Dengan cepat Elena mendorong dada Yogie hingga lelaki di hadapannya tersebut menjauh.
“Apa yang kamu lakukan? Bagaimana mungkin kita bercinta tanpa pengaman?!” Elena tampak sangat marah dengan Yogie.
“Maaf, aku akan bertanggung jawab.”
“Bertanggung jawab katamu? Walaupun aku hamil aku nggak akan mau kamu bertanggung jawab!”
“Kenapa? karena aku pengangguran?” Yogie bertanya dengan nada kerasnya.
Elena memejamkan matanya frustasi, ia menyadari jika perkataannya menyinggung Yogie.
“Gie, dengar, ini bukan masalah tanggung jawab. Kamu tahu, kan resikonya seks bebas tanpa pengaman? Bukan karena hamil, sungguh, kalau itu yang kamu takutkan, kamu nggak perlu khawatir, aku nggak akan hamil, tapi-”
“Aku bersih. Dan aku yakin kamu juga bersih.” Potong Yogie yang sudah mengerti apa yang di maksud oleh Elena.
“Seyakin apa? Kamu nggak tahu bagaimana kehidupan seksualku di luar sana.”
Yogie mengulurkan jemarinya mengusap lembut pipi Elena, satu hal yang kini sangat di gemari Yogie.
“Aku hanya percaya kalau kamu nggak sakit, itu saja.” Yogie menjawab dengan nada lembutnya.
“Lalu bagaimana aku bisa percaya kalau kamu nggak sakit?”
Yogie tertawa lebar. “Aku melakukan pemeriksaan setiap tiga bulan sekali saat aku gemar melakukan seks bebas. Tapi beberapa bulan terakhir aku tidak pernah melakukan seks lagi, dan kamu bisa lihat, aku sehat, dan aku bersih.”
Elena menghela napas panjang, ia kemudian berjalan dengan tubuh telanjangnya ke arah ranjang, lalu duduk d pinggirannya. Hal itu tak luput dari perhatian Yogie. Oh sial!! Yogie kini bahkan kembali menegang.
“Ya, aku percaya kamu. Aku juga bersih.” ucap Elena. “Tapi jangan pernah sepelekan hal itu Gie, aku tidak pernah membiarkan lelaki manapun memasukiku tanpa pengaman.”
Yogie berjalan menuju ke arah Elena. “Oke Honey, aku akan melakukan apapun yang kamu perintahkan.”
“Honey?”
“Ya, ingat kesepakatan kita tadi.”
“Jadi kamu benar-benar ingin menjadikan aku sebagai kekasih gelapmu?”
“Tentu saja.”
“Yogie, aku nggak bisa.”
“Tidak bisa seperti itu Elena. Kamu sudah menjawab Ya. Jadi kesepakatan tetaplah kesepakatan.”
Yogie terlihat tidak bisa di ganggu gugat. Sedangkan Elena hanya mampu menghela napas panjang.
“Tenang saja Honey, Andrew tidak akan tahu, aku tidak akan berkata pada siapapun jika kita memiliki sedikit rahasia.”
Bukan karena Andrew sialan!! Ini karena kamu Gie, karena kamu yang mau tidak mau membuatku kembali menjalin hubungan dengan seorang pria, padahal aku tidak ingin –sama sekali tidak ingin berhubungan dengan pria lagi. pikir Elena.
“Oke, kalau begitu kita buat peraturanya.”
Secepat kilat Yogie mendorong tubuh Elena hingga kini wanita tersebut terbaring telentang tepat di bawah tindihannya.
“Apa yang kamu lakukan? Kita harus membuat peraturannya.”
“Aturan bisa menunggu nanti atau kapan saja, tapi tidak dengan kejantananku.” bisik Yogie serak. Elena melirik ke bawah dan mendapati Yogie yang sudah menegang sepenuhnya.
“Kamu benar-benar tidak pernah melakukan seks beberapa bulan terakhir?” tanya Elena dengan tatapan anehnya.
Yogie tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.
“Pantas saja.”
“Pantas kenapa?”
“Kamu seperti maniak seks.”
Yogie tertawa lebar. “Kamu suka, kan?”
Elena hanya mampu tersenyum, jemarinya kini sudah terulur mengusap lembut dada bidang Yogie yang terasa lembut tapi keras berotot.
“Kamu benar-benar tidak akan hamil? Maksudku... Aku tidak memiliki pengaman saat ini, dan aku tidak mungkin keluar untuk membelinya dalam keadaan seperti ini.”
“Ya. Aku selalu minum pil, kamu tenang saja.”
Yogie mengerutkan keningnya. “Seserius itukah hubunganmu dengan Andrew?”
“Mengamankan diri sendiri tidak masalah bukan? Apa itu masalah untukmu?”
“Tidak! Tentu saja tidak.” jawab Yogie yang langsung di ikuti dengan menempelkan bibirnya pada bibir ranum milik Elena, mengecupnya lembut kemudian melumatnya dengan panas.
Itu masalah, tentu saja. Yogie tidak ingin Elena berhubungan serius dengan lelaki lain, tapi tentu saja Yogie tidak mungkin mengatakan hal itu secara lagsung pada Elena, dia tentu tidak ingin Elena pergi menjauhinya jika ia menambahkan perasaan dalam hubungan mereka nantinya.
“Aku akan memasukimu, Honey.”
“Ya, lakuanlah.. lakukanlah.” desah Elena. Dan Yogiepun akhirnya kembali menyatukan diri ke dalam tubuh Elena. Memuaskan dirinya serta diri wanita yang kini berada di bawahnya.
***
Pagi itu Elena terbangun dengan mata yang masih berat. Ia merasakan lengan seseorang masih memeluknya dari belakang. Telapak tangan besar itu masih menangkup sebelah payudara telanjangnya, dan itu membuat Elena kembali di rayapi berbagai macam perasaan aneh.
Elena mendesah pelan. Bagaimana mungkin ia akan terjebak dengan Yogie? Astaga, padahal bukan menjadi urusannya jika lelaki ini kerja atau tidak. Kenapa ia mau di jadikan hadiah untuk lelaki ini? Elena sadar jika sebuah alasan simpel menari di kepalanya.
Alasannya karena Elena juga membutuhkan Yogie. Membutuhkan sentuhan lelaki itu lebih tepatnya.
Selama ini Elena hidup dalam keluarga kaya dan terpandang. Ia terlihat begitu sempurna di mata banyak orang, cantik, seksi, kaya, berpendidikan. Padahal tak banyak orang tahu jika dirinya menyimpan sebuah rahasia gelap. Rahasia yang tidak akan pernah ia ceritakan pada siapapun.
Rahasia tersebut memaksa Elena keluar dari negeri ini, lalu menimba ilmu di luar negeri bersama dengan Aaron, temannya sekaligus pria yang pernah ia sukai saat SMA. Elena tahu, jika gosip yang beredar di antara teman-temannya saat itu adalah jika dirinya melanjutkan sekolah ke luar negeri karena mengikuti kemanapun Aaron pergi. Tapi Elena tidak peduli dengan gosip tersebut. Nyatanya gosip itu lebih baik di bandingkan kenyataan memalukan yang ia alami saat itu.
Elena sedikit menggerakkan tubuhnya dan itu secara spontan membuat Yogie semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Elena.
Yogie, bagaimana bisa lelaki ini menarik perhatiannya?? Apa karena tubuh tegap berisinya? Atau karena wajah tampannya? Atau mungkin karena ukuran kejantanannya? Elena menggeleng keras ketika pikiran terakhir melintas kepalanya. Bukan, bukan karena semua itu, Yogie menarik perhatiannya karena lelaki itu dapat meredakan dahaganya yang haus akan sentuhan lembut ketika melakukan seks.
Ya, Elena suka dengan sentuhan yang di berikan oleh Yogie...
Lelaki itu menyentuhnya seperti menyentuh sebuah kaca yang mudah rapuh. Yogie memperlakukannya mirip dengan memperlakukan seorang kekasih, tidak seperti lelaki-lelaki bule teman kencannya terdahulu yang memperlakukannya layaknya teman seks bayaran, atau seperti guru private sialannya yang dengan kasar merenggut keperawanannya dan menjadikannya korban pelecehan seksual selama bertahun-tahun lamanya.
Elena kembali menggelengkan kepalanya, menepis semua kenangan-kenangan buruk masalalunya. Ya, semua itu sudah menjadi masalalu. Ia harus dapat melupakan semuanya dan menjadi wanita baru.
“Sudah bangun, Honey?” pertanyaan serak Yogie membuat Elena menolehkan kepalanya ke belakang. Lelaki itu kini sedang mengecup lembut punggungnya. Sedangkan telapak taangan lelaki tersebut masih enggan melepaskan cengkramannya pada payudara Elena.
“Ya.” Hanya itu jawaban Elena.
“Jam berapa ini?”
“Aku tidak tahu. Kamu ada acara?” Elena bertanya masih dengan tubuh kakunya karena sentuhan-sentuhan lembut yang di berikan oleh Yogie.
Sebelah tangan Yogie lainnya menyelinap di bawah tindihan tubuh Elena, kemudian merayap mencari pusat diri Elena yang masih tertutup dengan bedcover yang menutupi tubuh telanjang keduanya.
Yogie membelai lembut, hingga membuat Elena mengerang. “Jadwalku padat hari ini.”
“Oh ya?” Elena menggigit bibir bawahnya. “Lalu kenapa kamu- Astaga, hentikan Yogie!!” seru Elena ketika jemari Yogie mulai memasuki dirinya.
“Aku tidak bisa berhenti, Honey, tidak bisa!” sambil menggertakkan giginya, Yogie menghentikan aksinya, lalu mengangkat sebelah kaki Elena dan menenggelamkan diri sedalam-dalamnya ke dalam tubuh Elena.
“Ohh Shit!!! Nikmatnya bercinta pagi hari.”
“Kamu bajingan tengik!!” umpat Elena.
“Ya, Dan kamu suka, bukan?”
“Yes, oh yes, kamu membuatku suka.”
“Dan akan selalu seperti itu, Honey.” Yogie kembali menggerakkan tubuhnya. Membuat Elena mengerang, melambung tinggi karena perlakuan lelaki tersebut. Ya, harus Elena akui, jika Yogie berbeda dengan lelaki yang pernah menyentuhnya. Lelaki itu benar-benar berbeda.
-TBC-
Elena dan Yogie turun bersama ketika waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Keduanya sepakat menuju ke kafe terdekat untuk membicarakan perihal kesepakatan mereka.Yogie sama sekali tidak bisa mengalihkan pandangannya pada diri Elena. Oh sial!! Sebenarnya apa yang di lakukan wanita itu hingga membuatnya tidak bisa berpaling seperti saat ini?“Berhenti menatapku seperti itu atau kamu akan salah memasukkan sup itu ke dalam lubang hidungmu.” Elena berkata dengan wajah datarnya.Yogie tertawa. “Aku suka melihatmu, apa itu aneh?”“Risih.”“Apa yang membuatnya risih?”Elena menatap Yogie lalu bekata. “Kamu terlihat seperti lelaki yang menginginkan seks setiap waktu, dan aku risih melihat itu.”“Aku memang menginginkan seks setiap waktu.” jawab Yogie dengan tawa lebarnya. “Percaya atau tidak, aku sudah kembali menegang, Elena.”Elena membulatkan mata
“Kita tidak bisa melakukan itu di sini, Gie.” ucap Elena yang suaranya sudah sangat serak.“Kata siapa? Aku bisa melakukan apapun yang kumau.”“Please, tidak sekarang, tidak di sini.” Elena memohon. Yang benar saja, saat ini Elena juga sangat menginginkan Yogie, tapi demi Tuhan, mereka sedang berada di dalam ruang kerjanya yang mungkin saja sewaktu-waktu bawahannya bisa saja mengetuk pintu dan masuk.“Aku benar-benar menginginkanmu.”“Percaya atau tidak, akupun juga menginginkanmu, Gie. Tapi astaga, kita tidak bisa melakukannya di sini.”“Oke.” Yogie mengalah. “Tapi kesepakatan kita...”“Ya, aku tahu, mulai saat ini kesepakatan kita sudah berlaku.”“Jadi, kita sudah menjadi sepasang kekasih?”“Ingat, hanya saat kita berdua, kita akan bersikap seperti orang asing ketika di hadapan oraang lain.”
“Jadi... kamu memilih tetap mengenakan juba ini saat kita makan malam bersama?” Yogie bertanya dengan suara yang begitu serak. Wajahnya sudah sangat dekat dengan wajah Elena. Dengan spontan Elena mengecup singkat permukaan bibir Yogie.“Ya, aku tetap mengenakan juba ini.” tantang Elena.Jemari Yogie sudah terulur membuka ikatan juba yang di kenakan Elena, dan kini tampaklah tubuh bagian depan Elena yang polos tepat di hadapan Yogie.“Sepertinya aku akan menyantap hidangan utama terlebih dahlu.”“Sepertinya bercinta di meja dapur adalah hal yang menyenangkan.” Tambah Elena yang menyatakan setuju dengan apa yang akan di lakukan oleh Yogie.Elena mulai teregah ketika jemari Yogie mengusap lembut puncak payudaranya, sedangkan mata Yogie tidak berhenti menatap wajah Elena yang seakaan tersiksa oleh sentuhan yang di berikan Yogie.Elena mengerang ketika Yogie mulai menggoda puncak payudaranya,
Yogie terbangun dan mendapati Elena di dalam pelukannya. Ini sudah dua minggu setelah kesepakatan mereka terjadi malam itu. Semuanya berjalan sesuai dalam kesepakatan. Elena selalu bersikp seolah tak mengenal Yogie ketika keduanya tidak sengaja bertemu di tempat umum. Begitupun sebaliknya. Kenyataan jika Yogie bekerja di kantor yang sama dengan Elenapun tidak berpengaruh. Toh Yogie hanya staf biasa, mana mungkin dengan leluasa bisa menemui Elena yang berkedudukan sebagai wakil direktur di perusahaan tempatnya bekerja. Yogie menatap langit-langit kamar Elena, pikirannya seakan terbang pada masalalu, masa dimana dirinya sempat menyukai wanita yang berada dalam pelukannya saat ini. Dulu, Yogie bukanlah lelaki bajingan dengan keinginannya untuk selalu melakukan seks, Yogie bukan pria seperti itu. Dia memiliki cinta, dan dia percaya dengan kata tersebut. Yogie pernah menyukai Elena ketika SMA, tapi Elena yang populer seakan tidak pe
Malamnya...Yogie dan Elena akhirnya menghadiri pesta itu, pesta pernikahan Kezia, sepupu Yogie.Sejak tadi, jantung Elena tidak berhenti berdegup kencang, entah karena apa Elena juga tidak tahu, apa karena Yogie yang berubah seratus delapan puluh derajat dengan mobil mewah yang di bawanya? Oh yang benar saja, ini hanya mobil rental, Elena. Gerutu Elena pada dirinya sendiri.Lelaki yang kini sedang mengemudi di sebelahnya ini juga berpenampilan rapi dengan setelan hitamnya yang membuatnya terlihat bak CEO-CEO di film-film romantis maupun di dalam fantasinya ketika ia sedang membaca novel. Film Romantis? Novel? Memangnya sejak kapan kamu pernah menonton film romantis dan membaca Novel, Elena? Jangan ngaco!Akhirnya Elena hanya mampu berkali-kali menghela napas panjang untuk menenangkan dirinya sendiri.“Kamu gugup?” tanya Yogie tiba-tiba.“Eh? Kenapa aku gugup?”&ldquo
“Al... Shit, Alisha, Oh, kamu benar-benar membuatku gila.” Entah sudah berapa kali Yogie meracau ketika ia mendapatkan kenikmatan lagi dan lagi dari tubuh di bawahnya kini.“Aku tidak bisa berhenti, Al, aku tidak bisa berhenti.” Lagi, dan lagi Yogie menyebut nama itu tanpa mempedulikan sedikitpun ekspresi wanita yang berada di bawahnya.“Aku akan sampai, sial!! Aku akan sampai.” Dan Yogie kembali mengerang panjang ketika pelepasan itu terjadi.Yogie memeluk tubuh di bawahnya, kemudian berbisik di sana dengan suara seraknya.“Aku mencintaimu, Al, aku tidak bisa menghilangkan perasaan ini.”Yogie menenggelamkan wajahnya pada lekukan leher wanita di bawahnya tanpa mempedulikaan jika wanita itu kini sudah memeluk tubuh Yogie erat-erat dengan lengan rapuhnya.***Yogie membuka mata dan merasakan nyeri yang amat sangat di kepalanya. Ia mengedarkan pandangan dan menda
Elena masuk ke dalam kamarnya, mengunci pintu kamarnya, kemudian menghela napas panjang. Bagaimana mungkin Yogie bisa begitu mempengaruhinya? Lagi-lagi pertanyaan itu terlintas di dalam ingatannya.Elena menyapukan matanya ke seluruh penjuru ruangan dan baru menyadari jika ada yang beda di dalam kamarnya. Ada sebuah gitar di ujung ruangan, sebuah Playstation di meja televisi tepat di depan ranjangnya. Apa itu punya Yogie? Kenapa lelaki itu membawa barang rongsokannya kemari? Piki Elena.Elena kemudian menuju ke arah lemari pakaiannya, membukanya dan berakhir dengan mengumpat karena mendapati beberapa pakaian pria di sana yang di yakini Elena adalah pakaian Yogie. Elena berlari ke dalam kamar mandinya dan mendapati ada sepasang handuk, yang satu miliknya dan satu lagi Elena yakin adalah milik Yogie, begitupun dengan alat-alat mandi, Elena bahkan melihat ada alat cukur beserta creamnya.Sial!Apa Yogie berniat tinggal bersamanya? Yang benar saja.
Elena memejamkan matanya frustasi. Ia kesal karena secara tidak langsung kini Yogie sedang menggodanya. Dan tergoda oleh Yogie merupakan hal terakhir yang terpikirkan di kepala Elena. Tapi di sisi lain, Elena juga tidak bisa menolak, semakin ia menolak Yogie, maka lelaki itu akan semakin ingin tahu apa yang terjadi dengannya.Elena membalikkan tubuhnya kemudian melingkarkan lengannya pada leher Yogie. Mengecup singkat bibir Yogie kemudian berbisik di sana.“Aku akan kembali, aku tidak akan lama.”“Lalu apa yang aku lakukan saat kamu tidak ada?”“Kamu bisa berbuat apapun, berkencan dengan siapapun.”“Dan apa kamu juga berkencan dengan siapapun di sana?”“Ya, sepertinya begitu.”“Kalau kamu sudah kembali?”“Aku akan mencarimu lagi.” bisik Elena dengan pasti.Secepat kilat Yogie melumat habis bibir Elena dengan ciuman panasnya. “Kamu t
“Hansel, berhenti memainkan itu, hei, hei.” Yogie masih sibuk mengurus bocah berumur satu tahun yang masih duduk dengan tenang di tempat duduk khusus untuk memberi makan bayi. Namanya Hansel Pradipta, putera pertamanya dengan Elena.Setelah melahirkan, Elena memberi Yogie wewenang untuk menamai putera pertama mereka, dengan spontan Yogie menamainya dengan nama Hansel, entahlah, ia suka saja dengan nama tersebut. Sedangkan nama belakanngnya tetap membawa nama Pradipta, karena ayah Elena ingin cucu pertamanya itu menjadi penerus keluarga Pradipta.Yogie sendiri tidak mempedulikan nama belakang putera pertamanya itu, yang pasti, Hansel adalah puteranya, dan semua orang tahu kenyataan itu.“Sayang, Stiletto aku yang warna merah di mana?” suara lembut dari dalam kamar membuat Yogie mengangkat wajahnya. Itu pasti Elena, istrinya yang kini sering kali bersikap manja padanya.“Dengar Hansel, Papa akan ke tempat mama dulu, ka
Sorenya...Elena masih setia berada dalam pelukan Yogie, kepalanya tersandar dengan santai di dada Yogie, sedangkan lelaki itu kini masih asik bermain Playstation miliknya yang memang berada di kamar Elena.“Kamu masih seperti anak kecil.” Suara Elena terdengar serak, sesekali ia menggesekkan pipinya pada dada telanjang Yogie.“Anak keci katamu? Aku sudah menghamilimu, bagaimana mungkin kamu bilang aku seperti anak kecil.” Yogie menjawab datar, sedangkan matanya masih fokus pada layar televisi di hadapannya.“Sikap dan perilaku kamu mengingatkanku dengan anak kecil, masih suka main Ps, keluyuran, kencan dan lain sebagainya, lagian, kamu yakin sekali jika kamu yang menghamiliku.”Yogie mem-pause permainannya kemudian menatap lembut ke arah Elena. “Sampai kapan kamu akan membohongiku tentang dia?” jemarinya mengusap lembut perut telanjang Elena.“
Pagi itu, entah pagi ke berapa Elena bangun dalam pelukan seorang Yogie Pratama. Setelah hari di mana Yogie melamarnya, lelaki itu berubah menjadi lelaki yang lebih baik lagi setiap harinya, menjadi calon ayah dan juga seorang pasangan ideal untuk wanita manapun. Elena bahkan merasakan jika ia seakan jatuh lagi dan lagi dalam pesona seorang Yogie Pratama.Hubungan Yogie dengan Elena kini masih berjalan di tempat hingga usia kandungan Elena kini yang sudah memasuki bulan ke sembilan. Selama itu, Yogie bahkan tidak pernah sekalipun menuntut untuk berhubungan intim dengan Elena, meski sejak hari itu Yogie sudah kembali pindah ke apartemen Elena dan tidur di sana bersama dengan Elena.Elena bahkan sempat berpikir, apakah tubuhnya yang sudah membengkak seperti saat ini sudah tidak menarik lagi untuk Yogie? Hingga lelaki itu hanya tidur memeluknya saja tanpa melakukan apapun? Entahlah.Tentang lamaran saat itu, Elena belum menjawabnya hingga saat ini. Elena masih sang
“Kamu yakin kalau kamu akan tetap bekerja hari ini?” tanya Yogie penuh perhatian. Saat ini Yogie sudah mengantar Elena tepat di depan kantor Elena. Tadi pagi Yogie sempat melihat Elena mual-mual setelah meminum susu buatannya. Yogie bahkan tidak berhenti meminta maaf karena ia pikir susu buatannya tidak enak. Dan Elena hanya tersenyum dengan sikap Yogie yang terkesan polos tersebut.“Ya, aku harus kerja.”“Kamu kan pemilik perusahaan, kamu bisa cuti hamil dari sekarang.”“Aku nggak mau manja. Bukannya kamu juga harus kerja?”“Ya, sebenarnya aku harus kerja juga, sudah berminggu-minggu aku bolos. Yongki pasti ngamuk-ngamuk.” Elena tersenyum setelah mendengar pernyataan Yogie tersebut.“Oke, sekarang pulanglah, dan kerjalah. Aku baik-baik saja.”Elena membuka sabuk pengamannya kemudian akan bangkit keluar dari mobil Yogie, tapi Yogie lebih dulu menarik lengannya kemb
Yogie mengejar Elena, tapi wanita itu sudah tak ada. Akhirnya Yogie berinisiatif menyusul Elena sampai ke apartemen wanita tersebut. Dan benar saja, ketika Yogie sampai di depan pintu apartemen Elena dengan napas yang terputus-putus karena lari, Elena masih berada di sana dan sedang sibuk memencet password pintu apartemennya.“Elena.”“Apa yang kamu lakukan di sini?”“Sudah jelas, aku mengejarmu.”“Aku tidak mau di kejar, sekarang pergilah.”“Please, maafkan aku, aku akan melakukan apapun asal kamu memaafkanku dan kembali padaku.”“Aku nggak mau, Gie. Sekarang pergilah.”“Aku tidak akan pergi, aku tidak akan meninggalkan kamu dengan bayi kita.”“Bayiku.” ralat Elena dengan spontan mendaratkan telapak tangannya pada perutnya sendiri.“Aku turut andil dalam pembuatannya.”“Sial!”
Aaron menatap gelas kecil di hadapannya yang berisi minuman beralkohol. Saat ini dirinya sedang berada di aparetemen milik Yogie. Keduanya duduk di bar milik Yogie setelah keduanya membersihkan diri dari darah-darah yang berada di wajah mereka.“Lo dulu yang mulai.” ucap Aaron kemudian.“Gue suka Elena.”“Sejak kapan?”Yogie tercenung sebentar. “Dua tahun yang lalu.”Aaron memejamkan matanya. Jadi kemungkinan besar ayah dari bayi yang di kandung Elena adalah Yogie? Selama ini Elena tidak pernah mau memberi tahu siapa ayah dari bayi yang di kandungnya. Jangan-jangan memang benar Yogielah Ayah dari bayi yang di kandung Elena.“Sejauh apa hubungan lo sama dia? Apa kalian pernah melakukan seks?” tanya Aaron tanpa sedikitpun rasa sungkan.“Hampir setiap hari kita melakukan seks.”“Sialan lo! Kalau begitu kenapa lo tidak mencurigai diri lo sendiri seb
Yogie semakin menggila. Ia bahkan sudah tidak mau bekerja lagi, semua pekerjaannya terbengkalai karena ia lebih memilih menghabiskan waktunya untuk mengikuti kemanapun Elena pergi. Bukan mengikuti secara terang-terangan, melainkan secara sembunyi-sembunyi.Ya, sejak pengakuan cintanya saat itu pada Jihan, pikiran Yogie semakin kacau. Ia sudah memantapkan diri jika ia memang jatuh cinta pada sosok Elena, tapi di sisi lain hatinya meragu. Bagaimana jika Elena menolaknya? Bagaimana jika wanita itu kini benar-benar hamil anak dari lelaki lain? Mengingat itu Yogie kembali marah.Yogie melanjutkan mengemudikan mobilnya ke arah manapun mobil Elena melaju. Saat ini ia sudah seperti seorang mata-mata yang mengikuti kemanapun targetnya melangkah.Ternyata mobil Elena berhenti di sebuah kafe, dan Yogie masih setia mengikuti wanita tersebut sedikit lebih jauh. Ternyata wanita itu bertemu dengan seseorang, lagi-lagi orang itu adalah Aaron Revaldi.Sial, benar-benar si
Elena kini sudah duduk di ujung kafe milik Jihan. Telapak tangannya menangkup secangkir cokelat hangat yang mengepul di hadapannya. Sesekali ia menatap ke arah Yogie. Yogie sendiri tampak murung dengan ekspresinya. Entah apa yang sedang di pikirkan lelaki tersebut.“Kita lupakan saja semuanya.” Setelah cukup lama berdiam diri tanpa ada yang mau memulai pembicaraan, akhirnya Elena berucap dengan datar.“Kenapa tiba-tiba bicara seperti itu?”“Aku akan kembali ke luar negeri, jadi lupakan semuanya.”Yogie tersenyum miring. “Benarkah? Kupikir kamu sedang berniat menggoda suami orang.” sindir Yogie.“Jaga mulut kamu, Yogie!”“Aku sudah tahu Elena, kamu kembali menjalin hubungan dengan Aaron, kan? Padahal kamu jelas tahu, kalau dia sudah menikah dengan Bella.”“Bukan urusanmu.” Elena berdiri kemudian bergegas pergi, tapi kemudian tangan Yogie mer
“Terima kasih kamu mau menemaniku.” lirih Elena pada sosok lelaki di sebelahnya. Itu Aaron yang kini sedang mengemudikan mobilnya.Tadi Elena memang berniat ke tempat dokter kandungan untuk memeriksakan kehamilannya, hanya saja setelah sampai di sana, Elena sangat malu karena di sana hanya ia yang sendirian, sedangkan wanita yang periksa di sana di temani oleh suami masing-masing.Dengan spontan Elena berbalik dan meninggalkan tempat tersebut. Ia juga ingin di temani dengan ayah dari bayi yang di kandungnya, tapi meminta Yogie untuk menemaninya, benar-benar tidak mungkin.Yogie terlalu sibuk dengan urusannya sendiri, lelaki itu sudah berubah dan hanya mementingkan kesenangannya sendiri, mana mungkin Yogie mau mengakui bahwa bayi yang di kandungnya adalah bayi dari lelaki tersebut.Belum lagi kenyataan jika dulu Yogie juga pernah membuat dirinya kehilangan calon bayinya, ah, saat itu Yogie pasti sengaja meminta dokter untuk menggugurkan bayinya