POV Indra Laksmana.Begitu melihat kami turun dari truk angkut satu persatu, para tetangga langsung mendekat dan mengerubung di dekat pagar.Aku cuek saja menurunkan barang-barang Mona dari atas truk dibantu bapak. Irfan? Hm, anak itu langsung masuk ke dalam tanpa berniat membantu kami sama sekali."Oh, ini toh yang katanya orang kaya baru di kampung kita?""Ya jelas lah, Jeng, kan baru dapat menantu tajir melintir.""Eh, tapi denger-denger nih ya, mantu barunya itu pelakor, lho. Hii,"Mendengar sindiran dari para tetangga yang berkumpul di dekat gerbang rumah, ibu langsung naik pitam dan mendatangi mereka."Minggir!! Jangan pada ngumpul di depan rumah saya!" Ibu langsung mengusir para tetangga yang sepertinya memang berniat julid terhadap keluarga kami.Bukannya pergi setelah diusir, ibu-ibu itu malah sengaja mengeraskan sindirannya."Eh, Jeng, perasaan kemarin pamit ke saya mau pindahan ke rumah mewah mantunya. Kenapa sekarang malah jadi menantunya yang pindahan ke sini?""Iya loh,
POV Indra Laksmana."Huwek!!"Apa Irfan sedang masuk angin? Kenapa dia tiba-tiba mual dan ingin muntah di kantin."Makanan sampah!!" Irfan menutup mulutnya seperti sedang menahan sesuatu yang berdesakan ingin keluar dari mulutnya?Bukankah katering ini berasal dari Maya?Ada apa memangnya? Perasaan makanan ini enak-enak saja. Aku tahu betul makanan ini dimasak secara higienis dan penuh cita rasa. Maya bukan orang yang jorok atau tak bisa memasak. Ia mahir dan bisa diandalkan dalam masak-memasak.Jadi apa yang membuat Irfan seperti itu?Segera ku dekati Irfan dan menepuk punggungnya untuk meredakan rasa mualnya. "Ada apa, Fan?" Tanyaku sambil menyodorkan segelas air putih.Cuih, Irfan meludah ke samping sebelum menunjuk box pientang nasi katering yang tadi dimakannya."Lihat makanan ini! Tidak higienis dan jorok sekali!" Ucap Irfan seraya menahan mual.Beberapa orang mulai berkerumun karena penasaran dengan apa yang terjadi."Memangnya kenapa dengan kateringnya? Perasaan box pientang j
POV Rosmala. Dua pasang mata kecil itu kembali datang merasuki mimpiku. Sejak pertemuan kami di pesta pernikahan wanita simpanan Donny, dua anak kecil itu selalu membayangi pikiranku. Hatiku menjadi gelisah dan tak tenang. Apakah aku berhalusinasi? Bukankah kedua anak kembar itu sangat-sangat mirip dengan Maya, keponakanku yang sudah tewas karena ku bunuh tiga puluh tahun yang lalu. Ah, tidak mungkin juga, kan arwahnya gentayangan dan menghantuiku? Itu siang bolong, loh. Lagi pula penampakan mereka sungguh lincah dan sehat, jauh dari kata menyeramkan seperti yang biasanya hantu tampakkan. "Mas Bram, kamu sudah dapat rekaman cctv dari hotel?" Tanyaku pada salah satu orang kepercayaanku yang bernama Bram. Ia juga yang dulu ikut andil dalam misi pembunuhan Rasti dan Maya. Sepulang dari pesta, aku langsung menceritakan apa yang kulihat di tempat resepsi kepada Mas Bram. Responnya pun sama denganku, ia juga tidak mempercayai penglihatanku. Ia langsung memutuskan untuk menyelidiki masa
POV Raden Angga Wijaya. Semua bukti dan berkas-berkas gugatan sudah ku persiapkan sebaik mungkin. Aku segera menghubungi pengacara kepercayaan Kakek Harun untuk bertemu dan mengurus tuntutan hukum bagi kedua ibu beranak tersebut. "Pak Rustam, di dalam file ini ada banyak sekali bukti kasus kejahatan yang dilakukan oleh Bu Rosmala dan Doni. Diantaranya adalah membunuh Kakek Harun, Mama Rasti, dan juga Maya. " Aku menyerahkan sebuah diska lepas kepada pengacara kepercayaan Kakek Harun, Pak Rustam namanya. Beliau juga yang diberi kepercayaan oleh Mama Rasti untuk membuat surat wasiat mengenai ahli waris untuk seluruh kekayaan yang ia miliki. "Ckck, saya tidak menyangka, putri sulung Pak Harun tega menghabisi nyawa ayah kandung, adik kandung, dan juga keponakannya sendiri demi sebuah ambisi harta." Geram Pak Rustam. Ia merasakan kehilangan yang mendalam atas kepergian Pak Harun, bos sekaligus orang yang telah banyak membantunya memberikan kehidupan yang lebih layak. Orang luar saja bis
POV Author. "Mas Bram? Kak Ros?" Pekik Rasti saat netranya melihat pemandangan menjijikan di hadapannya. Rasti tidak bisa percaya akan apa yang dilihat matanya. Bagaimana mungkin laki-laki yang berstatus sebagai calon tunangannya ini malah asik berduaan dengan sang kakak dalam keadaan tanpa sehelai benang yang melilit tubuh. Rosmala sedang berbagi peluh dengan Bram di atas ranjang di apartemen milik Rasti. "Rasti gak nyangka Kak Ros tega sama Rasti." Ucap Rasti sambil menyeka air matanya yang bercucuran. Ia tidak menyangka kakaknya akan menggunakan cara yang licik untuk merebut sang kekasih hati. Hari itu, Rosmala sengaja mengirimkan pesan kepada Rasti yang mengabarkan bahwa ia ada di apartemen milik Rasti. Rasti yang sedang mengumpulkan tugas kuliah di kampus langsung buru-buru pulang karena merasa kasihan jika sang kakak menunggu terlalu lama. Tapi rupanya Rasti malah mendapatkan kejutan dari sang kakak. Rosmala memang sudah lama menyimpan rasa kepada Bram. Ia merasa iri me
POV Author.'Bertemanlah dengan penjual minyak wangi agar kamu ketularan bau wanginya.'Mungkin istilah di atas sangatlah cocok untuk menggambarkan kehidupan Rosmala dan Bram. Setelah kejadian itu, Rasti menjauh dari Bram dan bahkan memutuskan tali pertunangan beberapa hari sebelum acara. Bram menjadi frustasi karenanya dan memilih untuk melampiaskan amarah kepada Rosmala.Tentu saja Rosmala menerimanya dengan uluran tangan terbuka. Dia memang menginginkan cinta Bram melebihi apapun. Juga dia tidak rela jika Bram harus hidup bahagia bersama Rasti. Dia tidak rela!Akhirnya keduanya terlibat hubungan tanpa status alias kumpul kebo dan terlihat sering keluar masuk pub malam untuk mencari kesenangan semu. Dari situlah mereka mengenal beberapa teman yang membawanya ke lembah perjudian.Intinya, mereka salah bergaul dan terperosok lebih dalam di dunia perjudian dan seks bebas."Kamu masih ada duit gak, Ros?" Tanya Bram kepada Rosmala sebelum berangkat ke pub malam. Setiap malam mereka aka
POV AuthorRosmala mengadu kepada Bram sepulang dari kediaman Harun. Tapi bukannya mendinginkan perasaan Rosmala yang sedang memanas, Bram justru menuangkan bensin ke atas masalah tersebut."Apa kubilang? Ayahmu itu memang pilih kasih, kok. Ia tega memberikan bagian yang lebih besar dan lebih baik kepada Rasti. Iya, kan?"Jujur, diam-diam Rosmala menyetujui apa yang Bram utarakan. Selama ini ayahnya memang lebih menyukai Rasti dibanding dirinya. Maka timbullah sepercik rasa iri dan dengki di hati Rosmala."Aku mau mengambil paksa jatah warisan Rasti, Mas… Mas mau bantuin aku kan?" Tangis Rosmala pecah. Ia harus menjadi jahat jika ingin cintanya tetap bersambut.Bram mengangguk tanda setuju. Bukankah dengan Rosmala menjadi kaya, hidup dirinya juga akan ikut terjamin. Apa sih yang gak Rosmala lakukan untuknya? Wanita itu begitu tergila-gila dengan Bram, mantan calon tunangan dari adik kandungnya sendiri.Hilang sudah rasa cinta Bram yang dulu pernah ada untuk Rasti, menguap entah keman
POV Author. "Ampun, Om!! Jangan bunuh mamaku!" Pinta gadis kecil nan lemah itu. Walaupun beberapa saat yang lalu tubuh mungilnya terkulai pingsan akibat benturan keras yang terjadi, ia masih menyisakan sedikit kekuatan untuk memohon kepada para penjahat agar menyelamatkan nyawa sang mama. Tapi yang namanya penjahat, pembunuh bayaran, ia tidak akan mempunyai belas kasihan sedikitpun, apalagi mengasihi target buruannya. Jelas-jelas ia dibayar untuk menghabisi targetnya. "Tidak, tidak, jangan bunuh anakku!! Kalian boleh membunuhku tapi tolong selamatkan anakku ini." Rasti memohon dengan pilu menggunakan sisa kesadaran yang ada. Pembunuh bayaran itu tak tergerak hatinya sama sekali. Ia tetap mematuhi perintah sang klien yang menginginkannya untuk menghabisi nyawa kedua wanita beda usia tersebut. Byur… byur!!! Tanpa ampun para pembunuh bayaran melemparkan tubuh Rasti dan Maya kecil secara bersamaan ke dalam pusaran arus deras sungai di hadapannya. "Maya!!! Tolooongg!!" Suara lolongan