"Gimana?" tanya Faisal. Ternyata selama ini dia menunggu sahabatnya di luar.
"Sukses!" jawab Satria. "Amara mau membantu mencari Bima. Dia juga bilang kalau bakal ngedukung soal demonstrasi nanti."
Faisal terlihat heran. Dia kemudian menggaruk-garuk kepalanya. "Gini bro, maksudnya bukan nanya soal Amara tapi Della. Gimana sama Della?"
"Hahahaha!" tiba-tiba saja Satria tertawa lepas. "Ya ampun. Dikirain nanya soal Amara ternyata temennya. Kalau emang segitu penasarannya kenapa ga ikut tadi."
Wajah Faisal langsung tersipu merah. "Malu lah! Kan udah bilang bakal gue lamar kalau misalnya demonstrasi beres!"
"Itu serius?!" Wajah Satria seakan tidak percaya. Image Faisal yang melekat adalah seseorang yang suka bercanda. Baru kali ini dia terlihat sangat berbeda.
"Serius lah!" ucapnya. "Emang selama ini aing (panggilan saya bahasa sunda) menjomblo buat apa? Biar kalau bener-bener ada yang bisa bikin serius ya dilamar lah!"
Della terus menerus menatap Amara dengan tatapan tajam. Dia tidak menyangka Amara akan membantu Satria tanpa imbalan apapun. Bukankah skripsinya dipertaruhkan di sini? Bagaimana jika dia dipersulit nanti untuk mendapatkan tanda tangan sidang? Meskipun Della tidak menampik bahwa dia pun mendukung Satria. Tapi? Tetap saja ini aneh."Hehe, marah ya?" Amara nyengir menghadap Della.Sahabatnya itu menghela nafas panjang. "Marah ga sih. Gimana ya? Semacam kamu ga masalah nanti susah sendiri?""Hmm!" Amara meneguk minuman yang dia pegang. "Aku sebenernya dari dulu takut Dell! Aku pengen lulus. Tapi kalau cara lulusnya dengan melarang seseorang melakukan sesuatu kayanya aneh aja gitu. Kalau aku mau lulus aku harus nahan Satria biar ga aksi. Padahal justru bisa aja yang dia lakukan memang benar."Della memutar bola matanya. Dia mengangguk-angguk sebentar. "Terus kalau soal Gita gimana? Bener mau bantu dia? Udah ga ada dendam? Kemaren kan sampe nangis-nangis tuh."
Kriiing....Suara panggilan telepon di handphone Bima berbunyi. Maya melihat siapa penelpon tersebut. Wajahnya langsung memperlihatkan raut tidak senang. Di layar tersebut nama Amara terpampang dengan jelas. Bima sendiri sedang tertidur pulas. Sudah beberapa lama ini dia tinggal di kosan Maya. Akhirnya Maya mengangkat panggilan tersebut."Bima?" suara Amara langsung terdengar di dalam panggilan.Maya yang mendengarnya mendengus kesal. "Ada apa? Bima sedang tidak bisa berbicara."Amara terdiam sebentar. Dia tidak menyangka bahwa yang menjawab panggilannya orang lain. Terlebih suara seorang wanita. "Siapa?""Ini Amara? Aku pacar Bima sekarang," ucap Maya. Dia tahu siapa Amara. Rasa proteksinya muncul. Dia tidak ingin Bima kembali bersama Amara."Ahhhh, siapa?" tanya Amara. Nadanya terdengar biasa saja. Tidak menunjukan apapun."Maya! Jadi tolong jangan hubungi Bima lagi ok!" Maya terdengar sangat ketus di sana.Amara terdiam cuku
Ira langsung terpapar tidak sadarkan diri. Berita tersebut melukai hatinya. Dia awalnya mengira bahwa Rudi adalah orang baik yang mau membantu anak-anaknya. Ternyata semua ini karena Winda memberikan dirinya kepada lelaki yang berperan sebagai orang nomor satu di kursi rakyat tersebut.Bima dan Winda yang melihat ibunya terkapar langsung bekerja sama menggotong ke kamar. Mereka tidak lagi bertengkar setelahnya. Winda langsung mencari minyak aromaterapi untuk menyadarkan ibunya, sementara Bima memijit-mijit kaki ibunya tersebut.Beberapa saat kemudian Ira tersadar. Air mata tumpah dari kedua bola matanya. Dia melihat kedua anaknya satu persatu. "Semua ini salahku! Aku yang mendidik kalian berdua."Winda menggeleng. "Mama ga pernah salah. Aku yang salah. Maaf! Waktu itu aku benar-benar putus asa. Aku ingin sekolah setinggi-tingginya dan membuat bangga keluarga kita. Om Rudi menawarkan aku menjadi gadis simpanannya. Aku setuju dengan syarat Bima pun diizinkan untuk
Gita sedang tertidur pulas saat itu. Dia tidak menyadari ada seseorang yang mengendap-endap masuk ke kamarnya. Dia berdiri di samping ranjang Gita. Pria itu tidak menampik bahwa Gita terlihat cantik. Dia berdiri cukup lama di sana. Sampai akhirnya tangannya menyentuh leher gadis itu.Bima menggigit bibirnya. Dia gamblang. Dia terlihat ragu-ragu. Beberapa jam yang lalu dia memutuskan untuk melampiaskan semua kekesalannya kepada Gita. Jika Gita tidak ada maka Rudi pasti akan putus asa, dia juga tidak akan hidup di bawah tekanan. Namun hati kecilnya berkata tidak, itulah yang menyebabkan tangannya bergetar saat ini.Akhirnya dia menarik tangannya kembali. Dia terlihat sangat frustasi saat itu. Bagaimana bisa dia setega ini. Dia pikir dengan menghamili Gita maka Rudi akan frustasi, nyatanya tidak. Dia malah meminta pertanggungjawaban keluarga Bima sampai seperti ini. Orang itu juga tetap duduk di kursi wakil rakyat tanpa merasa bersalah. Lantas apa yang sebenarnya dia cari
Hah... hah... hah...Nafas Satria memburu. Dia telah berjanji di dalam hati bahwa dia tidak akan terbawa emosi. Ternyata menahan emosi tidak semudah ini. Laki-laki yang melakukan tindakan asusila terhadap adiknya ada di depan mata. Dengan dirinya yang sekarang mudah saja untuk menghabisi dia.Bima pun terlihat pasrah. Dia tidak melawan. Dia juga tidak berbicara apapun. Dia sudah siap jika akan dihajar habis-habisan oleh Satria.Satria kemudian mendekat kembali ke arah Bima. Lelaki itu menutup matanya. Bersiap menerima pukulan. Beberapa detik berlalu, tidak ada yang terjadi. Akhirnya dia mencoba untuk membuka mata. Dia sedikit terkejut karena melihat Satria mengulurkan tangan kepadanya."Sini! Dibantu buat bangun!" Satria masih mengulurkan tangan.Bima yang terkapar di tanah masih bingung. Beberapa kali dia terlihat mengedipkan mata. Dia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bukankah Satria mengajaknya ke sini untuk menghabisinya?"
Kriiitttt....Pintu kamar Gita menginap terbuka. Bima dan Satria masuk ke dalam. Amara melihat bekas pukulan di wajah Bima, dia sudah menyangka bahwa Satria akan melakukan hal tersebut kepada mantannya. Tapi memang Bima pantas mendapatkannya. Apapun alasan Bima melakukannya, merusak anak orang adalah sesuatu hal yang salah."Ra!" panggil Satria."Ya? Kenapa?" tanya Amara.Satria memegang pundak Bima. "Bima bilang ingin ngobrol berdua sama kamu. Akupun ada yang mau diobrolin sama adikku."Deg...Jantung Amara berdetak kencang. Dia terlihat kaku dan gugup. Sudah sekian lama dia tidak berbicara dengan Bima. Pembicaraan terakhir juga tidak menyenangkan. Namun Satria yang memintanya. Alhasil dia mengikuti Bima keluar ruangan. Meninggalkan dua kakak beradik itu di dalam ruangan.Ketika mereka sudah keluar, Gita menatap kakaknya. "Kakak gapapa?""Gapapa dong!" jawabnya sambil tersenyum."Maksudnya aku-!" Gadis itu memperhatikan
"Bisakah kita berbicara sebentar?"Amara mengangguk. Kemudian dia mengikuti Mira ke tempat lain. Perasaannya sedikit tidak nyaman. Terlebih saat terakhir bertemu, Mira meminta pertolongan kepadanya. Sementara dia sudah bilang bahwa dia akan mendukung Satria untuk melakukan demonstrasi.Mereka menuju sebuah bangku yang terdapat di salah satu lorong rumah sakit. Mira kemudian menepuk pundak Amara. "Sini kita duduk sambil berbincang sebentar."Setelah Mira duduk, Amara mulai mengikuti. Dia terlihat cukup gugup. Dia memikirkan kemungkinan bahwa dirinya akan dimarahi oleh Mira karena tidak menahan Satria untuk melaksanakan demonstrasi."Satria dan Gita adalah dua orang anakku yang berharga," Mira membuka pembicaraan. Amara mendengarkan sambil mengangguk. "Satria, adalah anak yang dididik dengan keras. Itulah sebabnya dia menjadi seperti ini.""Dia pria yang baik," sambung Satria."Benar, Saya mendidiknya menjadi seorang laki-laki yang baik," Mira
Tok.. tok... tok..."Sini masuk!" ucap Satria.Pintu terbuka, Faisal masuk ke dalam. "Gimana ade Gita?" tanyanya. Dia kemudian duduk di samping Satria.Mereka sedang berada di rumah kontrakan. Besok mereka akan berkumpul di tempat perjanjian. Aksi demonstrasi dari seluruh Indonesia akan dilakukan."Baik, sudah beres" ucap Satria. Mood Satria terlihat kurang baik. Nada bicaranya lebih ketus dari sebelumnya.Sebagai sahabat, Faisal menyadarinya. Dia kemudian menepuk bahu Satria. "Ada apa? Ga nelepon Amara? Besok kita pergi loh!""Udahlah!" Satria terlihat malas. Dia sedang tidak ingin membicarakan Amara. "Gausah ngomongin dia!"Faisal menghela nafas panjang. "Berantem lagi nih? Gacape berantem terus kalian itu?""Ternyata selama ini dia bekerja sama dengan mama!" Satria akhirnya memulai cerita. "Mama minta tolong sama dia biar kita gagal aksi.""Eh!" Faisal terkejut mendengarnya. "Amara kenal sama tante Mira?"