ke rumah sakit untuk melihat saraf kaki dan punggungnya. Dia mengikuti rangkaian pemeriksaan dan hasilnya keluar sekitar satu jam kemudian.“Dok, bagaimana dengan kondisi saya? Apa masih ada kemungkinan bagi saya untuk berjalan?” tanya Reta penuh harap. Dia termasuk sudah telat untuk menjalani terapi saraf dan jalan karena tak memiliki biaya. Namun, dia tetap berharap bahwa dia bisa kembali jalan kaki.“Ada beberapa saraf yang terjepit tapi masih bisa dikembalikan ke posisi semula dengan operasi dan terapi,” tutur si dokter. “Setidaknya Anda harus melakukan operasi dan terapi. Butuh waktu lama untuk penyembuhan. Sekitaran satu atau dua tahun.”Reta terkesiap dalam kebingungan. Ada harapan besar bagi dia untuk kembali sembuh. Namun, dia butuh waktu maksimal dua tahun agar bisa sembuh.Sebuah sentuhan lembut jatuh di kedua pundak Reta. Reta tersentak dan tersadar dari lamunan kebingungannya.“Reta, Mama nggak masalah soal biaya pengobatanmu kok,” bisik Ru
“Ga, mau ke mana?” tegur Zidan saat acara makan siang untuk merayakan pernikahan Dirga dan Reta selesai digelar.Langkah Dirga terhenti sebentar. Dia menoleh ke arah papanya yang sedang mengobrol bersama dengan adik-adik Dirga.“Ke kantor. Ada rapat dan sore nanti aku harus ke Jepang,” jawab Dirga. Dia menunjukkan koper biru tua yang ada di tangannya itu.“Ini hari pertama pernikahanmu, Ga. Di rumah dulu saja,” suruh Zidan. “Kamu nggak menghargai Reta sebagai istrimu.”“Aku sudah menuruti keinginan Papa dan Mama buat menikah. Sekarang terserah aku dong mau ngapain. Yang penting aku udah nikah, kan?” timpal Dirga. Dia mengingatkan kembali perjanjiannya dengan Zidan dulu. “Udah ya, Pa. Aku ada kerjaan menumpuk dan belum aku urusi gara-gara sibuk menyiapkan pernikahan ini.”“Reta bagaimana?” tanya Zidan. Dia mencoba bersabar menghadapi anak sulungnya yang memang terlampau bandel sejak kecil itu.“Reta kan harus pengobatan. Mendingan langsung bawa ke Singapura aja,” tutur Dirga. “Aku suda
Hari pernikahan yang dinanti telah tiba. Reta sudah mengenakan gaun pernikahan dengan model simpel sesuai dengan pilihannya.Wajah gadis itu tampak sangat cantik usai didandani oleh seorang make up artist ternama. Semua orang terkagum akan kecantikannya.“Wah, aku harus banyak ambil foto sama kamu, Ret,” Ninda tampak agresif dan mulai mengambil foto-foto bersama dengan Reta. “Kak Doni pasti seneng banget deh lihat foto-fotomu.”Reta mengulas senyuman simpul. Dia meladeni keinginan Ninda untuk foto bersama.“Kak Doni kan bukan suamiku, Ninda. Kamu harus bisa jaga kakakmu. Biar dia nggak dapet cap buruk,” tutur Reta. Dia sangat menghargai Doni sebagai seorang kakak. Dia tak mau orang lain berkata buruk tentang pria itu.“Santai aja. Kalaupun kamu cerai, Kak Doni kayaknya mau ajak nikahin kamu,” canda Ninda. Derai tawanya terdengar renyah. “Nanti malem kabarin aku ya? Kalau misal Dirga lakuin hal buruk ke kamu, kamu langsung sembunyi ke kamar mandi dan telepon aku. Janji ya?”Ninda menga
“Eh? Kenapa pipimu ada cap lima jari kayak ijazah sekolah, Ga?” celetuk Rumi saat bertemu dengan anak laki-lakinya di parkiran.Dirga mendengkus sebal. Tangannya masih mengusap-usap pipinya yang memanas gara-gara ditampar oleh Reta saat jatuh tepat di pangkuan Reta. Sebuah kesalahan besar karena tangan Dirga malah bergerak memegang dada kiri Reta untuk mendapatkan pijakan. Alhasil, cap lima jari melekat di pipinya.“Nggak tahu ah. Aku mau cabut dulu,” balas Dirga. Dia tak mungkin membuka aibnya dengan menceritakan ulang kejadian memalukan itu.Dirga melangkah duluan menuju mobilnya. Dia masuk ke dalam mobil dan langsung mengendarainya meninggalkan lokasi.Rumi menatap ke arah Reta. Dia yakin pasti terjadi sesuatu antara Reta dan Dirga. “Reta, kamu nggak apa-apa, kan?” tanya Rumi. “Dirga nggak bikin kamu kesal, kan?”Sebelumnya Reta agak takut pada Rumi. Bagaimanapun, Dirga adalah anak sulung Rumi dan status Reta masih bertunangan dengan Dirga. Dia belum resmi menjadi istri Dirga.“Maa
Ponsel Reta bergetar. Dia membuka resleting sling bag-nya yang berwarna putih itu dan mengangkatnya. Ada telepon masuk dari Ninda.“Ret, gimana? Nggak ada apa-apa kan sama Dirga?” tanya Ninda mengecek. Nada bicaranya terdengar cemas.“Iya, Nin. Aku baik-baik aja kok. Tumben ih kamu cemas,” ucap Reta. Dia tak menyangka bahwa sahabatnya akan secemas itu padanya. Padahal, biasanya Ninda sangat santai.“Aku tadi diceritain sama Tante Rumi soal hubunganmu sama Dirga. Katanya tadi pagi Dirga mau gituin kamu ya?” tutur Ninda setengah berbisik dan sudah tentu sangat serius. “Gila sih. Kok gitu dia. Kan kalian belum nikah. Gimana sih?”Reta mengulum senyuman simpul. Dia membiarkan Ninda mengomel hinga tuntas.“Tadi pagi itu cuma salah paham,” ujar Reta. “Mas Dirga nggak ada maksud kayak gitu kok.”“Beneran nggak ada?” tanya Ninda sekali lagi. “Ret, kalau emang kamu ngerasa ada yang aneh sama Dirga, hati-hati ya? Aku dikasih tahu Kak Doni buat terus ngawasin kamu karena ternyata masa lalu Dirga
“Kamu itu memang sumber masalah dalam hidupku,” decak Dirga sambil mendorong kursi roda Reta.Mereka sudah tiba di kebun sayur dan buah dengan metode tanam pertanian modern. Tempat ini sangatlah bersih dan jauh dari kata becek. Karena itulah, banyak orang yang suka mampir untuk berwisata keliling area kebun yang memiliki luasan belasan hektar sambil memilih sayur dan buah untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh.Reta menoleh ke belakang dan mendongak ke arah Dirga. Pandangannya memicing tajam ke arah pria yang akan menjadi suaminya itu.“Sudah kubilang padamu kalau bukan aku yang pengen pergi ke tempat wisata ini,” balas Reta. Dia mendengkus sebal. “Kalau kamu nggak suka, seharusnya kamu tolak aja.”“Kamu pikir mamaku bakal biarin aku kabur gitu aja?” timpal Dirga. “Harusnya kamu dong yang nolak keinginan mamaku dari awal.”“Mana bisa,” ucap Reta.Dia kembali menghadap ke depan. Rasan
“Ya Allah, Dirga!” pekik Rumi.Dalam hati Rumi senang melihat Dirga ada ketertarikan pada Reta. Namun, dia tetap memasang ekspresi galak agar Dirga semakin menuruti keinginannya.Dirga buru-buru turun dari atas tubuh Reta. Langkahnya bergerak cepat turun dari ranjang. Namun, karena dia tergesa-gesa, kaki kirinya terjerembab oleh selimut dan dia jatuh berguling di lantai.Reta sendiri memilih menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Wajahnya menunduk malu. Dia bisa merasakan hawa panas yang merambati seluruh tubuhnya akibat rasa malu yang teramat sangat.Rumi menyuruh pembantu menaruh makanan di meja dan keluar. Setelah itu, dia mendekati Dirga dan membantunya bangun dari posisi terjatuhnya.Tangan Rumi menepuk pelan lengan Dirga. “Kamu ini belum sah lho. Udah main sosor Reta aja. Sabar, Ga,” ucap Rumi menasihati Dirga.“Ma, ini nggak seperti yang Mama pikirkan kok,” balas Dirga. “Beneran! Sumpah!”“Udah, udah. Mama tahu kok kalau memang udah saatnya kamu itu punya istri,” ujar Rumi. D