Bunyi peluru di udara entah sudah terdengar berapa kali sejak tadi. Belum lagi suara teriakan yang terus-menerus memecahkan konsentrasi. Hiruk pikuk kota sama sekali tidak peduli dengan dua mobil hitam yang terus berkejaran sejak tadi. Entah sudah berapa kilometer mereka habiskan untuk hal itu.
“Belok kanan, Gale!” teriak Ben sembari menunjuk pertigaan di depan mereka.
Pria bernama Gale itu langsung membelokkan kemudi dengan cepat. Sesuai dengan instruksi sahabatnya. Mobil di belakang mereka juga ikut membelok dengan akurat. Seperti bisa membaca gerakan mobil ini.
Jalanan yang mereka lewati cukup ramai. Gale harus pintar-pintar menyesuaikan diri agar mobilnya bisa melaju dengan cepat dan tanpa hambatan. Begitu ada sedikit celah, ia tidak akan menyia-nyiakannya. Langsung bermanuver dengan gerakan yang begitu memesona. Skill mengemudinya memang sudah terlihat sejak pertama kali ia mencuri pakai mobil milik ayahnya.
“Coba tembak, Ben!” Gale menginstruksikan. Sesekali ia melirik kaca spion.
Tanpa banyak tanya, Ben menjulurkan kepala ke luar jendela. Berusaha untuk menembak mobil di belakang mereka. Namun, pelurunya meleset. Mobil itu sudah bergerak cepat untuk menghindar. Karena tidak ingin mengambil risiko dirinya yang tertembak, Ben kembali menarik kepalanya untuk masuk.
“Sial! Meleset!” ujar Ben dengan kesal.
Di depan mereka ada pertigaan lagi. Gale membuat gerakan tipuan. Mobilnya dibuat seolah-olah akan mengambil jalan lurus. Namun, di detik-detik terakhir, dengan cepat ia membanting setir ke kiri. Rupanya hal itu berhasil. Terbukti dengan mobil musuh mereka yang mengambil jalan tengah dan melaju dengan kencang.
“Untuk sementara, kita aman. Kita harus menjauh secepat mungkin,” ujar Gale menghela napas lega.
Ben mengangguk dan setuju dengan sahabatnya.
Mobil keluaran terbaru itu tampak masih mengilap. Meski bagian belakangnya sudah lecet sedikit akibat peluru yang tadi sempat dilontarkan oleh musuh mereka. Namun, kehebatan mobil ini memang tidak perlu diragukan lagi. Kacanya yang antipeluru membuat mereka sedikit lebih aman.
“Kita ke jalan raya saja,” usul Ben. Ketegangan di wajahnya pun sedikit mengendur.
Setidaknya, sekarang mereka bisa sedikit menghirup napas lega. Gale membelokkan mobil menuju jalan raya sesuai usul Ben. Itu adalah salah satu dari taktik agar sulit ditemukan oleh musuh. Lebih sulit dikejar juga, mengingat di jalanan banyak kendaraan lain.
Akan tetapi, rupanya dewa keberuntungan belum sepenuhnya berpihak pada mereka. Karena tidak lama setelah itu, mobil yang sejak tadi mengejar kembali terlihat.
“Sial!” seru Gale begitu menyadari kalau mereka kembali dikejar.
“Rupanya mereka lebih pintar dibanding yang kita kira,” tambah Ben. Tampak kepasrahan terpancar di wajahnya. Ternyata ini semua tidak semudah yang mereka kira.
Gale mengiyakan. “Seharusnya kita memang tidak bisa meremehkan kaki tangan dari orang yang paling kejam di dunia.” Tangannya mencengkeram kemudi dengan lebih kuat.
Tanpa pikir panjang, Gale kembali menginjak pedal gas dalam-dalam. Jarum penunjuk kecepatan langsung bergerak cepat ke arah kanan. Ben sampai harus berpegangan agar bisa menahan dirinya dari sentakan hebat yang baru saja terjadi.
Jalanan yang cukup lengang membuat pengejar mereka memiliki peluang yang bagus. Terbukti dengan jarak mereka yang tidak lagi terlalu jauh. Gale masih berusaha untuk meliuk-liuk di antara kendaraan lain.
“Awas!” teriak Ben ketika melihat ada sebuah truk besar di depan mereka.
Dengan cepat, Gale langsung membanting setir. Beruntung, ia bisa menguasai jalanan dengan cepat. Namun, di perempatan jalan, tiba-tiba lampu berubah jadi merah. Gale yang terkejut langsung menginjak pedal rem.
Ini bukan masalah taat lalu lintas, biasanya ia akan langsung menerobos lampu merah begitu saja. Namun, kali ini ada segerombolan anak kecil yang sedang menyeberang jalan. Karena berada di jalur paling kiri, mau tidak mau, Gale harus mengerem. Kalau tidak, anak-anak ini bisa tertabrak olehnya.
“Kenapa harus sekarang, sih?” seru Ben frustrasi. Tangannya terangkat ke udara untuk kemudian dihempaskan lagi dengan cepat.
Merasa seruannya tidak mendapatkan perhatian, Ben langsung menoleh. Di sampingnya, Gale sudah diam terpaku. Nyaris tidak bergerak. Seperti patung membeku. Sudah kaku, semakin kaku saja. Membuat kening Ben jadi mengerut karena heran.
“Gale.” Ben berusaha melambai-lambaikan tangan di depan wajah Gale. Sembari sesekali melongok ke spion untuk mengukur jarak mereka dan mobil musuh.
“Sial! Mereka sudah semakin dekat!” maki Ben seperti pada dirinya sendiri.
Sementara itu, Gale masih diam terpaku di tempat. Matanya menatap lurus menembus kaca depan mobil. Di zebra cross sana beberapa anak berbaris menuju ke seberang jalan. Namun, bukan itu yang berhasil menyita perhatiannya. Melainkan seorang gadis yang sedang mengatur anak-anak itu.“Ayo, anak-anak.” Sang gadis tampak memberikan instruksi agar anak-anak mulai berjalan.Rambut panjang gadis itu dibiarkan terurai begitu saja. Tampak terayun-ayun dengan indah. Belum lagi ditambah dengan caranya mengarahkan anak-anak. Meski terlihat sedikit kesulitan, ia tetap tersenyum dengan manis. Jiwa keibuan terpancar dari sosoknya.Benar-benar sihir yang hebat untuk seorang Gale. Ia sampai lupa diri kalau mereka sedang dikejar-kejar oleh musuh sekarang. Pesona yang sangat kuat dari seorang pengasuh anak-anak di tengah jalan. Bahkan Gale merasa dunianya seperti berhenti sekarang. Tidak ada yang bergerak, bahkan detak jantungnya sendiri.“Seperti m
Arizona, 1984Hujan mengguyur kota sejak dua jam yang lalu. Hawa dinginnya terasa begitu menusuk tulang. Jalanan juga terlihat lebih lengang dibanding biasanya. Sepertinya orang-orang enggan untuk pergi keluar rumah. Penghangat ruangan memang lebih baik dibanding dinginnya jalanan. Hanya mereka yang memiliki kepentingan mendesak yang terpaksa harus ada di jalanan.“Kate, kau belum pulang?” tanya rekan kerjanya sembari mengunci pintu.Kate masih berdiri di depan toko. Memandang titik-titik air hujan yang turun bersusulan sejak tadi. “Aku masih menunggu hujan reda,” jawabnya.“Kenapa tidak naik angkutan umum saja?” Rekan kerjanya menunjuk sebuah bus yang melaju pelan di depan mereka. Bus kota itu terlihat kosong. Hanya ada beberapa orang di dalamnya.Hanya gelengan kepala yang diberikan oleh Kate sebagai jawaban. Ia bisa saja naik bus malam ini dan duduk dengan santai di dalamnya. Namun, uang yang ada di k
“Eh, siapa in ....” Kate merasa kesulitan untuk bernapas karena tiba-tiba dari belakang ada yang membekap mulutnya. Bukan hanya itu, Kate merasa dirinya ditarik oleh sosok tak dikenal itu.Bukannya tidak melawan, Kate malah berusaha untuk melepaskan diri dengan cara menendang-nendang. Sayangnya, orang di belakangnya yang entah siapa itu seperti memiliki kekuatan super. Sama sekali tidak terpengaruh oleh pemberontakan yang dilakukan oleh Kate.“Diam!” Suara di belakang Kate terdengar berat dan kasar.Tangan besar yang menutupi wajah Kate cukup membuatnya hampir kehabisan oksigen. Bahkan pandangannya pun sudah mulai berkunang-kunang. Malam yang gelap dan mencekam semakin terasa menakutkan. Kate melihat bulan di atas sana bergerak mengikuti gerakannya yang terus diseret oleh penculiknya.Entah akan dibawa ke mana ia. Yang pasti, mereka terus menjauh dari jalanan utama. Bahkan sekarang kaki Kate sudah tidak lagi menapak ke tanah. Ia se
Keluar kandang harimau, masuk ke kandang singa.Kate bahkan tidak menyadari saat tubuhnya menabrak sesuatu dan membuatnya jatuh terjerembap ke tanah. Setelah beberapa detik, barulah ia tahu kalau keadaan sangat tidak berpihak padanya. Di depan sana, menjulang sosok raksasa yang sama besar dengan raksasa sebelumnya. Ditambah wajahnya juga tak kalah menyeramkan.Untuk menghadapi satu orang saja Kate kewalahan. Apalagi dua. Dunia benar-benar terasa mengerikan sekarang. Ia tidak bisa lagi berpikir jernih atau berusaha untuk berpikir positif. Yang ada di pikirannya sekarang adalah bayangan hal-hal yang tidak menyenangkan.“Berhenti di sana!” Kate mencoba memberi peringatan pada lelaki kedua agar tidak mendekat.Sayangnya, peringatan itu hanya dibalas dengan seringai. “Tidak perlu berteriak-teriak. Kita bisa mengobrol dengan lebih akrab,” ucapnya.Kate menoleh. Di ujung sana, lelaki yang pertama sedang berdiri sembari tersenyum. A
Di dalam mobil, Ben merasa risau. Setiap gerakan Gale di luar sana terasa lambat sekali. Sementara mobil musuh mereka sudah semakin mendekat. Hanya tinggal berbicara detik. Semuanya bisa berakhir begitu saja.Akhirnya, Ben memberanikan diri untuk membuka kaca jendela dan menjulurkan kepala ke luar. Sebenarnya ia tahu apa konsekuensi dari tindakannya ini. Tentu saja hal itu memberikan kesempatan pada musuh untuk memecahkan kepalanya. Namun, sekarang tidak ada yang bisa dilakukan selain hal itu. Pasalnya, ia juga tidak bisa keluar dari mobil. Lebih berbahaya.“Gale! Cepat!” teriak Ben dari jendela.Di jalur lain, kendaraan terlihat memadati jalanan. Suara mesin-mesin kendaraan menelan suara Ben begitu saja. Jangankan sampai ke telinga Gale, dari jarak satu meter saja suaranya sudah tidak terdengar. Entah terbawa angin ke sebelah mana. Yang pasti, ada atau tidak teriakannya, sama sekali tidak memengaruhi Gale.Lihatlah! Pemuda itu malah berjalan
Musuh mereka tidak bisa mengejar karena terhalang oleh kendaraan lain. Hal ini tentu menguntungkan sekali karena mereka bisa menghilangkan jejak.“Kau memang sudah gila, Gale,” ujar Ben setelah keadaan sudah cukup stabil.Mobil yang mereka naiki meluncur dengan mulus di jalan bebas hambatan. Ben dengan cepat membanting setir untuk segera keluar jalur tadi. Menyelamatkan nyawa mereka dan juga nyawa orang lain karena tindakan mereka yang melawan arus.“Aku? Gila?” Gale tampak tidak mengerti dengan kalimat sahabatnya itu. Terbukti dengan kerutan di keningnya yang menunjukkan kebingungan.Ben masih tetap fokus menyetir. Namun, ia masih sempat untuk melirik orang yang duduk di sampingnya. “Saat sedang dikejar musuh, malah terpesona pada seorang gadis di tengah jalan. Apa namanya kalau bukan gila?”“Oh itu.” Gale tertawa kecil.Pemuda itu menyenderkan siku di kaca mobil. Kemudian menopang kepalanya m
Jawaban Ben kembali mengundang tawa Gale. Ia tahu kalau sahabatnya itu sedang kesal. Ia sangat memaklumi hal itu.Lagi pula siapa yang tidak akan panik ketika peluru musuh berdesing di udara. Terlambat satu detik saja bisa fatal akibatnya. Atau gerakan yang salah juga bisa membahayakan nyawa.“Tapi kita tidak pernah tahu kapan dan pada siapa kita jatuh cinta,” sahut Gale yang tiba-tiba berubah menjadi seperti pujangga.“Tapi tidak harus ketika dikejar musuh juga, kan?” Ben memberikan penekanan pada kata musuh. Seolah ingin menyadarkan Gale bahwa situasi yang mereka hadapi barusan tidak main-main.Wajah Ben yang bersungut-sungut terlihat lucu sekali di mata Gale. Ia tidak bisa berhenti tertawa sejak tadi. Semakin Ben terlihat serius, semakin ia tidak kuasa menahan gejolak di perut. Menggelikan.“I know, Dude. Tapi, ah sudahlah. Kau memang harus merasakan sendiri untuk tahu seperti apa rasanya.” Gale memil
Arizona, 1985Ketika Frank dan Jam sedang mengobrol dengan dokter. Tiba-tiba terdengar suara gaduh di belakang. Mereka menoleh bersamaan. Tiga orang tenaga kesehatan sedang mendorong brankar dengan cepat menuju ke arah mereka. Di atas brankar tergolek seorang wanita hamil yang sepertinya juga akan melahirkan.Akan tetapi, sepertinya wanita itu sendirian. Tidak ada tanda-tanda suami atau keluarga yang mendampingi. Hanya ada petugas rumah sakit yang mengantar.“Dok, pasien harus masuk meja operasi. Kami tidak bisa melakukan persalinan secara normal,” ucap salah seorang tenaga kesehatan menghampiri dokter. Sementara dua orang temannya masih memegangi brankar.“Bawa masuk segera dan siapkan operasi. Sebentar lagi saya menyusul.” Sang dokter menjawab dengan cepat tanpa pikir panjang.Frank dan Jam hanya terdiam menyaksikan apa yang sedang terjadi. Frank sempat melirik seorang ibu muda yang tergolek tak berdaya di atas br