Aida memperhatikan langit cerah ini dari balik jendela kamarnya. Aida sedang memikirkan apa yang barusan dikatakan oleh Abinya. Abi dan Ummi ingin anaknya menikah muda supaya tidak menimbulkan fitnah.
"Jujur, aku gundah akan keputusan ini, berilah jawaban di istikharahku nanti malam Ya Rabb ..." Aida Berujar lirih.
Notifikasi handphone Aida mulai berbunyi. Sepertinya ada Line masuk. entah dari siapa, Aida juga tak tahu. Aida bergegas mengambil handphone nya yang tergeletak di atas meja rias. Ternyata Line dari Zalfa.
Zalfa adalah sosok sahabat yang sangat baik juga sholehah. Dia adalah sahabat yang Aida kenal sejak SD. Ia mempunyai paras yang cantik, pintar, ramah, dan dikagumi oleh banyak siswa di SMA Aida. Bahkan tak jarang banyak siswa yang sudah meng-khitbah lewat papahnya, tapi tak ada satupun yang diterimanya. Karena Zalfa termasuk hafidzah 30 Juz, ia juga ingin mempunyai sosok suami seperti itu pula.
Aida mulai membuka aplikasi Line nya.
Aida mulai mengetik sesuatu diatas layar ponselnya.
Aida Kharisya Hanum
Wa'alaikummusalam warahmatullahi wabarakatuh. Bisa kok, tunggu ya. Oiya, kamu dimananya?*Ddrrtt*
Zalfa Nur
Di Masjid At-Taqwa, Da.Aida kharisya Hanum
Oke, aku kesana.Aida mengambil tas selempangnya yang menggantung indah di sudut kamar. Aida baru ingat, hari ini adalah hari libur. Karena, hari ini adalah hari sabtu. SMA Aida Menetapkan kalau hari wajib masuk sekolah hanya senin-jum'at saja.
Aida hendak meminta izin pada Ummi dan Abinya untuk berpamitan ke sekolah.
"Ummi, Aida ada urusan dengan sahabat Aida di SMA, bolehkah Aida pamit mi?" Aida membujuk Umminya dengan menampakkan wajah melasnya agar dibolehkan ke sekolahan.
"Kamu kan belum sarapan." Ummi menatap wajah anak semata wayangnya dengan raut cemas.
"Yasudah, nasi dan lauk yang Ummi buat akan Aida bawa kesana. Aida tidak sempat Mi, bila makan dirumah. Lagipula, bila semakin siang, Jakarta pasti semakin macet. Apalagi, ini harinya orang-orang liburan. Mi ..." Aida menatap wajah Umminya intens.
"Yasudah kalau begitu." Ummi Salma pasrah mendengar jawaban Aida.
*****
Aida hendak pergi kedapur untuk membawa bekal yang dibuatkan Ummi tersayangnya.
Dimasukkan nasi dan bekal itu ke tempat makan berwarna biru muda. Setelah selesai, Aida berjalan melirik kekanan dan kekiri mencari Ummi dan Abi, untuk mencium tangannya.
Karena tadi, belum sempat.Setelah mencari, Aida menemukan orang tuanya. Orang tuanya berada di teras rumah. Ternyata, mereka sedari tadi sedang sibuk menyesap teh manis di pagi yang indah ini.
Aida melihat Abi dan Umminya dengan segala kedamaian diwajahnya, sedang tertawa bersama. Abi Khalil mencubit pipi Ummi dengan sangat gemas, lalu Ummi hendak memasang wajah ngambeknya, kalian tahu? Abi Aida setelah itu berbuat apa? mengusap lembut kepalanya, dan mencium keningnya dengan penuh kasih sayang. Sungguh sangat lucu dan manis orang tuanya itu.
Sungguh hebat kisah cinta kedua orang tua Aida. Bertegur sapa saja tidak, hanya sebatas doa yang mereka lantunkan di akhir sholat nya masing-masing.
Betapa bersyukurnya Aida mempunyai orang tua seperti mereka berdua.Aida selalu berharap, agar seseorang yang dijodohkan dengan dirinya kelak seperti Abinya--Abi Khalil. Abi Khalil itu, Selalu setia menemani Ummi Salma. dan Ummi Salma pun sama melakukan yang sama seperti itu.
Ketika cobaan datang tak henti-hentinya pada mereka berdua, mereka berdua saling menguatkan.
Saling meneguhkan hati dan mencari jalan keluarnya bersama. Sesulit apapun Abi Khalil mengeluarkan tenaga untuk mencari nafkah, Ummi Salma senantiasa mengelap keringat kesusah-payahan suaminya itu dengan doanya, dengan menyemangatinya, tak lupa ditambah senyum terindahnya.Begitupun Ummi Salma, saat Ummi Salma ingin mencurahkan isi hatinya, Abi Khalil selalu siap untuk mendengarkan, memberikan pundak untuk istrinya bersandar ketika istrinya mulai lelah.
Abi Khalil selalu bersedia menjadi tempat menanyakan masalah apapun yang ingin istrinya tanyakan. Saat dijawab oleh Abi Khalil, Abi Khalil selalu menjawabnya dengan kewibawaan, dan merendahkan suaranya, agar istrinya tidak sakit hati saat mendengar nasehatnya.
Sungguh, mereka itu bagaikan sosok imam yang sholeh dan sosok istri yang sholehah. Mungkin, kelak nanti, mereka berdua akan berjuang bersama-sama untuk melabuhkan cinta & hatinya di tempat sebaik-baiknya pelabuhan, yaitu surga-Nya Allah.
Inilah kisah cinta yang sangat murni. Tanpa ada interaksi atau hal semacamnya. Hanya doa, doa, doa dan senantiasa memperbaiki dirinya masing-masing.
"Abi, Ummi, kalian bagaikan penyemangat lahir batinku untuk berubah menjadi lebih baik di mata sang pencipta semesta.
Sungguh, sangat manis perjalanan kisah cinta yang sudah kalian arungi sampai saat ini, sampai detik ini.""Aku mengakuinya Abi, Ummi."
"Anakmu ini iri, sangat iri."
"Iri dalam kebaikan yang kalian jadikan pelajaran untuk diriku yang masih gelap akan ilmu."
"Yang masih kotor akan hati."
"Yang masih banyak dosa hingga saat ini."
"Bagiku, kalian adalah seterang-terangnya cahaya, di gelapnya hati ini."
"Kalian bagaikan alat pembersih jiwa yang kotor ini."
"Dan terakhir, kalian bagaikan guru pembimbing ku tak lupa penyemangat hari-hariku, agar senantiasa bewarna dan bermakna."
"Tanpa kalian disini, mungkin aku tak tahu apa-apa dari cinta yang sesungguhnya."
"Anakmu ini, ingin seperti dirimu kelak Bi, Mi."
"Yang diam-diam mencurahkan semua isi hatinya hanya pada sang pencipta."
"Ah, sudahlah tak perlu berlarut larut seperti ini. kuyakin jodohku seperti dirimu, Bi."
"Yang bukan tampan saja. Semuanya semoga sepertimu. Sikapnya lembut bila hendak menasehati, sholehnya, wibawanya, dan yang pasti sangat menyukai anak kecil."
Aida menghentikan aktivitas melamunnya, dan kembali tersadar.
"Assalammulaikum Bi, Mi. Aida berangkat ya," Aida menatap kedua orang tuanya dengan tatapan sendu.
"Wa'alaikumussalam. hati-hati ya anaknya Abi ... sini peluk dulu." Kata Abinya.
"Iih malu tau, Aida udah gede" Aida memanyunkan bibirnya lima sentimeter dan di susul tawa dari Uminya. "Hahaha, kamu itu lucu banget sih nak, yaudah hati-hati sayang."
Aida mengangguk,"Siap nyonya besar."
Aida mengecup punggung tangan kedua orang tuanya. Setelah itu, disusul kecupan hangat dari mereka berdua ke pipi kanan dan pipi kiri Aida. Sungguh hangat kecupan mereka berdua.
"Terimakasih Ya Allah atas nikmatmu yang selalu kau limpahkan kepada hamba-hambamu, termasuk hamba"--gumam Aida dalam hati.
Ummi Salma melihat anaknya sudah hilang ditelan pintu, ia hanya bisa tersenyum kecil dan mengucapkan alhamdulillah sebanyak-banyaknya pada Allah. Dia sangat bersyukur bisa mempunyai anak yang bisa menginvestasikan ke akhiratnya nanti.
Ummi Salma sangat terharu mempunyai putri yang sholehah seperti Aida. Sungguh, nikmat tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan? tak lupa air mata Ummi Salma sudah mengucur sejak Aida pergi tadi.
"Eh Ummi kok nangis sih? kenapa? cerita sama Abi ... Mi," Abi Khalil langsung menggenggam erat tangan Umi Salma sambil menyandarkan tubuh istrinya di dada bidangnya.
"Ummi seneng banget punya putri seperti Aida ... Bi, menenangkan bila melihat wajahnya. Ternyata doa kita dikabulkan ya, Bi. Aku bersyukur kita bisa mempunyai anak sebagai penyejuk hati." Ummi Salma masih meneteskan air mata bahagianya.
"Alhamdulillah Mi, Abi juga seneng banget mempunyai anak seperti dia. Apalagi dapat memiliki Ummi sepenuhnya, sudah menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Abi." sahut Abi Khalil, sambil mengusap lembut kepala istrinya. Tak lupa, Abi Khalil mengecup kening istrinya dengan penuh rasa sayang.
Hanya lewat kecupan, Ummi Salma merasakan tulusnya kecupan yang mendarat di keningnya itu.
Abi Khalil mengecup kening Ummi Salma tak lain sebagai tanda bersyukurnya karena memiliki istri yang sholehah dan Anak yang sholehah pula.
Hanya lewat kecupan, Ummi Salma merasakan tulusnya kecupan yang mendarat di keningnya itu.
Abi Khalil mengecup kening Ummi Salma tak lain sebagai tanda bersyukurnya karena memiliki istri yang sholehah dan Anak yang sholehah pula.
-----------------------------------------------------------
"Awassss ada lubang, please be careful!!" seru lelaki yang berada didekat pohon seakan menunggu sesuatu. Lelaki itu berteriak, teriakannya sangat nyaring terdengar oleh indra pendengaran Aida. Aida yang mendengar teriakkan itu tersontak kaget dan memperhatikan objek yang dikatakan sebagai--lubang, oleh lelaki tadi. "Inna lillahi wa inna ilayhi raji'un," ucapan Aida terlontar begitu saja saat kakinya hampir masuk kedalam lubang gorong-gorong yang tepat berada didepannya itu. Lubang yang disebabkan oleh aspal yang mulai tak bisa menahan apa yang dipikulnya. Lalu, menyebabkan lubang itu muncul ditengah jalan. Aida mengucapkan 'Inna lillahi wa inna ilayhi raji'un, Karena itu merupakan sebuah musibah yang menimpanya. Ya, walaupun dia tidak terpelosok kedalamnya, tetapi itu tetap dianggap musibah olehnya. "Makanya, kalau jalan itu perhatiin sek
Aida terbangun lalu beranjak dari tempat tidurnya. Saat melirik dinding, dia melihat jarum pemutar waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Ia segera kekamar mandi untuk mengambil wudhu, untuk melaksanakan salat istikharahnya, agar mendapatkan jawaban atas perjodohannya itu.Aida tak henti-hentinya menangis dan berdoa kepada penciptanya. Air mata jatuh bebas, mukena yang dia pakai sudah mulai basah akan air matanya, tapi ia tak memperdulikannya sedikitpun. Yang penting, malam ini dia akan bercerita, mengadukannya semua pada Allah, agar dirinya tenang. Tanpa ada seorangpun yang mengetahui, kecuali Allah.Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pilihan [yang tepat]
Pagi-pagi buta, Fathan masih sibuk dengan gulingnya. terlelap diatas kasur yang dilapisi seprai biru berlogo Chelsea--Tim bola kesayangannya.Daddy Anto--Daddy nya Fathan--masuk kedalam kamar anaknya tanpa permisi, ditambah dengan ekspresi wajah yang sangat sulit diartikan."Fathan, what the hell time is it? get up now! wanna be late?" Daddy Anto mengguncang kasar badan Fathan agar segera bangun. Sedangkan Fathan, hanya menggeliat kecil."Daddy, what time is it? i'am still sleepy." Fathan menarik selimutnya hingga menutupi wajahnya."Sekarang sudah pukul tujuh, dua puluh lima menit lagi gerbang ditutup. Kalau kamu gak bangun dalam hitungan ketiga, Daddy batalin sekolah di tempat Ferdi! satu, du--" Daddy nya berucap seperti mengancam.Saat itu juga Fathan memotong ucapan Daddy
Seperti biasanya, jalan besar ini sangat dipenuhi banyak kendaraan, tak lupa polusi udara yang turut ikut menyertai.Sungguh, polusi ini bagaikan abu vulkanik yang baru saja dimuntahkan oleh gunung meletus.Klakson yang sangat nyaring membuat gendang telinga siapa saja yang mendengar akan menutup Indera pendengarannya rapat-rapat.Fathan disini hanya bisa bersabar dan berharap keajaiban datang. Dia yang menunggu angkot sejak tadi tak kunjung datang hanya bisa mengelap peluh keringat yang sudah memenuhi dahinya dengan telapak tangan. sudah sejak pukul enam, Fathan mematung dipinggiran jalan hanya untuk menunggu sebuah angkot lewat. Dia melirik ke kanan juga ke kiri."Gak kaya biasanya"--gumamnya dalam hati.Fathan menghembuskan nafasnya asal. "Hhhh, nunggu itu capek ya ..." ucapnya lirih. Saat itu Fathan yang mulai letih untuk menunggu angkot, semangatnya seakan fulllagi, keletihannya terba
Jam pelajaran telah selesai, semua anak berhamburan kesana-kemari. Mereka akan melakukan aksinya masing-masing.Aksi apa? Kalian penasaran?Setelah pulang, anak-anak kelas '12 Ipa 2'ada yang hendak berjualan seblak, ada yang menagih kredit hape seperti debt kolektor ke rumah-rumah, ada yang hendak membantu bapak nya untuk membenarkan atap genting yang bocor, ada yang memberi makan ternak bebeknya, ada yang shopping menye-menye agar terlihat gaul, ada yang makan ke tempat eksis hanya untuk berfoto saja, tanpa membeli. Dan masih banyak hal lainnya yang akan dikerjakan mereka masing-masing.Lain halnya dengan Fathan. Fathan akan segera ke rumah sakit untuk menjenguk orang yang paling dia sayangi. Fathan berlari ke ruangan Ferdi dengan nafas tersengal. Fathan bertekad akan meminjam motor pada sahabatnya itu.Terlintas di b
Tak perlu ku jelaskan lagi betapa kerasnya jantungku berdebar ketika mendengar suara mu.Tak perlu ku
Jam pelajaran telah selesai, semua anak berhamburan kesana-kemari. Mereka akan melakukan aksinya masing-masing.Aksi apa? Kalian penasaran?Setelah pulang, anak-anak kelas '12 Ipa 2'ada yang hendak berjualan seblak, ada yang menagih kredit hape seperti debt kolektor ke rumah-rumah, ada yang hendak membantu bapak nya untuk membenarkan atap genting yang bocor, ada yang memberi makan ternak bebeknya, ada yang shopping menye-menye agar terlihat gaul, ada yang makan ke tempat eksis hanya untuk berfoto saja, tanpa membeli. Dan masih banyak hal lainnya yang akan dikerjakan mereka masing-masing.Lain halnya dengan Fathan. Fathan akan segera ke rumah sakit untuk menjenguk orang yang paling dia sayangi. Fathan berlari ke ruangan Ferdi dengan nafas tersengal. Fathan bertekad akan meminjam motor pada sahabatnya itu.Terlintas di b
Seperti biasanya, jalan besar ini sangat dipenuhi banyak kendaraan, tak lupa polusi udara yang turut ikut menyertai.Sungguh, polusi ini bagaikan abu vulkanik yang baru saja dimuntahkan oleh gunung meletus.Klakson yang sangat nyaring membuat gendang telinga siapa saja yang mendengar akan menutup Indera pendengarannya rapat-rapat.Fathan disini hanya bisa bersabar dan berharap keajaiban datang. Dia yang menunggu angkot sejak tadi tak kunjung datang hanya bisa mengelap peluh keringat yang sudah memenuhi dahinya dengan telapak tangan. sudah sejak pukul enam, Fathan mematung dipinggiran jalan hanya untuk menunggu sebuah angkot lewat. Dia melirik ke kanan juga ke kiri."Gak kaya biasanya"--gumamnya dalam hati.Fathan menghembuskan nafasnya asal. "Hhhh, nunggu itu capek ya ..." ucapnya lirih. Saat itu Fathan yang mulai letih untuk menunggu angkot, semangatnya seakan fulllagi, keletihannya terba
Pagi-pagi buta, Fathan masih sibuk dengan gulingnya. terlelap diatas kasur yang dilapisi seprai biru berlogo Chelsea--Tim bola kesayangannya.Daddy Anto--Daddy nya Fathan--masuk kedalam kamar anaknya tanpa permisi, ditambah dengan ekspresi wajah yang sangat sulit diartikan."Fathan, what the hell time is it? get up now! wanna be late?" Daddy Anto mengguncang kasar badan Fathan agar segera bangun. Sedangkan Fathan, hanya menggeliat kecil."Daddy, what time is it? i'am still sleepy." Fathan menarik selimutnya hingga menutupi wajahnya."Sekarang sudah pukul tujuh, dua puluh lima menit lagi gerbang ditutup. Kalau kamu gak bangun dalam hitungan ketiga, Daddy batalin sekolah di tempat Ferdi! satu, du--" Daddy nya berucap seperti mengancam.Saat itu juga Fathan memotong ucapan Daddy
Aida terbangun lalu beranjak dari tempat tidurnya. Saat melirik dinding, dia melihat jarum pemutar waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Ia segera kekamar mandi untuk mengambil wudhu, untuk melaksanakan salat istikharahnya, agar mendapatkan jawaban atas perjodohannya itu.Aida tak henti-hentinya menangis dan berdoa kepada penciptanya. Air mata jatuh bebas, mukena yang dia pakai sudah mulai basah akan air matanya, tapi ia tak memperdulikannya sedikitpun. Yang penting, malam ini dia akan bercerita, mengadukannya semua pada Allah, agar dirinya tenang. Tanpa ada seorangpun yang mengetahui, kecuali Allah.Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pilihan [yang tepat]
"Awassss ada lubang, please be careful!!" seru lelaki yang berada didekat pohon seakan menunggu sesuatu. Lelaki itu berteriak, teriakannya sangat nyaring terdengar oleh indra pendengaran Aida. Aida yang mendengar teriakkan itu tersontak kaget dan memperhatikan objek yang dikatakan sebagai--lubang, oleh lelaki tadi. "Inna lillahi wa inna ilayhi raji'un," ucapan Aida terlontar begitu saja saat kakinya hampir masuk kedalam lubang gorong-gorong yang tepat berada didepannya itu. Lubang yang disebabkan oleh aspal yang mulai tak bisa menahan apa yang dipikulnya. Lalu, menyebabkan lubang itu muncul ditengah jalan. Aida mengucapkan 'Inna lillahi wa inna ilayhi raji'un, Karena itu merupakan sebuah musibah yang menimpanya. Ya, walaupun dia tidak terpelosok kedalamnya, tetapi itu tetap dianggap musibah olehnya. "Makanya, kalau jalan itu perhatiin sek
Aida memperhatikan langit cerah ini dari balik jendela kamarnya. Aida sedang memikirkan apa yang barusan dikatakan oleh Abinya. Abi dan Ummi ingin anaknya menikah muda supaya tidak menimbulkan fitnah."Jujur, aku gundah akan keputusan ini, berilah jawaban di istikharahku nanti malam Ya Rabb ..." Aida Berujar lirih.Notifikasi handphone Aida mulai berbunyi. Sepertinya ada Line masuk. entah dari siapa, Aida juga tak tahu. Aida bergegas mengambil handphone nyayang tergeletak di atas meja rias. Ternyata Line dari Zalfa.Zalfa adalah sosok sahabat yang sangat baik juga sholehah. Dia adalah sahabat yang Aida kenal sejak SD. Ia mempunyai paras yang cantik, pintar, ramah, dan dikagumi oleh banyak siswa di SMA Aida. Bahkan tak jarang banyak siswa yang sudah meng-khitbah lewat papahnya, tapi tak ada satupun yang diterimanya. Karena
Tak perlu ku jelaskan lagi betapa kerasnya jantungku berdebar ketika mendengar suara mu.Tak perlu ku