Nyonya Belva akhirnya menemukan saklar lampu. Dia pun segera menyalakan lampu, seketika ruangan menjadi terang benderang. Sang nyonya sangat kaget melihat suaminya yang dari tadi duduk di kegelapan menunggunya pulang. "Ya ampun Papa, aku kaget banget! kirain kamu siapa," tukasnya sambil memegang dadanya karena dia memang benar-benar terkejut saat ini. "Dari mana saja kamu! Jam berapa sekarang? Apakah kamu lupa dengan janjimu sendiri?" sinis Tuan Alfonso menatap ke arah istrinya. "Ya ampun! Aku hampir lupa jika hari ini, aku sudah janji untuk melayani Alfonso. Untung saja tadi Harjo memaksaku untuk mampir ke restoran itu. Jika tidak, aku mana sanggup melayani dia," lirihnya dalam hati. Diam-diam Nyonya Belva mengagumi hasil kerja lelaki simpanannya itu. Satu lagi kelicikan Nyonya Belva, dia tidak mengizinkan Harjo memberi tanda kepemilikan di sekujur tubuhnya. Itu juga semata-mata dia lakukan agar suaminya tidak curiga. "Jawab, Belva! Kamu kok diam saja?" hardik, Tuan Alfons
Setelah selesai sarapan Noah pun berkata, "Dahlia, ini kamu baca-baca dulu. Aku sudah meringkas analisis jurnal tersebut, siapa tahu saja Si Andi itu nanya-nanya ke kamu." Noah lalu menyodorkan beberapa lembar kertas di hadapan kekasih hatinya. "Thanks ya, Sayang?" ucap Dahlia lalu mulai membacanya. "Tenang saja, Sayang. Ini semua tidak gratis!" gumamnya dalam hati. Diam-diam Noah sudah menyusun rencana jika setelah pulang kuliah nanti. Sang pria akan meminta jatahnya kepada kekasihnya itu. Di sebuah ruang perkantoran, "Apa? Jadi kemarin siang Lilian dihadang oleh beberapa orang preman?" Junot sangat emosi setelah mendengar laporan dari anak buahnya. "Iya, Tuan Muda," ujar orang kepercayaannya itu. "Tapi kenapa kalian tidak membantunya?" cecarnya lagi. "Maaf Tuan, kami kalah cepat, Nona Lilian sudah lebih dulu melumpuhkan para preman itu." "What? Melumpuhkan bagaimana maksud Anda, Eki?" "Ternyata Nona Lilian sangat jago bela diri." jelas Asisten Eki lagi. "Apa?
Di kafetaria kampus, Dahlia bertemu dengan Lilian dan Junot yang sedang menikmati makan siang.Dari aromanya, sang gadis tahu jika makanan itu hasil masakan Lilian."Cie, yang dimasakin sama Lilian? hanya untuk Junot saja, kah? tanya Dahlia dengan wajah cemberut."Hai Dahlia, apa kabar?" sapa, Junot."Ada di rumah buat kamu, Dahlia. Oh yah bagaimana tugas dari Pak Andi?" Tanya Lilian, kepada saudaranya itu."Aman dong, aku dapat nilai A+!" ucapnya senang."Wah selamat ya, Dahlia." ujar Lilian ikut senang.Tiba-tiba ponselnya bergetar dia lalu membuka ponselnya, dan ada pesan masuk dari Noah untuknya.Noah : "Sayang, aku sudah menunggumu di parkiran." demikian isi pesan dari Noah."Lilian, gue cabut dulu ya? Gue mau ganti shift sama Dita di tempat kerja.""Tolong jaga sepupu gue ya, Mas Junot!" ucap Dahlia kepada pria itu."Beres, Dahlia!" gawab Junot tegas."Ih.., apaan sih, memangnya aku anak kecil? Yang harus selalu dijagain?" gerutu Lilian."Ha-ha-ha," Junot tertawa bahagia mende
Setelah makan siang di kafetaria kampus, Junot mengajak Lilian untuk berjalan-jalan ke Pantai Indah Kapuk di daerah Jakarta Utara. Hari itu cerah, matahari bersinar dengan lembut, menyinari kota metropolitan Jakarta yang sibuk. Junot dan Lilian memasuki mobil, bersiap untuk perjalanan menuju pantai yang indah itu."Apakah kamu siap, Lilian?" tanya Junot sambil memasang sabuk pengamannya."Siap, Mas Junot! Aku sangat penasaran dengan pantai yang ada di Jakarta," jawab Lilian dengan mata yang berbinar-binar.Sepanjang perjalanan, Lilian tak henti-hentinya melihat keluar jendela mobil. Gedung-gedung tinggi, jalan-jalan yang ramai, dan hiruk-pikuk kota benar-benar memukau baginya. Jakarta dengan segala kemegahannya sungguh berbeda dari desa tempat tinggalnya yang tenang dan hijau."Jakarta benar-benar luar biasa, ya? Aku tidak pernah melihat gedung setinggi ini sebelumnya," ucap Lilian dengan penuh kekaguman.Junot tersenyum mendengar antusiasme Lilian. "Iya, Jakarta memang kota yang sib
"Selamat datang Tuan Muda," ujar salah satu pekerja di vila itu."Halo, Maid." sapa Junot sopan."Selamat datang Nona Lilian," sang maid juga tidak lupa menyapa calon kekasih tuan mudanya.Lilian yang disapa seperti itu, hanya bisa tersenyum dan masih terheran-heran kenapa perempuan paruh baya itu, mengetahui namanya."Kamu duduk dulu ya, aku mau ganti baju," ujarnya, lalu mengusap rambut Lilian.Tanpa malu, Junot membuka bajunya di hadapan Lilian. Otot-otot tubuhnya yang kokoh bak roti sobek terpampang nyata di depan mata gadis itu. Lilian sejenak terpesona dan terus menatap tubuh Junot tanpa berkedip sekali pun."Ini baju ganti Anda, Tuan." ucap sang maid. Lilian buru-buru melepas tatapan matanya dari tubuh atletis milik pria itu.Junot tersenyum simpul saat melihat Lilian terpesona dengan otot-otot di tubuhnya."Silakan diminum tehnya, Nona." Sang maid datang lagi ke ruangan itu dan menawarkan teh untuk Gretcheel."I ... iya, terima kasih." ucap Lilian terbata. Dia masih saja bing
“Oh, jadi segampang itu rupanya kamu menganggapku, Mas? Kamu tidak tahu, jika aku merasakan sakit dibohongi olehmu?" Junot seakan mati kutu mendengar perkataan sang gadis yang sungguh menusuk itu."Lilian, Please. Maafkan aku yang sudah membohongimu. Itu semata-mata aku lakukan agar komunikasi diantara kita tetap lancar. Aku tahu berbohong itu salah, makanya aku jujur kepadamu, sekarang!" hardiknya marah, karena Lilian tetap keras kepala."Kamu kok jadi marah gitu, sih?" Lilian mulai menitikkan air matanya. karena dibentak oleh Junot. Dia lalu menyeka air matanya. Seraya berkata,"Antarkan aku pulang, Mas!" lirihnya."Lilian, Please. Maafkan aku." Junot terlihat memelas kepada gadis itu."Kamu mau mengantarku pulang, atau aku akan pulang sendiri?" ujarnya, lalu siap-siap beranjak untuk pergi."Tunggu, Lilian!" Junot mencoba menggenggam tangannya."Lepas, Mas! Aku nggak sudi tangan ku di pegang oleh seorang pembohong!" Junot segera melepas tangannya dari Lillian karena mendengar perka
Dahlia membiarkan Lilian menangis dalam pelukannya tanpa mengatakan apapun.Lilian merasa lega setelah menangis dalam pelukan saudaranya."Aku tidak memaksamu untuk bercerita sekarang. Apakah kamu sudah makan?" tanya Dahlia kepada Lilian.Lilian mengangguk, lemah. "Ya sudah, kamu istirahatlah. Aku juga mau mandi." Lilian pun kembali berbaring dan mulai menangis lagi.Lalu Dahlia keluar dari kamarnya. Dia sangat kaget melihat Bu Jayanti."Ibu? Ibu dari, dari mana?" tutur Dahlia saat melihat Bu Jayanti baru masuk ke dalam rumah."Ya ampun, Dahlia. Ibu jadi kaget. Ibu kirain kamu, siapa." Bu Jayanti seketika memegang dadanya, yang menandakan jika dirinya memang benar-benar terkejut."Lagian Ibu, sih. Masuk ke dalam rumah dengan mengendap-endap gitu. Ayo, Ibu habis dari mana nih?" goda Dahlia."Pak Rantonya mana, Bu?" tanya Dahlia lagi."Mas Ranto baru saja pulang, oups!" Bu Jayanti langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya."Cie ... cie, sudah ada panggilan sayang segala nih!" go
Sebuah panggilan telepon,Nyonya Meli :"Halo, Mas. Lastri, Mas. Anak kita." isaknya Mami Meli histeris.Tuan Jhon :"Apa? Maksud kamu apa, Meli?"Nyonya Meli :"Lastri mencoba mengakhiri hidupnya, Mas. Segera datang ke sini?" Nyonya Nyonya Meli lalu menyebutkan sebuah nama rumah sakit kepada Tuan Jhon. "Antarkan saya ke rumah sakit, segera!" perintahnya kepada pengawal pribadinya bernama Toni. Tak lupa, dia menyebutkan sebuah nama rumah sakit ternama di Jakarta.Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Tuan Jhon bertanya-tanya maksud perkataan istrinya.Ternyata Tuan Abian lebih duluan sampai ke rumah sakit.Sesampai di rumah sakit, Tuan Abian mengendap-endap masuk ke sebuah ruangan yang ada di rumah sakit tersebut. "Mas Abian," lirih Nyonya Melo. Dia langsung memeluk kekasih hatinya itu sambil menyerahkan selembar kertas hasil test DNA, Lastri.Alangkah terkejutnya Tuan Abian, saat melihat jika Lastri 99,9% adalah darah dagingnya."Lastri? Apakah ini benar?" Cecarnya."Iya Mas
"Aku menyelidikinya sendiri, Kak.""Apa? Kamu menyelidikinya sendiri?""Yap." jawab junot, singkat."Aku pikir Papa sudah jujur kepadamu." "Belum, Kak.""Sepertinya, kita harus membuat Papa buka suara kepada kita! Pokoknya, Papa harus jujur kepada kita." "Iya, Kak. Aku setuju dengan pendapatmu."Sementara di dapur, Lilian dan Dewi terlihat akrab."Jadi kamu masih kuliah?""I-ya, mbak.""Wah Junot dapat gadis muda rupanya."Lilian hanya tersenyum malu."Kamu sabar-sabar ya sama Junot. Walaupun anaknya keras kepala dan suka emosian. Akan tetapi dirinya memiliki hati yang lembut.""I-ya mbak.""Oh ya, Kamu sudah ketemu sama Mama?""Belum, mbak." "Belum ya? Nanti jika kamu ketemu sama Mama, kamu maklum ya bagaimana orang tua kepada anaknya.""Iya, Mbak." Entah kenapa, Dewi memiliki kekhawatiran jika Nyonya Belva tidak menyukai Lilian.Lalu ke empat orang dewasa itu pun memulai makan siangnya. Hampir seharian mereka berada di rumah itu, sekedar bercengkrama atau sekedar berbagi cerita.
"Pasti Lilian marah kepadaku, bagaimana caraku untuk merayunya?" Junot merutuki dirinya yang tidak bisa menahan hasratnya, saat di dalam bioskop tadi."Sayang, bagaimana kalau kita makan siang?" tanya Junot, hati-hati."Ok." jawab Lilian singkat.Lalu, Junot pun meraih tangan Lilian dan menggenggamnya dengan erat menuju ke dalam sebuah restoran terkenal di mall itu.Junot mengitari pandangannya. Mencari tempat yang cocok untuk mereka berdua."Sayang, kamu mau pesan apa?""Terserah saja, aku nggak pemilih makanan, kok." ketusnya, lagi."Baiklah, Sayang kita samain saja apa yang kita makan." seru Junot, lalu memanggil salah seorang waiter."Sayang, bolehkah aku memesan makanan pedas?" Mendengar perkataan Junot tersebut, Lilian dengan segera menatapnya dengan sangat tajam."He-he-he, aku hanya bercanda, Sayang!" ucap, Junot. Sementara sang waiter tersenyum melihat tingkah Junot yang sepertinya takut kepada kekasihnya itu.Keduanya pun memulai makan siang mereka berdua dalam diam. Setela
Setelah urusan di barbershop selesai. Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka menuju sebuah mall besar di daerah Jakarta Pusat."Sayang, yuk kita belanja untuk mu." tutur, Junot."Ih ... Mas! Bajuku masih banyak kok, nggak usah deh." sahut, Lilian."Sayang, tolong jangan membantahku kali ini, please ...." ujarnya, memelas.Lilian diam sebentar."Duh ngapain sih, Mas Junot mengajakku belanja? Mubazir nih. Tapi aku juga nggak enak menolak. Sepertinya Mas Junot sangat bahagia dengan kebersamaan kami.""Baiklah, Mas." "Nah gitu, baru pacarku!" Lalu mereka pun memulai belanja mereka siang itu. Ada banyak pakaian yang dibeli oleh Junot untuknya. Semuanya sudah dikirim ke alamat rumah Bu Jayanti.Dan ada beberapa yang Lilian bawa pulang ke apartemen Junot sebagai baju gantinya selama seminggu tinggal bersama Junot.Tanpa keduanya sadari, ada orang yang diam-diam memotret kebersamaan mereka. Padahal, Asisten Taufik mengetahui siapa orang itu.Orang itu ternyata suruhan Nyonya Belva. Untuk
"Asisten Taufik, apakah kalian menyembunyikan sesuatu dari saya?" tanya Lilian."Kenapa Nona berpikiran seperti itu?""Soalnya tadi juga Mas Junot berkata agar saya tidak meninggalkannya, memangnya ada apa sebenarnya?" selidik Lilian semakin curiga."Tidak ada apa-apa kok, Nona. Saya hanya berharap saja semoga Tuan Muda dan Nona bisa berbahagia selalu. Kalau begitu, saya permisi dulu," seru Asisten Taufik, segera berlalu dari tempat itu. Dia takut salah ngomong dan membuat semua menjadi kacau lagi.Junot selesai mandi, lalu berkata, "Yang datang siapa, Sayang?" Penampilan Junot sangat keren pagi ini, Lilian sedikit gugup karena melihat sang kekasih yang sangat gagah pagi ini."Asisten Taufik, Mas. Dia memberiku ini." Lilian pun menunjukkan sebuah paper bag yang ada di tangannya."Segeralah mandi, baru kita sarapan. Kamu temani aku untuk ke barbershop. Setelah itu kita jalan-jalan.""Iya, Mas.""Eh, tunggu dulu Sayang. Kamu ada kuliah nggak hari ini?""Kebetulan hari ini, aku nggak ad
"Iya, Sayang. Kamu bisa pegang kata-kataku ini." jawab Junot, tegas.Jadilah kedua sejoli yang baru jadian itu tidur seranjang malam itu.Lilian juga tidak lupa mengabari, kepada Bu Jayanti jika dirinya menginap di rumah temannya.Keduanya masuk ke dalam kamar. Junot memberi sebuah paper bag di tangan Lilian."Ini apa, Mas?""Ini baju ganti untukmu, mandilah.""Eh, iya Mas." Lalu Lilian pun segera meraih paper bag itu di tangan Junot dan segera masuk ke dalam toilet.Di dalam toilet, Lilian melihat penampilannya. Dia senyum-senyum sendiri di depan cermin karena baju tidur yang dipilih oleh Junot untuknya menutupi seluruh bagian tubuhnya.Dia pun keluar dari toilet, dan melihat jika Junot juga sudah berganti dengan baju tidur yang sama dengannya."Surprise!" ucap, Junot."Bagaimana penampilan kita, Sayang?""He-he-he, keren Mas.""Kamu suka, nggak?""Suka banget, Mas. Terima kasih ya, Mas.""Okay, Sayangku." jawab Junot, senang."Ih, Mas junot kok terkesan genit gitu, sih?" gumamnya, h
"Dikit saja dong, Lilian. Please ..." ujar Junot memelas."Maaf Mas, nggak boleh. Tolong kamu tuh, jangan keras kepala gitu, ya?" "Tapi bagaimana aku bisa berselera makan jika nggak ada sambelnya, Lilian.""Pokoknya, nggak boleh! Mas ikutin aturan dong, ya?"Junot diam, dia pastikan dirinya pasti tidak akan punya selera makan, karena tidak ada rasa pedas sedikit pun."Kok wajah kamu cemberut gitu, Mas?" tanyanya."Habis, aku rasa aku tidak berselera makan nih." ujarnya, tak bersemangat."Mas coba dulu masakanku," ucap Lilian, lalu mulai menyusun semua hasil masakannya di atas meja.Junot dari tadi hanya mengaduk-aduk nasi dan beberapa lauk di piringnya. Sementara Lilian yang kelaparan, tidak memperhatikan Junot sama sekali.Setelah piringnya kosong, barulah gadis itu menegakkan kepalanya.Dirinya pun kaget dengan apa yang dilakukan oleh Junot."Mas Junot ! Ya ampun Mas, kamu ngapain sih dari tadi? Bukannya makan!" kesalnya lalu menatap tajam ke arah pria itu. Sedangkan Junot yang me
Di dalam kamar,Lilian akhirnya terbangun. Dia terlihat mulai menggeliatkan tubuhnya lalu melihat sekelilingnya, mencoba mengingat kembali, dia sedang berada di mana."Tadi bukannya aku sedang berada di di kamar Mas junot? Aku kan tadi sedang menjaganya karena dia masih belum siuman. Tapi sekarang, kok jadi aku yang terbaring di atas ranjang?" serunya, bingung sendiri.Lilian lalu meraih ponselnya, dan melihat jika ada sebuah pesan dari nomor baru, dia lalu membuka pesan itu.Asisten Taufik : "Nona, ini saya Asisten Taufik, asisten Tuan Junot. Maaf jika saya lancang mengirim pesan kepada Anda. Akan tetapi sepertinya, hal ini sangat penting. Saya rasa Anda patut mengetahuinya. Ini mengenai kondisi Tuan Muda. Sudah beberapa bulan terakhir ini Tuan Junot menderita penyakit maag akut. Hal itu terjadi, karena Tuan Junot tidak teratur makan. Dokter sudah memperingatkannya namun Tuan Muda, tidak pernah mau mendengar perkataan saya maupun perkataan dokter Adi. Akan tetapi saya sangat yakin j
Lilian berjalan keluar dari kafe itu dengan langkah santai. Dirinya sedang menunggu taksi online yang tadi baru saja dia pesan.Junot yang juga baru selesai meeting melihat Lilian yang berada di depan sebuah kafe tepat di sebelah restoran tempat dirinya meeting.Junot yang ingin masuk ke dalam mobilnya dan mencoba untuk tidak mempedulikan Lilian, namun tiba-tiba dia mengurungkan niatnya. Karena Junot melihat ada sebuah motor gede yang telah siap-siap ingin menabrak wanita kesayangannya, itu.Namun dengan cepat, Junot berlari menuju ke tempat di mana gadis favorit sedang berdiri. Lalu pria itu pun berteriak,"Lilian, Awas!" Bersamaan dengan itu, Junot segera menghadang tubuh Lilian sehingga dia terlepas dari pemotor yang ingin menabraknya. Alhasil yang jatuh ke tanah dan terkena senggolan pemotor itu adalah Junot."Tuan Muda!" teriak, Asisten Taufik. Dia segera menelpon anak buahnya untuk mengejar pemotor tersebut.Asisten Taufik :"Segera kejar orang itu!"Anak buah :"Siap, Tuan."Se
"Hei! Kamu kok melamun terus, sih? Udah bosan belajarnya? Kalau memang iya, jangan dipaksain." tutur Doan, kepada Lilian. Saat ini keduanya sedang berada di sebuah kafe. Seperti biasa, disela-sela kesibukannya Doan membantu Lilian mengerjakan tugas-tugas kuliahnya."Enggak kok, Kak." lirihnya."Hei, kamu jangan bohong. Kakak tahu sifatmu! Biasanya kamu periang dan semangat gitu. Tapi sekarang kok berbeda?""Aku nggak apa-apa kok, Kak." ujarnya, menutupi kegalauan hatinya."Kamu sudah tonton video yang Kakak kirim kemarin?" selidik, Doan. Dia curiga perubahan sikap Lilian gara-gara video itu."Su ... sudah," jawabnya, singkat."Terus setelah kamu menonton video itu, makanya sikapmu berubah seperti ini, benar nggak tebakan, Kakak?""Aku tidak mau membahasnya, Kak." "Lil, kakak mau tanya sama kamu. Apakah kamu masih mencintai Junot?""Aku tidak mau membahasnya, Kak. Please ..." serunya, memelas."Baiklah." sahut, Doan.Namun Doan masih bisa merasakan kesedihan hati adik angkatnya itu.