Nami hanya mengaduk-aduk makanan yang berada di piringnya. Sikap Takeshi yang super protektif membuatnya sangat kesal, bagaimana tidak? Takeshi langsung menarik tangannya setelah James mengacak rambutnya sebagai salah satu salam perpisahan. Ia melihat James sangat terkejut dan itu membuat Nami tidak nyaman."Nami, ada apa, Sayang?" Nenek palsunya Nami bertanya setelah Takeshi memberinya kode."Tidak ada, Nek." "Apakah masakan Nenek hari ini tidak enak?"Nami menggeleng lalu berusaha menelan makanan yang sudah masuk di mulutnya."Oh ya, kamu bilang ingin ke kota New York waktu itu. Bagaimana kalau minggu besok aku membawamu liburan ke sana?" Mungkin dengan cara ini Takeshi bisa menjauhkan Nami dari James."Lupakan saja, Kak. Aku tidak bisa meninggalkan anak-anak yang sedang belajar surfing." dusta Nami. Padahal ia tidak bisa mrninggalkan Kames sendirian. "Hanya untuk satu minggu, itu tidak akan membuat mereka lupa akan caranya bersurfing." ucap Takeshi."Tidak, untuk saat ini aku tida
James kemudian menggenggam tangan Nami."Aku akan menjagamu di sana. Jangan khawatir, kamu tidak akan kekurangan atau sendirian.""K-kak Oliver, tapi…""Shh," James meletakkan satu telunjuk di depan bibir Nami."Kita hanya teman biasa, aku tidak bisa menerima kebaikanmu." gumam Nami lirih."Aku tidak mendengarnya," James pura-pura tidak mendengar apa yang baru dikatakan oleh Nami."Emm … tidak ada.""Sekarang kita teman biasa, mungkin nanti ada hubungan yang spesial di antara kita."Pipi Nami memerah, ia lalu memalingkan mukanya."Hei," James menggoyangkan tangan Nami yang berada di genggamannya."Gombal," Nami melepas tangannya dari genggaman tangan James lalu berjalan menjauhinya."Kamu tidak percaya padaku?""Aku tidak yakin jika Kakak sudah bisa melupakan mantan kekasih Kakak." sanggah Nami."Aku …." James ragu untuk mengatakan sudah melupakan mantan pacarnya."Jangan bilang Kakak adalah laki-laki yang tidak setia." tebak Nami."Aku," James tertawa sambil menunjuk dirinya."Siapa
Nami menatap Takeshi dengan pandangan memohon."Bukan hakmu untuk melarang Nami." ucap James yang tidak melepaskan tangan Nami."Kak Oliver," Nami menoleh kepada James."Dia hanya sepupumu, Nami. Dia tidak berhak mengatur kehidupanmu. Kamu sudah dewasa, Ikuti kata hatimu."Nami mengerjap, lalu menatap wajah James."Ini demi kebaikanmu, Nami. Percayalah padaku," Takeshi tidak mau kalah.Nami menghela napasnya. "Beri tahu aku alasan apa yang mengharuskan aku untuk menjauhi Kak Oliver?"Takeshi dan James terkejut. Mereka saling berpandangan. Tidak disangka jika Nami akan bertanya sekritis itu."Aku tahu semua tentangnya. Dengarkan aku, dia laki-laki yang tidak baik.""Bohong," Nami mendengkus. "Kakak belum pernah bertemu dengannya. Tapi Kakak tahu tentangnya."James tersenyum karena Nami mau membelanya."Nami, aku sepupumu. Aku melarangmu karena ingin melindungimu.""Aku sepupu Kakak dan bukan kekasih Kakak.Tapi Kakak bertingkah seolah aku adalah kekasih Kakak. Melarangku berdekatan deng
James mencium bibir Nami dalam. Menyesapnya hingga bibir mungil itu seluruhnya masuk ke dalam mulut James.Nami terkesiap saat James memegang tengkuknya lalu menciumnya dalam. Ia tidak menolak maupun menyambutnya. Kedua tangannya mencengkram lengan James. Hatinya berdebar kencang saat James menghisap bibirnya lalu mulutnya berada di dalam mulut James.James melepaskan bibir Nami untuk memberikan kesempatan bernapas. Keduanya berpandangan dan James tersenyum lebar saat melihat pipi Nami yang memerah.James kembali mencium bibir Nami. Tidak memberikan Nami kesempatan untuk mendorong tubuhnya agar pelukan mereka terlepas. Kali ini James menciumnya dengan lembut, perlahan dan penuh kehati-hatian. James ingin memberikan kenangan yang indah di ingatan Nami."K-kenapa kau menciumku?" tanya Nami saat James mengakhiri ciumannya."A… aku menyukaimu.""Tidak mungkin," Nami mendorong dada James untuk menjauh darinya."Aku serius, Nami." James ingin segera menjauhkan Nami dari Takeshi."Aku tida
"Benarkah?" Mata James berbinar mendengar kata-kata Nami."Ehm," Nami mengangguk. "Aku akan mencari tahu, apakah kita punya sesuatu kesamaan yang bisa menyatukan hati kita." ucap Nami tanpa ragu."Nami," James mendekati Nami lalu memeluknya erat. Ia lalu mencium kepala, dahi, pipi dan berakhir di bibir Nami. Ciuman singkat yang sebenarnya James ingin berbuat lebih. Namun ia akan menahan sebentar keinginan untuk menyentuh Nami lebih lìar. Semuanya harus dilakukannya secara hati-hati. Jangan sampai Nami mengetahui niat buruknya atau Nami akan meninggalkannya untuk yang kedua kalinya."Jangan menciumiku di tempat terbuka, malu dilihat orang lain." Nami mengerucutkan bibirnya."Oke, maafkan aku. Aku hanya terlalu bahagia. Tidak menyangka kamu akan mengambil keputusan secepat ini." Senyuman kemenangan tidak lekat dari bibirnya James."Aku pikir, lebih cepat lebih baik. Itu semua demi kebaikanku." ucap Nami dengan pipi yang sudah memerah."Benar, semua demi kebaikanmu." James ingun berteriak
"Nami," James memeluk Nami saat mereka bertemu di sebuah kafe."Baru semalam kita berpisah, aku sudah merindukanmu.""Kak Oliver.""Duduklah, kamu mau pesan apa?" James melihat-lihat menu di buku menu."Tidak usah.""Kamu pasti belum sarapan sehingga terlihat lemas.""Permisi," James melambaikan tangannya memanggil pelayan."Ya Tuan, ada yang bisa saya bantu?""Saya ingin pesan paket A dua porsi. Tambah salad sayur, minumnya yang satu diganti jus lemon." James tidak mendengarkan penolakan Nami."Terima kasih atas pesanannya, Tuan. Kami akan segera memproses pesanan anda." Setelah mencatat pesanan James,pelayan kafe itu mengambil buku menu yang berada di meja."Apakah kamu butuh koper? Aku akan membelikannya untukmu. Tidak usah membawa banyak barang, jika kurang kamu bisa membelinya di Indonesia nanti. Pilih yang kamu mau, aku yang akan membayarnya."James meneguk segelas air putih sampai habis. Ia lalu menarik kedua tangannya Nami, "tanganmu dingin, lain kali pakai pakaian yang lebih t
"Jawab aku." "Nenekku pingsan, penyakitnya kambuh karena mengetahui rencanaku untuk meninggalkannya." air mata Nami lebih banyak keluar dari matanya. Ia lalu menceritakan kejadian semalam di mana ia bertengkar dengan Takeshi lalu Nami mengatakan rencananya untuk pindah ke Indonesia. Tidak ada yang dututupi dari James. Nami menceritakan secara detail perseteruannya dengan Takeshi."Katakan padaku, apa yang harus kuperbuat? Dia satu-satunya keluarga yang aku miliki. Dia sudah banyak berkorban untuk mengasuhku setelah kematian kedua orang tuaku. Dia bahkan menjual beberapa hartanya untuk biaya kualiahku di Tokyo." Nami mulai menangis.'Sial!' umpat James dalam hati setelah mendengar pengakuan dari Nami. Takeshi menggunakan kebohongan murahan untuk membohongi Nami. James tidak akan membiarkan cara kotor ini bisa menang. Ia tidak akan mundur, Nami harus dimilikinya. 'Tidak akan, gue tidak akan kalah dari sepupu gadungan itu.'James tersenyum lalu mengelus pipi Nami. "Kamu bisa tinggal di s
Ia ingin mengetahui lebih banyak tentang rahasia neneknya tapi Takeshi datang di saat yang tidak tepat."Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Nami mencari tempat persembunyian, bagaimanapun ia harus membongkar rahasia neneknya. Hampir saja ia memutuskan James karena kesehatan neneknya yang memburuk. Ternyata neneknya dalam keadaan sehat wallboard, tidak terjadi apa pun dengan neneknya."Aku harus tahu alasan tentang kebohongan ini. Nenek pasti menolak jujur padaku jika aku bertanya secara langsung." Nami akhirnya meninggalkan kamar neneknya lalu bersembunyi untuk sementara waktu. Setelah melihat Takeshi masuk ke kamar rawat neneknya. Nami segera keluar dari persembunyiannya lalu mengendap-endap mencuri dengar pembicaraan antara neneknya dan Takeshi."Nami sudah kembali?" tanya Takeshi."T-tuan," wanita yang berpura-pura menjadi neneknya Nami kaget dengan kedatangannya Takeshi, "belum, Tuan."Nami semakin menajamkan pendengarannya ketika merasa aneh dengan cara bicara Takeshi dan nenek