Share

Friend With Benefit
Friend With Benefit
Author: Sean Abraham

Chapter 1

Author: Sean Abraham
last update Last Updated: 2023-11-27 11:41:08

“Ibu tidak mau tau, kamu harus menikah dengan Pak Adrian. Kalau tidak….”

“Kalau tidak apa, Bu? Mecca sudah tidak peduli lagi dengan semua yang ibu ucapkan. Apa perjuangan Mecca selama ini masih belum cukup?” Gadis dengan rambut panjang yang tergerai indah itu pun membanting sendoknya di meja makan. Ia beranjak tanpa memedulikan tatapan kemarahan dari sang ibu.

“Kak….”

Suara itu berhasil menghentikan langkah Mecca. Namun, bukan bararti Mecca ingin kembali duduk di meja makan dan melanjutkan sarapan. “Kakak akan berangkat bekerja. Kalian segera lah berangkat ke kampus setelah sarapan nanti. Sampai jumpa.” Gadis itu melanjutkan langkah kakinya keluar dari rumah seraya menahan air mata agar tidak menetes membasahi pipinya. Perjuangannya untuk membantu menghidupi keluarganya ternyata tidak membuat ibunya puas.

“Dasar anak tidak tahu diuntung!” Wanita paruh baya menggebrak meja setelah kepergian Mecca, membuat putra kembarnya terkejut dengan ulahnya. Namun, mereka tak berani bersuara dan memilih untuk menghabiskan makanan masing-masing.

Setelah selesai sarapan, si kembar pun menuruti ucapan sang kakak untuk segera berangkat menuju kampus. “Matthew, apa kamu tidak kasihan dengan kakak?” tanyanya saat mereka dalam mobil.

Matthew mengedikkan bahunya, “Apa yang bisa kita lakukan? Aku rasa ibu sudah keterlaluan, Matteo?” tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari jalan dan tetap fokus mengemudi.

Sementara itu, Mecca yang baru saja memarkirkan mobilnya masih berdiam diri di dalam. Rasanya ia enggan sekali untuk turun dan beraktifitas, lagipula tak ada yang menghargai kerja kerasnya. Tiba-tiba, kaca mobilnya diketuk dari luar, “Mecca, ayo keluar!” titah seorang gadis sebaya dengannya.

Mecca menghela nafas dan keluar dari mobil dengan wajah masamnya, membuat gadis yang menunggu dirinya pun terheran-heran. “Kamu kenapa?” tanyanya.

“Hilya, apa kau tidak ada info tentang pekerjaan tambahan? Aku sangat membutuhkannya.” Mecca menyandarkan diri pada mobilnya, lesu, seakan tak memiliki kekuatan lagi untuk berjalan.

Tak menjawab, Hilya justru mengerutkan keningnya hingga kedua alisnya hampir saja menyatu. Ia berusaha untuk mengerti keadaan temannya tersebut, tapi sangat sulit dicerna olehnya. “Bukankah gajimu bahkan lebih banyak dariku? Kenapa kamu masih menginginkan pekerjaan tambahan?” Ia memberanikan diri untuk bertanya.

Mecca menundukkan kepalanya hingga sebagian wajahnya tertutup oleh rambutnya. “Hilya, hutang yang seharusnya dibayar oleh lelaki brengsek itu, sekarang harus ditanggung oleh ibuku dan….” 

Belum selesai dengan kalimatnya, bulir bening lolos dari pelupuk mata Mecca. Hilya yang tahu pun segera membawa Mecca kedalam pelukannya seraya mengusap-usap punggung temannya tersebut. “Aku tahu apa yang akan kau ucapkan, Mecca. Sekarang lebih baik kau buang jauh-jauh semua hal tentang keluargamu. Kita pikirkan solusinya nanti,”

Seperti yang Hilya katakan, Mecca berusaha untuk membuang jauh-jauh pikiran tentang ucapan sang ibu yang menyuruhnya untuk menikah dengan rentenir. Akan ada saatnya Mecca memikirkan bagaimana caranya terbebas dari segala macam masalah yang menimpa dirinya. Ia lebih baik melewati tebing curam daripada jalan pintas yang pada akhirnya akan membuatnya kembali menderita.

“Teman-teman semua, Tuan Ivan meminta kita untuk berkumpul di ruang meeting sekarang juga,” ujar seorang wanita dengan setelan formal berwarna abu-abu. 

Karena berbeda divisi dengan Hilya, Mecca harus mandiri kali ini. Ia melakukan latihan nafas beberapa kali untuk menenangkan pikiran dan membuatnya fokus dengan pekerjaan. “Come on, Mecca. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya,”

Mecca masuk ke ruang meeting bersama lima orang temannya. Mereka duduk di bangku masing-masing dan menunggu sang atasan dengan segala kemungkinan yang akan terjadi. Beberapa dari mereka sibuk menerka-nerka apa yang akan disampaikan oleh sang atasan, sedangkan sebagian yang lain lebih memilih untuk diam, termasuk Mecca.

“Selamat pagi. Apa kabar semuanya?” Sapaan hangat dari pria matang dengan setelan jas berwarna navy membuat Mecca tersenyum sumringah, setidaknya masih ada yang menanyakan kabar walau hanya untuk basa-basi. Pandangan Mecca tertuju pada seorang pria tampan yang berdiri di belakang Ivan, wajahnya tampak tak asing baginya.

“Baiklah, semuanya, saya akan memperkenalkan teman baru kalian, Gyanamurthy. Dia akan membantu kalian dengan photography,” ujar Ivan dengan penuh kesenangan.

“Panggil saja Gyan. Salam kenal, semuanya,” sahut pria dengan wajah blasteran tersebut.

Setelah sesi perkenalan antar teman, mereka kembali ke meja masing-masing untuk melanjutkan pekerjaan. Kali ini, Mecca memiliki tugas khusus menjadi pemandu ‘office tour’ untuk Gyan yang notabene adalah karyawan baru. Berkeliling bersama Gyan membuat Mecca bisa melepas semua beban pikirannya. Dengan wajah cueknya, ternyata Gyan orang yang asyik diajak bercanda. Itulah sebabnya ada pepatah yang mengatakan ‘Don’t judge a book by this cover’.

Pantry adalah tempat terakhir yang mereka datangi. Karena Gyan tak pernah membuat kopi sendiri sebelumnya, ia pun meminta Mecca untuk mengajarinya. “Kalau kau masih belum yakin, aku bisa sekalian membuatkanmu setiap hari,” tawar Mecca melihat Gyan yang sibuk melihat-lihat tombol yang ada di mesin pembuat kopi.

“Lebih baik aku ikut denganmu saat membuat kopi, supaya aku juga bisa belajar,” jawab Gyan. Lalu, Mereka berdua pun kembali ke meja kerja masing-masing.

Mecca begitu sibuk dengan pekerjaan yang sudah mendekati waktu deadline hingga melewatkan makan siang. Karena terlalu fokus dengan pekerjaannya tersebut, tak terasa sudah saatnya bagi Mecca untuk pulang.

“Mecca!”

Suara nyaring tersebut berhasil membuat Mecca mengalihkan pandangannya dari layar komputer. “Kau sudah selesai?” tanyanya dengan wajah yang begitu lesu.

Hilya berdiri tepat di belakang Mecca dan melihat layar komputer yang menyibukkan sahabatnya tersebut. Memastikan bahwa pekerjaan Mecca selesai, Hilya segera mengajak sang sahabat untuk pulang. Hilya tentu tahu kebiasaan buruk Mecca yang selalu melewatkan makan siang ketika sibuk dikejar deadline. “Kau bisa menginap di apartemenku malam ini,” tawarnya. Tak pikir panjang, Mecca pun mengiyakan tawaran Hilya.

Sementara itu, Mariam sibuk berjalan mondar-mandir di ruang tamu dengan berkacak pinggang. Wajahnya gusar seolah memikirkan sesuatu yang penting. “Selamat malam, ibu,” ujar si kembar yang baru saja kembali dari kampus. Tak mendapat jawaban dari sang ibu, Matthew pun berdiri tepat di hadapan Mariam. “Astaga, kau membuat ibu terkejut!” seru Marian yang hampir saja menabrak putranya. Sedangkan Matteo hanya memperhatikan dari jauh.

“Apa yang ibu pikirkan? Bagaimana keadaan ayah?” tanya Matteo to the point. Mendengar pertanyaan tersebut, Mariam berhenti mondar mandir dan memilih duduk di sofa, diikuti oleh si kembar. “Ayah kalian sudah jauh lebih baik sekarang. Tapi, ibu sedang memikirkan bagaimana caranya agar Mecca mau menikah dengan Pak Adrian.” Mariam menatap putra kembarnya secara bergantian, seolah meminta saran kepada mereka.

Matteo beranjak dari duduknya, “Matt, sudah saatnya untuk tidur. Besok kita ada kelas pagi,” ajaknya. Matthew yang tahu maksud dari saudara kembarnya pun menurut saja. 

“Hei, kalian mau kemana? Tidakkah kalian akan membantu ibu membujuk Mecca?” teriak Mariam melihat putra kembarnya meninggalkan dirinya sendiri di ruang tamu. “Ibu pikirkan sendiri saja, kami sudah terlalu lelah memikirkan pelajaran,” jawab Matthew. Mariam mendengus kesal mendengar jawaban Matthew.

Malam yang gelap dan suasana yang tenang di apartemen Hilya membuat Mecca bisa istirahat dengan nyaman. Rasa lelah yang melanda, membuat Mecca tertidur lebih cepat dari biasanya. 

“Jangan!”

“Tolong, lepaskan aku!”

“Jangan lakukan itu, aku mohon,”

Related chapters

  • Friend With Benefit   Chapter 2

    “Tidak ada siapapun disini, Mecca.” Jari jemari yang terasa sedikit kasar sibuk mengekspos wajah cantik Mecca.Mecca menutup matanya rapat-rapat. Ia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya. Tubuhnya di tindih sehingga kesulitan untuk menyelamatkan diri. “Lepaskan aku!” pintanya yang mulai tak berdaya.Pria tersebut tak mendengarkan ucapan Mecca. Kini, tangan nakalnya mulai bergerilya di tubuh mungil Mecca. “Anak baik harus nurut, Mecca. Aku ini ayahmu, bukan?” bisiknya tepat di telinga Mecca, membuat Mecca bergirik ngeri.“Kamu bukan ayahku! Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah mengakui pria bejat sepertimu sebagai ayahku.” Mecca berusaha mendorong tubuh pria tersebut sekuat tenaga. Merasakan sesuatu yang menonjol tepat di perutnya, membuat Mecca semakin gusar. Namun, semakin Mecca berontak, Franky semakin menggila. Tangannya berhasil menyibakkan rok yang Mecca kenakan sehingga apa yang ia inginkan tereskpos dengan jelas.“Jangan!”“Tolong, lepaskan aku!”“Jangan la

    Last Updated : 2023-11-27
  • Friend With Benefit   Chapter 3

    “Kalau dilihat-lihat, kau sering sekali bersama dia, Mecca. Jangan-jangan, kau selama ini berpacaran dengan dia?” tanya Mariam. Mecca membulatkan mata mendengarnya. Lalu, sebuah tamparan keras mendarat tepat di pipi Mariam.“IBU!” seru si kembar yang juga baru saja kembali dan sempat melihat ketegangan di antara Mariam dan Mecca. Tapi, mereka berdua hanya berdiri mematung, tak berani ikut campur.Mariam memegangi pipinya yang terasa kebas akibat kerasnya tamparan dari putri sulungnya. “Sekarang bahkan kau sudah berani melawan,” ujarnya seraya menahan kesakitan.“Itu karena Ibu sudah keterlaluan. Coba saja Ibu bisa sedikit mengontrol ucapan Ibu, hal ini tidak akan terjadi,” kali ini si kembar buka suara dan menyampaikan pendapat sesuai dengan apa yang ia lihat. Cukup sulit berada di tengah ketegangan antara kakak dan ibunya. Mereka tak tahu harus memihak yang mana. Tapi, si kembar bukanlah anak yang ceroboh, ia bisa bersikap netral dan menjadi penengah.Matthew merangkul pundak Mariam,

    Last Updated : 2023-11-27
  • Friend With Benefit   Chapter 4

    Bastian mulai mengabsen tubuh Mecca dengan jari jemarinya, membuat Mecca merasa tak nyaman. Beruntung, Mecca menggunakan celana panjang sehingga tak mudah bagi Bastian untuk membukanya.“Jangan, Bastian!” Mecca menghentikan tangan Bastian yang hendak menyingkap kaos yang ia kenakan. Tapi, sudah terlambat, perutnya yang putih sudah terlihat dengan jelas. “Bastian, aku mohon….”Tak mendengarkan, Bastian menarik kembali kaos tersebut hingga tampak gunung kembar yang tertutup bra berwarna beige. Sementara satu tangan menahan kaos agar tidak tertutup kembali, tangan yang lain hendak menyentuh benda kenyal tersebut. “Sudah aku bilang, jangan lakukan itu, Bastian!” Mecca mendorong tubuh Bastian dengan sekuat tenaga hingga ia berhasil lepas. “Kau sepertinya mabuk, lebih baik kita bertemu lain kali,” sambungnya. “Aku tidak mabuk, Sayang. Aku benar-benar merindukanmu.” Bastian berjalan mendekati Mecca. Namun, gadis tersebut dengan cepat keluar dari apartemen dan berlari sekuat tenaga.Dengan n

    Last Updated : 2023-11-27
  • Friend With Benefit   Chapter 5

    “Bagaimana? Kapan kau akan memberikan uang untuk membayar hutang? Atau kau menerima tawaran menikah dengan Pak Adrian?” Mariam menghadang Mecca yang hendak masuk ke dalam rumah. Tentu saja si kembar bisa mendengar dengan jelas pertanyaan sang ibu kepada kakaknya karena pintu rumah masih terbuka lebar.Mecca memundurkan langkahnya dan berusaha mengumpulkan ketenangan untuk melawan ibunya. “Secepatnya, pasti Mecca akan berikan uangnya, Bu,” jawabnya dengan lembut. “Kapan? Kau bekerja di ruangan ber AC, mengendarai mobil yang nyaman bahkan makan makanan enak setiap hari. Tapi, kenapa kau selalu menunda memberikan uang itu padaku, hah?” Mariam berkacak pinggang seraya menatap tajam ke arah putri sulungnya.Mecca memutar bola matanya, malas jika ibunya membahas tentang semua fasilitas yang ia miliki. “Apa semua yang aku punya pemberian dari Ibu? Bukan! Semua yang aku punya murni kerja kerasku sendiri sampai aku bisa membiayai kuliah adikku,” jawab Mecca dengan sedikit penekanan, membuat M

    Last Updated : 2023-11-27
  • Friend With Benefit   Chapter 6

    “Aku akan memberikan apa yang kau mau jika kau patuh padaku.” Pria hidung belang tersebut menggiring Mecca menuju sebuah private room yang disediakan di bar tersebut. Namun, saat berada di ambang pintu, Mecca menghentikan langkahnya seraya memejamkan mata, apakah keputusannya sudah tepat?Sejenak mematung, Mecca memantapkan hatinya untuk masuk demi mendapatkan uang. Namun, pintu tersebut tiba-tiba tertutup dan tangan Mecca ditarik oleh seseorang dan beralih masuk ke private room lainnya.“Aku akan menggantikan pria itu,”“Gyan?” Mecca mengerutkan keningnya melihat rekan kerjanya yang sudah berdiri di hadapannya tersebut. “Apa yang kamu lakukan disini?” sambungnya.Mecca menghela nafas, lalu duduk di sofa sambil menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya. Apa mungkin ia akan melayani temannya sendiri, alih-alih client yang tak dikenal. Bingung sekaligus malu membuat Mecca tak bisa berkata-kata.Gyan yang duduk disamping Mecca pun menarik tangan Mecca. Kedua pasang netra coklat itu p

    Last Updated : 2024-03-01
  • Friend With Benefit   Chapter 7

    “Bayar sekarang juga, atau….”“Atau apa? Katakan berapa hutangnya biar aku yang bayar.” Seorang pria dengan kacamata hitam muncul entah darimana. Bukannya senang, si kembar justru melempar tatapan sinis ke arah pria itu.“Bayar sekarang 150 juta.” Salah satu pria gagah itu menengadahkan tangannya. Si kembar sontak maju dan menyingkirkan sang ibu. Mereka tak mau orang lain ikut campur dalam masalah keluarganya. “Beri waktu kami satu minggu. Kami akan bayar hutang itu sendiri, tanpa bantuan siapapun,” ujar Matteo dengan sedikit penekanan pada kalimat terakhirnya.“Bastian, aku mohon padamu tinggalkan keluarga kami,” ujar Matthew dengan lembut. Namun, pria itu hanya tersenyum smirk sambil melepas kacamata hitamnya.Mariam bingung, ia tak bisa menentukan pilihan antara harus menuruti si kembar atau menerima bantuan dari Bastian. Jika ia menolak bantuan dari Bastian, akankah Mecca mampu memberikan uang kepadanya tepat waktu?“Saya mohon beri waktu satu minggu lagi. Saya janji akan membayar

    Last Updated : 2024-03-03
  • Friend With Benefit   Chapter 8

    “Semudah itu kamu dapat penggantiku?” Suara tersebut berhasil membuat Mecca menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan tersenyum smirk melihat sang mantan kekasih bersandar di sebuah pilar dengan tangan bersedekap. “Untuk apa kau kemari?” tanya Mecca yang menyimpan sedikit ketakutan. Ia takut jika Bastian melakukan hal nekat.Bastian tertawa melihat kecemasan di wajah Mecca. Ia berjalan mendekat dan meraih tangan lembut Mecca. Namun, gadis itu berhasil melepaskannya. “Aku bisa membantumu membayar hutang, asalkan….”“Tidak! Apapun yang terjadi aku tidak akan menerima bantuan darimu!” sanggah Mecca sebelum Bastian menyelesaikan kalimatnya. Mulut manis Bastian terus saja mengoceh, mengutarakan tawaran menarik agar Mecca mau kembali ke dalam pelukannya. Akan tetapi, Mecca bukanlah gadis bodoh yang bisa dengan mudah terjerumus dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya.Mecca tak menanggapi dan masuk ke apartemen. Beruntung, untuk masuk ke area apartemen tersebut harus menggunakan kartu ak

    Last Updated : 2024-03-17
  • Friend With Benefit   Chapter 9

    “Sayang, aku sudah lama menunggu. Ayo, cepat pulang,” suara berat itu berhasil membuat Bastian melepaskan tangan Mecca dari genggamannya. Mantan kekasih Mecca itu pun mendekati pria dengan setelan formal lengkap itu. “Sayang? Kau bayar berapa wanita jal*ang itu, bisa-bisanya dia takluk padamu?” Tak mendapat jawaban, justru bogeman mentah yang ia dapatkan hingga cairan kental berwarna merah keluar dari hidungnya. “Berani kau, ya?” Bastian melangkah mendekat, tapi dihadang oleh sang mantan. “Silahkan hina aku semaumu, aku tidak akan peduli. Tapi, jangan sampai tangan kotormu itu menyentuh Gyan!” bentaknya.Bastian tersenyum smirk, ia sadar bahwa ia tak akan menang jika adu fisik dengan Gyan dalam posisi mabuk. Pria itu pun memilih untuk menyerah dan pergi meninggalkan mantan bersama kekasih barunya. Mecca mengajak Gyan untuk kembali ke mobil. Lalu, ia sibuk memeriksa tangan dari temannya itu, memastikan apakah ada yang luka atau tidak. Beruntung kejadian tadi tidak menarik perhatian b

    Last Updated : 2024-03-19

Latest chapter

  • Friend With Benefit   Chapter 10

    "Mecca!" pekik Gyan. Melihat temannya tergeletak di lantai ia tak tinggal diam. Dengan sigap ia menggendongnya menuju ruang kesehatan yang letaknya satu lantai diatas ruangan kerja mereka. "Bertahan, ya. Aku tahu kamu kuat," ujar Gyan saat berada di dalam lift. Setibanya di ruang kesehatan, Gyan tak bisa menutupi kepanikannya saat dua orang tenaga medis memeriksa kondisi Mecca. Dalam hati, ia ingin sekali mengambil alih semua rasa sakit yang ada pada temannya itu. Ia tak rela wanita dengan semangat yang tinggi itu tiba-tiba menjadi lemah. Setelah memastikan keadaan Mecca, salah satu tenaga medis memberitahu kepada Gyan bahwa tak terjadi sesuatu yang serius pada teman wanitanya. "Hanya perlu memperhatikan pola makan, pola tidur dan jangan terlalu stres." ujarnya pada Gyan. Gyan duduk di bangku kecil yang ada di samping ranjang sembari menatap lekat ke arah wanita cantik yang masih belum membuka matanya itu. Ingin sekali ia mengusap kepala atau bahkan menggenggam tanganny

  • Friend With Benefit   Chapter 9

    “Sayang, aku sudah lama menunggu. Ayo, cepat pulang,” suara berat itu berhasil membuat Bastian melepaskan tangan Mecca dari genggamannya. Mantan kekasih Mecca itu pun mendekati pria dengan setelan formal lengkap itu. “Sayang? Kau bayar berapa wanita jal*ang itu, bisa-bisanya dia takluk padamu?” Tak mendapat jawaban, justru bogeman mentah yang ia dapatkan hingga cairan kental berwarna merah keluar dari hidungnya. “Berani kau, ya?” Bastian melangkah mendekat, tapi dihadang oleh sang mantan. “Silahkan hina aku semaumu, aku tidak akan peduli. Tapi, jangan sampai tangan kotormu itu menyentuh Gyan!” bentaknya.Bastian tersenyum smirk, ia sadar bahwa ia tak akan menang jika adu fisik dengan Gyan dalam posisi mabuk. Pria itu pun memilih untuk menyerah dan pergi meninggalkan mantan bersama kekasih barunya. Mecca mengajak Gyan untuk kembali ke mobil. Lalu, ia sibuk memeriksa tangan dari temannya itu, memastikan apakah ada yang luka atau tidak. Beruntung kejadian tadi tidak menarik perhatian b

  • Friend With Benefit   Chapter 8

    “Semudah itu kamu dapat penggantiku?” Suara tersebut berhasil membuat Mecca menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan tersenyum smirk melihat sang mantan kekasih bersandar di sebuah pilar dengan tangan bersedekap. “Untuk apa kau kemari?” tanya Mecca yang menyimpan sedikit ketakutan. Ia takut jika Bastian melakukan hal nekat.Bastian tertawa melihat kecemasan di wajah Mecca. Ia berjalan mendekat dan meraih tangan lembut Mecca. Namun, gadis itu berhasil melepaskannya. “Aku bisa membantumu membayar hutang, asalkan….”“Tidak! Apapun yang terjadi aku tidak akan menerima bantuan darimu!” sanggah Mecca sebelum Bastian menyelesaikan kalimatnya. Mulut manis Bastian terus saja mengoceh, mengutarakan tawaran menarik agar Mecca mau kembali ke dalam pelukannya. Akan tetapi, Mecca bukanlah gadis bodoh yang bisa dengan mudah terjerumus dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya.Mecca tak menanggapi dan masuk ke apartemen. Beruntung, untuk masuk ke area apartemen tersebut harus menggunakan kartu ak

  • Friend With Benefit   Chapter 7

    “Bayar sekarang juga, atau….”“Atau apa? Katakan berapa hutangnya biar aku yang bayar.” Seorang pria dengan kacamata hitam muncul entah darimana. Bukannya senang, si kembar justru melempar tatapan sinis ke arah pria itu.“Bayar sekarang 150 juta.” Salah satu pria gagah itu menengadahkan tangannya. Si kembar sontak maju dan menyingkirkan sang ibu. Mereka tak mau orang lain ikut campur dalam masalah keluarganya. “Beri waktu kami satu minggu. Kami akan bayar hutang itu sendiri, tanpa bantuan siapapun,” ujar Matteo dengan sedikit penekanan pada kalimat terakhirnya.“Bastian, aku mohon padamu tinggalkan keluarga kami,” ujar Matthew dengan lembut. Namun, pria itu hanya tersenyum smirk sambil melepas kacamata hitamnya.Mariam bingung, ia tak bisa menentukan pilihan antara harus menuruti si kembar atau menerima bantuan dari Bastian. Jika ia menolak bantuan dari Bastian, akankah Mecca mampu memberikan uang kepadanya tepat waktu?“Saya mohon beri waktu satu minggu lagi. Saya janji akan membayar

  • Friend With Benefit   Chapter 6

    “Aku akan memberikan apa yang kau mau jika kau patuh padaku.” Pria hidung belang tersebut menggiring Mecca menuju sebuah private room yang disediakan di bar tersebut. Namun, saat berada di ambang pintu, Mecca menghentikan langkahnya seraya memejamkan mata, apakah keputusannya sudah tepat?Sejenak mematung, Mecca memantapkan hatinya untuk masuk demi mendapatkan uang. Namun, pintu tersebut tiba-tiba tertutup dan tangan Mecca ditarik oleh seseorang dan beralih masuk ke private room lainnya.“Aku akan menggantikan pria itu,”“Gyan?” Mecca mengerutkan keningnya melihat rekan kerjanya yang sudah berdiri di hadapannya tersebut. “Apa yang kamu lakukan disini?” sambungnya.Mecca menghela nafas, lalu duduk di sofa sambil menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya. Apa mungkin ia akan melayani temannya sendiri, alih-alih client yang tak dikenal. Bingung sekaligus malu membuat Mecca tak bisa berkata-kata.Gyan yang duduk disamping Mecca pun menarik tangan Mecca. Kedua pasang netra coklat itu p

  • Friend With Benefit   Chapter 5

    “Bagaimana? Kapan kau akan memberikan uang untuk membayar hutang? Atau kau menerima tawaran menikah dengan Pak Adrian?” Mariam menghadang Mecca yang hendak masuk ke dalam rumah. Tentu saja si kembar bisa mendengar dengan jelas pertanyaan sang ibu kepada kakaknya karena pintu rumah masih terbuka lebar.Mecca memundurkan langkahnya dan berusaha mengumpulkan ketenangan untuk melawan ibunya. “Secepatnya, pasti Mecca akan berikan uangnya, Bu,” jawabnya dengan lembut. “Kapan? Kau bekerja di ruangan ber AC, mengendarai mobil yang nyaman bahkan makan makanan enak setiap hari. Tapi, kenapa kau selalu menunda memberikan uang itu padaku, hah?” Mariam berkacak pinggang seraya menatap tajam ke arah putri sulungnya.Mecca memutar bola matanya, malas jika ibunya membahas tentang semua fasilitas yang ia miliki. “Apa semua yang aku punya pemberian dari Ibu? Bukan! Semua yang aku punya murni kerja kerasku sendiri sampai aku bisa membiayai kuliah adikku,” jawab Mecca dengan sedikit penekanan, membuat M

  • Friend With Benefit   Chapter 4

    Bastian mulai mengabsen tubuh Mecca dengan jari jemarinya, membuat Mecca merasa tak nyaman. Beruntung, Mecca menggunakan celana panjang sehingga tak mudah bagi Bastian untuk membukanya.“Jangan, Bastian!” Mecca menghentikan tangan Bastian yang hendak menyingkap kaos yang ia kenakan. Tapi, sudah terlambat, perutnya yang putih sudah terlihat dengan jelas. “Bastian, aku mohon….”Tak mendengarkan, Bastian menarik kembali kaos tersebut hingga tampak gunung kembar yang tertutup bra berwarna beige. Sementara satu tangan menahan kaos agar tidak tertutup kembali, tangan yang lain hendak menyentuh benda kenyal tersebut. “Sudah aku bilang, jangan lakukan itu, Bastian!” Mecca mendorong tubuh Bastian dengan sekuat tenaga hingga ia berhasil lepas. “Kau sepertinya mabuk, lebih baik kita bertemu lain kali,” sambungnya. “Aku tidak mabuk, Sayang. Aku benar-benar merindukanmu.” Bastian berjalan mendekati Mecca. Namun, gadis tersebut dengan cepat keluar dari apartemen dan berlari sekuat tenaga.Dengan n

  • Friend With Benefit   Chapter 3

    “Kalau dilihat-lihat, kau sering sekali bersama dia, Mecca. Jangan-jangan, kau selama ini berpacaran dengan dia?” tanya Mariam. Mecca membulatkan mata mendengarnya. Lalu, sebuah tamparan keras mendarat tepat di pipi Mariam.“IBU!” seru si kembar yang juga baru saja kembali dan sempat melihat ketegangan di antara Mariam dan Mecca. Tapi, mereka berdua hanya berdiri mematung, tak berani ikut campur.Mariam memegangi pipinya yang terasa kebas akibat kerasnya tamparan dari putri sulungnya. “Sekarang bahkan kau sudah berani melawan,” ujarnya seraya menahan kesakitan.“Itu karena Ibu sudah keterlaluan. Coba saja Ibu bisa sedikit mengontrol ucapan Ibu, hal ini tidak akan terjadi,” kali ini si kembar buka suara dan menyampaikan pendapat sesuai dengan apa yang ia lihat. Cukup sulit berada di tengah ketegangan antara kakak dan ibunya. Mereka tak tahu harus memihak yang mana. Tapi, si kembar bukanlah anak yang ceroboh, ia bisa bersikap netral dan menjadi penengah.Matthew merangkul pundak Mariam,

  • Friend With Benefit   Chapter 2

    “Tidak ada siapapun disini, Mecca.” Jari jemari yang terasa sedikit kasar sibuk mengekspos wajah cantik Mecca.Mecca menutup matanya rapat-rapat. Ia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya. Tubuhnya di tindih sehingga kesulitan untuk menyelamatkan diri. “Lepaskan aku!” pintanya yang mulai tak berdaya.Pria tersebut tak mendengarkan ucapan Mecca. Kini, tangan nakalnya mulai bergerilya di tubuh mungil Mecca. “Anak baik harus nurut, Mecca. Aku ini ayahmu, bukan?” bisiknya tepat di telinga Mecca, membuat Mecca bergirik ngeri.“Kamu bukan ayahku! Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah mengakui pria bejat sepertimu sebagai ayahku.” Mecca berusaha mendorong tubuh pria tersebut sekuat tenaga. Merasakan sesuatu yang menonjol tepat di perutnya, membuat Mecca semakin gusar. Namun, semakin Mecca berontak, Franky semakin menggila. Tangannya berhasil menyibakkan rok yang Mecca kenakan sehingga apa yang ia inginkan tereskpos dengan jelas.“Jangan!”“Tolong, lepaskan aku!”“Jangan la

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status