"Hi-hi-hi, sudah ah, Pak! Wajah Bapak sangat aneh sekarang!" lirihnya sambil menahan tawanya."Lho kok jadi aneh? Bukannya wajah saya terlihat lebih lucu?" "Menurut saya aneh, Pak. Soalnya kan, Bapak terkenal sebagai dosen killer di seantero kampus ini.""Oups! Aku keceplosan," lirihnya, kembali."Ma ... maaf, Pak." sesal, Dahlia. Takut dosennya itu, menjadi marah."Saya tidak marah kok jika semua mahasiswa berpikiran jika saya adalah dosen galak. Justru saya bangga ternyata image yang saya bangun, berhasil!" "Maksud Bapak, apa?" tanya Dahlia, bingung."Sekarang saya tanya kamu, setelah kamu bersama saya beberapa jam yang lalu. Apakah menurut kamu, saya ini orang yang kejam?" Dahlia kembali berpikir ternyata apa yang dikatakan Pak Andi ada benarnya juga. Dia sama sekali tidak kejam dan pemarah seperti yang dirinya selalu tampilkan di depan kelas."Bapak terlihat lebih ramah sih, menurut saya." seru, Dahlia."Yap! Seratus untuk kamu! Yuk, ah! Kita makan siang dulu, cacing-cacing dala
Lilian segera mengalihkan pandangannya dari Junot. Dia pun segera berkata,"Puput, meja kita di mana?" tanyanya, kepada sahabatnya. "Lilian, kita pindah cafe saja, yuk?" ajaknya.Puput seakan tahu jika sahabatnya itu agak down melihat Junot sedang bersama dengan gadis lain."Lho kenapa, Put? Kita makan di sini, saja." Kali ini, Harjo yang baru dari toilet yang angkat bicara.Namun Harjo baru tahu jika Junot dan Sherly juga berada di kafe itu, saat mereka sudah duduk. Dia melihat raut wajah Lilian yang tadi ceria berubah menjadi kusut."Lilian, apakah sebaiknya kita pindah kafe saja?" tutur Harjo tak enak hati."Nggak usah, deh. Kita di sini saja." jawab Lilian mencoba untuk biasa saja dan tidak terganggu dengan keberadaan Junot, di kafe itu."Iya, nih. Kita jadi nggak enak nih, sama kamu,Lil." seru Puput."Aku baik-baik saja, kok. Ya udah yuk, kalian mau pesan apa?" ujar Lilian."Beneran nih, Lilian. Kamu nggak apa-apa?"Puput mencoba mengerti perasaan sahabatnya."Ya iyalah, beneran
Dialah, Tuan Alfonso. Pria tua itu bahkan mengeluarkan banyak tisu untuk membersihkan mobilnya yang dipenuhi cairannya sendiri.Sementara Harjo mulai merapikan kembali baju dan celana Puput yang berantakan karena ulahnya."Harjo! Gara-gara kamu, nih! Aku harus mandi di siang ini." lirih Puput manja."Tapi kamu suka kan, Sayang?" goda Harjo."Ih ... apaan! Nggak, ya!" tutur Puput."Buktinya kamu mengerang keenakan dengan permainan jari-jariku, Sayang!" ujarnya, lalu membuka pintu mobil untuk Puput. Dan melajukan mobil menuju apartemen gadis itu untuk melanjutkan kegiatan panas mereka.Sementara Tuan Alfonso, terlihat masih membersihkan mobilnya."Sepertinya mobil ini perlu dibersihkan." Dia lalu menelpon Asisten Eki untuk menjemputnya di parkiran mall itu.Pria tua itu masih membayangkan kegiatan panas dua anak muda tadi, yang membuatnya merasakan kembali jiwa mudanya yang mulai berkobar. Namun sayangnya, Tuan Alfonso tidak begitu melihat dengan jelas wajah keduanya karena sang pria se
"Tidak perlu, Papa hanya kangen sama cucu." Tuan Alfonso pun beralasan, kangen kepada cucunya."Oh ya, apakah Mama masih mengganggu kehidupan kalian?""Nggak kok, Pa. Mama sudah tidak pernah mengganggu kami lagi," jawab Dewi sambil tersenyum.Padahal sebenarnya Nyonya Belva masih saja meneror kehidupan mereka. Terlebih terhadap dirinya. Minggu lalu Dewi hampir ditabrak mobil yang sedang melaju kencang. Untung saja Ferdin, sang suami langsung tanggap menarik tubuhnya. Jika tidak mungkin dirinya sudah tiada, tepat di depan sang suami.Nyonya Belva sama sekali tidak merestui pernikahan mereka, karena Dewi adalah bekas pembantu di rumah kediaman Rivaldo. Padahal Dewi bekerja sebagai pembantu rumah tangga sambil menyelesaikan pendidikannya di bangku kuliah. Hal itulah yang membuat Ferdin semakin terpesona dengan kecantikan dan kecerdasan yang dimiliki oleh Dewi."Kamu kok nggak jujur sama Papa? Ferdin sudah menceritakan semua kejadian, di mana kamu hampir tertabrak," tukas sang ayah mertu
"Ha-ha-ha bahkan kamu sudah membicarakan tentang anak! Menarik! Sungguh sangat menarik!" Tuan Alfonso, malah tertawa lepas saat ini.Dia tidak pernah berpikir jika gadis di depannya ini sungguh sangat dewasa pemikirannya."Sa ... saya hanya ingin mengutarakan apa yang ada di hati saya, Tuan. Tetapi keputusan tetap ada di tangan, Anda," ujar Dela sambil menundukkan kepalanya."Kenapa kamu bisa seberani itu mengatakan ingin menikah dengan saya?" tanya Tuan Alfonso lagi."Sa ... saya masih suci, Tuan. Saya masih seorang gadis perawan yang tidak pernah sekalipun melakukan hubungan suami istri sebelumnya. Apakah salah, jika saya menggantungkan harapan memiliki satu keluarga yang utuh dan diakui oleh negara dan agama?" isaknya tiba-tiba.Hati Tuan Alfonso menjadi terenyuh seketika mendengar semua pengakuan Dewi. Dia mulai berpikir keras saat ini.Akan tetapi Tuan Alfonso sudah terlanjur kecewa dengan Nyonya Belva yang berani-beraninya bermain api dengannya.Sementara Dela terus menunduk men
"Alfonso, aku sudah nggak sanggup lagi." lirihnya kepada suaminya."Maaf ...." tuturnya lagi. Hampir satu jam Tuan Alfonso terus mengembara di atas tubuh Dela tanpa memasukinya membuat gadis itu menjadi benar-benar kelelahan."Ha-ha-ha, baru segini kemampuanmu?" ejeknya, kepada Dela."Ma ... maaf, Alfonso. Ini hal baru bagiku. Biarkan aku pelan-pelan belajar, ya?" "Ha-ha-ha-ha, memangnya permainan ranjang harus dipelajari?" tanyanya, lagi."Bagiku, harus. Karena hal semacam ini baru untukku, Alfonso." ucap Dela lemah."Ha-ha-ha-ha, kamu sungguh sangat lucu Dela!" Tuan Alfonso lalu melangkah menjauh dari ranjang dengan tubuh telanjangnya.Tuan Alfonso lalu mengambil segelas air putih dan memberikannya kepada istri mudanya itu."Minumlah, setelah ini kamu akan merasakan nikmatnya surga dunia!" ujar suaminya.Setelah itu, tanpa menunggu lama, Tuan Alfonso mulai menindih tubuh polos Dela. Lalu mencoba menghujamkan alat tempurnya ke dalam gua sempit milik Dela yang masih suci.Tuan Alfons
Suatu ketika, Tuan Abian memanggil Noah untuk bertemu dengannya di kediaman Mahesa. "Papa ngapain, sih! Setiap kali aku mau menemui Dahlia. Papa selalu mengganggu!" Namun Tuan Abian tidak menggubris perkataan putranya, Noah. Dia lalu meletakkan sebuah kotak cincin di hadapan sang putra. "Sematkan cincin ini, di jari manis Dahlia." ucapnya tegas. "Ini cincin apa, Pa?" tanya Noah penasaran. Karena dia baru tahu cincin yang sangat unik yang disimpan oleh ayahnya. "Ini cincin leluhur Keluarga Mahesa. Dulu Omamu memberikan cincin ini kepada Mama mu. Untuk itu, Papa memintamu sekarang untuk menyematkan cincin ini, pada jemari Dahlia. Sebagai tanda pengikat di antara kalian berdua." sedihnya. "Terima kasih, Papa!" Lalu Noah pun memeluk ayahnya dengan erat. "Ajaklah dia ke makam Mama. Sematkan cincin itu di jari manisnya, tepat di depan batu nisannya. Apakah kamu mengerti?" Baik, Papa!" sahut Noah bahagia. "Pergilah! Temui gadis itu!" ujar Tuan Abian. Noah yang senang
Noah menatap Dahlia dengan wajah penuh harap. Lalu gadis itupun berkata,"Mas Noah ... ini terlalu tiba-tiba untukku. Aku masih muda, aku juga masih kuliah.""Dahlia, aku bukannya ingin menikahimu sekarang, besok atau lusa, Sayang! Tapi cincin ini sebagai pengikat cintaku kepadamu. Please ... coba berpikirlah lagi." ujarnya, memelas.Noah mencoba mengulang kembali perkataannya."Dahlia Rukmini, maukah kamu menjadi pendamping hidupku, kelak?" harapnya, dengan sepenuh hati.Dahlia terlihat menghela napasnya panjang. Lalu dia pun menganggukkan kepalanya dan Noah melihat itu."Apakah itu artinya, ya ... Sayang?" tanyanya, dengan wajar berbinar."Iya, Mas. Aku terima lamaranmu," jawab Dahlia sambil meneteskan air matanya.Gadis itu merasa sangat diistimewakan oleh Noah saat ini.Mendengar jawaban dari kekasihnya, Noah pun dengan cepat meraih jemari Dahlia dan menyematkan cincin itu di jari manisnya. Setelah itu, Noah berdiri lalu memeluk Dahlia dengan erat."Terima kasih, Sayang ..." ucap
"Cepat katakan di mana alamat rumah bordil itu berada!" teriak, Asisten Eki.Keduanya terdiam dan saling melirik. "Kami tidak tahu apa-apa, Tuan." ujar keduanya, takut."Oh, jadi kalian tidak mau jujur juga?" tanyanya, tajam."Pengawal, hajar mereka!" Beberapa orang mulai memberi pelajaran bagi keduanya karena memilih untuk diam. Namun salah satu dari antara mereka, mulai menyerah."Tuan, tolong jangan pukul saya lagi. Saya mau jujur tentang semuanya," lirihnya, sambil menahan sakitnya pukulan-pukulan dari para pengawal itu.Lalu dengan cepat, orang itu memberitahukan di mana alamat rumah bordil itu berada.Asisten Eki segera mencatat alamat yang mereka katakan."Coba jelaskan secara detail, di mana letaknya dan bisnis itu khusus untuk siapa?" tanya Asisten Eki, lagi.Karena sudah kepalang basah, keduanya pun kembali jujur.Salah satu diantara mereka, mengatakan jika rumah bordir itu, berada di salah satu perumahan mewah sehingga tidak ada yang curiga jika di dalamnya ada perbudakan
"Cih! Tapi kan gue baru kali ini gue nggak fokusnya!" ujar Junot mencoba membela diri."Justru karena Anda berubah seperti ini, makanya mereka menjadi berubah juga Tuan Muda." tutur Asisten Eki."Makanya tadi saya katakan tolong Anda bisa memilah-milah dan bisa memisahkan mana yang menjadi prioritas dalam perusahaan dan mana yang tidak," lanjut, Asisten Eki.Junot terdiam sambil memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing."Lilian, ternyata kehilanganmu sangat menyakitkan bagiku, tapi aku harus bangkit! Aku tidak mau terpuruk terus seperti ini!" tegasnya, dalam hati."Asisten Eki, apakah masih ada jadwal meeting untuk sore ini?" tanyanya, kepada asistennya. "Ada Tuan Muda, meeting sore ini terkait dengan kerjasama kita dengan perusahaan yang berasal dari China." ujarnya, menjelaskan."Siapkan mobil ke lokasi meeting. Kita berangkat sekarang," seru Junot."Tuan Muda, apa Anda yakin akan menghadiri meeting sore ini?" tanya Asisten Eki kepada Junot."Tentu saja! Ayo buruan nanti kit
Junot kembali ke kantor dengan wajah kusut. Dia benar-benar tidak bersemangat hari ini.Bahkan dirinya membiarkan Asisten Eki yang memimpin rapat kali ini, sementara dia hanya menjadi pendengar setia.Junot malah asyik melihat-lihat ponselnya yang berisikan foto Lilian.Asisten Eki memperhatikan tingkah Junot yang tidak fokus tersebut. Padahal ini adalah meeting yang sangat penting."Tuan Muda, bagaimana pendapat Anda tentang penjelasan saya tadi?" tanya Asisten Eki kepada Junot selaku CEO di perusahaan itu."Mantap dan ok banget! Saya sangat setuju, Asisten Eki! Silakan lanjutkan lagi meeting nya." seru Junot asal. Padahal sebenarnya dia tidak tahu sama sekali mengenai apa yang sedang dibahas di ruang meeting tersebut.Asisten Eki dan beberapa orang di ruang meeting itu seketika melongo mendengar jawaban Junot yang tidak nyambung sama sekali.Junot yang langsung tahu jika dia salah ngomong langsung berbicara lagi, "Apakah saya salah ngomong, ya?" Dia, malah balik bertanya."Maaf,
“Dahlia, gue ... gue sangat menyesal telah melakukan pemaksaan itu kepada Lilian! Gue khilaf! Gue juga sangat menyesalinya.Tolong sampaikan permohonan maaf gue kepada Lilian. Please, tolong bantu gue kali ini." lirih Junot, sambil memelas."Ha-ha-ha, Lo pikir Lilian akan semudah itu memaafkanmu? Tidak segampang itu! Saat ini dia sangat terluka dengan apa telah Lo lakukan, kepadanya!" cecar Dahlia."Untuk itu, Lo bantu gue, Dahlia. Please ... Lo tahu kan, gue sangat menyayangi Lilian.""Bulshit! Jika Lo memang benar-benar menyayanginya, Lo tidak mungkin memaksanya melakukan apa yang tidak dia sukai! Asal Lo tahu, Lilian sangat trauma saat ini! Dan semua gara-gara, Lo!" hardik Dahlia lagi."Sial! Sial! Sial!" Junot merutuki perbuatan jahatnya kepada Lilian."Dahlia, menurut Lo apa yang harus gue lakukan sekarang?""Gue nggak tahu dan nggak mau tahu lagi! saran gue cuma satu, tolong jangan dekati Lilian lagi, lupakan dirinya! Jangan buat dia semakin membenci Lo!" seru Dahlia lantang.
"Papa dan Mama, kok tega banget sih!" kesal Sherly dalam hatinya."Maafkan aku, Sherly. Untuk sementara aku belum bisa memperjuangkanmu." gumam Doan, dalam hati."Sudah, kita jangan memikirkan hal itu dulu. Untuk sementara aku akan fokus untuk membesarkan perusahanku, sehingga tidak ada satu pun yang menganggap ku remeh lagi! Termasuk keluargamu!" tegas, Doan.Keluarga Sherly memang tidak menyetujui hubungan Doan dan Sherly karena pria itu berasal dari keluarga sederhana, sementara keluarga Sherly tergolong berasal dari keluarga berada. Untuk itu, Doan telah bertekad untuk membalas perbuatan keluarga Sherly yang merendahkannya, dengan kesuksesan yang pelan-pelan mulai diraih olehnya saat ini."Ayo, aku antar kamu," ucap Doan kepada sang pacar."I ... ya, Doan." Keduanya pun meninggalkan apartemen itu dengan perasaan yang berkecamuk.Sepanjang perjalanan keduanya terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Tak terasa mobil sampai tepat di depan kantor Sherly."Doan, aku masuk du
Padahal sesungguhnya selama ini Tuan Alfonso tidak ke mana-mana, hanya berada di rumah Puput dan bermesraan terus dengannya.Lalu keduanya mengakhiri panggilan itu dengan hati bahagia. Karena apa yang mereka inginkan telah terwujud."Kecurigaanku tidak terbukti, ternyata Alfonso tidak curiga kepadaku. Dan mungkin saja Junot hanya sekedar bertanya tadi." Demikian spekulasinya.Sang nyonya lalu melangkah masuk ke dalam toilet kamarnya untuk membersihkan dirinya.Di apartemen Doan,Pagi pun tiba, Sherly terbangun dan mendapati dirinya hanya sendiri di atas ranjang. Namun bunyi gemericik air shower terdengar dari dalam kamar mandi. "Sepertinya, Doan sedang mandi." gumamnya, pelan.Sherly yang dulu sudah biasa berada di apartemen Doan, segera mengambil inisiatif sendiri untuk membersihkan dirinya di toilet yang berada di kamar tamu.Dia lalu meraih paper bag yang telah disediakan oleh Doan kepadanya dan membawa ke dalam kamar itu.Sesampai di dalam kamar, Sherly lalu masuk ke dalam toilet
Di Kediaman Rivaldo,"Tuan muda, tolong makanlah, dari tadi pagi Tuan belum makan." seru Asisten Eki kepada Junot."Gue mau tidur! Gue nggak lapar!" sahut Junot malas."Tapi Tuan muda, hari sudah semakin malam, nanti Anda bisa saja masuk angin." serunya, lagi."Gue nggak peduli!" jawab Junot. Saat ini dia malah sedang asyik memandang foto Lilian yang dulu diam-diam dirinya foto."Tuan muda, jika Anda tidak makan, terus bagaimana Anda bisa mengejar cinta Nona Lilian, lagi?" tukas Asisten Eki, menakut-nakuti Junot."Maksud Lo, apa ngomong gitu?" tanyanya."Iya Tuan muda, jika Anda tidak makan, pasti tubuh Anda akan merasa lemah. Itu berarti Anda tidak bisa masuk kantor dan terbaring di kamar." "Terus apa hubungannya dengan Lilian?""Tentu ada hubungannya Tuan muda. Jika Anda berbaring terus di dalam kamar. Tuan Doan pasti akan semakin dekat dengan Nona Lilian. Apakah Anda mau jika itu terjadi?" tutur Asisten Eki lagi.Junot mulai berpikir jika apa yang dikatakan oleh sang asisten itu a
"Hanya perasaan kita saja yang sudah berbeda sekarang," lirih Sherly dengan wajah sedih."Masaklah sesukamu, aku pasti akan memakannya." sahut Sherly, lagi. Lalu dia duduk di mini bar yang ada di dapur Doan sambil menunggunya selesai memasak.Doan sejenak terdiam mendengar penuturan Sherly itu. Dia mencoba kembali menguasai dirinya dan mulai memasak masakan andalannya yang selalu gadis itu sukai.Setelah berkutat lama di dapur, akhirnya Doan selesai memasak.Dia lalu menata hasil masakannya di sebuah mini bar yang ada di dapurnya."Makanlah, selagi masih panas," seru Doan. Tak lupa dia menuangkan segelas air putih ke dalam gelas.Keduanya pun makan dalam diam, hanya terdengar suara dentingan sendok dan garpu yang sedang berlomba di atas piring keduanya."Rasa masakanmu tetap sama, aku tetap menyukainya." ujar Sherly memuji hasil masakan Doan yang memang sangat enak itu."Oh, ya? Jika kamu mau, kamu bisa mampir ke sini, kalau-kalau saja kamu merindukan masakanku," tawar Doan kepada Sh
Kedua bersaudara itu pun saling berpelukan pertanda mereka saling menguatkan. Ditengah berbagai masalah yang menderanya.Di Kediaman Rivaldo,Junot terbangun dari tidurnya dan melihat kondisi tangannya yang sudah terpasang selang infus.Dokter Adi dan Asisten Eki terlihat sedang tertidur di sofa. Tadi malam Junot mengamuk lagi. Asisten Eki terpaksa kembali menelepon dokter Adi untuk kembali memeriksa Junot. Dan karena takut sang bos kembali mengamuk, Asisten Eki pun meminta dokter Adi untuk menginap saja. Alhasil keduanya tidur di sofa kamar Junot saat ini.Junot melirik jam di dinding kamarnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi."Shit! Gue kok baru bangun! Padahal pagi ini gue harus menghadiri meeting penting." Asisten Eki juga terbangun diikuti oleh dokter Adi yang juga ikut bangun."Selamat pagi, Tuan Muda. Bagaimana keadaan Anda, pagi ini?" tanya dokter Adi."Sudah mendingan, dok." jawab Junot dingin."Tapi kenapa ya, dok? Badan saya terasa sakit semua?" tanyanya lagi.