Sherly yang ditanya seperti itu, masih belum mengerti maksud perkataan Junot."I ... iya, Tante." Sherly hanya menjawab, seadanya."Ya, sudah. Tante beri kalian waktu untuk saling mengenal satu sama lain. Baru setelah itu, pembicaraan keluarga yang serius akan dilanjutkan. Nanti Tante akan kembali menghubungi mama kamu ya, Sherly." Mendengar perkataan Tante Belva. Sherly baru sadar jika perjodohan ini benar-benar akan terjadi.Dia melirik ke arah Junot untuk meminta bantuan. "Ma, jangan buru-buru ke keluarga dulu, dong. Biarkan kami lebih saling mengenal dulu. Toh, Sherly juga masih muda. Butuh persiapan ekstra untuk menuju ke jenjang yang lebih serius, iya kan Sherly?" "Iya, Tante. Apa yang dikatakan Junot memang benar. Apalagi saya baru saja terjun di dunia bisnis, jadi butuh fokus yang maksimal." seru Sherly, sekenanya."Ya, sudah terserah kalian saja." tukas, Tante Belva. Puput dan Harjo sedang memasuki sebuah restoran. Pria itu terlihat sedang mereservasi salah satu tempat di
Di kediaman Rivaldo, "Mama, apa-apaan sih! Ngapain Mama marah-marah sama Puput! Dia itu tidak tahu apa-apa mengenai hubunganku dengan Lilian!" "Ya terserah Mama mau memarahi siapa! Puput kan temannya, Si gadis desa itu! Mama sengaja memarahinya! Biar dia mengadu sama gadis desa itu! Dan memberitahukan kepadanya, jika Mama tidak akan pernah sudi punya menantu seperti dia karena berasal dari desa!" hardik, Nyonya Belva kepada putra bungsunya. "Aku nggak ngerti deh dengan jalan pikiran Mama! Padahal Mama juga dulu berasal dari desa!" tutur Junot mencoba menyadarkan ibunya. "Mama tidak butuh ocehan darimu! Yang jelas Mama tidak akan merestui hubunganmu dengannya! Dan kamu jangan coba-coba melawan Mama! Sudah cukup kakakmu, Ferdin yang sudah menjadi anak durhaka bagi Mama!" Lalu Nyonya Belva pun memulai sandiwaranya, dengan menangis tersedu-sedu. "Mama sudah tua, Junot. Mama hanya ingin melihatmu bahagia dan menikah dengan gadis yang sama derajatnya dengan kita. Hanya itu keingin
Junot pun melajukan mobilnya menjauh dari rumah Bu Jayanti dan kembali ke rumahnya. Sesampai di rumah, dia berpapasan dengan ibunya yang baru saja kembali dari dapur untuk mengambil segelas air untuk suaminya."Junot, dari mana kamu?" ketus Nyonya Belva kepada anaknya.Namun seketika pria itu menatap kesal kepada ibunya."Pasti Mama, sudah lebih dulu tahu. Aku baru pulang dari mana! Iya, kan?""Maksud kamu apa, Junot?" tanya Nyonya Belva, pura-pura tidak tahu.Junot lalu memberikan surat undangan itu ke tangan ibunya."Pasti Mama sudah tahu kan, jika aku diundang di pernikahan, Bu Jayanti? Dan Mama pasti sengaja membuatku sibuk hari ini. Iya kan, Ma?" seru Junot sambil menatap tak suka ke arah ibunya."Kalau iya, kenapa? Apakah kamu keberatan? Ingat janjimu, Junot! Kamu akan menjauhi gadis desa itu dan berusaha mendekati Sherly." cecar, Nyonya Dahlia."Ma, aku pasti akan ingat dengan perkataan ku. Tapi ini tidak ada hubungannya dengan pernikahan Bu Jayanti!" kesal Junot."Tetap saja a
"Atau jangan-jangan kamu sudah tidur dengannya! Sama seperti kamu yang telah menjeratku!" kesalnya semakin menjadi-jadi.Diam-diam Doan merasa senang karena Sherly masih cemburu kepadanya. Itu berarti, gadis itu masih mencintainya. Namun sang pria sengaja membuat Sherly marah. Karena dia tidak mau jika ibunya mencelakai sang kekasih. "Aku bersumpah! Aku tidak pernah tidur selain denganmu, Sherly!" hardiknya, marah."Ternyata, Aku salah datang ke sini! Permisi!" ujarnya, lalu berlalu dari tempat itu."Do ... Doan! Apakah kita tidak bisa bicara baik-baik?" tanya Sherly, cepat. Namun apa daya, Doan sudah dari tadi pergi.Dia lalu menutup pintu apartemennya. Tiba-tiba Sherly bingung dengan perasaannya saat ini. "Apakah Aku harus senang jika Doan masih setia? Terus bagaimana dengan pesona Junot?" Karena semakin bingung, dia pun memutuskan untuk tidur dan mempersiapkan dirinya besok, untuk bertemu dengan Junot.Dalam sebuah perjalanan,Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Nyonya
Dahlia dan Lilian kembali menekuni rutinitas mereka sebagai anak kuliahan. Di pagi itu, Bu Jayanti dan Pak Ranto yang sudah resmi menjadi suami istri itu sedang ke pasar untuk berbelanja. Keduanya telah menyatukan tabungan mereka. Sehingga bisa menyewa dua kios yang berada di dekat pasar. Satu kios untuk memperbaiki barang-barang elektronik yang dikelola Pak Ranto. Dan kios lainnya tempat Bu Jayanti berjualan. Kebetulan sekali saat keduanya hendak berangkat ke kampus. Bu Jayanti dan Pak Ranto kembali dari pasar. Keduanya pun pamit kepada sepasang suami istri itu. "Pak, Bu. Kami berangkat kuliah dulu ya?" ujar keduanya serentak."Maaf Nak, Bapak tidak bisa mengantar kalian.""Tidak apa-apa Pak. Kami naik angkot saja ke kampus." seru Lilian."Ya sudah kalian hati-hati ya?" ucap, Bu Jayanti.Setelah berpamitan. Mereka pun berangkat ke kampus.Kedua bersaudara ini memang tidak hanya dikenal cerdas di kampus, akan tetapi juga piawai dalam seni bela diri pencak silat, sebuah warisan bud
"Hi-hi-hi, sudah ah, Pak! Wajah Bapak sangat aneh sekarang!" lirihnya sambil menahan tawanya."Lho kok jadi aneh? Bukannya wajah saya terlihat lebih lucu?" "Menurut saya aneh, Pak. Soalnya kan, Bapak terkenal sebagai dosen killer di seantero kampus ini.""Oups! Aku keceplosan," lirihnya, kembali."Ma ... maaf, Pak." sesal, Dahlia. Takut dosennya itu, menjadi marah."Saya tidak marah kok jika semua mahasiswa berpikiran jika saya adalah dosen galak. Justru saya bangga ternyata image yang saya bangun, berhasil!" "Maksud Bapak, apa?" tanya Dahlia, bingung."Sekarang saya tanya kamu, setelah kamu bersama saya beberapa jam yang lalu. Apakah menurut kamu, saya ini orang yang kejam?" Dahlia kembali berpikir ternyata apa yang dikatakan Pak Andi ada benarnya juga. Dia sama sekali tidak kejam dan pemarah seperti yang dirinya selalu tampilkan di depan kelas."Bapak terlihat lebih ramah sih, menurut saya." seru, Dahlia."Yap! Seratus untuk kamu! Yuk, ah! Kita makan siang dulu, cacing-cacing dala
Lilian segera mengalihkan pandangannya dari Junot. Dia pun segera berkata,"Puput, meja kita di mana?" tanyanya, kepada sahabatnya. "Lilian, kita pindah cafe saja, yuk?" ajaknya.Puput seakan tahu jika sahabatnya itu agak down melihat Junot sedang bersama dengan gadis lain."Lho kenapa, Put? Kita makan di sini, saja." Kali ini, Harjo yang baru dari toilet yang angkat bicara.Namun Harjo baru tahu jika Junot dan Sherly juga berada di kafe itu, saat mereka sudah duduk. Dia melihat raut wajah Lilian yang tadi ceria berubah menjadi kusut."Lilian, apakah sebaiknya kita pindah kafe saja?" tutur Harjo tak enak hati."Nggak usah, deh. Kita di sini saja." jawab Lilian mencoba untuk biasa saja dan tidak terganggu dengan keberadaan Junot, di kafe itu."Iya, nih. Kita jadi nggak enak nih, sama kamu,Lil." seru Puput."Aku baik-baik saja, kok. Ya udah yuk, kalian mau pesan apa?" ujar Lilian."Beneran nih, Lilian. Kamu nggak apa-apa?"Puput mencoba mengerti perasaan sahabatnya."Ya iyalah, beneran
Dialah, Tuan Alfonso. Pria tua itu bahkan mengeluarkan banyak tisu untuk membersihkan mobilnya yang dipenuhi cairannya sendiri.Sementara Harjo mulai merapikan kembali baju dan celana Puput yang berantakan karena ulahnya."Harjo! Gara-gara kamu, nih! Aku harus mandi di siang ini." lirih Puput manja."Tapi kamu suka kan, Sayang?" goda Harjo."Ih ... apaan! Nggak, ya!" tutur Puput."Buktinya kamu mengerang keenakan dengan permainan jari-jariku, Sayang!" ujarnya, lalu membuka pintu mobil untuk Puput. Dan melajukan mobil menuju apartemen gadis itu untuk melanjutkan kegiatan panas mereka.Sementara Tuan Alfonso, terlihat masih membersihkan mobilnya."Sepertinya mobil ini perlu dibersihkan." Dia lalu menelpon Asisten Eki untuk menjemputnya di parkiran mall itu.Pria tua itu masih membayangkan kegiatan panas dua anak muda tadi, yang membuatnya merasakan kembali jiwa mudanya yang mulai berkobar. Namun sayangnya, Tuan Alfonso tidak begitu melihat dengan jelas wajah keduanya karena sang pria se
"Cepat katakan di mana alamat rumah bordil itu berada!" teriak, Asisten Eki.Keduanya terdiam dan saling melirik. "Kami tidak tahu apa-apa, Tuan." ujar keduanya, takut."Oh, jadi kalian tidak mau jujur juga?" tanyanya, tajam."Pengawal, hajar mereka!" Beberapa orang mulai memberi pelajaran bagi keduanya karena memilih untuk diam. Namun salah satu dari antara mereka, mulai menyerah."Tuan, tolong jangan pukul saya lagi. Saya mau jujur tentang semuanya," lirihnya, sambil menahan sakitnya pukulan-pukulan dari para pengawal itu.Lalu dengan cepat, orang itu memberitahukan di mana alamat rumah bordil itu berada.Asisten Eki segera mencatat alamat yang mereka katakan."Coba jelaskan secara detail, di mana letaknya dan bisnis itu khusus untuk siapa?" tanya Asisten Eki, lagi.Karena sudah kepalang basah, keduanya pun kembali jujur.Salah satu diantara mereka, mengatakan jika rumah bordir itu, berada di salah satu perumahan mewah sehingga tidak ada yang curiga jika di dalamnya ada perbudakan
"Cih! Tapi kan gue baru kali ini gue nggak fokusnya!" ujar Junot mencoba membela diri."Justru karena Anda berubah seperti ini, makanya mereka menjadi berubah juga Tuan Muda." tutur Asisten Eki."Makanya tadi saya katakan tolong Anda bisa memilah-milah dan bisa memisahkan mana yang menjadi prioritas dalam perusahaan dan mana yang tidak," lanjut, Asisten Eki.Junot terdiam sambil memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing."Lilian, ternyata kehilanganmu sangat menyakitkan bagiku, tapi aku harus bangkit! Aku tidak mau terpuruk terus seperti ini!" tegasnya, dalam hati."Asisten Eki, apakah masih ada jadwal meeting untuk sore ini?" tanyanya, kepada asistennya. "Ada Tuan Muda, meeting sore ini terkait dengan kerjasama kita dengan perusahaan yang berasal dari China." ujarnya, menjelaskan."Siapkan mobil ke lokasi meeting. Kita berangkat sekarang," seru Junot."Tuan Muda, apa Anda yakin akan menghadiri meeting sore ini?" tanya Asisten Eki kepada Junot."Tentu saja! Ayo buruan nanti kit
Junot kembali ke kantor dengan wajah kusut. Dia benar-benar tidak bersemangat hari ini.Bahkan dirinya membiarkan Asisten Eki yang memimpin rapat kali ini, sementara dia hanya menjadi pendengar setia.Junot malah asyik melihat-lihat ponselnya yang berisikan foto Lilian.Asisten Eki memperhatikan tingkah Junot yang tidak fokus tersebut. Padahal ini adalah meeting yang sangat penting."Tuan Muda, bagaimana pendapat Anda tentang penjelasan saya tadi?" tanya Asisten Eki kepada Junot selaku CEO di perusahaan itu."Mantap dan ok banget! Saya sangat setuju, Asisten Eki! Silakan lanjutkan lagi meeting nya." seru Junot asal. Padahal sebenarnya dia tidak tahu sama sekali mengenai apa yang sedang dibahas di ruang meeting tersebut.Asisten Eki dan beberapa orang di ruang meeting itu seketika melongo mendengar jawaban Junot yang tidak nyambung sama sekali.Junot yang langsung tahu jika dia salah ngomong langsung berbicara lagi, "Apakah saya salah ngomong, ya?" Dia, malah balik bertanya."Maaf,
“Dahlia, gue ... gue sangat menyesal telah melakukan pemaksaan itu kepada Lilian! Gue khilaf! Gue juga sangat menyesalinya.Tolong sampaikan permohonan maaf gue kepada Lilian. Please, tolong bantu gue kali ini." lirih Junot, sambil memelas."Ha-ha-ha, Lo pikir Lilian akan semudah itu memaafkanmu? Tidak segampang itu! Saat ini dia sangat terluka dengan apa telah Lo lakukan, kepadanya!" cecar Dahlia."Untuk itu, Lo bantu gue, Dahlia. Please ... Lo tahu kan, gue sangat menyayangi Lilian.""Bulshit! Jika Lo memang benar-benar menyayanginya, Lo tidak mungkin memaksanya melakukan apa yang tidak dia sukai! Asal Lo tahu, Lilian sangat trauma saat ini! Dan semua gara-gara, Lo!" hardik Dahlia lagi."Sial! Sial! Sial!" Junot merutuki perbuatan jahatnya kepada Lilian."Dahlia, menurut Lo apa yang harus gue lakukan sekarang?""Gue nggak tahu dan nggak mau tahu lagi! saran gue cuma satu, tolong jangan dekati Lilian lagi, lupakan dirinya! Jangan buat dia semakin membenci Lo!" seru Dahlia lantang.
"Papa dan Mama, kok tega banget sih!" kesal Sherly dalam hatinya."Maafkan aku, Sherly. Untuk sementara aku belum bisa memperjuangkanmu." gumam Doan, dalam hati."Sudah, kita jangan memikirkan hal itu dulu. Untuk sementara aku akan fokus untuk membesarkan perusahanku, sehingga tidak ada satu pun yang menganggap ku remeh lagi! Termasuk keluargamu!" tegas, Doan.Keluarga Sherly memang tidak menyetujui hubungan Doan dan Sherly karena pria itu berasal dari keluarga sederhana, sementara keluarga Sherly tergolong berasal dari keluarga berada. Untuk itu, Doan telah bertekad untuk membalas perbuatan keluarga Sherly yang merendahkannya, dengan kesuksesan yang pelan-pelan mulai diraih olehnya saat ini."Ayo, aku antar kamu," ucap Doan kepada sang pacar."I ... ya, Doan." Keduanya pun meninggalkan apartemen itu dengan perasaan yang berkecamuk.Sepanjang perjalanan keduanya terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Tak terasa mobil sampai tepat di depan kantor Sherly."Doan, aku masuk du
Padahal sesungguhnya selama ini Tuan Alfonso tidak ke mana-mana, hanya berada di rumah Puput dan bermesraan terus dengannya.Lalu keduanya mengakhiri panggilan itu dengan hati bahagia. Karena apa yang mereka inginkan telah terwujud."Kecurigaanku tidak terbukti, ternyata Alfonso tidak curiga kepadaku. Dan mungkin saja Junot hanya sekedar bertanya tadi." Demikian spekulasinya.Sang nyonya lalu melangkah masuk ke dalam toilet kamarnya untuk membersihkan dirinya.Di apartemen Doan,Pagi pun tiba, Sherly terbangun dan mendapati dirinya hanya sendiri di atas ranjang. Namun bunyi gemericik air shower terdengar dari dalam kamar mandi. "Sepertinya, Doan sedang mandi." gumamnya, pelan.Sherly yang dulu sudah biasa berada di apartemen Doan, segera mengambil inisiatif sendiri untuk membersihkan dirinya di toilet yang berada di kamar tamu.Dia lalu meraih paper bag yang telah disediakan oleh Doan kepadanya dan membawa ke dalam kamar itu.Sesampai di dalam kamar, Sherly lalu masuk ke dalam toilet
Di Kediaman Rivaldo,"Tuan muda, tolong makanlah, dari tadi pagi Tuan belum makan." seru Asisten Eki kepada Junot."Gue mau tidur! Gue nggak lapar!" sahut Junot malas."Tapi Tuan muda, hari sudah semakin malam, nanti Anda bisa saja masuk angin." serunya, lagi."Gue nggak peduli!" jawab Junot. Saat ini dia malah sedang asyik memandang foto Lilian yang dulu diam-diam dirinya foto."Tuan muda, jika Anda tidak makan, terus bagaimana Anda bisa mengejar cinta Nona Lilian, lagi?" tukas Asisten Eki, menakut-nakuti Junot."Maksud Lo, apa ngomong gitu?" tanyanya."Iya Tuan muda, jika Anda tidak makan, pasti tubuh Anda akan merasa lemah. Itu berarti Anda tidak bisa masuk kantor dan terbaring di kamar." "Terus apa hubungannya dengan Lilian?""Tentu ada hubungannya Tuan muda. Jika Anda berbaring terus di dalam kamar. Tuan Doan pasti akan semakin dekat dengan Nona Lilian. Apakah Anda mau jika itu terjadi?" tutur Asisten Eki lagi.Junot mulai berpikir jika apa yang dikatakan oleh sang asisten itu a
"Hanya perasaan kita saja yang sudah berbeda sekarang," lirih Sherly dengan wajah sedih."Masaklah sesukamu, aku pasti akan memakannya." sahut Sherly, lagi. Lalu dia duduk di mini bar yang ada di dapur Doan sambil menunggunya selesai memasak.Doan sejenak terdiam mendengar penuturan Sherly itu. Dia mencoba kembali menguasai dirinya dan mulai memasak masakan andalannya yang selalu gadis itu sukai.Setelah berkutat lama di dapur, akhirnya Doan selesai memasak.Dia lalu menata hasil masakannya di sebuah mini bar yang ada di dapurnya."Makanlah, selagi masih panas," seru Doan. Tak lupa dia menuangkan segelas air putih ke dalam gelas.Keduanya pun makan dalam diam, hanya terdengar suara dentingan sendok dan garpu yang sedang berlomba di atas piring keduanya."Rasa masakanmu tetap sama, aku tetap menyukainya." ujar Sherly memuji hasil masakan Doan yang memang sangat enak itu."Oh, ya? Jika kamu mau, kamu bisa mampir ke sini, kalau-kalau saja kamu merindukan masakanku," tawar Doan kepada Sh
Kedua bersaudara itu pun saling berpelukan pertanda mereka saling menguatkan. Ditengah berbagai masalah yang menderanya.Di Kediaman Rivaldo,Junot terbangun dari tidurnya dan melihat kondisi tangannya yang sudah terpasang selang infus.Dokter Adi dan Asisten Eki terlihat sedang tertidur di sofa. Tadi malam Junot mengamuk lagi. Asisten Eki terpaksa kembali menelepon dokter Adi untuk kembali memeriksa Junot. Dan karena takut sang bos kembali mengamuk, Asisten Eki pun meminta dokter Adi untuk menginap saja. Alhasil keduanya tidur di sofa kamar Junot saat ini.Junot melirik jam di dinding kamarnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi."Shit! Gue kok baru bangun! Padahal pagi ini gue harus menghadiri meeting penting." Asisten Eki juga terbangun diikuti oleh dokter Adi yang juga ikut bangun."Selamat pagi, Tuan Muda. Bagaimana keadaan Anda, pagi ini?" tanya dokter Adi."Sudah mendingan, dok." jawab Junot dingin."Tapi kenapa ya, dok? Badan saya terasa sakit semua?" tanyanya lagi.