“Jadi, mereka kembar? Astagaa kenapa aku bodoh ya. Bagaimana mungkin satu orang memiliki dua kepribadian yang berbeda! Tapi ada juga yang seperti itu. Lalu bagaimana kalau aku bertemu dengan Senior nanti” Yukie merasa malu karena sikapnya yang selalu marah-marah kepada Daisuke karena ketidak tahuannya.
Setelah selesai memberskan buku yang berserakan di lantai Yukie bergegas masuk ke kelas karena jam pelajaran akan di mulai. “Perhatain semuanya, untuk tugas biologi kalian harus berkelompok. Satu grub terdiri dari 3 siswa dan tunjuk salah satu sebagai pemimpinnya. Ingat aku tidak ingin kalian mengambil laporan hasil kerja dari artikel internet aku ingin kalian bekerja keras membuat laporan sesuai data riset yang kalian kerkajan di lapangan” Sensei memberi tugas untuk semua murid di akhir minggu ini dan harus di kumpulkan hai senin. Yukie tak tahu harus berkelompok dengan siapa, dia mulai kebingungan karena semua murid perempuan di kelasnya terlihat sibuk memilih grubnya masing-masing. Namun ternyata ada juga yang menyadari kecerdasan Yukie akan berguna bagi mereka sehingga tak sedikit yang mengajak Yukie untuk bergabung di grub mereka. “Ayo Yukie, ikut dengan grub kami oke?” “Tidak bisa, Yukie harus masuk grubku!” sela teman lainnya. Semua berebut meminta Yukie untuk memilih grub mana dia akan masuk.“Tunggu-tunggu... aku jadi bingung kalau kalian ribut seperti ini” Yukie menggaruk kepalanya kebingungan. Sementara Daiki yang duduk di sampingnya nampak acuh dan tak peduli. Dia hanya melirik sengit karena iri banyak yang menawari Yukie. Namun tak lama kemudian Ginji menawarkan diri ikut bergabung dengan Daiki. “Daiki kita buat grub bersama, bagaimana menurutmu?” ucapnya semangat. Daiki hanya menghela nafas panjang sembari menarik tubuhnya kebelakang bersandar lalu menaikkan kedua kakinya di atas meja dengan santai.“Terserah, kau atur saja!” Semua murid perempuan langsung berbondong-bondong menghampiri Daiki mengantri untuk ikut bergabung bersama mereka. Masa bodo Daiki yang tidak terlalu memahami mata pelajaran yang lebih penting baginya adalah bisa satu grub dengan Daiki. “Daiki biarkan aku satu grub denganmu.” “Aku duluan yang masuk ke grubnya, Daiki biarkan aku masuk satu grub bersamamu ya.” Semua murid membuat kebisingan hanya karena ingin satu grub dengan Daiki. Yukie mulai risih melihat murid perempuan saling berebut.Mulai pusing karena bising dia kemudian memilih beranjak pergi tapi Daiki tiba-tiba menarik kerah seragamnya dari arah belakang membuat gadis itu kembali duduk dan menoleh kesal kearahnya. “Daiki!!” geramnya dengan lirih karena tak ingin semua murid melihat bahwa dirinya kesal dan itu akan membuat citra nama baiknya di sekolah tercemar. Ini pertama kali bagi Yukie menyebut nama lelaki itu, entah kenapa dadanya tiba-tiba berdebar kencang. “Aku sudah 1 grub dengannya, jadi kalian semua aku tolak!” ucapnya denga penuh percaya diri, mematahkan hati para murid perempuan. Yukie terkejut membulatkan matanya.“Hei sejak kapan aku bilang aku ingin 1 grub denganmu!” Dari pada harus belajar satu kelompok dengan murid perempuan ganjen karena pastinya akan menggnggu dirinya nanti, Daiki memilih 1 kemlompok dengan Yukie yang pastinya tak akan membuatnya repot."Ah... ssssshhh!" rintih Daiki saat merasakan sakit di bagian kepalanya.
Yukie yang merasa penasaran mulai menarik tubuhnya ke belakang untuk memudahkan diri ketika ingin melihat bagian belakang kepada Daiki yang membuat lelaki itu merintih.
"Ya ampun!" bisiknya saat melihat luka di sana dan Yukie sangat yakin kalau luka itu diakibatkan karena Daiki menolongnya tadi saat di perpustakaan.
"Kau baik-baik saja?""Singkirkan tanganmu!" Daiki menepis kasar tangan Yukie yang hampir menyentuh kepalanya.
"Dasar!" rasa simpatiknya seketika hilang saat melihat tingkah kasar Daiki.
************ Tak seperti murid yang lain, selesai kelas mereka akan berhamburan pergi ke tampat keramaian seperti karaoke atau tempat-tempat lainnya. Bagi Yukie sedetik saja waktunya sangat berharga, jadi setelah selesai kelas dia langsung kembali ke rumah dan membantu Bibinya berjualan. “Aku pulang” sesampainya di rumah, Yukie langsung mendapat hadiah lemparan tutup panci tepat di kepalanya. Dug!Klontang! “Aduh!” rintihnya sembari mengusap kepalanya yang nyeri. “Enaka sekali kau, hei Yukie! kau sengaja habiskan waktumu di sekolah agar bebas dariku karena tak mau berjualan, kan!!” teriak Mai, Bibik dari Yukie yang memang memiliki sikap temperamen. Tak hanya itu dia bahkan sudah sering memukuli Yukie sejak kecil. Menurutnya Yukie pembawa sial karena sejak kelahirannya, Yukie sudah kehilangan Ibunya saat melahirkannya satu bulan berikutnya Yukie kehilangan Ayahnya karena kecelakaan kerja. Dan kini Mai harus merawat Yukie. Dia tak sendiri ada Suami yang masih hidup dan sehat namun Mai tak memperbolehkan Suaminya bekerja.Menurut Mai kehidupannya menjadi susah semua karena Yukie, maka dari itu dia meminta Yukie bekerja keras mencari uang untuk mencari kehidupan mereka. “Harusnya kau sadar, orang miskin sepertimu tak akan mampu membayar sekolah dan meneruskan pendidikan ke sekolah yang lebih tinggi! Ganti seragammu dan cepat pergi jual semua bakpao ini. Awas saja kalau kau pulang tapi bakpaonya tidak habis. Aku akan menghajarmu!” ancamnya sembari mengambil ancang-ancang seperti ingin memukul Yukie sampai gadis itu meringkuk ketakutan.“Cepat pergi! Kau menghalangi jalanku saja!” ucapnya sembari menendang kaki Yukie. Sudah menjadi kebiasaan Bibiknya selalu melampiaskan amarah kepadanya, itu mengingatkan pada masa kecilnya ketika Mai memukulnya, dulu teman laki-lakinya akan selalu membantunya untuk melawan Bibiknya. Flash back on.Semenjak si kembar bertemu dengan gadis kecil di depan taman hiburan, sepulang sekolah mereka selalu meminta Satoshi untuk mengantar mereka kembali menemui gadis itu. Daiki selalu memberinya makanan setiap kali bertemu dengannya. Hingga di suatu moment, Daiki meminta Satoshi untuk mengantar gadis itu pulang.“Paman sebelum pulang ke rumah bisakah kita mengantar temanku ini?” suara mungil yang keluar dari mulut Daiki langsung mendapat balasan senyum dari Satoshi. “Bisa Tuan Muda, Paman akan mengantar kalian” ucapnya dengan penuh hormat. Kebetulan Daisuke tak ikut bersama mereka karena dia memiliki kelas tambahan yang tak bisa di tinggalkan. Sesampainya di tepi jalan dan di ujung sana hanya ada jalan buntu, Satoshi kemudian menghentikan mobilnya.“Tuan Muda, kita hanya bisa mengantar temanmu sampai di sini. Di depan buntu hanya ada gang semput di sana” jelasnya sembari menoleh ke samping. “Aku turun di sini saja, memang untuk menuju ke rumah aku harus jalan kaki. Terimakasih Tuan, sudah mengantarku pulang” ucap Yukie kapda Satoshi yang sedang membantunya membukakan pintu. Namun terlihat di sisi lain ternyata Daiki ikut turun dari mobil, Satoshi yang melihatnya langsung bergegas menghampirinya.“Tuan Muda!” ucapnya resah. “Paman bolehkan aku memastikan temanku ini kembali sampai di rumahnya? Paman tunggu saja di sini.” Tentu saja Satoshi tak bisa menolaknya, dia hanya tersenyum melihat sikap Daiki yang sangat bertanggung jawab. “Boleh Tuan Muda, Paman akan menunggu di sini.” “Kau yakin akan mengantarku sampai ke rumah?” Yukie mulai khawatir karena untuk menuju ke sana mereka harus berjalan lumayan jauh memasuki gang itu. “Tidak apa-apa, aku kuat. Anak laki-laki harus kuat kata Ayahku! Ayo” Daiki mengulurkan tangannya ke arah gadis itu yang kemudian di sambut hangat olehnya. Mereka nampak sangat bahagia, sepanjang jalan bergandengan tangan sembari bernyanyi menuju ke rumahnya. Sesampainya di ujung jalan ada sebuah pintu gerbang kecil yang terbuat dari kayu. Tak terlalu lebar ukurannya sekitar 2×1 meter. Gadis kecil itu kemudian menghentikan langkahnya, raut wajahnya berubah muram seperti ada rasa ketakutan. “Kau kenapa?” tanya Daiki yang kebingungan karena gadis itu menghentikan langkahnya. “Kau mengantarku cukup sampai di sini saja, Bibikku akan marah kalau sampai tahu kau ikut pulang bersamaku” jelasnya dengan wajah sedih. “Apakah Bibimu sejahat itu?” “Iya!” Dia mulai melepaskan tangan Daiki dan kemudian mulai melangkah lagi menuju ke pintu. “Tunggu!” seru Daiki sembari berlari kecil menghampirinya. “Ada apa?” “Kau belum mengatakan siapa namamu.” Gadis itu tersenyum lebar di sertai pengucapan namanya.“Yukie Matsuda, kau bisa memanggilku Yukie!” “Um! Baiklah... apa kau mau berjanji denganku?” Daiki mengacungkan jari kelingkingnya ke arah Yukie. “Janji apa?” Daiki tak menjelaskan namun dia seketika meraih tangan Yukie dan menautkan jari mereka.“Janji padaku kalau kita sudah dewasa nanti, kita akan bertemu lagi di tempat yang sama. Oke?” Mendengar Daiki mengucapkan Janjinya dengan bersungguh-sungguh Yukie pun tersenyum, dia yakin kalaupun mereka terpisah nanti Tuhan pasti akan mempertemukan mereka ketika dewasa. “Baiklah ini sudah sore lebih baik kau cepat masuk ke dalam.” Yukie mengangguk kemudian langsung masuk ke dalam. Daiki yang sudah mulai berjalan menjauh langsung di kejutkan dengan suara lemparan barang pecah belah dari arah dalam. Pyaaar!! “Dasar kau anak kecil tidak tahu diri! Sudah di asuh dengan baik tapi kau kerjanya main terus! Mana? Berapa uang yang kau dapatkan hari ini!!” teriakkannya sampai terdengar keluar. Daiki yang bermaksud pergi pun mengurungkan niatnya merasa penasaran dia mulai jahil dengan mengintip ke arah dalam melewati lubang kecil. Melihat seorang paruh baya ingin memukul Yukie dengan sebuah kayu Daiki pun berinisiatif mengambil batu di sekitarnya lalu melemparkan ke arah perempuan itu dan tepat mendarat di keningnya. Bugh!“Aduh!! Kurang ajar siapa kau! Setan, dasar anak kecil!” umpatnya sembari memegangi keningnya yang berdarah. Yukie yang tengah terduduk di lantai menahan kesakitan pun menoleh melihat Daiki. Dengan berani anak kecil itu berteriak ke arahnya. “Awas saja kau kalau masih berani menyakiti Yukie, aku akan menghajarmu dan memanggil polisi kemari untuk membawamu ke penjara” teriaknya dengan penuh keberanian, padahal Daiki kecil saat itu sangat ketakutan setengah mati. Yukie sesaat menahan tangis namun melihat keberanain Daiki membuatnya bisa tersenyum lagi.“Dasar anak setan! Ke sini kau!” Bibi Mai beranjak ingin mengejar Daiki namun Anak itu segera kabur berlari menjauh. Dan itu Yukie jadikan kesempatan untuk masuk ke dalam kamar bersembunyi.Flash back Off. ****************Terlihat Daiki tengah berdiri di depan taman hiburan di mana tempat itu mengingatkannya pada gadis kecil yang pernah dia temui dulu. Jika saja Daiki mengingat namanya mungkin tak sulit untuk mencarinya kembali.Namun sayang dia benar-benar lupa dengan namanya yang dia ingat hanya ketika memberikan kalung miliknya pada gadis itu.“Au!” Daiki mengeluh sakit di bagian belakang kepalanya.Ada rasa nyeri saat tangannya menyentuh tengkuknya. &nbs
Masalah pun beres, namun Yukie tetap kesal karena barang-barangnya sudah pergi di bawa oleh mobil pengangkut sampah.Karena adanya masalah Yukie mereka akhirnya menyudahi pertemuan kali itu. Ginji memilih kembali terlebih dulu sementara Yukie nampak berjalan menuju ke jalan utama.“Astagaaa bagaimana aku menghadapi Bibiku nanti. Aku yakin dia pasti akan menghajarku habis-habisan” gumamnya resah sepanjang jalan.Yukie mulai gelisah matanya yang basah mulai meteskan airnya. Dengan kasar tangannya mengusap pipinya yang basah.Kesal karena hidupnya selalu saja ada masalah yang membuatnya semakin terpuruk dan terkadang sempat terbesit ingin mengakhiri semuanya.“Kenapa hidupku seperti ini!” teriaknya dalam hati.Tin tiiiiinnn!Daiki menghentikan mobilnya tepat di depan Yukie yang sedang duduk di bangku halte.“Astgaaa! Anak ini benar-benar senang sekal
“Siapa itu?”Terkejut mendengar suara Yukie yang menyadari ada seseorang di luar pintu, Daiki langsung bergegas pergi.Yukie cepat-cepat memakai kaos olah raganya lalu segera keluar dari ruangan itu. Dengan cepat Yukie membuka pintuna, namun dia tak menemukan siapapun di sana.Prrriiiiiiittt!!!Sensei meminta semua murid untuk berkumpul di tengah-temgah lapangan dan menunjuk salah satu dari mereka untuk memimpin pemanasan.“Daiki, maju! Pimpin pemanasan kali ini!”Mendengar nama Daiki di sebut Yukie langsung menoleh kearah lain mencari keberadaan Daiki, ternyata lelaki itu berdiri di barisan belakang. Entah kenapa Yukie merasa senang melihat Daiki tak membolos sekolah.Daiki dengan santai melangkah maju ke depan. Dia terlihat sangat tampan mengenakan seragam olah raga yang sengaja di bagian lengannya di lipat sampai ke pertengahan. Entah kenapa jus
Selesai jam pelajaran olah raga Daiki kembali ke ruang ganti untuk berganti seragam. Dia membuka lokernya dan mengambil kemeja serta celananya.“Hei! Ada apa denganmu?” Ginji mulai khawatir melihat Daiki yang tak bisa fokus hari ini.“Aku tidak apa-apa!!” seketika Daiki terdiam, entah apa yang membuatnya kesal. Mengingat kebelakang bahwa Yukie berjualan bakpao setiap pulang sekolah lalu teringat ketika Yukie marah karena barang dagangannya di buang oleh pelayan coffee dan lagi tubuhnya yang memar di mana-mana membuat Daiki penasaran.Tidak tahu apa penyebabnya namun melihat Yukie seperti kesakitan saat itu dia merasa tak bisa tinggal diam.Mungkin itulah penyebabnya Daiki jengkel karena terlalu memikirkan Gadis itu.“Aaaaaaa!!!!!!” suara teriakan itu berasal dari ruangan sebelah, di mana di sana adalah ruangan tempat untuk para murid perempuan berganti baju.Semua murid
Ting ting ting!Bel berbunyi tanda bahwa kereta akan segera tiba, Yukie langsung memposisikan dirinya di barisan paling depan. Sementara Daiki di belakangnya menahan para gerombolan orang yang berdesak-desakan agar tubuh Yukie tak terdorong ke depan karena pastinya sangat berbahaya.Kereta berhenti tepat di depannya, setelah pintu terbuka Yukie pun masuk. Daiki yang berdiri di belakang tak mampu lagi menahan mereka yang jumlahnya semakin bertambar dan lebih banyak, zseperti arus yang kuat dia ikut terdorong sampai menabrak tubuh Yukie. Mereka saling mendorong masuk karena takut akan tertinggal kereta.Yukie terkejut saat tubuhnya terdorong maju. Tak siap menahan dorongan dari belakang, tubuhnya seperti terseret arus yang membuatnya sampai terhimpit ke ujung.Brugh!!“Aduh” rintih Yukie, hampir saja kepalanya terbentur besi.Kejadian itu membuat Daiki terkejut dan langsung re
Yukie hanya bisa diam menunduk menatap tangannya yang di genggam oleh Daiki. Sangat erat, tangan Daiki begitu besar dan lebar. Nampak terlihat urat halus di punggung tangannya.Yukie bisa merasakan tangan Daiki begitu terasa dingin namun rasanya seperti mengalirkan arus panas seperti tersengat listrik melalui tangannya yang membuat sekujur tubuh Yukie menjadi hangat.“Lepas! Aku bukan anak kecil!” Yukie berusaha menepis tangannya karena sangat gugup.Bukannya mengindahkan permintaan Yukie, Daiki justru semakin menguatkan cengkeraman tangannya kepada Yukie.Daiki membuang pandangannya ke sekitar.“Apa rumahmu masih jauh!” Daiki mencoba mengalihkan pembicaraan.Yukie yang sengaja memperlambat langkah kakinya mulai mengalihkan perhatiannya dari Daiki yang langkahnya jauh lebih cepat selangkah darinya.“Ada apa dengan lelaki ini sebenarnya! Setiap saat membuatku kesal tapi dia sepertinya
Bayangan wajah gadis kecil itu terlintas di benaknya namun tidak lama wajahnya berbayang dan berganti dengan wajah Yukie yang tepat berada di depan matanya."Apa kau bilang? Gadis kecil, Apa maksudmu?" Yukie terlihat bingung tak mengerti apa yang diucapkan oleh Daiki."E... lupakan!" dia kembali berjalan sambil terus memikirkan dan mengingat tentang masa lalu.“Dia Kenapa sih, hari ini sangat aneh sekali!" gumam Yukie sembari mempercepat langkahnya yang tertinggal oleh Daiki.Sesampainya di ujung jalan Daiki terpaku melihat pintu yang sama persis dengan yang ada di bayangannya.Langkah Yukie terhenti tepat di depan pintu itu kemudian berucap Kepada Daiki."Kau hanya bisa mengantarku sampai disini, kau tidak bisa masuk!”Lamunannya terbuyarkan oleh ucapan Yukie."Lagi pula siapa yang ingin masuk ke dalam?" Sahut Daiki.Mereka pun terdiam sejenak membuat suasana menjadi canggung sementara Daiki mula
Daiki sengaja membelikan ponsel untuk Yukie karena baginya itu akan mempermudahkan untuk mereka berdua saling menghubungi satu sama lain. Namun ternyata Yukie menolak pemberian ponsel darinya."Maaf aku tidak bisa menerima ponsel ini" Yukie mengembalikan ponsel pemberian dari Daiki dia mendorong paperbag itu kembali ke arahnya.Daiki yang nampak duduk santai di bangkunya hanya melirik kearah paper bag di atas meja. Dia terlihat kesal karena Yukie menolak ponsel darinya namun dia terlalu pandai menyembunyikan perasaan tak sukanya.Mengingat bahwa Yukie tadi pagi sempat tersenyum kearah Daisuke, Daiki pun kemudian berbohong bahwa ponsel itu adalah pemberian kakaknya."Ponsel itu bukan dariku!” dia terpaksa melakukan itu, karena Daiki ingin sekali Yukie menerima ponsel darinya.Seperti dugaannya, Yukie langsung bereaksi senang namun itu membuat Daiki semakin kesal."Apa kau bilang? Ponsel ini dari kakakmu?" raut wajahnya pun bahkan nampak ter
Ini pertama kali bagi Yukie naik motor berboncengan dengan Daiki. Belum akur seperti semula tapi setidaknya dia sangat senang akhirnya bisa lagi dekat dengannya. Tak beda jauh dengan Yukie yang tersipu malu, Daiki pun merasakan hal yang sama. Hanya saja masih terlalu besar egonya karena Daiki termasuk tipe orang yang tak mudah mengutarakan perasaannya. Lelaki seperti dia cenderung akan merasa bahwa dirinya memiliki hak penuh atas kepemilikan terhadap orang yang menurutnya masuk ke dalam kriteria. Seperti halnya Yukie, meskipun mereka dekat baginya hubungan antara dirinya dan Daiki hanya berteman tapi berbeda dengan Daiki, dia merasa bahwa Yukie miliknya dan akan merasa cemburu apabila ada orang lain yang mendekatinya. Terlepas hubungan mereka hanya berteman tapi Daiki akan menjadi sangat posesif dengan Yukie. Bruuummm!! Mereka akhirnya sampai di depan rumah Yukie. Belum sempat turun dari motor mereka dikejutkan dengan Bibi Mai yang tiba-tiba muncul da
Teeeeeeeettt!Selesai jam pelajaran hari itu semua murid berhamburan keluar dari kelas. Namun masih ada juga sebagian dari mereka yang mengikuti kegiatan ekstra di sekolah untuk menambah nilai.Kebetulan Daiki dan Endo masih bersitegang memperebutkan satu kursi untuk bisa masuk dalam tim utama basket. Mereka berdua terlihat mengikuti latihan bersama dengan tim yang sudah resmi menjadi anggota utama.Beberapa hari yang lalu Daiki dan Endo sudah melewati dua sesi penilaian. Hanya tinggal satu sesi lagi penilaian yang nantinya akan menentukan siapa terbaik di antara mereka berdua.“Setelah Olimpiade antar kelas selesai penilaian sesi penilaian terakhir kalian akan diadakan. Poin sementara kalian sampai saat ini sama, aku harap kalian berusaha semaksimal mungkin sampai akhir nanti. Karena itu menentukan salah satu dari kalian untuk ikut bergabung dengan klub utama sekolah! Kalian paham?!” Kapten tim basket memberi petuah untuk mereka berdua,
Rencana Daiki tak mungkin begitu saja dilaksanakan, dia membutuhkan waktu satu minggu untuk mencari waktu yang tepat. Tapi setidaknya Daisuke telah meminta kepada Ibunya untuk mengulur waktu agar tidak menandatangani surat perjanjian jual beli tanah bangunan sekolah dan yayasan sampai Daiki bisa memastikan akan mendapatkan dana.Di suatu sisi semua murid sedang dibuat ramai dengan berita dari media. Belum selesai tentang foto yang diunggah oleh Kira kini mereka dikejutkan dengan postingan Daiki di akun pribadinya.Dia mengunggah satu foto seorang gadis berambut panjang yang sengaja di posting setengah badan dan itu dari arah belakang. Membuat semua murid semakin penasaran apakah benar orang yang ada di foto itu adalah Kira. Sementara beberapa hari lalu Kira mengunggah fotonya yang sedang mencium pipi Daiki.Membuat dugaan para murid semakin kuat bahwa mereka kini sedang berkencan. Lokasi yang sama tepatnya di pantai di mana saat itu hanya ada mereka bertiga. Dai
Jam pelajaran masih berlanjut, Sensei masih menjelaskan materi di depan kelas. Ginji semula fokus dengan pelajaran tapi bangku Daiki yang kosong mengalihkan perhatiannya. “Di mana Daiki? Apa dia melewatkan jam pelajaran terakhir?”Yukie terdiam saat mendengar ucapan Ginji, dia tak ingin ambil pusing lagi. Tetapi matanya tak bisa dialihkan dari bangku Daiki. Mengingat apa yang telah diucapkannya tadi kepada Daiki dan melihat kini dia tak mengikuti jam pelajaran akhir membuat Yukie berpikir apakah lelaki itu marah dan mencoba menghindarinya. ‘Lupakan Yukie, kau sudah mengambil keputusan untuk tidak memikirkan hal itu lagi!’***Izumie menghabiskan waktunya di ruang Kepala Sekolah. Raut wajahnya terlihat sangat kelelahan dan bingung. Terlihat benar-benar sangat frustasi. Akhir-akhir ini masalah menimpa dirinya, baik perusahaan maupun yayasan.Tok tok tok!! Lamunannya tersadar saat mendengar suara ketukan pintu.Secepat mu
Yukie bisa saja menolak ajakan Daiki tapi, saat dia sadar tangannya digenggam erat oleh lelaki itu dia merasa sangat nyaman. Timbul perasaan aneh saat tangan mereka bersentuhan, hingga dengan sendirinya Yukie pun membalas genggaman tangannya sembari berusaha mengikuti langkah kaki Daiki yang terbilang cukup lebar membuatnya kualahan ketika mengikutinya dari belakang.Di saat itu Daiki sempat terkejut karena dia bisa merasakan jari-jemari kecil milik Yukie mulai bergerak membalas genggaman tangannya tapi, dia sama sekali tak menghentikan langkahnya.Tiba di tempat biasa Yukie menghabiskan jam istirahatnya, yaitu di bawah pohon samping stadion mini yang biasa digunakan untuk berolah raga, Daiki melepaskan tangannya. Itu sempat membuat Yukie terkejut tapi akhirnya dia sadar bahwa beberapa detik yang lalu tubuhnya seakan terhipnotis hingga menuruti perintah Daiki tanpa perlawanan.“E.kenapa kau membawaku kemari?” pertanyaan itu terlontar setelah Yukie me
“Oh ya ampuuun! Tuhan kenapa kau titipkan anak ini kepadaku kalau tahu dia akan menjadi pemalas seperti ini??” Bibi Mai terus mengoceh. “Kalau tahu hidupku akan semakin menderita karenanya kenapa dulu kau tidak ambil sekalian nyawanya!!” Setelah puas meluapkan amarah dan kekesalannya, Bibi Mai meninggalkan Yukie di halaman begitu saja. Rambut acak-acakan serta kondisi seragam yang lusuh dan kotor menambah kesedihan Yukie berlipat. Setelah beberapa tahun harus bersembunyi mencuri waktu saat ingin belajar dan kini ketika berhasil memakai seragam impiannya berharap Bibi akan bangga, namun ternyata di luar dugaan Bibi Mai justru mematahkan semangatnya. Akan tetapi mimpi yang sudah Yukie bangun sejak dari kecil tak akan mudah hilang begitu saja.Tertatih saat berjalan menuju ke kamarnya, menahan sakit yang menghujam punggung, kepala dan juga wajahnya. Saat mengingat Bibinya sempat menampar pipi beberapa kali, Yukie cepat-cepat pergi menuju ke kamar mandi un
“Maaf sudah membuat kalian menunggu lama.”Yukie sangat bersyukur akhirnya Daisuke datang juga, karena beberapa saat yang lalu dia merasa sangat canggung berada di antara mereka berdua yang terlihat mesra. Apa lagi Daiki yang sepertinya sengaja pamer mesra di depan Yukie padahal kalau dilihat dari sikap tubuhnya lelaki itu merasa risih berdekatan dengan Kira.“Kak? Kau sudah selesai?” Yukie menyambutnya dengan senyum lebar disertai wajah ceria, membuat Daiki yang duduk di seberang meja mulai terganggu.“Umm...maaf membuatmu menunggu lama” ucapnya sembari mengusap lembut kepala Yukie.Huuufftt!! Daiki menghela nafas kasar melegakan dadanya dengan kata lain sebagai bentuk luapan rasa kesal melihat perhatian Kakaknya kepada Yukie.“Kau baik-baik saja?” Kira merasa cemas setelah melihat Daiki murung.Terlihat dari raut wajahnya yang tampak sangat kesal, namun sebisa mungkin dia menyembunyikannya. W
Untuk mempersingkat waktu dan juga agar tak terjebak kemacetan, Daisuke sengaja memakai motor milik adiknya. Mesin telah menyala dia sudah berada di atas motor dan tengah memakai helm.Yukie berdiri di sampingnya memamerkan raut wajah cemas, membayangkan nantinya entah bagaimana menghadapi situasi canggung yang akan tercipta ketika ditinggalkan oleh lelaki itu.“Aku tinggal sebentar” Daisuke mengusap lembut pipinya, dia bisa melihat kegelisahan dari raut wajahnya. “Aku hanya sebentar, kau tidak apa-apa ‘kan, aku tinggal?”Dari kejauhan tampak Daiki yang sedang bersama Kira menoleh mengalihkan pandangan ke Yukie. Melihat Kakaknya tengah membelai pipi gadis itu, Daiki hanya bisa diam menikmati rasa aneh yang bahkan dia sendiri tak mampu mendeskripsikannya.“Hei!” Kira berlari kearahnya ketika melihat Daiki terus melamun, memeluk lengannya membuat lelaki itu tersadar dan langsung mengalihkan pandangannya.
Tanpa menjawab Daiki langsung mengenakan lagi helmnya, saling melempar pandangan dengan Daisuke yang berada di dalam mobil lalu menganggukkan kepala menyetujui tantangan itu. Daiki tengah siap dengan kedua tangan berada di setir motor menunggu lampu hijau menyala yang hanya tinggal beberapa detik lagi. Brrruuuuuummmm!!Motor itu melaju dengan kecepatan tinggi, berada di barisan paling depan dari deretan kendaraan yang baru saja terkena lampu merah. Daisuke tahu dan sadar kalau dia akan kalah dari Daiki, meskipun kecepatan mobil jauh lebih unggul ketimbang motor tapi dia tak bisa menerobos kemacetan, sementara Daiki dengan mudah melewati kepadatan mobil untuk mencapai lokasi terlebih dulu. Melihat jalan asing yang sedang dilewatinya, Yukie baru tersadar kalau perjalanan menuju rumahnya terasa lebih lama karena terus melamun. Pantas itu bukan jalan yang biasa dia lewati setiap harinya. “Tunggu! Ini mau ke mana?” setelah puas meneliti pemandangan di luar