01 || Pembelaan dari suami
“Mas, aku beneran nggak melakukan itu. Aku berani sumpah,” ucapku dengan parau, kala mas Adam masuk ke dalam kamar.Mas Adam tidak banyak bicara, ia berjalan pelan ke arahku. Tatapannya yang datar membuat aku merasa takut, perasaan aneh mulai membuat aku berpikir buruk. Nggak mungkin ‘kan mas 'Adam melakukan hal kasar padaku?GrebAku terdiam, tubuhku dipeluk erat sama mas Adam. Tangannya bergerak mengelus kepalaku dengan lembut. “Maafkan Mas yang belum bisa menjaga kamu, Dek,” tutur mas Adam yang membuat aku terbelalak kaget.“Jangan menyalahkan diri kamu, Mas.” Aku membiarkan pria yang berstatus suamiku ini memeluk dengan erat. Aku merasakan detak jantungnya, berdetak lebih cepat. Bahuku mulai terasa basah, mas Adam menangis ….“Berhentilah menangis, Mas.” Mas Adam membalas dengan gelengan kapala.“Mas sudah gagal jadi suami kamu,” ucapnya pelan. “Bukan hanya itu, Mas gagal menjadi ayah yang baik untuk Raka,” lanjut mas Adam.“Kamu nggak gagal, Mas. Kamu udah berhasil jadi suami dan ayah yang baik.” Aku berusaha menyakinkan mas Adam. Aku tau betapa hancur hati mas Adam kala dicaci maki sama ibu mertua dan kakak ipar. Padahal mas Adam hanya ingin membelaku, tapi ia malah menjadi objek selanjutnya.°°°Mas Adam karyawan di salah satu perusahaan ternama di Jakarta, entah kenapa ia malah kena PHK, sampai saat ini aku masih tak paham apa yang sebenarnya terjadi. Saat aku bertanya, mas Adam malah memilih diam.Selama menikah dengan mas Adam, aku mendapatkan banyak cacian dan fitnah yang tak kunjung usai dari keluarganya. Sempat suatu hari aku minta untuk untuk diceraikan, tapi dengan lembut pria itu menyakinkan aku untuk tetap bersamanya. Sikap manisnya dan ia mampu menghargai diriku, aku akhirnya luluh juga. Hujan maupun badai terus menerpa rumah tangga kami, dari berbagai hal.Tanpa sadar, jam sudah menunjukkan pukul lima pagi, azan subuh juga sudah berkumandang. Aku bangunkan mas Adam dan Raka, kusiapkan baju koko untuk mereka sholat di masjid dekat rumah.Aku sedang tidak bisa shalat, jadi aku langsung menuju dapur. Saat melewati ruang keluarga, aku harus berdiam diri sebentar.“Nal, bantulah Ibu untuk menyadarkan Adam. Ibu udah capek rasanya ...,” keluh Ibu mertua kepada mas Ronal -kakak mas Adam.“Wanita itu benar-benar mencuci otak adikmu, Nal. Asal kamu tau tadi malam Ibu sempat bersitegang sama Adam karena wanita itu, kalau kamu tidak percaya, tanyakan saja pada istrimu. Dia saksinya.”Tak lama mbak Sri keluar sambil menggendong anaknya yang kedua. “Iya, Mas. Aku kasihan sama Ibu,” ucap mbak Sri dengan wajah memelas.“Gara-gara wanita sialan itu! Adik kamu durhaka pada Ibumu, Mas. Padahal aku sudah kasih tau, tapi aku malah kena marah juga ....” Mbak Sri mulai menangis, berusaha menarik simpati sang suami.Fitnah apa lagi yang mereka berikan, tadi malam aku, sekarang mas Adam. ‘Mas, maafkan aku yang menjadi malapetaka untukmu...,’ batinku.“Tenang aja,” jawab mas Ronal sambil membunyikan jari-jemarinya.“Pokoknya Mas harus kasih pelajaran sama Adam, aku sakit hati sama kata-katanya tadi malam,” ungkap mbak Sri yang tak benar, ia selalu aja menjadi kompor.“Dek.”DegAku langsung berbalik badan. “Eh, astagfirullah. Mas ih, kenapa ngagetin sih!” gerutuku. “Untung aja jantung ini enggak copot, kalau copot udah enggak ada lagi Nisa yang cantik ini,” lanjutku.“Ya lah, istri Mas tetap paling cantik ... oh ya, tadi katanya mau masak, kenapa masih di sini?”Aku langsung menepuk jidat, aku lupa gara-gara mereka. Setelah menyalami mas Adam, aku langsung berkecimpung di dapur, tanpa ada yang membantu.Hari ini tidak seperti biasanya, perasaanku diselimuti rasa takut. Ucapan mas Ronal, membuat aku berpikir lebih banyak dari pada biasanya. “Pokoknya aku harus bisa membela mas Adam, aku pasti bisa,” yakinku pada diri sendiri.Aku enggak mau buang-buang waktu lagi, cepat-cepat aku masak dan menghidangkan di meja makan. Aku juga tak lupa menyisihkan untukku, dan mas Adam. Kalau masalah makanan Raka, semua sudah diatur.“Heh wanita ular.” Itu suara mbak Sri, ia selalu suka-suka memangil aku dengan nama yang ia buat. Kali ini tidak aku hiraukan, aku masih fokus dengan HP.“Udahlah pekak, ini malah senyum-senyum sendiri, kayak orang gila,” ucapnya sarkas, tapi tetap tak kuhiraukan. Wajahnya langsung ditekuk masam, dan aku tertawa di dalam hati.Tak lama mas Ronal datang, lalu duduk di samping sang istri. “Nisa, buatkan aku kopi,” pintanya yang sok hebat.“Kamu punya istri, dan suruh lah istri kamu itu. Jangan seperti tidak punya istri menyuruh-nyuruh orang,” ujarku dengan senyum lirih. “Kamu juga bukan siapa-siapa aku, jadi kamu nggak berhak menyuruhku, Ronal,” lanjutku tanpa rada takut.Sudah cukup aku diinjak-injak oleh mereka, aku juga kasihan sama mas Adam kalau berulang kali kena caci maki sama mereka, Karena hanya ingin membelaku, istrinya. Apa lagi sikap mereka membuat emosiku meledak-ledak setiap hari.“Jangan kurang ajar kamu sama suamiku, Nisa. Lakukan apa saja yang dia suruh!” Aku menatap Mbak Sri, lalu memberikan senyum tipis.“Aku bukan pembantu kalian. Kecuali kalian membayar aku setiap bulan,” jawabku.“Oh sudah merasa sok hebat, ya.” Mbak Sri mendekatiku, dan hendak menamparku.“Jangan sesekali kamu menyentuh istriku kalau kamu ingin terus hidup, Mbak ....”Bersambung ....02 || Unek-unekAku memejamkan mata kala tangan Mbak Sri bergerak ingin menamparku. Satu detik, dua detik, tiga detik. Aku tak merasakan apa pun. “Jangan sesekali kamu menyentuh istriku kalau kamu ingin terus hidup, Mbak.”Eh, suara itu tidak asing. Saat aku membuka mata, pemandangan pertama Kali Aku lihat adalah mas Adam. Kulihat tangan mas Adam menahan pergerakan Mbak Sri. “Lepaskan 'kan aku, brengsek!” umpatnya.Mas Adam malah menguatkan tenaganya, sampai aku dapat melihat pergelangan tangan mbak Sri memerah. Aku menelan saliva, ini benar-benar di luar perkiraan ku, aku juga lupa kalau waktu subuh sudah selesai.“Jangan kurang ajar kamu, Adam.” Bogem mentah hampir saja mendarat di pipi mas Adam. BugAku melongo, mas Adam malah menumbuk perut mas Ronal dengan keras. “Sudah aku bilang tadi malam bukan? Siapa saja yang mengusik keluarga kecilku, akan kuhajar, walaupun itu keluargaku sendiri!” ucap mas Adam dengan suara tinggi.“Heh, apa-apaan kamu ini Adam!” pekik Ibu mertua dengan m
03 || Merasa bersalahPOV AdamDemi Allah, aku nggak bermaksud meminta uang itu kembali, nggak sama sekali terbesit di hatiku. Aku ikhlas memberikan semuanya, apapun untuk keluargaku, asal Mama sama Mas senang. Tapi entah kenapa, mulut ini dengan mudah mengeluarkan kata-kata itu.Maafkan aku, Ma .... Sepanjang hari aku berpikiran itu terus, hatiku gelisah dan di mana aku melangkah, aku merasa was-was. Ucapan Nisa juga mengiang di kepalaku.‘Mas, apapun yang dikatakan Ibu patuhi lah. Dia Ibu kamu, surga ada di telapak kakinya, dia sumber ridho Allah untukmu. Kalau Ibumu tidak ridho padamu Mas, yakinlah kalau Allah enggak ridho juga sama kamu. Jangan pernah menyela ucapannya, Mas.’‘Berbaktilah pada Ibumu Mas, Kalau sudah nggak ada, baru menyesal. Walaupun aku hidup dalam keadaan yatim piatu, aku paham semuanya. Andai Ibu sama Ayahku masih ada Mas, aku akan berbakti pada mereka.’Aku semakin kalut, rasa bersalah semakin mengukung jiwaku. Hingga kini, malam telah menyambut, bulan semakin
04 || Angkat kakiAku menatap tak percaya. Jam yang menunjukkan pukul setengah empat, membuat aku sujud syukur. Uang baru saja aku terima dari kampung dengan jumlah yang fantastis. Satu milyar baru saja masuk kerekeningku, hasil penjualan beberapa hektar tanah di kampung, membuat aku seketika menjadi jutawan dalam semalam. Sebenarnya sudah lama aku menjualnya, tapi tidak ada yang menawar dengan harga sefantastis ini. Aku berulang kali mengucapkan syukur, mungkin dengan uang ini aku bisa pergi dari rumah ini, dan memulai usaha baru bersama mas Adam.Aku juga tak rela, kalau setiap hari mas Adam dihina sama keluarganya karena tak kunjung dapat kerja. Apa lagi ibu mertua yang selalu menyindir mas Adam dengan berbagai dalih, kadang dari uang listrik, bahan dapur, dan banyak lagi lah. Mungkin pas sarapan saja aku bilang sama mas Adam nanti.Tok .... Tok .... Tok ....“NISA KELUAR KAMU! DASAR MENANTU KURANG AJAR!”Aku yang terduduk, langsung berdiri. Jangan tanyakan bagaimana kondisi jantun
05 || Awal kisahPOV AuthorPagi-pagi sekali, saat matahari masih tidak menampakkan dirinya. Adam, Nisa dan Raka, mereka bertiga harus angkat kaki dari rumah itu. Pantang bagi Adam mengemis belas kasihan, walaupun itu sama ibunya sendiri.Adam menatap jalanan yang masih gelap, ia pusing tujuh keliling. Uang tidak ada di tangannya, karena ia belum berkerja. “Maafkan Mas, Sayang. Mas harus membawa kamu dalam kesusahan, Mas akan berusaha kembali seperti dulu,” ucap Adam seraya menggenggam jemari istrinya. “Mas merasa semakin gagal.”Nisa diam, dan tidak menanggapi ucapan suaminya. Dia merasa senang dan juga sedih, senang berhasil keluar dari rumah bak neraka itu, dan sedih karena terusir secara tak terhormat. “Mas, kita cari ATM terdekat yuk,” ajak Nisa.Adam hanya mengangguk, dan ikut berjalan dari belakang. Adam kualahan, ia lelah batin. Ingin sekali ia menjerit dan mengeluarkan semua unek-unek dalam dirinya. Ia butuh pelampiasan, namun ia tak mendapatkan itu.Yang sekarang bisa ia lak
06 || Usaha bersamaAzan subuh berkumandang dengan indah, dengan mata berat aku terbangun. Tubuhku terasa remuk, kutatap jam lamat-lamat, pukul lima subuh. Buru-buru aku bangunkan mas Adam dan Raka untuk sholat di masjid. "Anak Bunda udah cakep," ucapku setelah memakaikan baju koko putih kebanggaannya, tak lupa kopiah bewarna hitam. "Mas cakep gak?" Tiba-tiba mas Adam sudah berada di sampingku, ia mencolek hidungku. "Enggak," jawabku cepat, yang langsung kabur. Aku terkekeh kecil kala mas Adam berhasil menahan pergerakanku. Ia memberikan ciuman yang sangat lama. Inilah kebahagian.Setelah mereka pergi ke masjid, aku siap bertempur dengan alat-alat dapur. Pagi ini aku hanya menyiapkan nasi goreng ala kadar plus ayam goreng tepung kesukaan Raka. Masakan itu selesai dengan cepat, aku bawakan keruang tamu yang hanya beralaskan tikar. Aku tata sarapan pagi ini dengan indah.Setelah selesai semuanya, aku merebahkan tubuh pada ranjang yang baru ada tadi malam. Dalam hitungan detik aku suda
07 || Semakin larisSudah ada seminggu aku berjualan di depan rumah bersama mas Adam, pembeli semakin ramai. Sate yang kami jual habis total sebelum pukul delapan malam. Pembeli juga datang dari gang-gang yang lain, hingga membuat gang tempat tinggal ku menjadi ramai.Sepaket skincare yang aku pesan sama Nada sudah sampai lima hari yang lalu, aku memakainya secara rutin. Kini kulihat wajahku yang cantik, bersih dan mampu membuat mas Adam makin cinta, hehehe.Mungkin nanti malam aku bakalan menghubungi Nada, kalau aku siap untuk jadi seller skincare. Sore ini, aku dan mas Adam bakalan mencoba menu baru, bakwan siram kacang, ide yang sudah biasa, hanya saja kali ini kamu buat sedikit spesial. Mas Adam mendatangiku, tangannya melingkar di pinggangku, lalu ia berbisik, "kamu semakin cantik, Sayang. Mas terbuai dengan cintamu." Aku geli mendengarnya."Mas harap setelah kamu berhasil mendapatkan apa yang kamu inginkan, kamu tidak meninggalkan Mas," lanjut mas Adam yang membuat aku mematung
Bab 8 || Terasa sepiPOV AdamSudah dua bulan, semenjak kejadian itu. Kala Nisa pergi dari rumah, keadaan sungguh senyap. Biasanya di pagi hari ia bakalan sibuk di dapur, menyiapkan makanan untuk semua penghuni. Kala kami makan bersama, batang hidungnya sama sekali tak nampak.Wanita berhati lembut itu bakalan mengurus Aqila, anak yang dicap anak haram oleh ibu. Demi Allah, anak itu ada setelah kami menjalani biduk rumah tangga dua bulan. Tapi yang sungguh mengejutkan, fakta sebenarnya terungkap. Siapa anak haram itu.Setiap malam juga aku susah tidur, aku dihantui dengan suara Aqila saat bermain. Tawanya juga membuat aku menangis, aku kasihan, tapi keegoisan lebih besar.Sampai Sekarang kepalaku seakan mau pecah, bingung. Aku juga merasakan kehilangan, berbagai cara aku mencari cara untuk melenyapkan rasa aneh itu, selalu aja ada celah untuk ia masuk. Kala malam, tubuhku sudah kehabisan tenaga, rasa kehilangan hadir bagaikan malapetaka. "Bu, kenapa ngak sarapan?" tanyaku setelah mem
Bab 8 || Terasa sepiPOV AdamSudah dua bulan, semenjak kejadian itu. Kala Nisa pergi dari rumah, keadaan sungguh senyap. Biasanya di pagi hari ia bakalan sibuk di dapur, menyiapkan makanan untuk semua penghuni. Kala kami makan bersama, batang hidungnya sama sekali tak nampak.Wanita berhati lembut itu bakalan mengurus Aqila, anak yang dicap anak haram oleh ibu. Demi Allah, anak itu ada setelah kami menjalani biduk rumah tangga dua bulan. Tapi yang sungguh mengejutkan, fakta sebenarnya terungkap. Siapa anak haram itu.Setiap malam juga aku susah tidur, aku dihantui dengan suara Aqila saat bermain. Tawanya juga membuat aku menangis, aku kasihan, tapi keegoisan lebih besar.Sampai Sekarang kepalaku seakan mau pecah, bingung. Aku juga merasakan kehilangan, berbagai cara aku mencari cara untuk melenyapkan rasa aneh itu, selalu aja ada celah untuk ia masuk. Kala malam, tubuhku sudah kehabisan tenaga, rasa kehilangan hadir bagaikan malapetaka. "Bu, kenapa ngak sarapan?" tanyaku setelah mem
07 || Semakin larisSudah ada seminggu aku berjualan di depan rumah bersama mas Adam, pembeli semakin ramai. Sate yang kami jual habis total sebelum pukul delapan malam. Pembeli juga datang dari gang-gang yang lain, hingga membuat gang tempat tinggal ku menjadi ramai.Sepaket skincare yang aku pesan sama Nada sudah sampai lima hari yang lalu, aku memakainya secara rutin. Kini kulihat wajahku yang cantik, bersih dan mampu membuat mas Adam makin cinta, hehehe.Mungkin nanti malam aku bakalan menghubungi Nada, kalau aku siap untuk jadi seller skincare. Sore ini, aku dan mas Adam bakalan mencoba menu baru, bakwan siram kacang, ide yang sudah biasa, hanya saja kali ini kamu buat sedikit spesial. Mas Adam mendatangiku, tangannya melingkar di pinggangku, lalu ia berbisik, "kamu semakin cantik, Sayang. Mas terbuai dengan cintamu." Aku geli mendengarnya."Mas harap setelah kamu berhasil mendapatkan apa yang kamu inginkan, kamu tidak meninggalkan Mas," lanjut mas Adam yang membuat aku mematung
06 || Usaha bersamaAzan subuh berkumandang dengan indah, dengan mata berat aku terbangun. Tubuhku terasa remuk, kutatap jam lamat-lamat, pukul lima subuh. Buru-buru aku bangunkan mas Adam dan Raka untuk sholat di masjid. "Anak Bunda udah cakep," ucapku setelah memakaikan baju koko putih kebanggaannya, tak lupa kopiah bewarna hitam. "Mas cakep gak?" Tiba-tiba mas Adam sudah berada di sampingku, ia mencolek hidungku. "Enggak," jawabku cepat, yang langsung kabur. Aku terkekeh kecil kala mas Adam berhasil menahan pergerakanku. Ia memberikan ciuman yang sangat lama. Inilah kebahagian.Setelah mereka pergi ke masjid, aku siap bertempur dengan alat-alat dapur. Pagi ini aku hanya menyiapkan nasi goreng ala kadar plus ayam goreng tepung kesukaan Raka. Masakan itu selesai dengan cepat, aku bawakan keruang tamu yang hanya beralaskan tikar. Aku tata sarapan pagi ini dengan indah.Setelah selesai semuanya, aku merebahkan tubuh pada ranjang yang baru ada tadi malam. Dalam hitungan detik aku suda
05 || Awal kisahPOV AuthorPagi-pagi sekali, saat matahari masih tidak menampakkan dirinya. Adam, Nisa dan Raka, mereka bertiga harus angkat kaki dari rumah itu. Pantang bagi Adam mengemis belas kasihan, walaupun itu sama ibunya sendiri.Adam menatap jalanan yang masih gelap, ia pusing tujuh keliling. Uang tidak ada di tangannya, karena ia belum berkerja. “Maafkan Mas, Sayang. Mas harus membawa kamu dalam kesusahan, Mas akan berusaha kembali seperti dulu,” ucap Adam seraya menggenggam jemari istrinya. “Mas merasa semakin gagal.”Nisa diam, dan tidak menanggapi ucapan suaminya. Dia merasa senang dan juga sedih, senang berhasil keluar dari rumah bak neraka itu, dan sedih karena terusir secara tak terhormat. “Mas, kita cari ATM terdekat yuk,” ajak Nisa.Adam hanya mengangguk, dan ikut berjalan dari belakang. Adam kualahan, ia lelah batin. Ingin sekali ia menjerit dan mengeluarkan semua unek-unek dalam dirinya. Ia butuh pelampiasan, namun ia tak mendapatkan itu.Yang sekarang bisa ia lak
04 || Angkat kakiAku menatap tak percaya. Jam yang menunjukkan pukul setengah empat, membuat aku sujud syukur. Uang baru saja aku terima dari kampung dengan jumlah yang fantastis. Satu milyar baru saja masuk kerekeningku, hasil penjualan beberapa hektar tanah di kampung, membuat aku seketika menjadi jutawan dalam semalam. Sebenarnya sudah lama aku menjualnya, tapi tidak ada yang menawar dengan harga sefantastis ini. Aku berulang kali mengucapkan syukur, mungkin dengan uang ini aku bisa pergi dari rumah ini, dan memulai usaha baru bersama mas Adam.Aku juga tak rela, kalau setiap hari mas Adam dihina sama keluarganya karena tak kunjung dapat kerja. Apa lagi ibu mertua yang selalu menyindir mas Adam dengan berbagai dalih, kadang dari uang listrik, bahan dapur, dan banyak lagi lah. Mungkin pas sarapan saja aku bilang sama mas Adam nanti.Tok .... Tok .... Tok ....“NISA KELUAR KAMU! DASAR MENANTU KURANG AJAR!”Aku yang terduduk, langsung berdiri. Jangan tanyakan bagaimana kondisi jantun
03 || Merasa bersalahPOV AdamDemi Allah, aku nggak bermaksud meminta uang itu kembali, nggak sama sekali terbesit di hatiku. Aku ikhlas memberikan semuanya, apapun untuk keluargaku, asal Mama sama Mas senang. Tapi entah kenapa, mulut ini dengan mudah mengeluarkan kata-kata itu.Maafkan aku, Ma .... Sepanjang hari aku berpikiran itu terus, hatiku gelisah dan di mana aku melangkah, aku merasa was-was. Ucapan Nisa juga mengiang di kepalaku.‘Mas, apapun yang dikatakan Ibu patuhi lah. Dia Ibu kamu, surga ada di telapak kakinya, dia sumber ridho Allah untukmu. Kalau Ibumu tidak ridho padamu Mas, yakinlah kalau Allah enggak ridho juga sama kamu. Jangan pernah menyela ucapannya, Mas.’‘Berbaktilah pada Ibumu Mas, Kalau sudah nggak ada, baru menyesal. Walaupun aku hidup dalam keadaan yatim piatu, aku paham semuanya. Andai Ibu sama Ayahku masih ada Mas, aku akan berbakti pada mereka.’Aku semakin kalut, rasa bersalah semakin mengukung jiwaku. Hingga kini, malam telah menyambut, bulan semakin
02 || Unek-unekAku memejamkan mata kala tangan Mbak Sri bergerak ingin menamparku. Satu detik, dua detik, tiga detik. Aku tak merasakan apa pun. “Jangan sesekali kamu menyentuh istriku kalau kamu ingin terus hidup, Mbak.”Eh, suara itu tidak asing. Saat aku membuka mata, pemandangan pertama Kali Aku lihat adalah mas Adam. Kulihat tangan mas Adam menahan pergerakan Mbak Sri. “Lepaskan 'kan aku, brengsek!” umpatnya.Mas Adam malah menguatkan tenaganya, sampai aku dapat melihat pergelangan tangan mbak Sri memerah. Aku menelan saliva, ini benar-benar di luar perkiraan ku, aku juga lupa kalau waktu subuh sudah selesai.“Jangan kurang ajar kamu, Adam.” Bogem mentah hampir saja mendarat di pipi mas Adam. BugAku melongo, mas Adam malah menumbuk perut mas Ronal dengan keras. “Sudah aku bilang tadi malam bukan? Siapa saja yang mengusik keluarga kecilku, akan kuhajar, walaupun itu keluargaku sendiri!” ucap mas Adam dengan suara tinggi.“Heh, apa-apaan kamu ini Adam!” pekik Ibu mertua dengan m
01 || Pembelaan dari suami“Mas, aku beneran nggak melakukan itu. Aku berani sumpah,” ucapku dengan parau, kala mas Adam masuk ke dalam kamar.Mas Adam tidak banyak bicara, ia berjalan pelan ke arahku. Tatapannya yang datar membuat aku merasa takut, perasaan aneh mulai membuat aku berpikir buruk. Nggak mungkin ‘kan mas 'Adam melakukan hal kasar padaku?GrebAku terdiam, tubuhku dipeluk erat sama mas Adam. Tangannya bergerak mengelus kepalaku dengan lembut. “Maafkan Mas yang belum bisa menjaga kamu, Dek,” tutur mas Adam yang membuat aku terbelalak kaget.“Jangan menyalahkan diri kamu, Mas.” Aku membiarkan pria yang berstatus suamiku ini memeluk dengan erat. Aku merasakan detak jantungnya, berdetak lebih cepat. Bahuku mulai terasa basah, mas Adam menangis ….“Berhentilah menangis, Mas.” Mas Adam membalas dengan gelengan kapala.“Mas sudah gagal jadi suami kamu,” ucapnya pelan. “Bukan hanya itu, Mas gagal menjadi ayah yang baik untuk Raka,” lanjut mas Adam.“Kamu nggak gagal, Mas. Kamu ud