SETAHUN setelah kepergian ayah dan kakaknya, Ibu Faridah memberi tahu Farah bahwa ia akan menikah dengan Pak Haji Talib sebagai istri kedua. Hal itu terjadi karena sejak dulu Pak Haji Talib telah berniat untuk melamar Ibu Faridah, bahkan sebelum ia menikah dengan ayah Farah."Ibu, apa benar mau menikah dengan Pak Talib? Bagaimana dengan Bu Suria? Apakah dia bisa menerima kita menjadi bagian dari keluarga Pak Talib?" tanya Farah, ingin memastikan. Ia khawatir jika istri pertama Pak Haji Talib tidak bisa menerima mereka sebagai keluarga baru.Bu Suria dikenal sebagai wanita paling kaya di desa mereka. Bagaimana mungkin ia mau dimadu dengan ibunya? Hati Farah semakin tidak tenang memikirkan hal itu meskipun ia baru berusia 15 tahun dan akan menghadapi ujian sekolah tidak lama lagi."Bu Suria sendiri yang mengirim rombongan lamaran untuk ibu waktu itu. Farah, jangan berpikir yang macam-macam. Doakan yang terbaik untuk ibu, ya?"Farah menatap wajah Ibu Faridah. Ia tidak mengerti mengapa ib
PAGI menjelang, Farah bangun seperti biasa dan bersiap-siap untuk aktivitas ala-ala acara Running Man di dalam hutan yang tidak jauh dari resor mereka. Semua peserta sudah diberitahu oleh Jungmyeon kemarin sore setelah pertandingan bola voli bahwa hari ini mereka harus mengenakan pakaian yang sesuai untuk masuk ke hutan.Meskipun hutannya tidak terlalu lebat, pakaian yang dikenakan tetap harus nyaman agar memudahkan pergerakan para peserta.Farah mengenakan kaos oranye yang diberikan oleh Jungmyeon. Kaos ini adalah seragam khusus untuk membedakan anggota setiap kelompok yang sudah dibagi berdasarkan tim bola voli."Uii... sudah siap?" tegur Shina yang baru keluar dari kamar mandi."Ya..." sahut Farah pelan."Kemarin malam kamu balik ke kamar jam berapa? Waktu aku sadar sekitar jam sebelas malam, kamu belum ada di sini," tanya Shina. Baru sekarang ia ingat ingin menanyakan ke mana teman sekamarnya itu pergi. Sudah larut malam, Farah belum juga kembali, tapi pagi ini justru dia yang ban
Kedatangan Farah dan Hongjoong di hutan rekreasi langsung disambut dengan tatapan penuh kebencian oleh Eunji.Rasanya seperti ada api yang membakar di dalam tubuhnya, membuat napasnya naik turun sendiri begitu melihat mereka berjalan beriringan."Lihat saja mereka itu, aku yakin sebentar lagi akan ada episode kisah cinta yang bakal tercipta," ucap Hani, teman gosip Ryoko, sambil menjuihkan bibir ke arah Farah dan Hongjoong."Kenapa kau bilang begitu? Kau sudah melihat tanda-tanda enemies to lovers di antara mereka?" Ryoko ikut menanggapi, tertawa kecil di akhir kalimatnya. Hal itu langsung mengundang rasa tidak puas hati dari seseorang yang mendengar."Aku rasa, acara ini memang diadakan khusus untuk mereka berdua. Coba pikir, selama ini perusahaan kita tidak pernah mengadakan team-building seperti ini. Jadi, aku curiga ini semua memang untuk mereka saja," lanjut Hani dengan yakin."Benar juga, dari sekian banyak karyawan perusahaan kita, hanya mereka berdua yang tidak akur. Anisa itu
Farah dibawa ke dalam ruang zona hijau darurat karena luka yang dialaminya tidak terlalu serius. Namun, ekspresi wajah Hongjoong dan Shina yang menemaninya berubah drastis. Ada sesuatu yang ingin Shina ungkapkan, tetapi dia tidak sanggup. Akhirnya, dia hanya diam sambil menunggu dokter selesai melakukan pemeriksaan. Beberapa menit kemudian, dokter yang merawat Farah muncul di hadapan mereka berdua. "Tidak ada yang terlalu serius, semuanya baik-baik saja. Luka di kepala juga sudah diberi obat." Hongjoong mengangguk tanda mengerti sebelum dokter itu pergi meninggalkan mereka. Sementara itu, Shina segera mendekati tempat tidur pasien, di mana Farah sedang terbaring. Terlihat mata gadis itu sudah terbuka, dengan dahi berkerut. Salah satu tangannya meraba luka yang kini tertutup perban. "Apa yang terjadi?" tanya Farah begitu melihat Shina berdiri di samping tempat tidurnya. "Kamu terjatuh dari tangga bukit di hutan rekreasi tadi. Untung saja Tuan Hongjoong bertindak cepat dan membaw
Setelah menyelesaikan aktivitas di Pulau Jeju, para peserta kini bersiap untuk kembali ke kota. Masing-masing merasakan campuran antara kesedihan dan kebahagiaan—entah kapan mereka bisa kembali ke tempat wisata ini lagi. Banyak kenangan dan kegiatan yang mereka lakukan bersama di sini, mempererat kepercayaan satu sama lain.Namun, tidak bagi Farah. Baginya, hari inilah yang paling dia nantikan. Tak ada sedikit pun raut kesedihan di wajahnya, hanya pucat akibat demam yang semakin parah.Dia sudah menyiapkan surat cuti selama beberapa hari dan berencana menyerahkannya kepada Shina untuk diberikan kepada atasan mereka sesampainya di Seoul nanti.Karena Farah sedang sakit, tak ada satu pun yang berani mendekatinya. Saat hidungnya terasa perih akibat bersin dan flu yang terus-menerus, dia cepat-cepat meraih sapu tangan.Setelah menggunakannya, barulah dia sadar. Corak bunga matahari di sudut kain itu mengingatkannya bahwa sapu tangan ini diberikan oleh
Keesokan paginya, Hongjoong bangun seperti biasa. Namun, pagi ini ia hanya mengenakan pakaian santai, tidak seperti biasanya yang selalu tampil rapi dengan setelan korporat lengkap.Perlahan-lahan, ia menuruni tangga sambil mengintip ke arah ruang tamu di bawah, mencari keberadaan ayah dan kakaknya yang mungkin sedang menikmati sarapan di meja makan."Apa yang kamu intip-intip begitu?"Pertanyaan dari Taejoong membuat tubuh adiknya langsung berbalik dengan drastis.Untung saja tangannya sigap mencengkeram pegangan tangga, kalau tidak, mungkin ia sudah terguling ke bawah."Kamu kenapa sampai berantakan begini? Sakit?"Taejoong dengan cepat mengulurkan tangan hendak menyentuh dahi adiknya, tapi Hongjoong segera menghindar.Memang sengaja ia membiarkan rambutnya tetap berantakan, menandakan bahwa ia tidak ingin pergi ke kantor hari ini."Aku mau ambil cuti hari ini. Pulang dari Pulau Jeju tadi malam, rasanya masih
Tubuhnya terasa sangat lemas sejak kembali ke rumah tadi malam. Meskipun pemanas sudah dinyalakan untuk mengurangi rasa dingin, tetap saja tubuhnya masih menggigil kedinginan.Selendang dan selimut tebal sudah membungkus tubuhnya rapat-rapat, namun kali ini dia benar-benar mengalami demam yang cukup parah. Jarang sekali dia jatuh sakit, tapi kalau sudah sakit, pasti rasanya sangat menyiksa.Selain menggigil, berkali-kali dia mencoba memejamkan mata untuk menenangkan pikirannya, yang entah memikirkan apa pun dia tidak tahu pasti. Namun, denyutan di kepalanya terasa begitu menyakitkan, membuatnya sulit untuk bisa tertidur.Ditambah lagi, tiba-tiba bel rumah berbunyi berkali-kali. Entah siapa yang datang di saat dia sedang tidak enak badan seperti ini.Kalau dikatakan tetangga, rasanya kecil kemungkinan mereka akan menjenguknya.Yah, masing-masing pasti sibuk dengan kehidupan sendiri. Jika bertemu pun hanya di dalam lift, itu pun hanya sekad
SETELAH sampai di rumah, Farah langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang kecil miliknya. Sudah demam, ditambah lagi rasa tak berdaya. Sekarang makin parah pula sakit kepalanya setelah menerima kejutan tak terduga dari Hongjoong tadi."Aku rasa, dia benar-benar sudah hilang akal. Iya lah, masa dia mau nikah sama aku? Kami ini beda dalam segala hal. Apa dia pikir ini zaman anak-anak 90-an dulu? Main masak-masakan, main rumah-rumahan, main nikah-nikahan?" gerutu Farah sendirian sambil berbaring tengkurap di atas ranjang, memeluk bantal."Tapi dia kan bukan orang Malaysia. Jadi, mustahil dia tahu permainan yang aku maksud itu." Farah menghela napas berat. Dahinya sudah berkerut sejak tadi. Ucapan dan kata-kata dari Hongjoong masih terngiang-ngiang di telinganya, menyulitkan pikirannya untuk tenang walau sejenak.Tak ingin memikirkan apa yang dia dengar tadi, matanya dipejam seerat mungkin. Dia butuh istirahat. Daripada memikirkan pria yang sudah biasa jadi saingannya itu, lebih baik d
"FARAH..." Shina menyentuh-nyentuh tangan Farah dengan lembut. Dia tahu, seharusnya dia tidak ikut campur dalam urusan gadis itu. Tapi, hatinya benar-benar dipenuhi rasa ingin tahu tentang apa yang sedang terjadi.Kontrak pernikahan yang dia lihat tadi pagi. Benarkah Farah dan Hongjoong akan menikah? Bukankah mereka musuhan? Muslihat dan rencana apa yang sedang mereka susun bersama?Farah yang sedang menunduk menatap meja makan di kafetaria perusahaan mereka perlahan-lahan mengangkat kepala.“Kamu baik-baik saja?” Lain yang ingin dia tanyakan, lain pula yang keluar dari mulutnya saat melihat wajah Farah yang tampak linglung.“Entahlah, Shina… Kepalaku kacau. Nggak bisa fokus kerja. Semua gara-gara laki-laki nggak berguna itu.” Ucapan Farah terdengar pelan di akhir kalimat, dan Shina langsung paham siapa yang dimaksud oleh gadis itu.“Aku masih nggak ngerti…” Shina mencoba membuka pembicaraan sambil menyeruput minuman jeruk segarnya.“Kalau kamu nggak ngerti, aku lebih nggak ngerti!” N
DUA hari telah berlalu, kesehatan Farah sudah pulih dan hari ini dia sangat bersemangat untuk kembali bekerja seperti biasa. Setelah selesai membersihkan diri dengan air hangat, terlintas di hatinya untuk merias sedikit wajahnya dengan lipstik yang sudah lama dibeli namun jarang sekali dipakai di bibirnya.Maklumlah, dia memang tidak suka merias wajah terlalu tebal. Cukup dengan cushion dan lip balm saja. Padahal, di negara metropolitan ini terkenal dengan berbagai produk skincare dan kecantikan wajah. Farah berbeda, dia tidak tertarik dengan semua itu. Bahkan, jika wanita lain suka berbelanja dan shopping sepuasnya, dia lebih senang menonton film atau hanya diam di rumah. Gaji yang diperoleh lebih banyak disimpan dan digunakan hanya saat diperlukan.Padahal sebenarnya dia bisa saja menggunakan uang yang dimilikinya untuk berbelanja karena dia tidak punya keluarga, tidak punya saudara kandung. Dia hanya perlu menanggung dirinya sendiri saja. Namun, sikap hemat itu sudah tertanam dalam
SETELAH sampai di rumah, Farah langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang kecil miliknya. Sudah demam, ditambah lagi rasa tak berdaya. Sekarang makin parah pula sakit kepalanya setelah menerima kejutan tak terduga dari Hongjoong tadi."Aku rasa, dia benar-benar sudah hilang akal. Iya lah, masa dia mau nikah sama aku? Kami ini beda dalam segala hal. Apa dia pikir ini zaman anak-anak 90-an dulu? Main masak-masakan, main rumah-rumahan, main nikah-nikahan?" gerutu Farah sendirian sambil berbaring tengkurap di atas ranjang, memeluk bantal."Tapi dia kan bukan orang Malaysia. Jadi, mustahil dia tahu permainan yang aku maksud itu." Farah menghela napas berat. Dahinya sudah berkerut sejak tadi. Ucapan dan kata-kata dari Hongjoong masih terngiang-ngiang di telinganya, menyulitkan pikirannya untuk tenang walau sejenak.Tak ingin memikirkan apa yang dia dengar tadi, matanya dipejam seerat mungkin. Dia butuh istirahat. Daripada memikirkan pria yang sudah biasa jadi saingannya itu, lebih baik d
Tubuhnya terasa sangat lemas sejak kembali ke rumah tadi malam. Meskipun pemanas sudah dinyalakan untuk mengurangi rasa dingin, tetap saja tubuhnya masih menggigil kedinginan.Selendang dan selimut tebal sudah membungkus tubuhnya rapat-rapat, namun kali ini dia benar-benar mengalami demam yang cukup parah. Jarang sekali dia jatuh sakit, tapi kalau sudah sakit, pasti rasanya sangat menyiksa.Selain menggigil, berkali-kali dia mencoba memejamkan mata untuk menenangkan pikirannya, yang entah memikirkan apa pun dia tidak tahu pasti. Namun, denyutan di kepalanya terasa begitu menyakitkan, membuatnya sulit untuk bisa tertidur.Ditambah lagi, tiba-tiba bel rumah berbunyi berkali-kali. Entah siapa yang datang di saat dia sedang tidak enak badan seperti ini.Kalau dikatakan tetangga, rasanya kecil kemungkinan mereka akan menjenguknya.Yah, masing-masing pasti sibuk dengan kehidupan sendiri. Jika bertemu pun hanya di dalam lift, itu pun hanya sekad
Keesokan paginya, Hongjoong bangun seperti biasa. Namun, pagi ini ia hanya mengenakan pakaian santai, tidak seperti biasanya yang selalu tampil rapi dengan setelan korporat lengkap.Perlahan-lahan, ia menuruni tangga sambil mengintip ke arah ruang tamu di bawah, mencari keberadaan ayah dan kakaknya yang mungkin sedang menikmati sarapan di meja makan."Apa yang kamu intip-intip begitu?"Pertanyaan dari Taejoong membuat tubuh adiknya langsung berbalik dengan drastis.Untung saja tangannya sigap mencengkeram pegangan tangga, kalau tidak, mungkin ia sudah terguling ke bawah."Kamu kenapa sampai berantakan begini? Sakit?"Taejoong dengan cepat mengulurkan tangan hendak menyentuh dahi adiknya, tapi Hongjoong segera menghindar.Memang sengaja ia membiarkan rambutnya tetap berantakan, menandakan bahwa ia tidak ingin pergi ke kantor hari ini."Aku mau ambil cuti hari ini. Pulang dari Pulau Jeju tadi malam, rasanya masih
Setelah menyelesaikan aktivitas di Pulau Jeju, para peserta kini bersiap untuk kembali ke kota. Masing-masing merasakan campuran antara kesedihan dan kebahagiaan—entah kapan mereka bisa kembali ke tempat wisata ini lagi. Banyak kenangan dan kegiatan yang mereka lakukan bersama di sini, mempererat kepercayaan satu sama lain.Namun, tidak bagi Farah. Baginya, hari inilah yang paling dia nantikan. Tak ada sedikit pun raut kesedihan di wajahnya, hanya pucat akibat demam yang semakin parah.Dia sudah menyiapkan surat cuti selama beberapa hari dan berencana menyerahkannya kepada Shina untuk diberikan kepada atasan mereka sesampainya di Seoul nanti.Karena Farah sedang sakit, tak ada satu pun yang berani mendekatinya. Saat hidungnya terasa perih akibat bersin dan flu yang terus-menerus, dia cepat-cepat meraih sapu tangan.Setelah menggunakannya, barulah dia sadar. Corak bunga matahari di sudut kain itu mengingatkannya bahwa sapu tangan ini diberikan oleh
Farah dibawa ke dalam ruang zona hijau darurat karena luka yang dialaminya tidak terlalu serius. Namun, ekspresi wajah Hongjoong dan Shina yang menemaninya berubah drastis. Ada sesuatu yang ingin Shina ungkapkan, tetapi dia tidak sanggup. Akhirnya, dia hanya diam sambil menunggu dokter selesai melakukan pemeriksaan. Beberapa menit kemudian, dokter yang merawat Farah muncul di hadapan mereka berdua. "Tidak ada yang terlalu serius, semuanya baik-baik saja. Luka di kepala juga sudah diberi obat." Hongjoong mengangguk tanda mengerti sebelum dokter itu pergi meninggalkan mereka. Sementara itu, Shina segera mendekati tempat tidur pasien, di mana Farah sedang terbaring. Terlihat mata gadis itu sudah terbuka, dengan dahi berkerut. Salah satu tangannya meraba luka yang kini tertutup perban. "Apa yang terjadi?" tanya Farah begitu melihat Shina berdiri di samping tempat tidurnya. "Kamu terjatuh dari tangga bukit di hutan rekreasi tadi. Untung saja Tuan Hongjoong bertindak cepat dan membaw
Kedatangan Farah dan Hongjoong di hutan rekreasi langsung disambut dengan tatapan penuh kebencian oleh Eunji.Rasanya seperti ada api yang membakar di dalam tubuhnya, membuat napasnya naik turun sendiri begitu melihat mereka berjalan beriringan."Lihat saja mereka itu, aku yakin sebentar lagi akan ada episode kisah cinta yang bakal tercipta," ucap Hani, teman gosip Ryoko, sambil menjuihkan bibir ke arah Farah dan Hongjoong."Kenapa kau bilang begitu? Kau sudah melihat tanda-tanda enemies to lovers di antara mereka?" Ryoko ikut menanggapi, tertawa kecil di akhir kalimatnya. Hal itu langsung mengundang rasa tidak puas hati dari seseorang yang mendengar."Aku rasa, acara ini memang diadakan khusus untuk mereka berdua. Coba pikir, selama ini perusahaan kita tidak pernah mengadakan team-building seperti ini. Jadi, aku curiga ini semua memang untuk mereka saja," lanjut Hani dengan yakin."Benar juga, dari sekian banyak karyawan perusahaan kita, hanya mereka berdua yang tidak akur. Anisa itu
PAGI menjelang, Farah bangun seperti biasa dan bersiap-siap untuk aktivitas ala-ala acara Running Man di dalam hutan yang tidak jauh dari resor mereka. Semua peserta sudah diberitahu oleh Jungmyeon kemarin sore setelah pertandingan bola voli bahwa hari ini mereka harus mengenakan pakaian yang sesuai untuk masuk ke hutan.Meskipun hutannya tidak terlalu lebat, pakaian yang dikenakan tetap harus nyaman agar memudahkan pergerakan para peserta.Farah mengenakan kaos oranye yang diberikan oleh Jungmyeon. Kaos ini adalah seragam khusus untuk membedakan anggota setiap kelompok yang sudah dibagi berdasarkan tim bola voli."Uii... sudah siap?" tegur Shina yang baru keluar dari kamar mandi."Ya..." sahut Farah pelan."Kemarin malam kamu balik ke kamar jam berapa? Waktu aku sadar sekitar jam sebelas malam, kamu belum ada di sini," tanya Shina. Baru sekarang ia ingat ingin menanyakan ke mana teman sekamarnya itu pergi. Sudah larut malam, Farah belum juga kembali, tapi pagi ini justru dia yang ban