Bab 1 - kencan satu malam
Yogie terbangun dengan mata yang nyaris tak bisa terbuka. Ia masih mengantuk, tubuhnya masih terasa remuk dengan pergulatan panas semalam. Pergulatan panas? Yogie membuka matanya seketika dan mendapati dirinya sedang berada di dalam sebuah kamar seorang wanita.
Tentu Yogie ingat jika semalam ia baru saja bercinta dengan panas dengan orang yang baru saja ia temui setelah Enam tahun tak bertemu. Yogie tersenyum saat mengingat hal itu. Ia melemparkan pandangan matanya ke seluruh penjuru ruangan untuk mencari-cari pakaiannya.
Yogie lantas berdiri kemudian mulai memunguti pakaiannya yang berserahkan di lantai dan mengenakannya satu persatu. Pada saat bersamaan, pintu kamar mandi di buka oleh seseorang, dan Yogie terpana menatap sosok berbeda dengan sosok yang semalam ia temui.
Itu Elena, wanita yang sama dengan wanita tadi malam, tapi penampilannya begitu berbeda. Jika Elena tadi malam terlihat seperti wanita liar dan wanita nakal, maka saat ini Elena terlihat sebagai wanita dewasa dengan pakaian kantornya.
“Hai.” Sapa Elena tanpa sedikitpun rasa canggung.
“Hai.” dan entah kenapa Yogie merasakan jika kini dirinya yang canggung saat bersama dengan wanita tersebut.
“Maaf, aku nggak bangunin kamu, aku lupa kalau aku ada rapat mendadak pagi ini.” Ucap Elena sambil merapikan kembali rambutnya sembari menatap cermin di hadapannya.
Yogie yang baru saja mengenakan boxernya hanya bisa berjalan mendekat ke arah Elena lalu mengamati wanita tersebut.
“Kamu.. Kamu masih ingat aku kan?” tanya Yogie meyakinkan diri jika Elena memang masih mengenalinya.
Elena menatap Yogie dengan tatapan anehnya. “Kamu pikir aku hilang ingatan? Kamu Yogie kan? Temannya Aaron?”
Yogie mengangguk pasti.
“Oke, sekarang cepat pakai bajumu, dan kamu harus segera keluar dari apartemenku sebelum tukang bersih-bersih apartemen ini shock melihat kamu masih ada di sini dengan puluhan kondom bekas pakai di tong sampah.”
Yogie benar-benar tak dapat menahan senyumannya. Ahh wanita di hadapnnya itu benar-benar wanita yang berbeda. Wanita liar yang entah kenapa dengan gampang dapat membangkitkan birahinya.
“Elena, apa kita masih bisa bertemu lagi?” Tanya Yogie sembari mengancingkan resleting celananya.
“Kamu bercanda? Aku tidak mungkin ketemu lagi denga orang yang sudah bercinta denganku.”
Yogie tercengang mendengar jawaban Elena. “Maksudmu?”
“Please, lupakan tadi malam, anggap saja itu cuman kencan satu malam yang harus di lupakan. Dan aku tidak mau ninggalin kontakku buat kamu.”
“Tapi, bagaimana kalau kita tidak sengaja bertemu lagi??”
“Cukup Say Hallo.” Jawab Elena dengan nada entengnya.
“Elena, Emm.. Apa aku kurang memuaskanmu?” pertanyaan Yogie tersebut sontak membuat Elena menatap ke arah Yogie dengan tatapan anehnya.
“Kamu bertanya tentang ukuran kejantananmu?” Elena tersenyum saat melihat Yogie meringis malu. “Kamu luar biasa Gie, tapi Please, kamu bukan tipeku.” Ucap Elena lagi sambil menepuk bahu Yogie.
Yogie tercenung sebentar, kemudian ada sekelebat ide di dalam kepalanya. “Bolehkan aku meminta ciuman perpisahan?”
Bukannya menjawab, Elena malah mendongakkan dagunya seakan mempersilahkan Yogie mencium bibirnya. Yogie semakin mendekatkan tubuhnya pada tubuh Elena kemudian menangkup kedua pipi Elena dengan kedua telapak tangannya dan mendaratkan bibirnya pada bibir Elena.
Yogie mencium bibir Elena selembut mungkin, sangat berbeda dengan ciuman panas yang ia berikan semalam. Sedangkan Elena sendiri terlihat begitu menikmati ciuman lembut yang di berikan oleh Yogie. Wanita itu membalas ciuman Yogie, telapak tangan Elena bahkan meremas lengan Yogie karena terlalu menikmati ciuman yang di berikan Yogie tersebut.
Setelah ciuman tersebut selesai, Yogie menatap Elena yang masih terengah dengan wajah yang sudah merah padam. Kemudian Yogie mengecup singkat bibir Elena sekali lagi sembari berkata….
“Kita akan bertemu lagi, Elena, kita akan bertemu lagi.” Ucap Yogie sambil meninggalkan Elena begitu saja yang masih tercengang dengan apa yang baru saja di lakukan Yogie.
Untuk pertama kalinya, Elena merasakan jantungnya berdebar cepat seperti tabuhan genderang yang seakan nyaris pecah. Ada apa ini?? Kenapa lelaki itu mampu membuatnya kembali berdebar hebat?
***
Yogie sedang sibuk membongkar ulang mesin motor besarnya. Malam ini ia akan kembali ikut balapan. Ya, sejak mengejar Alisha lalu di tolak mentah-mentah dan dia patah hati, Yogie tak lagi ikut kumpul bersama teman-teman se-Genknya. Yogie lebih memilih menyendiri di club tempatnya bertemu dengan Elena beberapa malam yang lalu.
Ahhh wanita itu lagi. Sialan!! Yogie mengumpati dirinya sendiri lantaran kembali mengingat Elena.
Elena Pradipta. Mengingat namanya saja Yogie kembali merasakan kesakitan saat memendam cinta dengan wanita tersebut dulu ketika masih SMA.
Ya, Yogie memang pernah mencintai Elena. Bahkan bisa di bilang, Elena adalah cinta pertamanya. Tapi sayangnya, wanita itu dengan terang-terangan mengakui perasaannya pada Aaron, sahabatnya sendiri. Mau tak mau Yogie memendam perasaan itu sendiri, membiarkan dirinya sendiri sakit hati saat melihat Elena yang selalu menempel di sisi Aaron. Akhirnya cinta pertamanya itu benar-benar mati saat mengetahui jika Elena melanjutkan studynya di Harvard hanya untuk bisa dekat tengan Aaron.
Sebegitu cinta kah Elena pada Aaron? Apa wanita itu kini masih mencintai Aaron?
Yogie menggelengkan kepalanya, menepis semua bayang-bayang dari Elena. Tapi seberapa keras ia berusaha, bayangan itu kebali muncul lagi dan lagi. Ahh, benar-benar sial, bagaimana mungkin bercinta semalam dengan Elena membuatnya menjadi gila? Yogie bahkan tak dapat melupakan bayangan erotis dari Elena malam itu.
Malam itu…
“Kamu yakin kita akan melakukannya di sini?” tanya Yogie pada sosok yang masih setia merangkulnya. Saat ini ia sedang berada di dalam sebuah lift yang menuju ke lantai Lima sebuah apartemen. Elena mengaku jika itu adalah apartemen tempat tinggalnya.
Elena kembali merangkulkan lenganya pada leher Yogie, kemudian mencium dengan kasar bibir Yogie.
“Tentu saja. Kamu takut meniduriku?”
Yogie tersenyum miring. “Yang benar saja, aku tak pernah takut meniduri siapapun.”
“Benarkah?”
“Ya.”
Elena berjinjit, menggapai telinga Yogie lalu berbisik di sana. “Kalau begitu, tiduri aku malam ini sampai aku berteriak minta ampun.” Kemudian Elena menggigit lembut telinga Yogie.
Sialan!!!
Kenjantanan Yogie berdenyut seketia. Ia tak menyangka jika Elena akan menjadi wanita senakal ini. Beginikah kehidupannya di luar negeri?
Setelah pintu lift terbuka. Dengan cepat Elena menarik tangan Yogie menuju ke sebuah pintu yang berada di paling ujung. Membukanya lalu menarik Yogie masuk ke dalam. Elena mengunci pintu tersebut kemudian kembali mengalungkan lengannya pada leher Yogie. Melumat bibir Yogie penuh dengan gairah dengan sesekali mendorong tubuh Yogie ke belakang.
“Hemm, wanita nakal.” Erang Yogie ketika Elena sudah berani membuka ikat pinggangnya.
“Ya, sejak dulu aku memang nakal.”
“Dan aku suka.”
Ucapan Yogie membuat Elena tersenyum miring sembari melirik ke arah Yogie. “Jangan merayu. Aku tidak suka di rayu.”
“Lalu apa yang kamu suka?” tanya Yogie sedikit menantang.
“Aku suka di gigit, dimana-mana.”
Oh sial!!! Yogie benar-benar tak dapat menahan gairahnya lagi. Secepat kilat Yogie kembali menyambar bibir ranu Elena. Melumatnya penuh gairah, seakan menyalurkan semua kefrustasiannya pada wanita tersebut.
Elena sendiri masih saja membalas ciuman panas Yogie sembari mendorong Yogie sedikit demi sedikit masuk ke dalam kamarnya.
Sampai di dalam kamar, keduanya melepaskan pangutan masing-masing. Berdiri terengah dengan napas yang sudah putus-putus. Yogie menatap Elena dengan tatapan penuh gairah, pun sebaliknya dengan Elena yang menatap Yogie dengan tatapan membaranya.
Secepat kilat keduanya membuka pakaian yang di kenakan masing-masing hingga kemudian mereka berdua berdiri polos tanpa sehelai benang pun.
Elena bahkan menahan napas ketika menatap bukti gairah Yogie yang terpampang jelas di hadapannya. Sial!! Yogie sangaat bergairah. Pikirnya. Sedangkan Yogie sendiri tak berhenti menelan ludahnya dengan susah payah ketika menatap lekukan sempurna dari tubuh Elena.
Dengan spontan, Elena kembali merangkulkan lengannya pada leher Yogie, melumat kembali bibir lelaki itu penuh dengan gairah dengan sesekali menempelkan tubuhnya pada tubuh polos Yogie.
“Ohh, kamu begitu menakjubkan. Aku ingin kamu memasukiku sekarang juga.” Ucap Elena sambil sesekali menggigit bibir Yogie.
“Wanita Nakal!!!” Ucap Yogie dengan nada sedikit mengumpat karena tak kuasa menahan gairah yang seakan tak terbendung lagi.
Dengan kekuatannya, Yogie meraih pinggang Elena, mengangkatnya, kemudian membantingnya di atas ranjang wanita tersebut. Yogie lalu menyeringai kepada Elena.
“Kamu ingin aku berada di dalam dirimu? Baiklah, aku akan memasukimu sayang.” Ucap Yogie dengan serak. Yogie kemudian melompat ke atas ranjang, menindih Elena, lalu bersiap melakukan aksinya.
“Hei, pakek pengaman, Sialan!!” Yogie mengernyit mendengar ucapan Elena.
“Pengaman?”
“Ambil di dalam laci.” Perintah Elena.
Sial!!! Wanita itu entah kenapa saat marah semakin mebuat Yogie bergairah. Elena tampak sebagai wanita yang lebih domindan, dan entah kenapa Yogie suka dengan hal itu.
Yogie bangkit kembali tampa mempedulikan ketelanjangannya. Ia meraih ganggang laci Elena, menariknya lalu melihat apa ada pengaman di sana. Yogie tersentak ketika melihat banyak bungkusan foil di sana.
“Kamu suka melakukan seks di sini?” tanya Yogie dengan nada tak enak di dengar.
“Bukan urusanmu. Cepat pasang dan kemarilah.”
“Ya, sekarang memang bukan urusanku, tapi setelah ini semua akan menjadi urusanku.” Ucap Yogie dengan suara lebih pelan. Kemudian melompat kembali menindih Elena.
“Aku akan memulainya.”
“Jangan banyak bicara! Kamu seperti banci.”
Yogie tersenyum miring. “Banci? Kamu sebut aku banci? Kita lihat, apakah banci ini mampu membuatmu berteriak minta ampun?” dan tanpa banyak bicara lagi, Yogie menyatukan diri begitu saja pada Elena.
Elena mengerang panjang. Yogie terasa penuh di dalam dirinya. Dan itu membuat Elena membuka mata lebar-lebar menatap mata Yogie dengan tatapan penuh dengan kenikmatan.
“Sial!! Kamu.. Kamu…” Elena tak dapat melanjutkan kalimatnya karena kenikmatan yang di berikan Yogie lagi dan lagi.
“Kamu apa sayang? Kamu apa?” taanya Yogie sembari menggoda kedua puncak payudara Elena.
“Gie.. kumohon.. kumohon…” hanya itu yang dapat di katakan Elena.
“Memohon padaku Elena?” Yogie masih tak berhenti menggoda Elena. Menghujam berkali-kali ke dalam tubuh wanita tersebut. Hingga kemudian Elena berakhir dengan meneriakkan namanya keras-keras.
“Bagaimana? Kamu masih meragukanku? Masih berani menyebutku banci?” tanya Yogie yang sudah kembali menormalkan napasnya yang tadi sudah terputus-putus karena pelepasannya.
“Kamu belum menang Gie.” Ucap Elena masih dengan napas yang tersenggal-senggal.
Yogie bangkit menatap Elena dengan seringaian liciknya.
“Oh ya? Jadi kamu belum ingin minta ampun?” tanya Yogie yang sudah memasang kembali pengaman pada bukti gairahnya yang kembali menegang.
“Belum!!!”
Yogie tersenyum miring. “Bagus. Karena aku juga belum ingin mengampunimu.” Ucapnya sembari membalik tubuh Elena hingga membelakanginya lalu kembali menyatukan diri sedalam-dalamnya pada pusat diri Elena.
Keduanya kembali bercinta dengan panas, mengerang satu sama lain, meneriakkan nama satu sama lain, entah sudah berapa kali hingga tak terasa pagi sudah menjelang.
Bayangan itu masih terekam jelas pada ingatan Yogie. Teriakan itu masih terngiang di telinganya, dan sentuhan itu masih terasa di kulitnya. Sial!!! Mengingat Elena saja membuat kejantanannya kembali berdenyut. Elena membuatnya gila, seakan menyulut sesuatu yang nakal dari dalam dirinya.
Yogie menggelengkan kepalanya cepat untuk menepis semua lamunannya. Ia harus segera menyelesaikan modifikasi motornya supaya nanti malam bisa tampil keren di hadapan teman-temannya.
***
Malam itu akhirnya Yogie benar-benar menghadiri balapan yang dulu sering ia ikuti sebelum patah hati dengan Alisha. Beberapa temannya sempat kaget melihat Yogie kembali balapan, sedangkan yang lainnya tampak senang melihat kehadiran Yogie.
“Jadi, malam ini, apa taruhannya?” tanya Yogie ketika beberapa temannya sudah berkumpul.
“Kita tunggu Andrew dulu, katanya dia mau jadikan motornya sebagai taruhan.”
“Motor? Buat apa? Sesekali taruhan ceweknya kan lebih semangat.” Ucap Yogie dengan sedikit tertawa.
“Emang lo belum tahu cewek si Andrew? Sial, dia anak konglongmerat. Mana mungkin si Andrew mau melepaskannya.”
“Gue pikir Andrew bukan tipe cowok yang mata duitan.”
“Memang bukan, tapi kalau ceweknya pewaris tunggal Pradipta Group, apa lo rela ngelepasin dia?”
Tubuh Yogie menegang seketika ketika temannya itu menyebut Pradipta Group. Setahunya, Pradipta Group di negeri ini adalah perusahaan milik ayah dari Elena. Jika berbicara tentang asetnya, maka akan membuat orang berdecak kagum dengan kesuksesan Pradipta Group.
Belum sempat Yogie angkat bicara, orang yang sedang mereka bicarakan akhirnya sampai tepat di hadapan mereka.
Itu Andrew yang sedang menaiki motor besarnya dengan seorang wanita yang di bonceng di belakanya dengan pose mesra.
Itu wanita yang sama dengan wanita yang beberapa hari yang lalu di tiduri Yogie, Elena Pradipta.
Yogie sedikit menyunggingkan senyuman miringnya. Oh, jadi elena sudah memiliki kekasih? Jadi kemarin ia meniduri kekasih temannya sendiri? Sialan!!! Elena benar-benar wanita Nakal!!!
Elena sendiri tampak santai berhadapan dengan Yogie. Seperti yang ia katakan sebelumnya, bahwa ia akan menganggap malam itu hanyalah sebagai cinta satu malam. Malam yang hanya akan menjadi rahasia mereka berdua. Dan Elena tak mau ambil pusing untuk mengingat malam itu.
Tapi sepertinya berbeda dengan Yogie. Ia tidak suka melihat Elena yang tampak cuek terhadapnya.
“Drew, jadi ini pacar baru lo?” Tanya Yogie sambil menatap Elena dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sial!! Lagi-lagi Elena berhasil membuat pangkal pahanya berdenyut.
“Hahahaha, kami sudah pacaran sejak setahun yang lalu.”
“Oh ya? Gue pikir dia tinggal di luar negeri.”
“Ya, kami pacaran sejak dia di luar negeri. Dan tiga bulan yang lalu dia sudah kembali menetap di indo. Bukan begitu sayang?” Andrew bertanya sembari menggigit lembut telinga Elena. Dan shit!! Itu membuat Yogie benar-benar tak suka.
“Oke, jadi sekarang apa taruhannya? Kalau hanya motor, gue nggak ikut. Sudah terlalu sering. Dan gue muak dapet motor rongsokan kalian.” Ucap Yogie menyombongkan diri.
“Brengsek lo! Lo yakin banget kalau akan menang.”
“Gue yakin dengan modifikasi baru motor gue.”
Andrew menatap dengan tatapan meremehkan pada motor yang di tunggangi Yogie. Memang tampak sedikit berbeda dengan terakir kali yang ia lihat. Tapi Andrew tetap tidak yakin Yogie dapat memenangkan balapan kali ini, meski dulu Yogie hampir selalu memenangkan balapan tersebut, tapi kini Yogie terlalu lama absen dari balapan, dan itu pasti akan mempengaruhi penampilannya malam ini.
“Jadi lo mau apa?” Tanya Andrew.
“Gue mau yang sedikit menantang.”
“Apa?”
“Kencan satu malam dengan dia.” Ucap Yogie sambil menunjuk ke arah Elena.
-TBC-
“Kencan satu malam dengan dia.” ucap Yogie sambil menunjuk ke arah Elena.Ucapan Yogie tersebut membuat Andrew dan beberapa temannya menatap Yogie dengan mulut ternganga. Sedangkan Elena sendiri hanya menatap Yogie dengan tatapan santainya, seperti tidak terusik sedikitpun.“Lo sinting? Lo boleh minta apa aja, tapi tidak dengan dia.” Andrew setengah marah.“Kenapa? Lo kayaknya sudah yakin banget kalau gue yang menang.”“Lo nggak akan menang.”“Kalau gitu, gue mau dia yang jadi taruhannya.”“Sialan!!” umpat Andrew tepat di hadapan Yogie.Elena menarik lengan Andrew lalu mengajaknya sedikit menjauh. Elena berbisik pelan pada telinga Andrew.“Turuti saja apa maunya.”Andrew menatap Elena dengan tatapan terkejutnya. “Kamu kenal sama dia?”“Dia teman SMAku dulu.”“Elena, dia setengah gila, aku baru m
Pangkal paha Yogie berdenyut, mendesak-desak supaya cepat di lepaskan, tetapi, Yogie menahannya. Malam ini ia harus menikmatinya, Elena juga harus menikmatinya. Mereka melakukan hal ini dengan sama-sama sadar, dan Yogie ingin Elena merasakan betapa berharganya malam ini dengannya.Satu per satu Yogie melucuti pakaian yang di kenakan Elena, membuat tubuh seksi Elena terpampang jelas tepat di hadapan Yogie. Yogie menelan ludahnya dengan susah payah. Bagaimana mungkin Elena memiliki tubuh seindah ini? Siapa saja yang sudah pernah melihatnya? Apa si brengsek Andrew melihat tubuh Elena yang seperti ini setiap hari?Dan seketika itu juga Yogie merasakan dadanyaa terasa panas. Ia cemburu, sangat cemburu, belum lagi kenyataan jika Elena mungkin saja seorang wanita nakal, wanita yang dengan gampang menyerahkan tubuhnya untuk lelaki lain. Apa Elena wanita seperti itu?Dengan kasar Yogie kembali melumat bibir Elena, menggigitnya, seakan memberi hukuman bagi wanita itu. Sed
Dengan cepat Elena mendorong dada Yogie hingga lelaki di hadapannya tersebut menjauh.“Apa yang kamu lakukan? Bagaimana mungkin kita bercinta tanpa pengaman?!” Elena tampak sangat marah dengan Yogie.“Maaf, aku akan bertanggung jawab.”“Bertanggung jawab katamu? Walaupun aku hamil aku nggak akan mau kamu bertanggung jawab!”“Kenapa? karena aku pengangguran?” Yogie bertanya dengan nada kerasnya.Elena memejamkan matanya frustasi, ia menyadari jika perkataannya menyinggung Yogie.“Gie, dengar, ini bukan masalah tanggung jawab. Kamu tahu, kan resikonya seks bebas tanpa pengaman? Bukan karena hamil, sungguh, kalau itu yang kamu takutkan, kamu nggak perlu khawatir, aku nggak akan hamil, tapi-”“Aku bersih. Dan aku yakin kamu juga bersih.” Potong Yogie yang sudah mengerti apa yang di maksud oleh Elena.“Seyakin apa? Kamu nggak tahu bagaimana kehidupan seksu
Elena dan Yogie turun bersama ketika waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Keduanya sepakat menuju ke kafe terdekat untuk membicarakan perihal kesepakatan mereka.Yogie sama sekali tidak bisa mengalihkan pandangannya pada diri Elena. Oh sial!! Sebenarnya apa yang di lakukan wanita itu hingga membuatnya tidak bisa berpaling seperti saat ini?“Berhenti menatapku seperti itu atau kamu akan salah memasukkan sup itu ke dalam lubang hidungmu.” Elena berkata dengan wajah datarnya.Yogie tertawa. “Aku suka melihatmu, apa itu aneh?”“Risih.”“Apa yang membuatnya risih?”Elena menatap Yogie lalu bekata. “Kamu terlihat seperti lelaki yang menginginkan seks setiap waktu, dan aku risih melihat itu.”“Aku memang menginginkan seks setiap waktu.” jawab Yogie dengan tawa lebarnya. “Percaya atau tidak, aku sudah kembali menegang, Elena.”Elena membulatkan mata
“Kita tidak bisa melakukan itu di sini, Gie.” ucap Elena yang suaranya sudah sangat serak.“Kata siapa? Aku bisa melakukan apapun yang kumau.”“Please, tidak sekarang, tidak di sini.” Elena memohon. Yang benar saja, saat ini Elena juga sangat menginginkan Yogie, tapi demi Tuhan, mereka sedang berada di dalam ruang kerjanya yang mungkin saja sewaktu-waktu bawahannya bisa saja mengetuk pintu dan masuk.“Aku benar-benar menginginkanmu.”“Percaya atau tidak, akupun juga menginginkanmu, Gie. Tapi astaga, kita tidak bisa melakukannya di sini.”“Oke.” Yogie mengalah. “Tapi kesepakatan kita...”“Ya, aku tahu, mulai saat ini kesepakatan kita sudah berlaku.”“Jadi, kita sudah menjadi sepasang kekasih?”“Ingat, hanya saat kita berdua, kita akan bersikap seperti orang asing ketika di hadapan oraang lain.”
“Jadi... kamu memilih tetap mengenakan juba ini saat kita makan malam bersama?” Yogie bertanya dengan suara yang begitu serak. Wajahnya sudah sangat dekat dengan wajah Elena. Dengan spontan Elena mengecup singkat permukaan bibir Yogie.“Ya, aku tetap mengenakan juba ini.” tantang Elena.Jemari Yogie sudah terulur membuka ikatan juba yang di kenakan Elena, dan kini tampaklah tubuh bagian depan Elena yang polos tepat di hadapan Yogie.“Sepertinya aku akan menyantap hidangan utama terlebih dahlu.”“Sepertinya bercinta di meja dapur adalah hal yang menyenangkan.” Tambah Elena yang menyatakan setuju dengan apa yang akan di lakukan oleh Yogie.Elena mulai teregah ketika jemari Yogie mengusap lembut puncak payudaranya, sedangkan mata Yogie tidak berhenti menatap wajah Elena yang seakaan tersiksa oleh sentuhan yang di berikan Yogie.Elena mengerang ketika Yogie mulai menggoda puncak payudaranya,
Yogie terbangun dan mendapati Elena di dalam pelukannya. Ini sudah dua minggu setelah kesepakatan mereka terjadi malam itu. Semuanya berjalan sesuai dalam kesepakatan. Elena selalu bersikp seolah tak mengenal Yogie ketika keduanya tidak sengaja bertemu di tempat umum. Begitupun sebaliknya. Kenyataan jika Yogie bekerja di kantor yang sama dengan Elenapun tidak berpengaruh. Toh Yogie hanya staf biasa, mana mungkin dengan leluasa bisa menemui Elena yang berkedudukan sebagai wakil direktur di perusahaan tempatnya bekerja. Yogie menatap langit-langit kamar Elena, pikirannya seakan terbang pada masalalu, masa dimana dirinya sempat menyukai wanita yang berada dalam pelukannya saat ini. Dulu, Yogie bukanlah lelaki bajingan dengan keinginannya untuk selalu melakukan seks, Yogie bukan pria seperti itu. Dia memiliki cinta, dan dia percaya dengan kata tersebut. Yogie pernah menyukai Elena ketika SMA, tapi Elena yang populer seakan tidak pe
Malamnya...Yogie dan Elena akhirnya menghadiri pesta itu, pesta pernikahan Kezia, sepupu Yogie.Sejak tadi, jantung Elena tidak berhenti berdegup kencang, entah karena apa Elena juga tidak tahu, apa karena Yogie yang berubah seratus delapan puluh derajat dengan mobil mewah yang di bawanya? Oh yang benar saja, ini hanya mobil rental, Elena. Gerutu Elena pada dirinya sendiri.Lelaki yang kini sedang mengemudi di sebelahnya ini juga berpenampilan rapi dengan setelan hitamnya yang membuatnya terlihat bak CEO-CEO di film-film romantis maupun di dalam fantasinya ketika ia sedang membaca novel. Film Romantis? Novel? Memangnya sejak kapan kamu pernah menonton film romantis dan membaca Novel, Elena? Jangan ngaco!Akhirnya Elena hanya mampu berkali-kali menghela napas panjang untuk menenangkan dirinya sendiri.“Kamu gugup?” tanya Yogie tiba-tiba.“Eh? Kenapa aku gugup?”&ldquo
“Hansel, berhenti memainkan itu, hei, hei.” Yogie masih sibuk mengurus bocah berumur satu tahun yang masih duduk dengan tenang di tempat duduk khusus untuk memberi makan bayi. Namanya Hansel Pradipta, putera pertamanya dengan Elena.Setelah melahirkan, Elena memberi Yogie wewenang untuk menamai putera pertama mereka, dengan spontan Yogie menamainya dengan nama Hansel, entahlah, ia suka saja dengan nama tersebut. Sedangkan nama belakanngnya tetap membawa nama Pradipta, karena ayah Elena ingin cucu pertamanya itu menjadi penerus keluarga Pradipta.Yogie sendiri tidak mempedulikan nama belakang putera pertamanya itu, yang pasti, Hansel adalah puteranya, dan semua orang tahu kenyataan itu.“Sayang, Stiletto aku yang warna merah di mana?” suara lembut dari dalam kamar membuat Yogie mengangkat wajahnya. Itu pasti Elena, istrinya yang kini sering kali bersikap manja padanya.“Dengar Hansel, Papa akan ke tempat mama dulu, ka
Sorenya...Elena masih setia berada dalam pelukan Yogie, kepalanya tersandar dengan santai di dada Yogie, sedangkan lelaki itu kini masih asik bermain Playstation miliknya yang memang berada di kamar Elena.“Kamu masih seperti anak kecil.” Suara Elena terdengar serak, sesekali ia menggesekkan pipinya pada dada telanjang Yogie.“Anak keci katamu? Aku sudah menghamilimu, bagaimana mungkin kamu bilang aku seperti anak kecil.” Yogie menjawab datar, sedangkan matanya masih fokus pada layar televisi di hadapannya.“Sikap dan perilaku kamu mengingatkanku dengan anak kecil, masih suka main Ps, keluyuran, kencan dan lain sebagainya, lagian, kamu yakin sekali jika kamu yang menghamiliku.”Yogie mem-pause permainannya kemudian menatap lembut ke arah Elena. “Sampai kapan kamu akan membohongiku tentang dia?” jemarinya mengusap lembut perut telanjang Elena.“
Pagi itu, entah pagi ke berapa Elena bangun dalam pelukan seorang Yogie Pratama. Setelah hari di mana Yogie melamarnya, lelaki itu berubah menjadi lelaki yang lebih baik lagi setiap harinya, menjadi calon ayah dan juga seorang pasangan ideal untuk wanita manapun. Elena bahkan merasakan jika ia seakan jatuh lagi dan lagi dalam pesona seorang Yogie Pratama.Hubungan Yogie dengan Elena kini masih berjalan di tempat hingga usia kandungan Elena kini yang sudah memasuki bulan ke sembilan. Selama itu, Yogie bahkan tidak pernah sekalipun menuntut untuk berhubungan intim dengan Elena, meski sejak hari itu Yogie sudah kembali pindah ke apartemen Elena dan tidur di sana bersama dengan Elena.Elena bahkan sempat berpikir, apakah tubuhnya yang sudah membengkak seperti saat ini sudah tidak menarik lagi untuk Yogie? Hingga lelaki itu hanya tidur memeluknya saja tanpa melakukan apapun? Entahlah.Tentang lamaran saat itu, Elena belum menjawabnya hingga saat ini. Elena masih sang
“Kamu yakin kalau kamu akan tetap bekerja hari ini?” tanya Yogie penuh perhatian. Saat ini Yogie sudah mengantar Elena tepat di depan kantor Elena. Tadi pagi Yogie sempat melihat Elena mual-mual setelah meminum susu buatannya. Yogie bahkan tidak berhenti meminta maaf karena ia pikir susu buatannya tidak enak. Dan Elena hanya tersenyum dengan sikap Yogie yang terkesan polos tersebut.“Ya, aku harus kerja.”“Kamu kan pemilik perusahaan, kamu bisa cuti hamil dari sekarang.”“Aku nggak mau manja. Bukannya kamu juga harus kerja?”“Ya, sebenarnya aku harus kerja juga, sudah berminggu-minggu aku bolos. Yongki pasti ngamuk-ngamuk.” Elena tersenyum setelah mendengar pernyataan Yogie tersebut.“Oke, sekarang pulanglah, dan kerjalah. Aku baik-baik saja.”Elena membuka sabuk pengamannya kemudian akan bangkit keluar dari mobil Yogie, tapi Yogie lebih dulu menarik lengannya kemb
Yogie mengejar Elena, tapi wanita itu sudah tak ada. Akhirnya Yogie berinisiatif menyusul Elena sampai ke apartemen wanita tersebut. Dan benar saja, ketika Yogie sampai di depan pintu apartemen Elena dengan napas yang terputus-putus karena lari, Elena masih berada di sana dan sedang sibuk memencet password pintu apartemennya.“Elena.”“Apa yang kamu lakukan di sini?”“Sudah jelas, aku mengejarmu.”“Aku tidak mau di kejar, sekarang pergilah.”“Please, maafkan aku, aku akan melakukan apapun asal kamu memaafkanku dan kembali padaku.”“Aku nggak mau, Gie. Sekarang pergilah.”“Aku tidak akan pergi, aku tidak akan meninggalkan kamu dengan bayi kita.”“Bayiku.” ralat Elena dengan spontan mendaratkan telapak tangannya pada perutnya sendiri.“Aku turut andil dalam pembuatannya.”“Sial!”
Aaron menatap gelas kecil di hadapannya yang berisi minuman beralkohol. Saat ini dirinya sedang berada di aparetemen milik Yogie. Keduanya duduk di bar milik Yogie setelah keduanya membersihkan diri dari darah-darah yang berada di wajah mereka.“Lo dulu yang mulai.” ucap Aaron kemudian.“Gue suka Elena.”“Sejak kapan?”Yogie tercenung sebentar. “Dua tahun yang lalu.”Aaron memejamkan matanya. Jadi kemungkinan besar ayah dari bayi yang di kandung Elena adalah Yogie? Selama ini Elena tidak pernah mau memberi tahu siapa ayah dari bayi yang di kandungnya. Jangan-jangan memang benar Yogielah Ayah dari bayi yang di kandung Elena.“Sejauh apa hubungan lo sama dia? Apa kalian pernah melakukan seks?” tanya Aaron tanpa sedikitpun rasa sungkan.“Hampir setiap hari kita melakukan seks.”“Sialan lo! Kalau begitu kenapa lo tidak mencurigai diri lo sendiri seb
Yogie semakin menggila. Ia bahkan sudah tidak mau bekerja lagi, semua pekerjaannya terbengkalai karena ia lebih memilih menghabiskan waktunya untuk mengikuti kemanapun Elena pergi. Bukan mengikuti secara terang-terangan, melainkan secara sembunyi-sembunyi.Ya, sejak pengakuan cintanya saat itu pada Jihan, pikiran Yogie semakin kacau. Ia sudah memantapkan diri jika ia memang jatuh cinta pada sosok Elena, tapi di sisi lain hatinya meragu. Bagaimana jika Elena menolaknya? Bagaimana jika wanita itu kini benar-benar hamil anak dari lelaki lain? Mengingat itu Yogie kembali marah.Yogie melanjutkan mengemudikan mobilnya ke arah manapun mobil Elena melaju. Saat ini ia sudah seperti seorang mata-mata yang mengikuti kemanapun targetnya melangkah.Ternyata mobil Elena berhenti di sebuah kafe, dan Yogie masih setia mengikuti wanita tersebut sedikit lebih jauh. Ternyata wanita itu bertemu dengan seseorang, lagi-lagi orang itu adalah Aaron Revaldi.Sial, benar-benar si
Elena kini sudah duduk di ujung kafe milik Jihan. Telapak tangannya menangkup secangkir cokelat hangat yang mengepul di hadapannya. Sesekali ia menatap ke arah Yogie. Yogie sendiri tampak murung dengan ekspresinya. Entah apa yang sedang di pikirkan lelaki tersebut.“Kita lupakan saja semuanya.” Setelah cukup lama berdiam diri tanpa ada yang mau memulai pembicaraan, akhirnya Elena berucap dengan datar.“Kenapa tiba-tiba bicara seperti itu?”“Aku akan kembali ke luar negeri, jadi lupakan semuanya.”Yogie tersenyum miring. “Benarkah? Kupikir kamu sedang berniat menggoda suami orang.” sindir Yogie.“Jaga mulut kamu, Yogie!”“Aku sudah tahu Elena, kamu kembali menjalin hubungan dengan Aaron, kan? Padahal kamu jelas tahu, kalau dia sudah menikah dengan Bella.”“Bukan urusanmu.” Elena berdiri kemudian bergegas pergi, tapi kemudian tangan Yogie mer
“Terima kasih kamu mau menemaniku.” lirih Elena pada sosok lelaki di sebelahnya. Itu Aaron yang kini sedang mengemudikan mobilnya.Tadi Elena memang berniat ke tempat dokter kandungan untuk memeriksakan kehamilannya, hanya saja setelah sampai di sana, Elena sangat malu karena di sana hanya ia yang sendirian, sedangkan wanita yang periksa di sana di temani oleh suami masing-masing.Dengan spontan Elena berbalik dan meninggalkan tempat tersebut. Ia juga ingin di temani dengan ayah dari bayi yang di kandungnya, tapi meminta Yogie untuk menemaninya, benar-benar tidak mungkin.Yogie terlalu sibuk dengan urusannya sendiri, lelaki itu sudah berubah dan hanya mementingkan kesenangannya sendiri, mana mungkin Yogie mau mengakui bahwa bayi yang di kandungnya adalah bayi dari lelaki tersebut.Belum lagi kenyataan jika dulu Yogie juga pernah membuat dirinya kehilangan calon bayinya, ah, saat itu Yogie pasti sengaja meminta dokter untuk menggugurkan bayinya