POV Rengga
Aku rangkul pinggangnya, menjaga agar tetap tegak dan seimbang. Berjalan perlahan menuruni anak tangga, sampai diruang keluarga. Melihat dia diruang kerja tadi. Membuat jantungku sudah berdetak dua kali lebih cepat. Takut sesuatu yang buruk akan terjadi, selama dia berjalan kemari. Walau raut wajahku biasa saja. Namun tidak dengan pikiranku, yang sudah kemana-mana. Dalam hati aku bersyukur, tidak ada hal buruk yang terjadi.
“Ini dia pengantin baru kita Pa.., yang katanya gak mau diganggu waktunya,” ujar Mama meledekku.
“Ma...” ucapku memeringati. Lalu terdengar tawa Mama dan Papa, yang berusaha menahan tawa. Aku tuntun dia duduk di sofa, tepat bersebelahan dengan Papa dan Mama.
POV Rengga Hari-hari selanjutnya berjalan seperti biasa. Sebelum hari kelahiran bayi-bayiku makin dekat. Aku selesaikan pekerjaan yang menumpuk, untuk beberapa hari kedepan. Sehingga aku dapat mengambil waktu libur lebih lama. Agar pekerjaan itu terselesaikan. Hampir satu minggu ini, aku habiskan waktuku diruang kerja. Sering kali Bella menyusul, hanya untuk mengingatkan jam makan. Dia tidak banyak bicara, ketika aku lebih sibuk dari hari biasa. Hanya dia akan tetap menungguku menyelesaikan pekerjaan dikamar. Walau seringkali aku temukan dia sudah tertidur pulas. Meskipun capek dan mengantuk, aku tetap menyempatkan diri. Untuk memijat punggung dan kakinya yang bengkak. Setelah pekerjaan benar-benar selesai, aku renggangkan badanku yang letih. Karena hampir sehar
POV Bella Setelah kunjungan orang tua kami ke rumah. Aku lihat Mas Rengga sibuk bekerja, hingga kadang lupa dengan jam makan. Aku tidak mau banyak bertanya. Yang nanti malah mengganggu fokusnya untuk bekerja. Sesekali aku datangi ruang kerjanya, untuk mengingatkan waktu makan. Walau kadang merasa sepi dan kesusahan. Karena sebelumnya, dia tidak pernah benar-benar meninggalkanku. Hampir satu minggu ini, aku terlelap tanpanya disisiku, dan bangun tanpanya. Aku pikir dia benar-benar sibuk. Pagi hari ini, aku lihat dia masih tertidur nyenyak di sampingku. Aku ulas senyum, mengusap rambutnya. Beberapa menit aku habiskan dengan memandangi wajahnya. Sebelum aku ketahuan olehnya. Lalu menciumku dengan liar. “Aku rindu padamu sayang,” katanya. Setelah melepas pagutan pan
POV Bella Aku rasakan banyak cairan yang keluar dari selangkanganku. Ketika usai menuntaskan aktivitas panasku dengan Mas rengga. Namun aku tak dapat membedakan, itu sperma yang mengalir atau malah air ketubanku yang pecah. Karena setelahnya kontraksiku datang kian hebat dan panjang. Aku sudah tak dapat fokus. Ketika Mas Rengga mengingatkanku tentang makan siang. Karena sakit yang kian menjadi. Aku merasa kepala bayi yang sudah mendekati liangku, terasah perih dan panas. Ketika Mas Rengga memeriksa, aku hanya dapat mengerang sakit. Lalu dengan mudah dia memindahkanku ke ruang pemeriksaan. “Mas jangan tinggalkan aku,” ujarku pelan. Tak mampu mengeluarkan suara. Dia diam, hanya terus menggenggam tanganku. Dan menatap mataku dalam. Mengusap rambutku yang sudah bera
POV Bella. Aku mendengar suara tangisan, tidak hanya satu namun ada tawa yang lain. Aku hampiri suara itu. Lalu kutemukan dua anak-anak berlarian, berkejaran mengelilingi taman. Aku langkahkan kakiku mendekat, seperti sadar salah satu dari mereka menerjangku. Aku rendahkan badanku, menyamakan dengan tinggi mereka. “Mama Ares nakal,” adunya, dengan mata yang mengerjap lucu, air mata sudah hilang darinya. Kemudian tak lama anak lain datang menghampiriku. Ikut menerjangku dari samping. “Mama Ares enggak nakal kok,” katanya dengan cengirang lebar. Aku pandangi mereka, sangat mirip dengan orang yang kukenal. 
POV Bella Setelah kepergian Dokter Andre. Aldo terpaksa aku berikan pada Kara. Karena suster sudah datang, untuk membantuku mandi. Seusai Mas Rengga pamit menemui Dokter Andre tadi. Dia belum kembali lagi ke ruanganku. Mas Rengga memang agak berubah. Setelah umur kehamilanku memasuki bulan ke-8. Dia tidak lagi menyuruhku untuk memakai dress tipis. Namun intensitas bercinta kami yang seakan tiada habisnya. Ketika itu, aku begitu cemas dengan kondisi kandunganku. Tetapi sepertinya tidak ada yang perlu dicemaskan, sebab tidak sampai berpengaruh pada kandunganku. Karena aku yang sudah tidak bisa banyak bergerak. Maka sisa bercinta kami biasanya, dirapihkan oleh bibi.  
POV Bella “Kamu capek?” Tanya Mas Rengga, ketika sampai dikamar. “Capek tapi aku menikmatinya Mas,” jawabku, sambil merapihkan tempat tidur. Aku rasakan lengan hangat melingkari perutku. Aku tegakkan badanku. Lalu dia mulai menyerukkan wajahnya ke leherku. “Maafkan Mas ya. Yang kurang ada waktu untuk kalian,” Kata Mas Rengga. Semakin mengeratkan pelukannya. Aku usap tangannya yang melingkar disekitar perutku. “Kamu bekerja keras untuk kami Mas. Terimakasih untuk selalu meluangkan waktunya,” ucapku lembut. “Aku berusaha. Aku juga tidak mau me
POV Rengga Saat ini aku sedang menikmati kebersamaanku bersama keluarga kecilku. Setelah puas bermain dengan Bella. Kami lanjutkan dengan mandi bersama, yang bukan hanya mandi. Walau dia bilang capek. Namun dia selalu kembali antusias jika berkaitan dengan kedua jagoan kami. Dengan tetap dibantu Kara dan Andin, yang mengawasi. Kami main disekitar taman belakang rumah. Aldo dan Ares dengan cepat merangkak. Menggapai setiap rerumputan, daun ataupun bunga yang dilihat mereka. Sedangkan kami berdua hanya mengawasi mereka dari kejauhan. Sesekali aku bangkit, mengikuti Aldo dan Ares yang membuat kedua baby sisternya kewalahan. Beruntunglah Dokter Ani merekomendasikan mereka be
POV Rengga Seperti janjiku, akan mengusahakan pulang lebih awal. Beberapa pekerjaan yang tersisa. Aku selesaikan secepat mungkin dan sisanya akan aku bawa pulang. Meeting terakhir baru saja selesai, dengan hasil yang memuaskan. Untuk keperluan pekerjaan diluar kota atau luar negeri. Aku serahkan pada asisten yang sudah ditugaskan papa, untuk membantuku. Karena aku tidak ingin berjauhan, apalagi meninggalkan Bella dan anak-anak. Karena soal pekerjaan. Bagiku mereka lebih penting, dari pertemuan-pertemuan bisnis yang masih dapat diwakilkan. Mengetahui perkembangan anak-anak, serta update kesehatan Bella jauh lebih penting buatku. Aku masih dalam perjalanan, ketika Andre tiba-tiba menelpon. “Ya Dre?” balasku seadanya. &n