Beranda / Young Adult / Forever Hours / 6 - What are You Waiting For?

Share

6 - What are You Waiting For?

Penulis: vanilla-shawty
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-29 10:34:53

Asrama Putri No, 11,

Universitas Galang Udayana, Semarang.

Awal Oktober, 2021.

Tumpukan buku di atas meja belajar tersinari oleh cahaya yang berasal dari jendela. Tirai putih itu bergelombang terkena angin ringan, sesekali menyentuh lembut tumpukan itu. Sebelum akhirnya, sepasang tangan berkulit kuning langsat hendak mengangkatnya.

Akan tetapi, pemilik tangan itu mengurungkan niat. Manik kecoklatan milik Fira berlarian seolah memikirkan sesuatu. Ia lantas melirik benda persegi panjang yang masih terhubung dengan kabel berwarna putih.

Haruskah?

Rautnya tampak menimbang-nimbang. Masih cukup pagi dan Fira sudah dirundung kebimbangan. Dengan setelah celana capri panjang berwarna coklat dan atasan kemeja mocca, gadis itu tampak rapi. Rambutnya juga diikat lebih tinggi yang memberikan kesan agak formal.

Setelah berpikir cukup lama, tangannya kemudian menggapai ponsel pintar itu. Menekan tombol power di sisi kanan sebab kemarin malam ia belum sempat menghidupkan.

Fira mencari sebuah kontak di layar gawainya. Berpikir lagi cukup lama sebelum akhirnya menghela napas panjang dan menekan tombol 'panggil'. Ia mendekatkan ponsel itu ke telinga dengan dada yang bergemuruh. Gadis itu menggigit bibir bawahnya cemas. Meskipun seolah tahu jika jawaban yang ia dapat sama seperti kemarin-kemarin.

"Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi. Mohon periksa kemb-"

Fira menarik ponsel dari telinganya dan mematikan sambungan begitu suara operator yang selalu didengarnya itu berbicara. Ia menghela napas lelah. Lantas terduduk begitu saja di kursi meja belajar dengan jemari mengurut pelan pangkal hidungnya.

Bodohnya. Fira tahu apa yang akan ia dapatkan dan tololnya lagi, ia malah terus mencoba hal yang sama. Seolah tahu di depannya ada lubang, ia melewati begitu saja. Tidak peduli jika masuk ke dalam sana. Barulah setelahnya, ia menyesal telah melakukan hal tersebut. Yang paling tidak masuk akal adalah, gadis itu mencoba kembali esok harinya. Seperti tidak belajar dari kemarin.

"Ekhm."

Dehaman itu membuat Fira kalang kabut. Buru-buru ia bangkit kembali hendak mengangkat buku-buku di atas meja untuk dibawa ke kampus. Akan tetapi, sebelum hal itu terjadi, seseorang lebih dulu menahan agar tumpukan buku itu tak dibawa.

"Mau ke mana?" Nadanya terdengar mengintimidasi, seperti seorang ibu yang bertanya pada anaknya.

Fira menggigit bibir bawahnya. "Ke ... kampus." Sudah terbata, terdengar tak yakin pula. Gadis itu tidak tahu apa yang akan dipikirkan April terhadapnya.

"Jam tujuh?" April yang masih mengenakan piyama tidur, rambut sedikit berantakan, pun wajah tak kalah sama, menatap gadis di depannya itu dengan pandangan tak percaya. "Kamu pikir aku nggak tau jadwal kamu hari ini? Jam pertama itu nanti jam sembilan."

"Dosennya majuin jadwal." Sekarang, Fira malah terdengar mencicit. Seolah, ia tak mau lebih lama bersama dengan April, setidaknya untuk saat ini.

Fira hanya takut ditanyai. Terutama soal panggilan yang baru saja ia lakukan.

"Kamu bahkan baru hidupin HP."

Gadis berkemeja mocca itu mulai tahu ke mana arah pembicaraan mereka. Dari sudut matanya, Fira bisa melihat jika April bersedekap.

"Kamu mau ketemu sama Arya?"

Tuhan, itu yang Fira harapkan.

"Andai semudah itu," lirih Fira dengan kepala tertunduk. Pandangannya kosong.

Maniknya jatuh pada tumpukan buku yang masih ia usahakan untuk diangkat. Lantas dibawa dari sana. Entah ke mana. Mungkin pergi ke tempat di mana tak seorang pun bisa melihat ia menumpahkan tangis entah untuk yang keberapa kalinya.

April menyuarakan helaan napas pelan. Sementara matanya menatap khawatir pada Fira, tangan gadis itu menarik temannya menuju ke tepi ranjang. Fira mengikut saja. Lantas keduanya duduk saling berhadapan.

"Aku bukannya nggak suka kalau kamu sama Arya," ucapnya pelan sembari terus menatap Fira yang tertunduk. Sepertinya pijakan di bawah kaki mereka kian menarik. "Tapi kalau kamu nangis terus karena dia nggak bisa dihubungin gitu, sama aja dengan kamu nyiksa diri sendiri. Belum tentu juga kan dia ngelakuin hal yang sama."

"Dia pasti juga rindu, kok." Fira bersuara lagi, tetapi lebih terdengar seperti lirihan tak yakin. Rasa-rasanya, mata memanas, dadanya bergemuruh saat mengatakan hal itu. Bahkan, Fira saja tak yakin dengan ucapan sendiri.

"Tau dari mana?" April terdengar menantang. "Sejak terakhir kali kalian ketemu, dia pernah ngehubungin kamu? Atau setidaknya pernah ngirim pesan singkat?" Jeda sebentar, seolah April hendak melihat ekspresi Fira. Seperti dugaannya, Fira tak bisa menampik. "Nggak pernah."

"Udah berapa lama?"

Fira mendongak, balas menatap April dengan kernyitan bingung. Tak seberapa lama ia akhirnya mengerti, lalu lantas menjawab. "1536 jam. Kira-kira."

"Ra ...." Nada bicara April terdengar memperingatkan.

Gadis berkemeja mocca itu menghela napas panjang. "Dua bulan lebih."

Lelaki itu seperti angin. Kedatangannya tanpa sebuah tanda, tetapi kepergiannya malah menyisakan sesuatu yang sudah terporak-poranda. Hatinya. Berbagai cara telah dicobanya untuk menghubungi Arya. Akan tetapi, sama seperti keberadaannya, bahkan semua akun media sosial lelaki itu bahkan juga ikut lenyap. Seolah, telah membuat kesepakatan cukup lama jika hal tersebut akan terjadi.

April mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Fira. "Ra ... aku cuma mau ngasih tau, Arya mungkin nggak bisa kasih kamu kepastian."

Dadanya terasa dihantam batu besar. Fira meneguk ludah susah payah. Entah mengapa, perkataan itu seperti sebuah kenyataan pahit yang menyedihkan. "Ini masih dua bulan."

"Masih." April menyuarakan tawa hambar. "Terus kamu mau nunggu berapa lama lagi? Lima bulan, sembilan bulan? Atau sepuluh ribu jam kayak yang pernah kalian lalui?"

Fira masih membisu. Diam-diam terus membenarkan ucapan April. Tidak ada yang terdengar salah. Akan tetapi, semua ucapan-ucapan itu terus mengikis pertahanannya. Mulai menggoyah pendirian bahwa harus terus mempertahankan yang sudah ia mulai sejak bertahun lalu.

Sayangnya, hati itu masih terus memegang janji untuk bertahan.

April menghela napas lelah. Masih cukup pagi, ia bahkan belum menggosok gigi. Tapi lidahnya sudah gatal ingin meluapkan wejangan pada sang sahabat. Kurang apa lagi.

"Kamu paham nggak makna seseorang yang pergi, terus ngilang tanpa tau jejaknya?"

"Arya nggak ngilang. Dia bilang, dia di London. Kuliah di sana."

"Kamu bisa pastiin?"

Fira terdiam lagi. Sejujurnya, bahkan ia tak yakin jika Arya-nya benar-benar di sana. Akan tetapi, apakah Arya setega itu berbohong padanya?

"Seseorang menghilang, berarti dia nggak mau diganggu."

Tepat setelah kata itu meluncur, ribuan jarum terasa seperti menusuk dadanya. Disertai dengan tindihan batu besar. Fira merasa perih, sekaligus sesak. Matanya memanas, ingin menangis, tetapi rasanya bahkan tak sanggup.

Apa Arya merindukannya?

Apa Arya pernah sekali saja berpikir tentangnya?

Apa Arya selama ini memang menganggap Fira seperti duri pada batang mawar?

Apa Arya ... mencintainya?

Genggaman di tangannya kian mengerat. April seolah memberikan suntikan semangat lebih banyak. Hal itu terbukti dengan raut April yang tidak segarang tadi-lebih hangat, dengan ulasan senyum tipis.

"Aku paham posisi kamu, Ra. Mungkin kamu bener. Nggak ada salahnya nunggu sampai sepuluh ribu jam itu dulu. Kalau dia juga nggak ada, langkah selanjutnya adalah merelakan. Percuma kalau terus digenggam, kamu yang tersakiti."

Pandangan tertunduk tadi kian mendongak, balas menatap April. Ya, dia akan menunggu. Sampai sebegitu lama. Yang jadi pertanyaan, akankah Fira sanggup?

***

Bab terkait

  • Forever Hours   7 - Looking for Answer in A Place Unknown

    Orang bilang, lebih baik mencari yang baru daripada menunggu. Namun, apakah orang baru menjamin akan lebih baik dari yang ditunggu?***Awal Oktober, 2021."Iya, Bunda." Bibirnya melengkung tipis, lalu menguarkan tawa lirih.Kaki berbalut celana capri panjang kecoklatan itu melangkah pelan di atas bahu jalan dengan tangan sibuk menahan benda persegi ke telinganya. Trotoar itu memanjang, sedikit berkelok berwarna keabu-abuan. Setiap sepuluh langkah sekali, ada pohon mahoni berdaun lebat yang menaungi setiap langkahnya. Membuat siang yang agak terik itu berubah sedikit sejuk.Sesekali, dedaunan coklat keemasan menghambur jatuh ke arahnya. Menghias senyum tulus Fira yang mendengar seseorang di seberang sana berceloteh ria. "Fira juga rindu, Bunda. Apalagi

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-16
  • Forever Hours   8 - Days, All One Kind, Go Chasing Each Others

    Sama sekali tak berharap ada yang mengantikan tempatmu.Sebanyak apa pun yang singgah;sebanyak apa pun yang menyatakan cinta,aku bisa apa? Yang kulakukan hanya menunggu kapalmu;kembali ke pelabuhanku.***Awal Oktober, 2021.Angin berembus lembut—menggoyang dedaunan hingga menimbulkan bunyi gemerisik menenangkan. Membuat siang yang semakin menua itu tak lagi begitu gerah. Selang beberapa lama, dedaunan berbentuk tak simetris berwarna coklat kemerahan jatuh dari rantingnya, menemui rerumputan. Seolah memberi pesan, bahwa sejauh apa pun jarak, jika memang tempatnya, sesuatu itu

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-16
  • Forever Hours   9 - Blank Canvas with a Love Story Painting

    Akhir September, 2018.Pelataran sekolah terbakar. Angkasa seolah ingin memayungi para insan dengan panas membara. Meskipun begitu, kepala sekolah tetap saja mengumpulkan para siswanya di lapangan. Beruntungnya, mereka diperbolehkan berteduh di bawah pohon yang tumbuh di pinggirannya.Bukan tanpa sebab, para siswa terpilih yang karyanya dipajang di mading sekolah kemarin akan mendapatkan hadiahnya langsung di hari itu. Walaupun terkesan tidak terlalu penting, tetap saja kepala sekolah memilih mengumpulkan para siswa SMA 1 Perwira sebagai bentuk kehormatan dan contoh agar ke depannya ada yang bisa berusaha memberikan karya terbaiknya lagi.Sepuluh murid—empat siswa dan enam siswi—dikumpulkan menghadap pada semua orang. Mereka diberi penghargaan dan juga hadiah yang telah dijanjikan. Siswa lainnya pikir, acaranya hanya sampai di sana. S

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-16
  • Forever Hours   10 - I Just Hung The Canvas, Would You Make It Happen?

    Awal Oktober, 2021.Di tengah gelapnya langit, bulan sabit menggantung cantik. Ia tak sendiri, ada ribuan bintang menemani. Sesekali angin bertiup; membuat dedaunan gemerisik sedikit, beberapa yang berwarna kemerahan lolos dari rantingnya dan jatuh menemui rerumputan. Hujan jatuh sebentar tadi sore, tetapi begitu bagaskara tenggelam, langit tampak cerah. Seolah tidak terjadi apa pun sebelumnya.Jendela di kamar itu belum juga ditutup. Tirai putihnya yang disingkap sedikit membuatnya berayun mengikuti irama angin yang tertiup. Sesekali menyapa lengan seorang gadis yang duduk di meja belajarnya; fokus pada selembar kertas dan pensil, sibuk mencorat-coret."Ra?" panggil gadis lain yang duduk di ranjang bagian bawah kamar itu. Di pangkuannya ada laptop yang menyala, sedangkan di atas tempat tidur sudah berserakan berbagai macam jenis buku. "Kamu begadang, nggak?"

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-18
  • Forever Hours   11 - Tell Me Not To Fall, But You Don't Fall Either

    Pertengahan Oktober, 2018."Ini udah malem, Arya. Kamu kesambet apa?"Udara dingin yang membekukan kulit masih terasa akibat hujan yang turun sepanjang hari. Di bawah naungan langit malam berhias bintang satu dua, mereka duduk di pinggir lapangan sepakbola beralaskan rerumputan lembap. Dengan penerangan yang berasal dari tiang lampu terdekat, sesekali dua remaja itu mendengar kumpulan jangkrik bersuara saling bersahutan; memecah heningnya malam yang dingin."Enggak pa-pa. Aku cuma rindu kamu aja." Seolah tak ada beban saat Arya melontarkan sahutannya.Lelaki itu menoleh sebentar pada Fira lalu kembali memaku tatap pada langit. Gadis itu melihat sekilas jika sudut bibir Arya naik sedikit. Bintang tak lagi muncul satu dua, awan

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-25
  • Forever Hours   12 - But Love is Not As Sweet As You Think

    Sesuatu yang tidak kita suka terkadang malah mengantarkan pada suatu lain yang lebih tak terduga.Semesta memang atipikal, leluconnya selalu abnormal.***Awal Oktober, 2021.Siulan lirih angin menyapa telinga, sesekali menerbangkan lembaran-lembaran kertas di buku yang dibiarkan terbuka di atas rumput gajah mini. Sembari bersandar di pohon pinus menjulang dengan beberapa buahnya yang berguguran, Fira sibuk dengan tulisan-tulisan di kertas double folio. Suasana menenangkan ditambah pemandangan yang memanjakan membuat gadis itu tak lelah terus menerus berkutat pada tugas yang baru saja diberikan dosennya beberapa saat lalu.Langit betah memangku awan keabu-abuan terang. Membuat hari menjelang siang itu sedikit sejuk.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-01
  • Forever Hours   13 - Rain On Us, Love Is In The Air

    Tak terlalu mencengangkan mengingat hujan teguh mengambil peran dalam tiap-tiap lembar cerita. Seolah semesta telah mengancang suasana yang tepat untuk insan bersuka duka.***Pertengahan Oktober, 2021."Aku ada kelas tambahan, Ra. Kayaknya bakal pulang sore banget." Suara di seberang telepon terdengar kecewa sekaligus lelah, tetapi pada akhirnya tetap juga berakhir pasrah.Fira memindahkan ponsel dari telinga kanannya ke telinga kiri; berdiri dengan tatapan kosong di teras keramik Fakultas Teknik. Lantai yang dekat dengan paving block persegi panjang tersusun miring-miring sesekali terkena cipratan air yang jatuh terlalu tergesa-gesa dari langit. Setelah awan bertahan bergulung-gulung seharian dan angin yang bersitahan bertiup dingin, di siang itu hujan menjat

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-03
  • Forever Hours   14 - Maybe You're Just Stuck in The Wrong Situation

    Pertengahan Oktober, 2021.Nyatanya membiarkan orang lain berbahagia tidak juga selalu membuat diri sendiri ikut bersuka.Hujan di atap fakultas tak lagi terdengar berdebam keras. Beberapa mahasiswa ada yang memutuskan menembus guyuran dengan terburu-buru, ada pula yang memilih menatap di samping pilar tinggi di depan gedung.Ketidaksengajaan itu melahirkan sesak yang berusaha ditahan dengan kepalan tangan kuat. Dua pasang mata dari depan pintu kaca fakultas menatap dengan manik berkilat kecewa. Pandangannya sayu begitu bersirobok dengan sepasang mahasiswa yang berusaha menembus hujan dengan sebuah payung.Ia hanya tidak mengerti, mengapa harus orang itu yang mendapatkannya? Ahh ... dia lupa, mungkin hanya kurang berusaha untuk mendapatkan sesuatu itu.Apakah begini rasanya punya rasa yang bahkan tak punya eksistensi untuk terlihat? Ia hanya ingin tahu jika

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-05

Bab terbaru

  • Forever Hours   43 - If It's Ten Thousand Hours or Forever Hours, I'm Gonna Love You

    Juni, 2025.Di satu waktu, di lengang tempat yang dipenuhi orang-orang saling bercengkerama, seseorang pernah berkata kalau tidak ada akhir bahagia untuk siapa pun juga, semua tetap akan berakhir pada satu tempat, tanah.Dia berkata sembari tertawa ringan, tanpa beban. Padahal kita semua mengetahui bahwa tiap-tiap manusia pasti akan selalu mencari bahagia di sepanjang hidupnya. Jadi, kalau nanti memang sudah waktunya untuk pergi dari dunia, ada rasa tenang ketika tubuh memang benar-benar menyentuh tanah.Kesimpulannya semua memang tidak ada yang akan berakhir mengembirakan, tetapi pasti ada banyak persimpangan jalan yang menyediakan bahagia setelah menempuh terlalu banyak rintangan.Tiga tahun lalu, ketika Arya dan Fira saling berbagi peluk dan tangis haru sebab restu semesta berakhir menjadi temu, kedua insan itu tahu jika bahagia di situ bukanlah bahagia yang paling akhir yang b

  • Forever Hours   42 - It's About to Hold and Never Let You Go

    Juni, 2022.Jemari di genggaman tangan itu terasa dingin dan bergetar. Lorong panjang yang kebanyakan terbuat dari kaca tebal, nyatanya malah membubuhkan terlampau banyak kegelisahan dan gugup di satu waktu yang singkat. Arya Alvaro tahu sendiri, tindakannya untuk kembali ke London terburu-buru bukanlah hal yang pasti akan berakhir baik. Namun, menunda waktu lebih banyak lagi bukan berarti akan menunda hal-hal buruk lainnya.Langkah seseorang di belakangnya berhenti mengayun, mau tak mau memaksa laki-laki itu juga menghentikan langkah. Mereka hanya tinggal sedikit lagi saja, terhalang sebuah pintu kaca, menjemput restu semesta katanya. Akan tetapi, begitu tumitnya berbalik menghadap gadis berkucir itu, Arya merasa kalau kalut sedang membaur bersama dinginnya gugup yang semakin tak keruan saja.Zhafira Freya berdiri memaku di tempat, bahunya merosot sedikit, sepasang mata bermanik kecokelatan itu j

  • Forever Hours   41 - A Chance to Feel A Beauty of Falling

    April - Mei 2022.Langkah yang menjejak pelan mencumbui ubin kayu dengan ritme konstan. Hampir sampai, tetapi kakinya berhenti mengayun tepat di penghujung belokan. Dengan pandangan menunduk, laki-laki itu menatap segenggam kamboja di tangan sembari memangku wajah kelewat riang.Begitu banyak yang terjadi dalam berbulan terakhir. Sejujurnya, Arya tidak tahu bagaimana atau dari mana harus memperbaiki. Berjibun keping hati yang mesti dipasang kembali. Dan di sini Arya menapakkan kaki saat ini, berdiri di ujung lorong dengan asa untuk dapat mencoba mencuri hati lagi."Kamu ngapain di sini, Ya?"Segenggam kamboja buru-buru disembunyikan. Arya tidak punya pilihan lain selain saku celananya sendiri. Sore yang berangin hampir merangkak naik dan laki-laki itu sudah ketahuan meski belum mencuri.Arya Alvaro berdeham singk

  • Forever Hours   40 - Throwback August to Bring Back The Feelings

    April, 2022.Manusia adalah salah satu dari sekian banyak makhluk Tuhan yang aneh. Namun, menurut Arya, manusia tidak aneh. Sama seperti anasir pada umumnya, mereka hanya istimewa. Barangkali disebabkan punya macam-macam perasaan yang hampir sebagian besar berdasarkan pengendalian hati dan pikiran.Hari itu, cuaca berselimut panas menyengat. Bahkan angin yang bertiup saja malah menghantarkan gerah tak main-main. Di sana, di sebuah titik di mana Arya melihat suatu hal yang membuatnya kembali dilanda iri. Ketika langkah-langkah dijejak agak gegabah menuju meja bundar yang terbuat dari semen serta bangku yang terbuat dari kayu akasia, ia merasa sedang sesak napas. Bukan sebab rasa gembira yang terlukis di wajah Randi ketika menyapa teman satu jurusannya, tetapi sebab mimpi yang sedang berusaha dibangun di atas meja bundar itu.Instruktur bangunan dengan banyak lantai, barangkali sebuah perkantoran, a

  • Forever Hours   39 - A Truth About How Can't I Live Without You

    April, 2022.Ketika pertama kali bersemuka dengan gadis bernama Laura Cecilia--di hari ketika langit yang cerah terlampau cepat berubah mendung, serta momen saat kamboja yang rajin ia siangi dan sirami ternyata berakhir mati--Fira tidak membenci atau berpikir akan bersikap antipati kepadanya.Tidak pula di hari itu kala akhirnya ia menampakkan diri, melangkah terlampau anggun di atas rerumputan menuju satu-satunya pohon pinus yang umurnya sudah tua. Setelah sekian lama gosip tak mengenakkan tentang Fira menyebar, gadis setengah Eropa itu menggentaskan untuk duduk bersila bersama Arya dan Fira yang hampir perang dingin di depan kolam ikan yang ganggang hijaunya tak pernah dibersihkan.Mengingat apa saja yang telah Fira lewati, ia berhak untuk marah, benci, atau mengobarkan macam-macam emosi yang menggerogoti sebab janji yang berakhir teringkari. Kalau dipikir, Laura berhak menerima amarah Fira kare

  • Forever Hours   38 - Where Could I Move On to?

    but forgetting someonemay not be as simple as you'd imagine.to get you off my mindis not the same as just hitting delete.i need some timefor the wound to heal a bit.[1]***Maret - April 2022."Fira!" pekik seseorang dari kejauhan. Lantas kemudian, dengan cepat derap-derap langkah yang mencumbui paving block terdengar mendekat. "Fira ..., tunggu." Itu katanya ketika setelah berhenti berlari, memegangi pinggang, dan berusaha mengatur napas yang berantakan.Zhafira Freya mengembuskan napas terlalu panjang dan berat. Ia pusing sebab semalam mengerjakan tugas-tugas dengan tenggat mendadak dan belum cukup tidur. Ia pening dan laki-laki di depannya ini pasti akan berusaha mengacaukan hat

  • Forever Hours   37 - Gift from The People You Love

    Awal April, 2022.Ada yang berbeda dengan langit hari ini, terlalu cerah. Kerlap-kerlip bintang yang bertabur dan bulan purnama yang menggantung malah membuat gadis itu resah. Ia ingin berharap saja kalau hari itu akan hujan sangat deras agar ulang tahun yang akan dirayakan di tepi kolam renang berakhir batal. Namun, mengingat di dalam rumah luas, April mendesah lemah. Hampir pasrah.Aprilia Faranisa sampai lupa, sudah berapa lama ia mengurung diri di dalam kamar bernuansa lila dan putih itu. Mendudukkan diri di ranjang king size dengan selimut yang bagian atasnya berbalut satin. Mendesah terus-menerus ketika ketukan dan suara ibunya yang memanggil turun berkali-kali berdengung.Seharusnya, momen bertambah usia adalah salah satu hal yang paling ditunggu hampir setiap orang. April akan menginjak sembilan belas beberapa jam lagi, tetapi tetap saja masalah perasaan gamang menjadi salah satu

  • Forever Hours   36 - Don't Lose Hope, It Comes When You Believe They Will Come

    Awal Maret, 2022.Nugroho, umurnya empatpuluh tiga ketika ia baru saja diberhentikan menjadi karyawan sebuah pabrik pembuatan mesin fotokopi. Alasannya karena penjualan sedang menurun dan mereka harus mengeluarkan beberapa pekerja, pria itu salah satunya.Ia sempat frustrasi untuk beberapa waktu. Hampir dua bulan pria itu duduk di rumah dan membiarkan sang istri yang bekerja di sebuah ekspedisi pengiriman barang. Rasanya, ada bagian dari dirinya yang merasa direndahkan. Kodratnya adalah laki-laki yang mencari nafkah, dan perempuan yang mengurus rumah. Bukan sebaliknya seperti ini.Jadi ketika temannya dari luar kota menelepon kalau ada perusahaan yang sedang mencari pekerja, Nugroho tanpa pikir panjang mengayunkan langkah dengan ringan begitu saja. Dengan bangga, dengan bahagia, dengan harap pula ketika nanti sekembalinya, ada kabar baik yang bisa diterima keluarga kecilnya. Fira, anak dan putri s

  • Forever Hours   35 - The Wind May Give You Too Much Strenght to Keep Running

    Awal Maret, 2022.Langkah-langkah diayun terlalu kuat, jejak-jejak di atas tanah mengudarakan debu lantas ikut dibawa pergi bersama angin yang bertiup riuh dan terlalu cepat. Ada apa dengan langitnya? Ke mana hilang cahaya mentarinya? Baik untuk wajah maupun nabastala, seharusnya tidak ada yang perlu menangis sekarang juga.Zhafira masih tidak mengerti. Ia tidak mendengar retakan di hati, tetapi nyeri terus-menerus menggerogoti. Kaki-kakinya ingin terus berlari, ke mana saja asal pergi jauh sekali. Ke mana saja, asal menghindar dari wajah yang dulu melanglang sekarang telah kembali. Fira hanya ... masih belum menyiapkan diri untuk ini.Gerumuhnya adalah pertanda tangis akan segera luruh, jatuh. Lantas ketika kilat di angkasa tampak mengakar menemui bentala, gerimis luntur, setitik air merosot pula dari mata. Fira berdiri di bawah sebuah pohon bintaro yang tumbuh di tepi trotoar. Kakinya lelah, tet

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status