Share

Chapter 6

Author: Sean Abraham
last update Last Updated: 2024-03-01 15:41:54

“Aku akan memberikan apa yang kau mau jika kau patuh padaku.” Pria hidung belang tersebut menggiring Mecca menuju sebuah private room yang disediakan di bar tersebut. Namun, saat berada di ambang pintu, Mecca menghentikan langkahnya seraya memejamkan mata, apakah keputusannya sudah tepat?

Sejenak mematung, Mecca memantapkan hatinya untuk masuk demi mendapatkan uang. Namun, pintu tersebut tiba-tiba tertutup dan tangan Mecca ditarik oleh seseorang dan beralih masuk ke private room lainnya.

“Aku akan menggantikan pria itu,”

“Gyan?” Mecca mengerutkan keningnya melihat rekan kerjanya yang sudah berdiri di hadapannya tersebut. “Apa yang kamu lakukan disini?” sambungnya.

Mecca menghela nafas, lalu duduk di sofa sambil menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya. Apa mungkin ia akan melayani temannya sendiri, alih-alih client yang tak dikenal. Bingung sekaligus malu membuat Mecca tak bisa berkata-kata.

Gyan yang duduk disamping Mecca pun menarik tangan Mecca. Kedua pasang netra coklat itu pun bertemu dan saling menatap selama beberapa saat. “Sebenarnya, aku tak sudah beberapa kali tidak sengaja mendengar bahwa kamu membutuhkan pekerjaan tambahan. Tapi, aku sama sekali tidak menyangka kamu akan senekat ini.” Gyan memalingkan wajahnya dari wanita yang masih menatap dirinya tersebut.

Tak ada pilihan lain, Mecca pun menceritakan apa yang terjadi di hidupnya sehingga nekat melakukan itu. Mecca tak peduli jika Gyan menganggapnya sebagai wanita yang buruk, toh selama ini ia tak pernah mengatakan bahwa dirinya wanita baik. “Aku tidak ingin dikasihani. Aku hanya menceritakan alasanku,” ujar Mecca setelah berbicara panjang lebar. Ia meremas jari jemari tangannya, berusaha untuk menutupi kegugupannya.

“Aku hanya membutuhkanmu sebagai teman, tidak lebih,” ujar Gyan seraya menyandarkan tubuhnya pada sofa empuk yang mereka duduki. Mecca mengerutkan keningnya mendengar kalimat yang keluar dari mulut rekan kerjanya tersebut. Bukankah mereka berdua sudah berteman sejak mereka bekerja di perusahaan yang sama. 

Gyan menegakkan kembali tubuhnya agar sejajar dengn Mecca, “Aku kesepian. Jadi, temanilah aku. Berapapun tarifmu, aku akan membayarnya,” ujar Gyan berusaha meyakinkan Mecca. Namun, tentu saja Mecca masih belum paham akan apa yang diinginkan oleh pria dengan tubuh jangkung tersebut. 

“Kau bisa mempercayaiku.” Gyan kembali menyandarkan tubuhnya, ia pun pasrah dengan keputusan Mecca. Ia tak mungkin memaksakan kehendaknya sendiri. Sementara itu, Mecca termenung, memikirkan tawaran Gyan. Ia memang butuh pekerjaan, tapi ia tak mau dianggap mengambil keuntungan dan memanfaatkan keadaan. 

Terlalu lama menunggu, Gyan pun mengajak Mecca keluar dari bar tersebut. Gyan ingin merubah suasana agar Mecca bisa berpikir jernih sehingga pembicaraan mereka tidak berhenti di topik yang sama. Dengan mengendarai mobil merah milik Mecca, mereka berdua menuju cafe favorit Gyan. Design cafe yang klasik yang didominasi ornamen kayu membuat suasana tampak tenang dan nyaman.  

Mecca memilih duduk di bangku yang letaknya tepat di samping jendela. Ia sangat senang memandangi kendaraan yang berlalu lalang di jalanan. “Apa yang harus aku lakukan agar aku menjadi ‘teman’ seperti yang kau inginkan?” tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya.

“Kau hanya perlu mengikuti kemanapun aku pergi. Kau bisa tinggal di apartemenku atau kembali ke tempatmu sendiri, itu terserah kau,” jelas Gyan sambil memilih menu yang akan ia pesan. “Aku berjanji tidak akan menyentuhmu,” sambungnya setelah ia selesai menentukan menu dan pelayan sudah pergi.

Mecca menatap lekat netra coklat milik rekan kerjanya itu—mencari kebohongan disana Namun, Mecca tak menemukannya, sepertinya Gyan memang tulus ingin membantunya. “Baiklah, aku akan menjadi apapun yang kau mau,” jawab Mecca dengan penuh keyakinan, disambut senyuman hangat dari Gyan. “Tapi, tolong rahasiakan kesepakatan kita berdua dari siapapun,” lanjut Mecca dan Gyan langsung menyetujuinya. Lagipula, gyan membutuhkan Mecca untuk dirinya sendiri, bukan untuk konsumsi publik.

Malam itu, tak banyak yang bisa mereka lakukan, mengingat mereka masih harus bekerja esok hari. Gyan megantar Mecca kembali ke apartemen Hilya. “Jadi, kau tinggal disini?” Gyan menatap gedung apartemen yang menjulang tinggi tersebut. “Aku numpang di apart Hilya,” jawab Mecca apa adanya.

Saat Gyan pamit pulang, Mecca sempat menawarkan agar Gyan membawa mobilnya, tapi ia memilih untuk naik taksi karena ia harus mengambil mobilnya di depan bar tempat mereka bertemu. Mecca tersenyum tipis menatap kepergian pria dengan hoodie berwarna hitam tersebut.

“Darimana saja kamu?” tanya Hilya saat Mecca baru saja melangkahkan kakinya di dalam apartemen. Gadis itu tengah sibuk dengan laptop di pangkuannya sehingga tidak terlalu memperhatikan raut wajah Mecca. “Aku tadi pulang sebentar.” Mecca langsung masuk ke kamar mandi untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan lain dari sang sahabat.

Keesokan harinya, akhir pekan selalu menjadi ajang bermalas-malasan bagi para karyawan yang telah bekerja keras selama satu minggu penuh. Tak heran jika Hilya dan juga Mecca masih menikmati mimpi indah mereka masing-masing. Namun, Mecca harus membuka matanya ketika dering ponsel memekakkan telinga.

“Buang saja kalau masih berisik,” celetuk Hilya yang terganggu dengan suara ponsel Mecca. Tak menjawab, Mecca mendudukkan tubuhnya dan meraih ponsel yang ia letakkan di atas nakas. Ia seketika membulatkan mata melihat nama yang tertera di layar benda pipih tersebut.

“Halo, selamat pagi,” sapa Mecca berusaha untuk tetap ramah.

“Apa? Sekarang?” Nada bicara Mecca yang sedikit meninggi membuat Hilya semakin kesal. Hilya menutupi telinganya dengan bantal, lalu berusaha melanjutkan tidurnya.

Setelah menutup panggilan tersebut, Mecca beranjak menuju kamar mandi dan bersiap sesegera mungkin. Ia hanya punya waktu 20 menit untuk menyelesaikan semuanya dan turun ke lobi.

“Selamat pagi, cantik,” sambut pria dengan setelan casual yang tengah senyum sumringah di hadapan Mecca. 

“Kerja sih kerja, Gyan. Tapi, minimal kasih tau dari kemarin jangan dadakan,” dengus Mecca yang berhasil turun tepat waktu dengan dandanan ala kadarnya. Namun, justru memancarkan aura cantik yang natural.

Gyan membawa Mecca masuk ke dalam mobil. Lalu, ia melajukan mobilnya memecah keramaian jalanan ibu kota di pagi hari. Mecca tak bisa menutupi rasa kantuknya, ia beberapa kali menguap dan Gyan pun menyadarinya.

“Tidur aja dulu, perjalanan kita masih panjang.” Gyan mengusap puncak kepala Mecca dengan lembut, tanpa memecah fokusnya dalam mengemudi.

Mecca yang masih kesal dengan Gyan memilih untuk diam dan membuang muka ke arah jendela. Melihat banyaknya kendaraan di sampingnya, Mecca seolah dihipnotis dan tak lama kemudian ia terlelap.

Sementara itu, Mariam yang tengah menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya tampak tak tenang. Meski tak mengatakannya, tapi si kembar tentu tahu hanya dari ekspresi ibundanya.

“Ibu kenapa? Nungguin kakak?” celetuk Matthew yang sudah tak bisa menahan rasa penasarannya. 

Mariam menghela nafasnya, “Kakak kalian itu sangat tidak patut untuk di contoh. Punya rumah sendiri, bukannya pulang malah nginep di rumah temennya. Kalau begini terus kapan bisa bayar hutang,” keluhnya. 

Matteo dan Matthew saling tatap. Tapi, tak ada salah satu dari mereka pun yang ingin menanggapi ucapan Mariam. Mereka tak ingin menambah panjang obrolan yang menyangkut pautkan sang kakak. Biar bagaimanapun, mereka sudah dewasa dan bisa menilai mana yang benar dan mana yang salah.

Terdengar suara ketukan pintu yang cukup keras hingga terasa pintu hampir saja lepas dari tempatnya. Mariam pun bergegas membukakan pintu–meninggalkan si kembar yang masih sarapan.

“Mencari sia… pa?” Mariam tertegun melihat dua pria dengan tubuh atletis dan pakaian serba hitam berdiri di hadapannya.

“Bayar hutangmu!” ucap pria itu. Tak membentak, tapi nada bicaranya sangat mengintimidasi.

“Beri aku waktu satu minggu lagi, Tuan,” pinta Mariam dengan wajah memelas. Si kembar yang mendengar percakapan mereka pun ikut keluar dan berdiri di belakang sang ibu.

“Bayar sekarang juga, atau….”

“Atau apa? Katakan berapa hutangnya biar aku yang bayar.”

Related chapters

  • Friend With Benefit   Chapter 7

    “Bayar sekarang juga, atau….”“Atau apa? Katakan berapa hutangnya biar aku yang bayar.” Seorang pria dengan kacamata hitam muncul entah darimana. Bukannya senang, si kembar justru melempar tatapan sinis ke arah pria itu.“Bayar sekarang 150 juta.” Salah satu pria gagah itu menengadahkan tangannya. Si kembar sontak maju dan menyingkirkan sang ibu. Mereka tak mau orang lain ikut campur dalam masalah keluarganya. “Beri waktu kami satu minggu. Kami akan bayar hutang itu sendiri, tanpa bantuan siapapun,” ujar Matteo dengan sedikit penekanan pada kalimat terakhirnya.“Bastian, aku mohon padamu tinggalkan keluarga kami,” ujar Matthew dengan lembut. Namun, pria itu hanya tersenyum smirk sambil melepas kacamata hitamnya.Mariam bingung, ia tak bisa menentukan pilihan antara harus menuruti si kembar atau menerima bantuan dari Bastian. Jika ia menolak bantuan dari Bastian, akankah Mecca mampu memberikan uang kepadanya tepat waktu?“Saya mohon beri waktu satu minggu lagi. Saya janji akan membayar

    Last Updated : 2024-03-03
  • Friend With Benefit   Chapter 8

    “Semudah itu kamu dapat penggantiku?” Suara tersebut berhasil membuat Mecca menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan tersenyum smirk melihat sang mantan kekasih bersandar di sebuah pilar dengan tangan bersedekap. “Untuk apa kau kemari?” tanya Mecca yang menyimpan sedikit ketakutan. Ia takut jika Bastian melakukan hal nekat.Bastian tertawa melihat kecemasan di wajah Mecca. Ia berjalan mendekat dan meraih tangan lembut Mecca. Namun, gadis itu berhasil melepaskannya. “Aku bisa membantumu membayar hutang, asalkan….”“Tidak! Apapun yang terjadi aku tidak akan menerima bantuan darimu!” sanggah Mecca sebelum Bastian menyelesaikan kalimatnya. Mulut manis Bastian terus saja mengoceh, mengutarakan tawaran menarik agar Mecca mau kembali ke dalam pelukannya. Akan tetapi, Mecca bukanlah gadis bodoh yang bisa dengan mudah terjerumus dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya.Mecca tak menanggapi dan masuk ke apartemen. Beruntung, untuk masuk ke area apartemen tersebut harus menggunakan kartu ak

    Last Updated : 2024-03-17
  • Friend With Benefit   Chapter 9

    “Sayang, aku sudah lama menunggu. Ayo, cepat pulang,” suara berat itu berhasil membuat Bastian melepaskan tangan Mecca dari genggamannya. Mantan kekasih Mecca itu pun mendekati pria dengan setelan formal lengkap itu. “Sayang? Kau bayar berapa wanita jal*ang itu, bisa-bisanya dia takluk padamu?” Tak mendapat jawaban, justru bogeman mentah yang ia dapatkan hingga cairan kental berwarna merah keluar dari hidungnya. “Berani kau, ya?” Bastian melangkah mendekat, tapi dihadang oleh sang mantan. “Silahkan hina aku semaumu, aku tidak akan peduli. Tapi, jangan sampai tangan kotormu itu menyentuh Gyan!” bentaknya.Bastian tersenyum smirk, ia sadar bahwa ia tak akan menang jika adu fisik dengan Gyan dalam posisi mabuk. Pria itu pun memilih untuk menyerah dan pergi meninggalkan mantan bersama kekasih barunya. Mecca mengajak Gyan untuk kembali ke mobil. Lalu, ia sibuk memeriksa tangan dari temannya itu, memastikan apakah ada yang luka atau tidak. Beruntung kejadian tadi tidak menarik perhatian b

    Last Updated : 2024-03-19
  • Friend With Benefit   Chapter 10

    "Mecca!" pekik Gyan. Melihat temannya tergeletak di lantai ia tak tinggal diam. Dengan sigap ia menggendongnya menuju ruang kesehatan yang letaknya satu lantai diatas ruangan kerja mereka. "Bertahan, ya. Aku tahu kamu kuat," ujar Gyan saat berada di dalam lift. Setibanya di ruang kesehatan, Gyan tak bisa menutupi kepanikannya saat dua orang tenaga medis memeriksa kondisi Mecca. Dalam hati, ia ingin sekali mengambil alih semua rasa sakit yang ada pada temannya itu. Ia tak rela wanita dengan semangat yang tinggi itu tiba-tiba menjadi lemah. Setelah memastikan keadaan Mecca, salah satu tenaga medis memberitahu kepada Gyan bahwa tak terjadi sesuatu yang serius pada teman wanitanya. "Hanya perlu memperhatikan pola makan, pola tidur dan jangan terlalu stres." ujarnya pada Gyan. Gyan duduk di bangku kecil yang ada di samping ranjang sembari menatap lekat ke arah wanita cantik yang masih belum membuka matanya itu. Ingin sekali ia mengusap kepala atau bahkan menggenggam tanganny

    Last Updated : 2024-08-01
  • Friend With Benefit   Chapter 1

    “Ibu tidak mau tau, kamu harus menikah dengan Pak Adrian. Kalau tidak….”“Kalau tidak apa, Bu? Mecca sudah tidak peduli lagi dengan semua yang ibu ucapkan. Apa perjuangan Mecca selama ini masih belum cukup?” Gadis dengan rambut panjang yang tergerai indah itu pun membanting sendoknya di meja makan. Ia beranjak tanpa memedulikan tatapan kemarahan dari sang ibu.“Kak….”Suara itu berhasil menghentikan langkah Mecca. Namun, bukan bararti Mecca ingin kembali duduk di meja makan dan melanjutkan sarapan. “Kakak akan berangkat bekerja. Kalian segera lah berangkat ke kampus setelah sarapan nanti. Sampai jumpa.” Gadis itu melanjutkan langkah kakinya keluar dari rumah seraya menahan air mata agar tidak menetes membasahi pipinya. Perjuangannya untuk membantu menghidupi keluarganya ternyata tidak membuat ibunya puas.“Dasar anak tidak tahu diuntung!” Wanita paruh baya menggebrak meja setelah kepergian Mecca, membuat putra kembarnya terkejut dengan ulahnya. Namun, mereka tak berani bersuara dan me

    Last Updated : 2023-11-27
  • Friend With Benefit   Chapter 2

    “Tidak ada siapapun disini, Mecca.” Jari jemari yang terasa sedikit kasar sibuk mengekspos wajah cantik Mecca.Mecca menutup matanya rapat-rapat. Ia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya. Tubuhnya di tindih sehingga kesulitan untuk menyelamatkan diri. “Lepaskan aku!” pintanya yang mulai tak berdaya.Pria tersebut tak mendengarkan ucapan Mecca. Kini, tangan nakalnya mulai bergerilya di tubuh mungil Mecca. “Anak baik harus nurut, Mecca. Aku ini ayahmu, bukan?” bisiknya tepat di telinga Mecca, membuat Mecca bergirik ngeri.“Kamu bukan ayahku! Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah mengakui pria bejat sepertimu sebagai ayahku.” Mecca berusaha mendorong tubuh pria tersebut sekuat tenaga. Merasakan sesuatu yang menonjol tepat di perutnya, membuat Mecca semakin gusar. Namun, semakin Mecca berontak, Franky semakin menggila. Tangannya berhasil menyibakkan rok yang Mecca kenakan sehingga apa yang ia inginkan tereskpos dengan jelas.“Jangan!”“Tolong, lepaskan aku!”“Jangan la

    Last Updated : 2023-11-27
  • Friend With Benefit   Chapter 3

    “Kalau dilihat-lihat, kau sering sekali bersama dia, Mecca. Jangan-jangan, kau selama ini berpacaran dengan dia?” tanya Mariam. Mecca membulatkan mata mendengarnya. Lalu, sebuah tamparan keras mendarat tepat di pipi Mariam.“IBU!” seru si kembar yang juga baru saja kembali dan sempat melihat ketegangan di antara Mariam dan Mecca. Tapi, mereka berdua hanya berdiri mematung, tak berani ikut campur.Mariam memegangi pipinya yang terasa kebas akibat kerasnya tamparan dari putri sulungnya. “Sekarang bahkan kau sudah berani melawan,” ujarnya seraya menahan kesakitan.“Itu karena Ibu sudah keterlaluan. Coba saja Ibu bisa sedikit mengontrol ucapan Ibu, hal ini tidak akan terjadi,” kali ini si kembar buka suara dan menyampaikan pendapat sesuai dengan apa yang ia lihat. Cukup sulit berada di tengah ketegangan antara kakak dan ibunya. Mereka tak tahu harus memihak yang mana. Tapi, si kembar bukanlah anak yang ceroboh, ia bisa bersikap netral dan menjadi penengah.Matthew merangkul pundak Mariam,

    Last Updated : 2023-11-27
  • Friend With Benefit   Chapter 4

    Bastian mulai mengabsen tubuh Mecca dengan jari jemarinya, membuat Mecca merasa tak nyaman. Beruntung, Mecca menggunakan celana panjang sehingga tak mudah bagi Bastian untuk membukanya.“Jangan, Bastian!” Mecca menghentikan tangan Bastian yang hendak menyingkap kaos yang ia kenakan. Tapi, sudah terlambat, perutnya yang putih sudah terlihat dengan jelas. “Bastian, aku mohon….”Tak mendengarkan, Bastian menarik kembali kaos tersebut hingga tampak gunung kembar yang tertutup bra berwarna beige. Sementara satu tangan menahan kaos agar tidak tertutup kembali, tangan yang lain hendak menyentuh benda kenyal tersebut. “Sudah aku bilang, jangan lakukan itu, Bastian!” Mecca mendorong tubuh Bastian dengan sekuat tenaga hingga ia berhasil lepas. “Kau sepertinya mabuk, lebih baik kita bertemu lain kali,” sambungnya. “Aku tidak mabuk, Sayang. Aku benar-benar merindukanmu.” Bastian berjalan mendekati Mecca. Namun, gadis tersebut dengan cepat keluar dari apartemen dan berlari sekuat tenaga.Dengan n

    Last Updated : 2023-11-27

Latest chapter

  • Friend With Benefit   Chapter 10

    "Mecca!" pekik Gyan. Melihat temannya tergeletak di lantai ia tak tinggal diam. Dengan sigap ia menggendongnya menuju ruang kesehatan yang letaknya satu lantai diatas ruangan kerja mereka. "Bertahan, ya. Aku tahu kamu kuat," ujar Gyan saat berada di dalam lift. Setibanya di ruang kesehatan, Gyan tak bisa menutupi kepanikannya saat dua orang tenaga medis memeriksa kondisi Mecca. Dalam hati, ia ingin sekali mengambil alih semua rasa sakit yang ada pada temannya itu. Ia tak rela wanita dengan semangat yang tinggi itu tiba-tiba menjadi lemah. Setelah memastikan keadaan Mecca, salah satu tenaga medis memberitahu kepada Gyan bahwa tak terjadi sesuatu yang serius pada teman wanitanya. "Hanya perlu memperhatikan pola makan, pola tidur dan jangan terlalu stres." ujarnya pada Gyan. Gyan duduk di bangku kecil yang ada di samping ranjang sembari menatap lekat ke arah wanita cantik yang masih belum membuka matanya itu. Ingin sekali ia mengusap kepala atau bahkan menggenggam tanganny

  • Friend With Benefit   Chapter 9

    “Sayang, aku sudah lama menunggu. Ayo, cepat pulang,” suara berat itu berhasil membuat Bastian melepaskan tangan Mecca dari genggamannya. Mantan kekasih Mecca itu pun mendekati pria dengan setelan formal lengkap itu. “Sayang? Kau bayar berapa wanita jal*ang itu, bisa-bisanya dia takluk padamu?” Tak mendapat jawaban, justru bogeman mentah yang ia dapatkan hingga cairan kental berwarna merah keluar dari hidungnya. “Berani kau, ya?” Bastian melangkah mendekat, tapi dihadang oleh sang mantan. “Silahkan hina aku semaumu, aku tidak akan peduli. Tapi, jangan sampai tangan kotormu itu menyentuh Gyan!” bentaknya.Bastian tersenyum smirk, ia sadar bahwa ia tak akan menang jika adu fisik dengan Gyan dalam posisi mabuk. Pria itu pun memilih untuk menyerah dan pergi meninggalkan mantan bersama kekasih barunya. Mecca mengajak Gyan untuk kembali ke mobil. Lalu, ia sibuk memeriksa tangan dari temannya itu, memastikan apakah ada yang luka atau tidak. Beruntung kejadian tadi tidak menarik perhatian b

  • Friend With Benefit   Chapter 8

    “Semudah itu kamu dapat penggantiku?” Suara tersebut berhasil membuat Mecca menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan tersenyum smirk melihat sang mantan kekasih bersandar di sebuah pilar dengan tangan bersedekap. “Untuk apa kau kemari?” tanya Mecca yang menyimpan sedikit ketakutan. Ia takut jika Bastian melakukan hal nekat.Bastian tertawa melihat kecemasan di wajah Mecca. Ia berjalan mendekat dan meraih tangan lembut Mecca. Namun, gadis itu berhasil melepaskannya. “Aku bisa membantumu membayar hutang, asalkan….”“Tidak! Apapun yang terjadi aku tidak akan menerima bantuan darimu!” sanggah Mecca sebelum Bastian menyelesaikan kalimatnya. Mulut manis Bastian terus saja mengoceh, mengutarakan tawaran menarik agar Mecca mau kembali ke dalam pelukannya. Akan tetapi, Mecca bukanlah gadis bodoh yang bisa dengan mudah terjerumus dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya.Mecca tak menanggapi dan masuk ke apartemen. Beruntung, untuk masuk ke area apartemen tersebut harus menggunakan kartu ak

  • Friend With Benefit   Chapter 7

    “Bayar sekarang juga, atau….”“Atau apa? Katakan berapa hutangnya biar aku yang bayar.” Seorang pria dengan kacamata hitam muncul entah darimana. Bukannya senang, si kembar justru melempar tatapan sinis ke arah pria itu.“Bayar sekarang 150 juta.” Salah satu pria gagah itu menengadahkan tangannya. Si kembar sontak maju dan menyingkirkan sang ibu. Mereka tak mau orang lain ikut campur dalam masalah keluarganya. “Beri waktu kami satu minggu. Kami akan bayar hutang itu sendiri, tanpa bantuan siapapun,” ujar Matteo dengan sedikit penekanan pada kalimat terakhirnya.“Bastian, aku mohon padamu tinggalkan keluarga kami,” ujar Matthew dengan lembut. Namun, pria itu hanya tersenyum smirk sambil melepas kacamata hitamnya.Mariam bingung, ia tak bisa menentukan pilihan antara harus menuruti si kembar atau menerima bantuan dari Bastian. Jika ia menolak bantuan dari Bastian, akankah Mecca mampu memberikan uang kepadanya tepat waktu?“Saya mohon beri waktu satu minggu lagi. Saya janji akan membayar

  • Friend With Benefit   Chapter 6

    “Aku akan memberikan apa yang kau mau jika kau patuh padaku.” Pria hidung belang tersebut menggiring Mecca menuju sebuah private room yang disediakan di bar tersebut. Namun, saat berada di ambang pintu, Mecca menghentikan langkahnya seraya memejamkan mata, apakah keputusannya sudah tepat?Sejenak mematung, Mecca memantapkan hatinya untuk masuk demi mendapatkan uang. Namun, pintu tersebut tiba-tiba tertutup dan tangan Mecca ditarik oleh seseorang dan beralih masuk ke private room lainnya.“Aku akan menggantikan pria itu,”“Gyan?” Mecca mengerutkan keningnya melihat rekan kerjanya yang sudah berdiri di hadapannya tersebut. “Apa yang kamu lakukan disini?” sambungnya.Mecca menghela nafas, lalu duduk di sofa sambil menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya. Apa mungkin ia akan melayani temannya sendiri, alih-alih client yang tak dikenal. Bingung sekaligus malu membuat Mecca tak bisa berkata-kata.Gyan yang duduk disamping Mecca pun menarik tangan Mecca. Kedua pasang netra coklat itu p

  • Friend With Benefit   Chapter 5

    “Bagaimana? Kapan kau akan memberikan uang untuk membayar hutang? Atau kau menerima tawaran menikah dengan Pak Adrian?” Mariam menghadang Mecca yang hendak masuk ke dalam rumah. Tentu saja si kembar bisa mendengar dengan jelas pertanyaan sang ibu kepada kakaknya karena pintu rumah masih terbuka lebar.Mecca memundurkan langkahnya dan berusaha mengumpulkan ketenangan untuk melawan ibunya. “Secepatnya, pasti Mecca akan berikan uangnya, Bu,” jawabnya dengan lembut. “Kapan? Kau bekerja di ruangan ber AC, mengendarai mobil yang nyaman bahkan makan makanan enak setiap hari. Tapi, kenapa kau selalu menunda memberikan uang itu padaku, hah?” Mariam berkacak pinggang seraya menatap tajam ke arah putri sulungnya.Mecca memutar bola matanya, malas jika ibunya membahas tentang semua fasilitas yang ia miliki. “Apa semua yang aku punya pemberian dari Ibu? Bukan! Semua yang aku punya murni kerja kerasku sendiri sampai aku bisa membiayai kuliah adikku,” jawab Mecca dengan sedikit penekanan, membuat M

  • Friend With Benefit   Chapter 4

    Bastian mulai mengabsen tubuh Mecca dengan jari jemarinya, membuat Mecca merasa tak nyaman. Beruntung, Mecca menggunakan celana panjang sehingga tak mudah bagi Bastian untuk membukanya.“Jangan, Bastian!” Mecca menghentikan tangan Bastian yang hendak menyingkap kaos yang ia kenakan. Tapi, sudah terlambat, perutnya yang putih sudah terlihat dengan jelas. “Bastian, aku mohon….”Tak mendengarkan, Bastian menarik kembali kaos tersebut hingga tampak gunung kembar yang tertutup bra berwarna beige. Sementara satu tangan menahan kaos agar tidak tertutup kembali, tangan yang lain hendak menyentuh benda kenyal tersebut. “Sudah aku bilang, jangan lakukan itu, Bastian!” Mecca mendorong tubuh Bastian dengan sekuat tenaga hingga ia berhasil lepas. “Kau sepertinya mabuk, lebih baik kita bertemu lain kali,” sambungnya. “Aku tidak mabuk, Sayang. Aku benar-benar merindukanmu.” Bastian berjalan mendekati Mecca. Namun, gadis tersebut dengan cepat keluar dari apartemen dan berlari sekuat tenaga.Dengan n

  • Friend With Benefit   Chapter 3

    “Kalau dilihat-lihat, kau sering sekali bersama dia, Mecca. Jangan-jangan, kau selama ini berpacaran dengan dia?” tanya Mariam. Mecca membulatkan mata mendengarnya. Lalu, sebuah tamparan keras mendarat tepat di pipi Mariam.“IBU!” seru si kembar yang juga baru saja kembali dan sempat melihat ketegangan di antara Mariam dan Mecca. Tapi, mereka berdua hanya berdiri mematung, tak berani ikut campur.Mariam memegangi pipinya yang terasa kebas akibat kerasnya tamparan dari putri sulungnya. “Sekarang bahkan kau sudah berani melawan,” ujarnya seraya menahan kesakitan.“Itu karena Ibu sudah keterlaluan. Coba saja Ibu bisa sedikit mengontrol ucapan Ibu, hal ini tidak akan terjadi,” kali ini si kembar buka suara dan menyampaikan pendapat sesuai dengan apa yang ia lihat. Cukup sulit berada di tengah ketegangan antara kakak dan ibunya. Mereka tak tahu harus memihak yang mana. Tapi, si kembar bukanlah anak yang ceroboh, ia bisa bersikap netral dan menjadi penengah.Matthew merangkul pundak Mariam,

  • Friend With Benefit   Chapter 2

    “Tidak ada siapapun disini, Mecca.” Jari jemari yang terasa sedikit kasar sibuk mengekspos wajah cantik Mecca.Mecca menutup matanya rapat-rapat. Ia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya. Tubuhnya di tindih sehingga kesulitan untuk menyelamatkan diri. “Lepaskan aku!” pintanya yang mulai tak berdaya.Pria tersebut tak mendengarkan ucapan Mecca. Kini, tangan nakalnya mulai bergerilya di tubuh mungil Mecca. “Anak baik harus nurut, Mecca. Aku ini ayahmu, bukan?” bisiknya tepat di telinga Mecca, membuat Mecca bergirik ngeri.“Kamu bukan ayahku! Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah mengakui pria bejat sepertimu sebagai ayahku.” Mecca berusaha mendorong tubuh pria tersebut sekuat tenaga. Merasakan sesuatu yang menonjol tepat di perutnya, membuat Mecca semakin gusar. Namun, semakin Mecca berontak, Franky semakin menggila. Tangannya berhasil menyibakkan rok yang Mecca kenakan sehingga apa yang ia inginkan tereskpos dengan jelas.“Jangan!”“Tolong, lepaskan aku!”“Jangan la

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status