Bastian mulai mengabsen tubuh Mecca dengan jari jemarinya, membuat Mecca merasa tak nyaman. Beruntung, Mecca menggunakan celana panjang sehingga tak mudah bagi Bastian untuk membukanya.
“Jangan, Bastian!” Mecca menghentikan tangan Bastian yang hendak menyingkap kaos yang ia kenakan. Tapi, sudah terlambat, perutnya yang putih sudah terlihat dengan jelas. “Bastian, aku mohon….”Tak mendengarkan, Bastian menarik kembali kaos tersebut hingga tampak gunung kembar yang tertutup bra berwarna beige. Sementara satu tangan menahan kaos agar tidak tertutup kembali, tangan yang lain hendak menyentuh benda kenyal tersebut. “Sudah aku bilang, jangan lakukan itu, Bastian!” Mecca mendorong tubuh Bastian dengan sekuat tenaga hingga ia berhasil lepas. “Kau sepertinya mabuk, lebih baik kita bertemu lain kali,” sambungnya. “Aku tidak mabuk, Sayang. Aku benar-benar merindukanmu.” Bastian berjalan mendekati Mecca. Namun, gadis tersebut dengan cepat keluar dari apartemen dan berlari sekuat tenaga.Dengan nafas yang memburu, Mecca keluar dari apartemen Bastian. Ia bersandar di dalam lift seraya memejamkan mata, berusaha menenangkan diri. Ia tau bahwa keputusannya adalah yang terbaik kali ini. Kenangan-kenangan buruknya kembali muncul di pikirannya. Ia tak menyangka Bastian akan melakukan hal tersebut, pasalnya selama mejalin hubungan dengan Mecca, lelaki itu selalu menjaganya.Mecca termenung di dalam mobil. Ia memikirkan kembali tentang adegan-adegan tak diinginkan bersama Bastian. “Dua bulan kamu di Inggris, kenapa kamu berubah menjadi seperti ini?” gumamnya.Sementara itu, Bastian yang kesal karena gagal menikmati tubuh indah sang kekasih pun pergi ke sebuah bar, dimana ia sering berkumpul bersama teman-temannya. “Shit!” Bastian merebut gelas temannya dan meneguknya hingga habis begitu ia datang.Teman-teman Bastian pun saling pandang melihat betapa buruk penampilan Bastian saat ini. Tapi, bukannya khawatir, mereku justru tertawa terbahak-bahak. Mereka membawa Bastian duduk di tengah-tengah dan bertanya dengan jelas tentang apa yang terjadi pada temannya tersebut.“Aku gagal, bro,” keluhnya. Lalu, ia meneguk sayu sloki penuh minuman keras di hadapannya. Ia stress jika mengingat kembali bagaimana Mecca menolaknya. Tentu saja teman-teman Bastian semakin senang mendengar kata singkat tersebut.Salah satu teman Bastian menuangkan kembali minuman keras untuk Bastian. “Jadi, bagaimana? Kau ingin kesempatan kedua atau mengaku kalah?” Ledeknya seraya menahan tawa. Bastian kembali meneguk habis minuman di tangannya. “Kau meragukan kemampuanku? Tentu saja aku masih ingin mencoba,” ujarnya dengan nada angkuh. Ia tak mau kalah dengan teman-temannya.“Kau sudah berhasil bertahan lebih dari tiga bulan, tinggal satu langkah lagi kau akan menang taruhan, Bro.” Teman Bastian yang lain menepuk pundaknya seolah memberi semangat. “Menang taruhan sekaligus menikmati tubuh Mecca,” sambung temannya yang lain. Bastian tersenyum smirk mendengar ucapan teman-temannya yang menggiurkan.“Oh, jadi selama ini kau menjadikan aku sebagai bahan taruhan, iya?” Bastian dan teman-temannya terkejut ketika seseorang datang dan menggebrak meja.“Mecca?” Bastian membulatkan matanya melihat sang kekasih telah berdiri di samping mejanya dengan tatapan membunuh. “Aku bisa jelasin,” sambungnya seraya meraih lengan Mecca, namun dengan cepat dihempaskan oleh gadis tersebut.“Semuanya sudah jelas, Bastian. Kau hanya ingin tubuhku, bukan aku. Mulai sekarang kita sudah tidak ada hubungan apa-apa dan jangan pernah muncul di hadapanku lagi.” Mecca meraih gelas yang ada di meja dan menyiramkan isinya ke arah Bastian. Tak bisa lagi menghindar, Bastian basah kuyup dengan minuman keras. “Shit!” Bastian menggebrak meja setelah kepergian Mecca. Jika ia putus dengan Mecca, itu artinya Bastian kalah telak dalam taruhan dengan teman-temannya. Ia akan kehilangan sejumlah uang, juga kehilangan kesempatan untuk menyetubuhi sang kekasih.Mecca keluar dari bar dengan air mata yang membasahi pipinya. Ia tak menyangka bahwa kekasih yang ia cintai ternyata hanya memanfaatkannya. Tak main-main, keperawanan Mecca menjadi bahan taruhan kali ini. Beruntung Mecca tak termakan tipu daya Bastian dan berhasil membongkar semua rahasia busuk lelaki bejat tersebut.Setelah cukup lama menenangkan diri di dalam mobil, Mecca mengemudikan mobilnya tak tanpa tujuan di malam hari yang sepi. Ingin sekali ia merutuki dirinya sendiri yang begitu bodoh telah menjalin hubungan dengan lelaki seperti Bastian, walau ia tak memberikan apa yang Bastian dambakan selama ini. Kepalanya terasa berat mengingat kejadian di masa lalu yang terulang kembali. “Semua orang menginginkan tubuhku. Kenapa tidak kalian bunuh saja aku?” Mecca tersenyum kecut membayangkan wajah dua pria yang memiliki kelakuan yang sama terhadapnya.Meskipun berkendara sambil melamun, Mecca masih sempat melihat si kembar di depan sebuah cafe yang baru saja tutup. Ia pun menepikan mobilnya untuk memastikan apa ia lihat. “Matt!” panggilnya. Karena letak mobil yang tak begitu jauh dari area cafe, tentu suara Mecca bisa terdengar dengan jelas.“Kakak?” Si kembar terkejut melihat sang kakak. Mereka berdua pun sibuk melepas apron yang ia kenakan dan segera mengampiri Mecca di mobil. “Kenapa kakak ada disini?” tanya Matteo tanpa bisa menutupi rasa gugupnya.Mecca berusaha menutupi kecurigaannya dengan senyuman. “Selesaikan kegiatan kalian. Kita pulang bersama!” titah Mecca lembut. Ia tak mungkin marah tanpa alasan kepada adik-adik kesayangannya sebelum mendapat kejelasan.Tak lama menunggu, akhirnya si kembar masuk ke dalam mobil. Mereka berdua masih tak bisa menyembunyikan kegugupannya walau sang kakak tampak santai dan terus tersenyum manis.“Kak, maafkan kami,” ujar Matteo yang duduk di bangku depan, sementara Matthew yang duduk di bangku tengah tak berani bersuara. “Kami bekerja paruh waktu di cafe,” sambungnya.Mecca menghela nafas mendengar penjelasan dari adiknya tersebut. “Kenapa kalian melakukannya? Apa uang saku yang kakak berikan kurang?” tanyanya, masih dengan nada lembut. Alih-alih marah, ia justru merasa sangat bersalah kepada si kembar. “Tidak, Kak. Uang yang Kakak berikan sudah cukup. Hanya saja… Kami ingin membantu Kakak membayar hutang,” kali ini Matthew yang bersuara. Mecca tak sanggup lagi untuk bersuara mendengarkan niat baik sang adik.“Itu bukan tanggung jawab kalian, Sayang. Yang harus kalian lakukan hanyalah belajar, bermain, dan bersenang-senang,” jelas Mecca.“Tapi, kami tidak bisa bersenang-senang diatas penderitaan Kakak,” sahut Matteo dengan cepat disambut senyuman hangat dari Mecca. Matthew memajukan tubuhnya dan mengusap punggung sang kakak seolah memberi tahu bahwa mereka berdua selalu ada untuk Mecca.“Terima kasih, adik-adik Kakak yang baik. Tapi, tetap atur waktu dengan baik, jangan sampai mengganggu kuliah kalian,” ujar Mecca tanpa mengalihkan fokusnya dalam mengemudi. Setibanya di rumah, tampak Mariam tengah duduk santai di teras rumah dengan ponsel di tangan. Melihat ketiga anaknya kembali, Mariam bangkit dari duduknya. “Kalian kemana saja? Pasti lelah, kan? Cepat mandi dan tidur,” ujarnya kepada si kembar dan mereka pun mengiyakan.“Bagaimana? Kapan kau akan memberikan uang untuk membayar hutang? Atau kau menerima tawaran menikah dengan Pak Adrian?”“Bagaimana? Kapan kau akan memberikan uang untuk membayar hutang? Atau kau menerima tawaran menikah dengan Pak Adrian?” Mariam menghadang Mecca yang hendak masuk ke dalam rumah. Tentu saja si kembar bisa mendengar dengan jelas pertanyaan sang ibu kepada kakaknya karena pintu rumah masih terbuka lebar.Mecca memundurkan langkahnya dan berusaha mengumpulkan ketenangan untuk melawan ibunya. “Secepatnya, pasti Mecca akan berikan uangnya, Bu,” jawabnya dengan lembut. “Kapan? Kau bekerja di ruangan ber AC, mengendarai mobil yang nyaman bahkan makan makanan enak setiap hari. Tapi, kenapa kau selalu menunda memberikan uang itu padaku, hah?” Mariam berkacak pinggang seraya menatap tajam ke arah putri sulungnya.Mecca memutar bola matanya, malas jika ibunya membahas tentang semua fasilitas yang ia miliki. “Apa semua yang aku punya pemberian dari Ibu? Bukan! Semua yang aku punya murni kerja kerasku sendiri sampai aku bisa membiayai kuliah adikku,” jawab Mecca dengan sedikit penekanan, membuat M
“Aku akan memberikan apa yang kau mau jika kau patuh padaku.” Pria hidung belang tersebut menggiring Mecca menuju sebuah private room yang disediakan di bar tersebut. Namun, saat berada di ambang pintu, Mecca menghentikan langkahnya seraya memejamkan mata, apakah keputusannya sudah tepat?Sejenak mematung, Mecca memantapkan hatinya untuk masuk demi mendapatkan uang. Namun, pintu tersebut tiba-tiba tertutup dan tangan Mecca ditarik oleh seseorang dan beralih masuk ke private room lainnya.“Aku akan menggantikan pria itu,”“Gyan?” Mecca mengerutkan keningnya melihat rekan kerjanya yang sudah berdiri di hadapannya tersebut. “Apa yang kamu lakukan disini?” sambungnya.Mecca menghela nafas, lalu duduk di sofa sambil menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya. Apa mungkin ia akan melayani temannya sendiri, alih-alih client yang tak dikenal. Bingung sekaligus malu membuat Mecca tak bisa berkata-kata.Gyan yang duduk disamping Mecca pun menarik tangan Mecca. Kedua pasang netra coklat itu p
“Bayar sekarang juga, atau….”“Atau apa? Katakan berapa hutangnya biar aku yang bayar.” Seorang pria dengan kacamata hitam muncul entah darimana. Bukannya senang, si kembar justru melempar tatapan sinis ke arah pria itu.“Bayar sekarang 150 juta.” Salah satu pria gagah itu menengadahkan tangannya. Si kembar sontak maju dan menyingkirkan sang ibu. Mereka tak mau orang lain ikut campur dalam masalah keluarganya. “Beri waktu kami satu minggu. Kami akan bayar hutang itu sendiri, tanpa bantuan siapapun,” ujar Matteo dengan sedikit penekanan pada kalimat terakhirnya.“Bastian, aku mohon padamu tinggalkan keluarga kami,” ujar Matthew dengan lembut. Namun, pria itu hanya tersenyum smirk sambil melepas kacamata hitamnya.Mariam bingung, ia tak bisa menentukan pilihan antara harus menuruti si kembar atau menerima bantuan dari Bastian. Jika ia menolak bantuan dari Bastian, akankah Mecca mampu memberikan uang kepadanya tepat waktu?“Saya mohon beri waktu satu minggu lagi. Saya janji akan membayar
“Semudah itu kamu dapat penggantiku?” Suara tersebut berhasil membuat Mecca menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan tersenyum smirk melihat sang mantan kekasih bersandar di sebuah pilar dengan tangan bersedekap. “Untuk apa kau kemari?” tanya Mecca yang menyimpan sedikit ketakutan. Ia takut jika Bastian melakukan hal nekat.Bastian tertawa melihat kecemasan di wajah Mecca. Ia berjalan mendekat dan meraih tangan lembut Mecca. Namun, gadis itu berhasil melepaskannya. “Aku bisa membantumu membayar hutang, asalkan….”“Tidak! Apapun yang terjadi aku tidak akan menerima bantuan darimu!” sanggah Mecca sebelum Bastian menyelesaikan kalimatnya. Mulut manis Bastian terus saja mengoceh, mengutarakan tawaran menarik agar Mecca mau kembali ke dalam pelukannya. Akan tetapi, Mecca bukanlah gadis bodoh yang bisa dengan mudah terjerumus dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya.Mecca tak menanggapi dan masuk ke apartemen. Beruntung, untuk masuk ke area apartemen tersebut harus menggunakan kartu ak
“Sayang, aku sudah lama menunggu. Ayo, cepat pulang,” suara berat itu berhasil membuat Bastian melepaskan tangan Mecca dari genggamannya. Mantan kekasih Mecca itu pun mendekati pria dengan setelan formal lengkap itu. “Sayang? Kau bayar berapa wanita jal*ang itu, bisa-bisanya dia takluk padamu?” Tak mendapat jawaban, justru bogeman mentah yang ia dapatkan hingga cairan kental berwarna merah keluar dari hidungnya. “Berani kau, ya?” Bastian melangkah mendekat, tapi dihadang oleh sang mantan. “Silahkan hina aku semaumu, aku tidak akan peduli. Tapi, jangan sampai tangan kotormu itu menyentuh Gyan!” bentaknya.Bastian tersenyum smirk, ia sadar bahwa ia tak akan menang jika adu fisik dengan Gyan dalam posisi mabuk. Pria itu pun memilih untuk menyerah dan pergi meninggalkan mantan bersama kekasih barunya. Mecca mengajak Gyan untuk kembali ke mobil. Lalu, ia sibuk memeriksa tangan dari temannya itu, memastikan apakah ada yang luka atau tidak. Beruntung kejadian tadi tidak menarik perhatian b
"Mecca!" pekik Gyan. Melihat temannya tergeletak di lantai ia tak tinggal diam. Dengan sigap ia menggendongnya menuju ruang kesehatan yang letaknya satu lantai diatas ruangan kerja mereka. "Bertahan, ya. Aku tahu kamu kuat," ujar Gyan saat berada di dalam lift. Setibanya di ruang kesehatan, Gyan tak bisa menutupi kepanikannya saat dua orang tenaga medis memeriksa kondisi Mecca. Dalam hati, ia ingin sekali mengambil alih semua rasa sakit yang ada pada temannya itu. Ia tak rela wanita dengan semangat yang tinggi itu tiba-tiba menjadi lemah. Setelah memastikan keadaan Mecca, salah satu tenaga medis memberitahu kepada Gyan bahwa tak terjadi sesuatu yang serius pada teman wanitanya. "Hanya perlu memperhatikan pola makan, pola tidur dan jangan terlalu stres." ujarnya pada Gyan. Gyan duduk di bangku kecil yang ada di samping ranjang sembari menatap lekat ke arah wanita cantik yang masih belum membuka matanya itu. Ingin sekali ia mengusap kepala atau bahkan menggenggam tanganny
“Ibu tidak mau tau, kamu harus menikah dengan Pak Adrian. Kalau tidak….”“Kalau tidak apa, Bu? Mecca sudah tidak peduli lagi dengan semua yang ibu ucapkan. Apa perjuangan Mecca selama ini masih belum cukup?” Gadis dengan rambut panjang yang tergerai indah itu pun membanting sendoknya di meja makan. Ia beranjak tanpa memedulikan tatapan kemarahan dari sang ibu.“Kak….”Suara itu berhasil menghentikan langkah Mecca. Namun, bukan bararti Mecca ingin kembali duduk di meja makan dan melanjutkan sarapan. “Kakak akan berangkat bekerja. Kalian segera lah berangkat ke kampus setelah sarapan nanti. Sampai jumpa.” Gadis itu melanjutkan langkah kakinya keluar dari rumah seraya menahan air mata agar tidak menetes membasahi pipinya. Perjuangannya untuk membantu menghidupi keluarganya ternyata tidak membuat ibunya puas.“Dasar anak tidak tahu diuntung!” Wanita paruh baya menggebrak meja setelah kepergian Mecca, membuat putra kembarnya terkejut dengan ulahnya. Namun, mereka tak berani bersuara dan me
“Tidak ada siapapun disini, Mecca.” Jari jemari yang terasa sedikit kasar sibuk mengekspos wajah cantik Mecca.Mecca menutup matanya rapat-rapat. Ia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya. Tubuhnya di tindih sehingga kesulitan untuk menyelamatkan diri. “Lepaskan aku!” pintanya yang mulai tak berdaya.Pria tersebut tak mendengarkan ucapan Mecca. Kini, tangan nakalnya mulai bergerilya di tubuh mungil Mecca. “Anak baik harus nurut, Mecca. Aku ini ayahmu, bukan?” bisiknya tepat di telinga Mecca, membuat Mecca bergirik ngeri.“Kamu bukan ayahku! Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah mengakui pria bejat sepertimu sebagai ayahku.” Mecca berusaha mendorong tubuh pria tersebut sekuat tenaga. Merasakan sesuatu yang menonjol tepat di perutnya, membuat Mecca semakin gusar. Namun, semakin Mecca berontak, Franky semakin menggila. Tangannya berhasil menyibakkan rok yang Mecca kenakan sehingga apa yang ia inginkan tereskpos dengan jelas.“Jangan!”“Tolong, lepaskan aku!”“Jangan la
"Mecca!" pekik Gyan. Melihat temannya tergeletak di lantai ia tak tinggal diam. Dengan sigap ia menggendongnya menuju ruang kesehatan yang letaknya satu lantai diatas ruangan kerja mereka. "Bertahan, ya. Aku tahu kamu kuat," ujar Gyan saat berada di dalam lift. Setibanya di ruang kesehatan, Gyan tak bisa menutupi kepanikannya saat dua orang tenaga medis memeriksa kondisi Mecca. Dalam hati, ia ingin sekali mengambil alih semua rasa sakit yang ada pada temannya itu. Ia tak rela wanita dengan semangat yang tinggi itu tiba-tiba menjadi lemah. Setelah memastikan keadaan Mecca, salah satu tenaga medis memberitahu kepada Gyan bahwa tak terjadi sesuatu yang serius pada teman wanitanya. "Hanya perlu memperhatikan pola makan, pola tidur dan jangan terlalu stres." ujarnya pada Gyan. Gyan duduk di bangku kecil yang ada di samping ranjang sembari menatap lekat ke arah wanita cantik yang masih belum membuka matanya itu. Ingin sekali ia mengusap kepala atau bahkan menggenggam tanganny
“Sayang, aku sudah lama menunggu. Ayo, cepat pulang,” suara berat itu berhasil membuat Bastian melepaskan tangan Mecca dari genggamannya. Mantan kekasih Mecca itu pun mendekati pria dengan setelan formal lengkap itu. “Sayang? Kau bayar berapa wanita jal*ang itu, bisa-bisanya dia takluk padamu?” Tak mendapat jawaban, justru bogeman mentah yang ia dapatkan hingga cairan kental berwarna merah keluar dari hidungnya. “Berani kau, ya?” Bastian melangkah mendekat, tapi dihadang oleh sang mantan. “Silahkan hina aku semaumu, aku tidak akan peduli. Tapi, jangan sampai tangan kotormu itu menyentuh Gyan!” bentaknya.Bastian tersenyum smirk, ia sadar bahwa ia tak akan menang jika adu fisik dengan Gyan dalam posisi mabuk. Pria itu pun memilih untuk menyerah dan pergi meninggalkan mantan bersama kekasih barunya. Mecca mengajak Gyan untuk kembali ke mobil. Lalu, ia sibuk memeriksa tangan dari temannya itu, memastikan apakah ada yang luka atau tidak. Beruntung kejadian tadi tidak menarik perhatian b
“Semudah itu kamu dapat penggantiku?” Suara tersebut berhasil membuat Mecca menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan tersenyum smirk melihat sang mantan kekasih bersandar di sebuah pilar dengan tangan bersedekap. “Untuk apa kau kemari?” tanya Mecca yang menyimpan sedikit ketakutan. Ia takut jika Bastian melakukan hal nekat.Bastian tertawa melihat kecemasan di wajah Mecca. Ia berjalan mendekat dan meraih tangan lembut Mecca. Namun, gadis itu berhasil melepaskannya. “Aku bisa membantumu membayar hutang, asalkan….”“Tidak! Apapun yang terjadi aku tidak akan menerima bantuan darimu!” sanggah Mecca sebelum Bastian menyelesaikan kalimatnya. Mulut manis Bastian terus saja mengoceh, mengutarakan tawaran menarik agar Mecca mau kembali ke dalam pelukannya. Akan tetapi, Mecca bukanlah gadis bodoh yang bisa dengan mudah terjerumus dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya.Mecca tak menanggapi dan masuk ke apartemen. Beruntung, untuk masuk ke area apartemen tersebut harus menggunakan kartu ak
“Bayar sekarang juga, atau….”“Atau apa? Katakan berapa hutangnya biar aku yang bayar.” Seorang pria dengan kacamata hitam muncul entah darimana. Bukannya senang, si kembar justru melempar tatapan sinis ke arah pria itu.“Bayar sekarang 150 juta.” Salah satu pria gagah itu menengadahkan tangannya. Si kembar sontak maju dan menyingkirkan sang ibu. Mereka tak mau orang lain ikut campur dalam masalah keluarganya. “Beri waktu kami satu minggu. Kami akan bayar hutang itu sendiri, tanpa bantuan siapapun,” ujar Matteo dengan sedikit penekanan pada kalimat terakhirnya.“Bastian, aku mohon padamu tinggalkan keluarga kami,” ujar Matthew dengan lembut. Namun, pria itu hanya tersenyum smirk sambil melepas kacamata hitamnya.Mariam bingung, ia tak bisa menentukan pilihan antara harus menuruti si kembar atau menerima bantuan dari Bastian. Jika ia menolak bantuan dari Bastian, akankah Mecca mampu memberikan uang kepadanya tepat waktu?“Saya mohon beri waktu satu minggu lagi. Saya janji akan membayar
“Aku akan memberikan apa yang kau mau jika kau patuh padaku.” Pria hidung belang tersebut menggiring Mecca menuju sebuah private room yang disediakan di bar tersebut. Namun, saat berada di ambang pintu, Mecca menghentikan langkahnya seraya memejamkan mata, apakah keputusannya sudah tepat?Sejenak mematung, Mecca memantapkan hatinya untuk masuk demi mendapatkan uang. Namun, pintu tersebut tiba-tiba tertutup dan tangan Mecca ditarik oleh seseorang dan beralih masuk ke private room lainnya.“Aku akan menggantikan pria itu,”“Gyan?” Mecca mengerutkan keningnya melihat rekan kerjanya yang sudah berdiri di hadapannya tersebut. “Apa yang kamu lakukan disini?” sambungnya.Mecca menghela nafas, lalu duduk di sofa sambil menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya. Apa mungkin ia akan melayani temannya sendiri, alih-alih client yang tak dikenal. Bingung sekaligus malu membuat Mecca tak bisa berkata-kata.Gyan yang duduk disamping Mecca pun menarik tangan Mecca. Kedua pasang netra coklat itu p
“Bagaimana? Kapan kau akan memberikan uang untuk membayar hutang? Atau kau menerima tawaran menikah dengan Pak Adrian?” Mariam menghadang Mecca yang hendak masuk ke dalam rumah. Tentu saja si kembar bisa mendengar dengan jelas pertanyaan sang ibu kepada kakaknya karena pintu rumah masih terbuka lebar.Mecca memundurkan langkahnya dan berusaha mengumpulkan ketenangan untuk melawan ibunya. “Secepatnya, pasti Mecca akan berikan uangnya, Bu,” jawabnya dengan lembut. “Kapan? Kau bekerja di ruangan ber AC, mengendarai mobil yang nyaman bahkan makan makanan enak setiap hari. Tapi, kenapa kau selalu menunda memberikan uang itu padaku, hah?” Mariam berkacak pinggang seraya menatap tajam ke arah putri sulungnya.Mecca memutar bola matanya, malas jika ibunya membahas tentang semua fasilitas yang ia miliki. “Apa semua yang aku punya pemberian dari Ibu? Bukan! Semua yang aku punya murni kerja kerasku sendiri sampai aku bisa membiayai kuliah adikku,” jawab Mecca dengan sedikit penekanan, membuat M
Bastian mulai mengabsen tubuh Mecca dengan jari jemarinya, membuat Mecca merasa tak nyaman. Beruntung, Mecca menggunakan celana panjang sehingga tak mudah bagi Bastian untuk membukanya.“Jangan, Bastian!” Mecca menghentikan tangan Bastian yang hendak menyingkap kaos yang ia kenakan. Tapi, sudah terlambat, perutnya yang putih sudah terlihat dengan jelas. “Bastian, aku mohon….”Tak mendengarkan, Bastian menarik kembali kaos tersebut hingga tampak gunung kembar yang tertutup bra berwarna beige. Sementara satu tangan menahan kaos agar tidak tertutup kembali, tangan yang lain hendak menyentuh benda kenyal tersebut. “Sudah aku bilang, jangan lakukan itu, Bastian!” Mecca mendorong tubuh Bastian dengan sekuat tenaga hingga ia berhasil lepas. “Kau sepertinya mabuk, lebih baik kita bertemu lain kali,” sambungnya. “Aku tidak mabuk, Sayang. Aku benar-benar merindukanmu.” Bastian berjalan mendekati Mecca. Namun, gadis tersebut dengan cepat keluar dari apartemen dan berlari sekuat tenaga.Dengan n
“Kalau dilihat-lihat, kau sering sekali bersama dia, Mecca. Jangan-jangan, kau selama ini berpacaran dengan dia?” tanya Mariam. Mecca membulatkan mata mendengarnya. Lalu, sebuah tamparan keras mendarat tepat di pipi Mariam.“IBU!” seru si kembar yang juga baru saja kembali dan sempat melihat ketegangan di antara Mariam dan Mecca. Tapi, mereka berdua hanya berdiri mematung, tak berani ikut campur.Mariam memegangi pipinya yang terasa kebas akibat kerasnya tamparan dari putri sulungnya. “Sekarang bahkan kau sudah berani melawan,” ujarnya seraya menahan kesakitan.“Itu karena Ibu sudah keterlaluan. Coba saja Ibu bisa sedikit mengontrol ucapan Ibu, hal ini tidak akan terjadi,” kali ini si kembar buka suara dan menyampaikan pendapat sesuai dengan apa yang ia lihat. Cukup sulit berada di tengah ketegangan antara kakak dan ibunya. Mereka tak tahu harus memihak yang mana. Tapi, si kembar bukanlah anak yang ceroboh, ia bisa bersikap netral dan menjadi penengah.Matthew merangkul pundak Mariam,
“Tidak ada siapapun disini, Mecca.” Jari jemari yang terasa sedikit kasar sibuk mengekspos wajah cantik Mecca.Mecca menutup matanya rapat-rapat. Ia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya. Tubuhnya di tindih sehingga kesulitan untuk menyelamatkan diri. “Lepaskan aku!” pintanya yang mulai tak berdaya.Pria tersebut tak mendengarkan ucapan Mecca. Kini, tangan nakalnya mulai bergerilya di tubuh mungil Mecca. “Anak baik harus nurut, Mecca. Aku ini ayahmu, bukan?” bisiknya tepat di telinga Mecca, membuat Mecca bergirik ngeri.“Kamu bukan ayahku! Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah mengakui pria bejat sepertimu sebagai ayahku.” Mecca berusaha mendorong tubuh pria tersebut sekuat tenaga. Merasakan sesuatu yang menonjol tepat di perutnya, membuat Mecca semakin gusar. Namun, semakin Mecca berontak, Franky semakin menggila. Tangannya berhasil menyibakkan rok yang Mecca kenakan sehingga apa yang ia inginkan tereskpos dengan jelas.“Jangan!”“Tolong, lepaskan aku!”“Jangan la