Pagi itu, entah pagi ke berapa Elena bangun dalam pelukan seorang Yogie Pratama. Setelah hari di mana Yogie melamarnya, lelaki itu berubah menjadi lelaki yang lebih baik lagi setiap harinya, menjadi calon ayah dan juga seorang pasangan ideal untuk wanita manapun. Elena bahkan merasakan jika ia seakan jatuh lagi dan lagi dalam pesona seorang Yogie Pratama.
Hubungan Yogie dengan Elena kini masih berjalan di tempat hingga usia kandungan Elena kini yang sudah memasuki bulan ke sembilan. Selama itu, Yogie bahkan tidak pernah sekalipun menuntut untuk berhubungan intim dengan Elena, meski sejak hari itu Yogie sudah kembali pindah ke apartemen Elena dan tidur di sana bersama dengan Elena.
Elena bahkan sempat berpikir, apakah tubuhnya yang sudah membengkak seperti saat ini sudah tidak menarik lagi untuk Yogie? Hingga lelaki itu hanya tidur memeluknya saja tanpa melakukan apapun? Entahlah.
Tentang lamaran saat itu, Elena belum menjawabnya hingga saat ini. Elena masih sang
Sorenya...Elena masih setia berada dalam pelukan Yogie, kepalanya tersandar dengan santai di dada Yogie, sedangkan lelaki itu kini masih asik bermain Playstation miliknya yang memang berada di kamar Elena.“Kamu masih seperti anak kecil.” Suara Elena terdengar serak, sesekali ia menggesekkan pipinya pada dada telanjang Yogie.“Anak keci katamu? Aku sudah menghamilimu, bagaimana mungkin kamu bilang aku seperti anak kecil.” Yogie menjawab datar, sedangkan matanya masih fokus pada layar televisi di hadapannya.“Sikap dan perilaku kamu mengingatkanku dengan anak kecil, masih suka main Ps, keluyuran, kencan dan lain sebagainya, lagian, kamu yakin sekali jika kamu yang menghamiliku.”Yogie mem-pause permainannya kemudian menatap lembut ke arah Elena. “Sampai kapan kamu akan membohongiku tentang dia?” jemarinya mengusap lembut perut telanjang Elena.“
“Hansel, berhenti memainkan itu, hei, hei.” Yogie masih sibuk mengurus bocah berumur satu tahun yang masih duduk dengan tenang di tempat duduk khusus untuk memberi makan bayi. Namanya Hansel Pradipta, putera pertamanya dengan Elena.Setelah melahirkan, Elena memberi Yogie wewenang untuk menamai putera pertama mereka, dengan spontan Yogie menamainya dengan nama Hansel, entahlah, ia suka saja dengan nama tersebut. Sedangkan nama belakanngnya tetap membawa nama Pradipta, karena ayah Elena ingin cucu pertamanya itu menjadi penerus keluarga Pradipta.Yogie sendiri tidak mempedulikan nama belakang putera pertamanya itu, yang pasti, Hansel adalah puteranya, dan semua orang tahu kenyataan itu.“Sayang, Stiletto aku yang warna merah di mana?” suara lembut dari dalam kamar membuat Yogie mengangkat wajahnya. Itu pasti Elena, istrinya yang kini sering kali bersikap manja padanya.“Dengar Hansel, Papa akan ke tempat mama dulu, ka
Halo.... ini adalah cerita keduaku di Goodnovel setelah Baby, oh Baby! selamat membaca... semoga suka ya....PROLOG-Yogie-Aku mulai memarkirkan mobilku di area parkir sebuah kelab malam. kelab malam yang beberapa bulan terakhir ku datangi secara rutin. Bukan karena aku ingin mengencani salah satu penari tiang di sana, tapi karena aku ingin menghabisakan malam-malamku dengan mabuk.Ya, sejak patah hati beberapa bulan yang lalu, aku memang selalu ke tempat ini untuk menenangkan diriku sendiri. Sesekali aku bermain dengan wanita yang di sediakan di kelab ini, tapi tetap saja, wanita-wanita itu tak akan bisa menggantikan posisi Alisha di hatiku. Ya, Aku benar-benar mencintai Alisha, gadis pengantar minuman di sebuah pub yang kini sudah menikah dengan kakak dari sahabatku sendiri.Aku mengernyit ketika menyadari jika kelab malam ini
Bab 1 - kencan satu malam Yogie terbangun dengan mata yang nyaris tak bisa terbuka. Ia masih mengantuk, tubuhnya masih terasa remuk dengan pergulatan panas semalam. Pergulatan panas? Yogie membuka matanya seketika dan mendapati dirinya sedang berada di dalam sebuah kamar seorang wanita.Tentu Yogie ingat jika semalam ia baru saja bercinta dengan panas dengan orang yang baru saja ia temui setelah Enam tahun tak bertemu. Yogie tersenyum saat mengingat hal itu. Ia melemparkan pandangan matanya ke seluruh penjuru ruangan untuk mencari-cari pakaiannya.Yogie lantas berdiri kemudian mulai memunguti pakaiannya yang berserahkan di lantai dan mengenakannya satu persatu. Pada saat bersamaan, pintu kamar mandi di buka oleh seseorang, dan Yogie terpana menatap sosok berbeda dengan sosok yang semalam ia temui.Itu Elena, wanita yang sama dengan wanita tadi malam, tapi penampilannya begitu berbeda. Jika Elena tadi malam terlihat
“Kencan satu malam dengan dia.” ucap Yogie sambil menunjuk ke arah Elena.Ucapan Yogie tersebut membuat Andrew dan beberapa temannya menatap Yogie dengan mulut ternganga. Sedangkan Elena sendiri hanya menatap Yogie dengan tatapan santainya, seperti tidak terusik sedikitpun.“Lo sinting? Lo boleh minta apa aja, tapi tidak dengan dia.” Andrew setengah marah.“Kenapa? Lo kayaknya sudah yakin banget kalau gue yang menang.”“Lo nggak akan menang.”“Kalau gitu, gue mau dia yang jadi taruhannya.”“Sialan!!” umpat Andrew tepat di hadapan Yogie.Elena menarik lengan Andrew lalu mengajaknya sedikit menjauh. Elena berbisik pelan pada telinga Andrew.“Turuti saja apa maunya.”Andrew menatap Elena dengan tatapan terkejutnya. “Kamu kenal sama dia?”“Dia teman SMAku dulu.”“Elena, dia setengah gila, aku baru m
Pangkal paha Yogie berdenyut, mendesak-desak supaya cepat di lepaskan, tetapi, Yogie menahannya. Malam ini ia harus menikmatinya, Elena juga harus menikmatinya. Mereka melakukan hal ini dengan sama-sama sadar, dan Yogie ingin Elena merasakan betapa berharganya malam ini dengannya.Satu per satu Yogie melucuti pakaian yang di kenakan Elena, membuat tubuh seksi Elena terpampang jelas tepat di hadapan Yogie. Yogie menelan ludahnya dengan susah payah. Bagaimana mungkin Elena memiliki tubuh seindah ini? Siapa saja yang sudah pernah melihatnya? Apa si brengsek Andrew melihat tubuh Elena yang seperti ini setiap hari?Dan seketika itu juga Yogie merasakan dadanyaa terasa panas. Ia cemburu, sangat cemburu, belum lagi kenyataan jika Elena mungkin saja seorang wanita nakal, wanita yang dengan gampang menyerahkan tubuhnya untuk lelaki lain. Apa Elena wanita seperti itu?Dengan kasar Yogie kembali melumat bibir Elena, menggigitnya, seakan memberi hukuman bagi wanita itu. Sed
Dengan cepat Elena mendorong dada Yogie hingga lelaki di hadapannya tersebut menjauh.“Apa yang kamu lakukan? Bagaimana mungkin kita bercinta tanpa pengaman?!” Elena tampak sangat marah dengan Yogie.“Maaf, aku akan bertanggung jawab.”“Bertanggung jawab katamu? Walaupun aku hamil aku nggak akan mau kamu bertanggung jawab!”“Kenapa? karena aku pengangguran?” Yogie bertanya dengan nada kerasnya.Elena memejamkan matanya frustasi, ia menyadari jika perkataannya menyinggung Yogie.“Gie, dengar, ini bukan masalah tanggung jawab. Kamu tahu, kan resikonya seks bebas tanpa pengaman? Bukan karena hamil, sungguh, kalau itu yang kamu takutkan, kamu nggak perlu khawatir, aku nggak akan hamil, tapi-”“Aku bersih. Dan aku yakin kamu juga bersih.” Potong Yogie yang sudah mengerti apa yang di maksud oleh Elena.“Seyakin apa? Kamu nggak tahu bagaimana kehidupan seksu
Elena dan Yogie turun bersama ketika waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Keduanya sepakat menuju ke kafe terdekat untuk membicarakan perihal kesepakatan mereka.Yogie sama sekali tidak bisa mengalihkan pandangannya pada diri Elena. Oh sial!! Sebenarnya apa yang di lakukan wanita itu hingga membuatnya tidak bisa berpaling seperti saat ini?“Berhenti menatapku seperti itu atau kamu akan salah memasukkan sup itu ke dalam lubang hidungmu.” Elena berkata dengan wajah datarnya.Yogie tertawa. “Aku suka melihatmu, apa itu aneh?”“Risih.”“Apa yang membuatnya risih?”Elena menatap Yogie lalu bekata. “Kamu terlihat seperti lelaki yang menginginkan seks setiap waktu, dan aku risih melihat itu.”“Aku memang menginginkan seks setiap waktu.” jawab Yogie dengan tawa lebarnya. “Percaya atau tidak, aku sudah kembali menegang, Elena.”Elena membulatkan mata
“Hansel, berhenti memainkan itu, hei, hei.” Yogie masih sibuk mengurus bocah berumur satu tahun yang masih duduk dengan tenang di tempat duduk khusus untuk memberi makan bayi. Namanya Hansel Pradipta, putera pertamanya dengan Elena.Setelah melahirkan, Elena memberi Yogie wewenang untuk menamai putera pertama mereka, dengan spontan Yogie menamainya dengan nama Hansel, entahlah, ia suka saja dengan nama tersebut. Sedangkan nama belakanngnya tetap membawa nama Pradipta, karena ayah Elena ingin cucu pertamanya itu menjadi penerus keluarga Pradipta.Yogie sendiri tidak mempedulikan nama belakang putera pertamanya itu, yang pasti, Hansel adalah puteranya, dan semua orang tahu kenyataan itu.“Sayang, Stiletto aku yang warna merah di mana?” suara lembut dari dalam kamar membuat Yogie mengangkat wajahnya. Itu pasti Elena, istrinya yang kini sering kali bersikap manja padanya.“Dengar Hansel, Papa akan ke tempat mama dulu, ka
Sorenya...Elena masih setia berada dalam pelukan Yogie, kepalanya tersandar dengan santai di dada Yogie, sedangkan lelaki itu kini masih asik bermain Playstation miliknya yang memang berada di kamar Elena.“Kamu masih seperti anak kecil.” Suara Elena terdengar serak, sesekali ia menggesekkan pipinya pada dada telanjang Yogie.“Anak keci katamu? Aku sudah menghamilimu, bagaimana mungkin kamu bilang aku seperti anak kecil.” Yogie menjawab datar, sedangkan matanya masih fokus pada layar televisi di hadapannya.“Sikap dan perilaku kamu mengingatkanku dengan anak kecil, masih suka main Ps, keluyuran, kencan dan lain sebagainya, lagian, kamu yakin sekali jika kamu yang menghamiliku.”Yogie mem-pause permainannya kemudian menatap lembut ke arah Elena. “Sampai kapan kamu akan membohongiku tentang dia?” jemarinya mengusap lembut perut telanjang Elena.“
Pagi itu, entah pagi ke berapa Elena bangun dalam pelukan seorang Yogie Pratama. Setelah hari di mana Yogie melamarnya, lelaki itu berubah menjadi lelaki yang lebih baik lagi setiap harinya, menjadi calon ayah dan juga seorang pasangan ideal untuk wanita manapun. Elena bahkan merasakan jika ia seakan jatuh lagi dan lagi dalam pesona seorang Yogie Pratama.Hubungan Yogie dengan Elena kini masih berjalan di tempat hingga usia kandungan Elena kini yang sudah memasuki bulan ke sembilan. Selama itu, Yogie bahkan tidak pernah sekalipun menuntut untuk berhubungan intim dengan Elena, meski sejak hari itu Yogie sudah kembali pindah ke apartemen Elena dan tidur di sana bersama dengan Elena.Elena bahkan sempat berpikir, apakah tubuhnya yang sudah membengkak seperti saat ini sudah tidak menarik lagi untuk Yogie? Hingga lelaki itu hanya tidur memeluknya saja tanpa melakukan apapun? Entahlah.Tentang lamaran saat itu, Elena belum menjawabnya hingga saat ini. Elena masih sang
“Kamu yakin kalau kamu akan tetap bekerja hari ini?” tanya Yogie penuh perhatian. Saat ini Yogie sudah mengantar Elena tepat di depan kantor Elena. Tadi pagi Yogie sempat melihat Elena mual-mual setelah meminum susu buatannya. Yogie bahkan tidak berhenti meminta maaf karena ia pikir susu buatannya tidak enak. Dan Elena hanya tersenyum dengan sikap Yogie yang terkesan polos tersebut.“Ya, aku harus kerja.”“Kamu kan pemilik perusahaan, kamu bisa cuti hamil dari sekarang.”“Aku nggak mau manja. Bukannya kamu juga harus kerja?”“Ya, sebenarnya aku harus kerja juga, sudah berminggu-minggu aku bolos. Yongki pasti ngamuk-ngamuk.” Elena tersenyum setelah mendengar pernyataan Yogie tersebut.“Oke, sekarang pulanglah, dan kerjalah. Aku baik-baik saja.”Elena membuka sabuk pengamannya kemudian akan bangkit keluar dari mobil Yogie, tapi Yogie lebih dulu menarik lengannya kemb
Yogie mengejar Elena, tapi wanita itu sudah tak ada. Akhirnya Yogie berinisiatif menyusul Elena sampai ke apartemen wanita tersebut. Dan benar saja, ketika Yogie sampai di depan pintu apartemen Elena dengan napas yang terputus-putus karena lari, Elena masih berada di sana dan sedang sibuk memencet password pintu apartemennya.“Elena.”“Apa yang kamu lakukan di sini?”“Sudah jelas, aku mengejarmu.”“Aku tidak mau di kejar, sekarang pergilah.”“Please, maafkan aku, aku akan melakukan apapun asal kamu memaafkanku dan kembali padaku.”“Aku nggak mau, Gie. Sekarang pergilah.”“Aku tidak akan pergi, aku tidak akan meninggalkan kamu dengan bayi kita.”“Bayiku.” ralat Elena dengan spontan mendaratkan telapak tangannya pada perutnya sendiri.“Aku turut andil dalam pembuatannya.”“Sial!”
Aaron menatap gelas kecil di hadapannya yang berisi minuman beralkohol. Saat ini dirinya sedang berada di aparetemen milik Yogie. Keduanya duduk di bar milik Yogie setelah keduanya membersihkan diri dari darah-darah yang berada di wajah mereka.“Lo dulu yang mulai.” ucap Aaron kemudian.“Gue suka Elena.”“Sejak kapan?”Yogie tercenung sebentar. “Dua tahun yang lalu.”Aaron memejamkan matanya. Jadi kemungkinan besar ayah dari bayi yang di kandung Elena adalah Yogie? Selama ini Elena tidak pernah mau memberi tahu siapa ayah dari bayi yang di kandungnya. Jangan-jangan memang benar Yogielah Ayah dari bayi yang di kandung Elena.“Sejauh apa hubungan lo sama dia? Apa kalian pernah melakukan seks?” tanya Aaron tanpa sedikitpun rasa sungkan.“Hampir setiap hari kita melakukan seks.”“Sialan lo! Kalau begitu kenapa lo tidak mencurigai diri lo sendiri seb
Yogie semakin menggila. Ia bahkan sudah tidak mau bekerja lagi, semua pekerjaannya terbengkalai karena ia lebih memilih menghabiskan waktunya untuk mengikuti kemanapun Elena pergi. Bukan mengikuti secara terang-terangan, melainkan secara sembunyi-sembunyi.Ya, sejak pengakuan cintanya saat itu pada Jihan, pikiran Yogie semakin kacau. Ia sudah memantapkan diri jika ia memang jatuh cinta pada sosok Elena, tapi di sisi lain hatinya meragu. Bagaimana jika Elena menolaknya? Bagaimana jika wanita itu kini benar-benar hamil anak dari lelaki lain? Mengingat itu Yogie kembali marah.Yogie melanjutkan mengemudikan mobilnya ke arah manapun mobil Elena melaju. Saat ini ia sudah seperti seorang mata-mata yang mengikuti kemanapun targetnya melangkah.Ternyata mobil Elena berhenti di sebuah kafe, dan Yogie masih setia mengikuti wanita tersebut sedikit lebih jauh. Ternyata wanita itu bertemu dengan seseorang, lagi-lagi orang itu adalah Aaron Revaldi.Sial, benar-benar si
Elena kini sudah duduk di ujung kafe milik Jihan. Telapak tangannya menangkup secangkir cokelat hangat yang mengepul di hadapannya. Sesekali ia menatap ke arah Yogie. Yogie sendiri tampak murung dengan ekspresinya. Entah apa yang sedang di pikirkan lelaki tersebut.“Kita lupakan saja semuanya.” Setelah cukup lama berdiam diri tanpa ada yang mau memulai pembicaraan, akhirnya Elena berucap dengan datar.“Kenapa tiba-tiba bicara seperti itu?”“Aku akan kembali ke luar negeri, jadi lupakan semuanya.”Yogie tersenyum miring. “Benarkah? Kupikir kamu sedang berniat menggoda suami orang.” sindir Yogie.“Jaga mulut kamu, Yogie!”“Aku sudah tahu Elena, kamu kembali menjalin hubungan dengan Aaron, kan? Padahal kamu jelas tahu, kalau dia sudah menikah dengan Bella.”“Bukan urusanmu.” Elena berdiri kemudian bergegas pergi, tapi kemudian tangan Yogie mer
“Terima kasih kamu mau menemaniku.” lirih Elena pada sosok lelaki di sebelahnya. Itu Aaron yang kini sedang mengemudikan mobilnya.Tadi Elena memang berniat ke tempat dokter kandungan untuk memeriksakan kehamilannya, hanya saja setelah sampai di sana, Elena sangat malu karena di sana hanya ia yang sendirian, sedangkan wanita yang periksa di sana di temani oleh suami masing-masing.Dengan spontan Elena berbalik dan meninggalkan tempat tersebut. Ia juga ingin di temani dengan ayah dari bayi yang di kandungnya, tapi meminta Yogie untuk menemaninya, benar-benar tidak mungkin.Yogie terlalu sibuk dengan urusannya sendiri, lelaki itu sudah berubah dan hanya mementingkan kesenangannya sendiri, mana mungkin Yogie mau mengakui bahwa bayi yang di kandungnya adalah bayi dari lelaki tersebut.Belum lagi kenyataan jika dulu Yogie juga pernah membuat dirinya kehilangan calon bayinya, ah, saat itu Yogie pasti sengaja meminta dokter untuk menggugurkan bayinya