“Amara?” Panggil Della lembut.
Della kesal, Amara terus menerus bengong sedari tadi. Mereka berdua janjian mengunjungi perpustakaan kota hari ini. Sebagai mahasiswa semester akhir, bukan saatnya bagi mereka untuk main-main lagi. Mereka harus lulus tahun ini. Bagaimanapun lulus telat pasti dianggap memalukan bagi angkatan mereka.
Namun sayangnya semua itu tidak berjalan dengan baik. Amara yang mengajak Della untuk mengunjungi perpustakaan, namun dia hanya bengong sedari tadi. Della
Halo semuanya. Aku membuat cerita ini berdasarkan riset tentang kehidupan anak muda masa kini, baik yang sudah mahasiswa maupun masih sekolah. Masa sekarang, seks bebas adalah hal yang dianggap lumrah oleh sebagian besar orang. Meskipun dalam diri masing-masing pasti sadar bahwa hal itu salah. Aku harap pembaca Finding the Sun bisa mengambil hikmah dari cerita ini.
Gita keluar klinik dengan wajah yang pucat. Banyak yang terlintas dalam benaknya kini. Bagaimana dengan dirinya? Bagaimana dengan masa depannya? Bagaimana dengan Bima selaku ayah dari anak yang ada di dalam kandungannya. Dia ingin menangis namun tidak bisa. Akhirnya dia memilih untuk duduk di kursi depan klinik. Ada pikiran bahwa dia ingin mengakhiri hidupnya. Punya anak di usia sekarang? Mana sanggup. Pikirannya kacau, hati kecilnya merasa bahwa janin di dalam kandungannya harus dia besarkan. Namun pikiran jahatnya menginginkan bahwa janin ini harus dibuang berapapun harganya. Dia tidak sanggup pulang dalam keadaan malu. Dia takut untuk pulang ke rumah.
Amara mundur beberapa langkah. Dahulu mungkin Bima adalah orang yang paling ingin ditemuinya. Dahulu Bima adalah pusat kehidupannya. Namun kini? Ada rasa muak yang tergambar jelas dalam wajah Amara. Bisa-bisanya laki-laki yang mempermainkan hidupnya itu kini dengan wajah tanpa berdosa datang ke kosan Amara.“Mauapa?” Tanya Amarasinis.Bima tersenyum mengejek di depannya. Entah apa yang Bima pikirkan, yang jelas Amara ingin lelaki kurang ajar tersebut secepatnya pergi dari sana.
Seseorang menarik tangan Gita ketika mencoba untuk mengakhiri hidupnya. Nyawa Gita tertolong. Perasaan Gita campur aduk. Ada rasa kesal mengapa ada orang yang mencoba untuk menolongnya. Ada juga perasaan lega karena ada yang peduli kepadanya.Gita melihat ke belakang. Orang itu masih memegang tangannya. Ternyata orang yang menarik lengannya adalah Arya. Teman SMA sekaligus rekan pemotretannya. Mata mereka bertatapan. Arya hanya melihat Gita lekat-lekat.“Kamumauapa?”tanya
Peserta forum diam. Mereka semua memfokuskan pandangan kepada Satria. Faisal yang duduk di sebelahnya terlihat was-was. Dia khawatir apakah sahabatnya tersebut bisa menjawab pertanyaan tadi dengan bijak. Faisal sudah tahu sejak lama, bahwa Satria adalah anak dari pejabat tinggi. Dia pernah beberapa kali berkunjung ke rumahnya, ketika Satria belum hidup sendiri. Namun Satria adalah orang yang dikagumi oleh Faisal. Bahkan mungkin banyak orang di kampus. Dia benar-benar memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi. Dia pun benar-benar tulus membela rakyat. Satria tahu bahwa tidak mudah untuk melawan keluarganya sendiri. Namun dia memiliki keyakinan bahwa tidak sepatutnya membela hal yang salah. Itulah salah satu yang dikagumi dari dirinya.
Gita melemparkan alat tes kehamilan di tangannya. Dia sedikit frustasi dengan hasilnya. Benar saja, keluar dua garis merah di sana. Gita langsung teduduk lesu di lantai. Dia mencoba kuat siang tadi karena ada Arya. Namun kini dia tidak punya siapapun. Keluarganya berantakan. Ayahnya seorang koruptor, ibunya gila kerja sedangkan kakaknya? Dia memang menyayangi kakaknya, namun kakaknya terlalu mencintai negara sampai lupa pada adiknya. Air mata jatuh di pipi Gita. Pikirannya kosong. Mukanya ditutupi oleh lengannya. Dia bingung, apa yang harus dilakukannya. Apakah semua cita-citanya akan terhenti sampai di sini? Dia baru menginjakan kaki di dunia modeling. Dia sangat menikmatinya. Namun sekarang apa? Hanya ada penyesalan.
Amara merasa sedih. Jika pada waktu itu dia lebih bersabar. Apakah hubungan mereka berdua akan baik-baik saja? Mungkin untuk saat ini Diana lebih membutuhkan Satria. Lagipula mereka sudah tidak ada hubungan bukan. Mengapa Amara harus merasa cemburu? Tanpa disangka Satria kembali dalam kurun waktu kurang dari lima menit. Di belakangnya seorang laki-laki mengikutinya masuk ke kamar. Dia adalah sosok yang bersama dengan Satria ketika pulang tadi. “Dia Faisal temanku. Sedangkan dia Amara.” Satria mencoba memp
“Diana!” Satria menegur Diana dengan lantang. Gadis itu terkejut. Matanya langsung menunjukan rasa takut. Baru kali ini Satria menegurnya dengan sangat keras. Bodoh sekali memang Diana. Dia berani bilang hal yang seperti ini. “Maaf!” ucapnya sambil menundukan kepala. “Jika memang tidak ada yang kamu butuhkan lagi, aku mau pulang sekarang ya,” ucap Satria.
Satria sampai di rumah sakit. Segera dicari kamar tempat adiknya dirawat. Mudah sekali mencari kamar Gita di sana, karena banyak penjaga berjaga di luar. Satria tahu bahwa ayahnya sedang berada di sana. ‘Cih, aku malas bertemu dengan papa,’ batinnya. Namun Satria tetap melangkahkan hatinya. Yang ada dipikirannya hanyalah Gita. Adik satu-satunya yang paling dia sayangi. Meskipun harus berjumpa dengan ayahnya, dia tidak peduli.