Bingung dengan apa yang sedang terjadi, aku menangis. Hatiku terasa perih melihat kepergiannya
“Apa yang terjadi denganku?” tanyaku dalam hati sambil menggenggam bagian baju di depan dadaku
Tidak lama setelah itu, rasa kantuk yang tadi sempat hilang kembali lagi. Itu mataku terasa sangat berat dan aku kehilangan keseimbangan. Tanpa aku sadari, kesadaranku telah pudar.
***
“Hiiyyaaaa!!!!!!”
Sebuah jeritan membuatku terbangun. Begitu aku membuka mata, hal pertama yang ada dihadapanku adalah langit yang telah berubah menjadi gelap. Di bawah cahaya bulan, aku tergeletak di atas tanah, di tengah lapangan.
Merasakan sensasi aneh pada pipiku, aku menyentuhnya. Bekas tetesan air mata masih tertinggal disana. Dengan cepat aku mengelapnya menggunakan pergelangan tanganku. Karena tidak ingin terus terbaring di tanah, aku mencoba untuk duduk. Kepalaku yang terasa sakit disertai pusing membuatku sedikit kesulitan untuk duduk.
Ketika mengamati keadaan sekitar. Aku melihat pada beberapa murid yang berlarian menuju suatu arah. Di sana terlihat beberapa orang sedang berkumpul. Melihat hal itu membuatku sedikit penasaran. Kalau pendengaranku tidak salah, seharusnya jeritan yang tadi membangunkanku berasal dari sana. Penasaran dengan apa yang terjadi, aku memutuskan untuk ke sana dan melihatnya sendiri.
Langkah demi langkah aku ambil dengan perlahan karena kepalaku yang masih terasa nyeri. ketika melihat ke sekeliling, masih banyak murid dan guru dalam keadaan tak sadarkan diri dan terbaring di tempat. Sesampainya di bagian paling belakang kerumunan itu, tiba-tiba aku teringat apa yang terjadi ketika aku tidak sadarkan diri. Itu seakan ingatan itu masuk ke dalam otakku.
Dari saat aku dipukul oleh guru olahraga saat pemanasan, hingga bertemu dengan apa itu namanya. Double danger? Double banger? Aku tidak ingat namanya, yang jelas aku mengingat bahwa aku bertemu dengan sosok yang mirip denganku, dan sebuah bola-bola aneh yang bercahaya.
Tetapi, aku tidak dapat mengingat apa yang dia katakan. Hal yang aku ingat dari perkataannya adalah, “Duniamu telah berubah, dan tentu saja hidupmu juga akan berubah. Tetapi itu tergantung kepada dirimu sendiri” beserta janji untuk terus hidup. Ketika aku hendak mengingatnya lebih jauh, rasa pusing di kepalaku semakin terasa, membuat kepalaku tidak karuan. Itu membuatku berhenti untuk memikirkannya lebih jauh dan fokus dengan hal yang ada di depanku.
Pada posisiku sekarang, aku tidak dapat melihat apa yang sedang terjadi di ujung kerumunan. Karena hal itu, aku memutuskan untuk mencoba menunduk, dan menyelipkan badanku ke dalam kerumunan. Tapi disaat aku melakukannya,
“Uhuuk!!”
“Maaf, apa kau tidak... Tch, kau rupanya minggir sana!”
Di saat aku berpikir dia akan meminta maaf, dia malah menendangku, tentu saja kali ini dengan sengaja. Tendangan itu cukup keras hingga membuatku terjungkal ke belakang. Menahan sakit yang ditimbulkan aku menjauh memutari kerumunan. Aku melakukan hal tersebut dengan tujuan mencari posisi dengan barisan paling sedikit pada kerumunan itu, lalu memasang telinga untuk mendengarkan suara dari balik kerumunan.
“Wah, luar biasa”
“Iya, kau benar sekali”
“Tapi jika dipikir-pikir, bukankah itu cukup menakutkan”
“Benar, itu dapat membakarmu”
“Hei, bagaimana kau bisa melakukannya?
Satu per satu murid berkomentar terhadap apa yang mereka lihat. Meskipun aku tidak dapat melihatnya. Aku yakin di dalam kerumunan sedang terjadi sesuatu yang menarik
“MINGGIR!!” Teriak seseorang dari arah lain
Aku memutari kerumunan, mencari asal dari suara itu. Ternyata yang berteriak itu adalah anak buah Dicky.
Berkat teriakan itu, mereka membukakan jalan. Membuatku dapat mengintip apa yang terjadi di dalam kerumunan
“Minggir, bo... Ketua OSIS mau lewat”
“?”
Ketua OSIS dia bilang? Apakah pelantikan sudah selesai tanpa aku sadari?
Aku berpikir sebentar mengenai pelantikan ketua OSIS. Kalau tidak salah, itu diadakan sekitar pertengahan bulan September. Sedangkan ini bulan.... Oktober. Pantas saja dia bilang ketua OSIS.
Membuang jauh yang saat ini kupikirkan. Aku melihat ke dalam kerumunan, di sana aku melihat sesuatu yang sungguh mengejutkan, terdapat sebuah api yang melayang di atas telapak tangan seorang murid perempuan. Sambil memperhatikan, Dicky yang sudah berdiri di depan gadis tersebut
“Kau murid kelas satu bukan?” tanya Dicky pada perempuan itu.
“Ada yang bisa kubantu? Ketua?"
Selama beberapa detik, mereka saling bertatapan, kemudian Dicky mengalihkan pandangannya ke arah api yang ada di tangannya itu. ekspresinya terlihat serius melihat keajaiban itu. Tetapi dengan cepat berubah,
“Wah, luar biasa. Bagaimana kau dapat melakukannya” tanya Dicky dengan nada ceria dan sedikit terkesan
Begitulah sekiranya ekspresi yang dikeluarkannya untuk menggoda perempuan, sekaligus untuk menyembunyikan sifat sebenarnya. Dicky termasuk pria yang tampan di sekolah ini. Dengan ekspresi seperti itu, dapat dipastikan membuat perempuan gugup.
“E-eh..ah~"
Benarkan. Karena perubahan ekspresi Dicky yang tiba-tiba membuatnya terkejut menyebabkan api yang ada di tangannya menghilang begitu saja
“Yah, menghilang... Lakukan lagi dong” teriak seseorang dari kerumunan di sekelilingnya.
“Benar apa yang dia katakan. Bisa tolong munculkan kembali api itu, please~”
Permintaan tolong Dicky yang diikuti senyuman membuat perempuan itu tidak bisa menolaknya. Apalagi di tengah kerumunan seperti ini
“A-ah baik, biarkan aku konsentrasi sejenak… ”
Beberapa saat kemudian. Api kembali muncul dari tangannya
“Wow indah sekali, bisa kau mengajariku” tanya dia sekali lagi tetapi kali ini sambil menggenggam tangan perempuan itu
Karena hal tersebut api di tangan perempuan itu kembali menghilang
“M-mudah kok. hanya perlu membayangkannya dan... Mmm~ bagaimana ya, aku juga belum terlalu mengerti. Tapi karena ketua lebih pintar dariku, aku rasa ketua akan lebih mahir”
“Tentu saja itu hal mudah, Jika kau saja bisa tidak mungkin bo- maksudku ketua tidak bisa”
“Diamlah! Hmm~ membayangkannya, ya. Biar kucoba”
Ketua menutup mata sejenak, sembari membuka telapak tangannya. Sedangkan murid-murid lain hanya memandanginya dengan serius. Setelah cukup lama, ketua membuka matanya. Tapi tidak ada apa pun yang terjadi.
“Sepertinya gagal, apa tidak ada petunjuk lain… Tunggu, aku terpikirkan sesuatu”
Ketua kembali menutup matanya, beberapa detik setelah dia menutup mata. Sebuah partikel air muncul pada telapak tangannya. Itu perlahan berkumpul membentuk sebuah gumpalan air berbentuk bola
“Wow, luar biasa”
“Seperti yang diharapkan dari ketua” Suara pujian dan tepuk tangan dilontarkan kepada Dicky
“Sepertinya sama dengan yang kupikirkan” gumam Dicky
“Dan.... Apa itu?” tanya perempuan itu
“Sama seperti dalam game maupun film. Tidak semua orang memiliki atribut elemen yang sama. Biar kuberitahu. Contohnya aku. Aku tidak dapat menggunakan sihir elemen api, tetapi dapat menggunakan sihir elemen api. Begitu pula dengan elemen lainnya. Sihir elemen terbagi menjadi 5 macam. Api, air, angin, tanah, dan petir. Masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan. Jadi, ada kemungkinan jika kita tidak cocok dengan suatu elemen, mungkin kita cocok dengan elemen lainnya”
Mendengar penjelasannya kami semua memasang ekspresi yang hampir sama yaitu kebingungan. Tetapi kami tetap mendengarkannya
“Walaupun begitu, luar biasa jika dunia ini... Tunggu sebentar, apa ini… Pandanganku....”
Seakan melihat sesuatu, Dicky terkejut. Bukan hanya dia, Satu per satu murid lain yang awalnya kebingungan juga memasang ekspresi terkejut yang sama dengan Dicky, tidak terkecuali diriku. Kami dikejutkan dengan sesuatu yang mirip layar dengan tulisan dan angka yang melayang. Jika dilihat baik-baik ini tampak seperti,
“Layar status karakter game RPG"
Meskipun aku sebut begitu, Nyatanya itu lebih mirip seperti sebuah data diri, hanya saja itu juga menampilkan data yang mirip dengan game RPG seperti Level, EXP, lalu beberapa atribut seperti, Strength, Agility, Vitality, intelligence, dan Dexterity yang mengacu pada diri sendiri. Lalu beberapa hal-hal yang berkaitan dengan RPG lainnya
Ketika melihat ke sebelah pojok kanan atas layar status milikku, sebuah simbol pesan dengan angka 1 terlihat di sana. Karena masih kebingungan dengan apa yang terjadi, aku memperhatikan sekitar. Terlihat murid-murid lain mengarahkan jarinya ke depan wajah mereka seakan mereka ingin menyentuh sesuatu, tetapi aku tidak dapat melihat apa yang mereka lihat. Sepertinya aku tidak dapat melihat layar status milik mereka, dan tampaknya mereka juga tidak dapat melihat milikku. Berarti memang layar status hanya dapat dilihat oleh diri sendiri.
Aku kembali fokus pada layar statusku. Jika diperhatikan baik-baik, cara mengontrol layar status ini cukup mudah. Ketika aku hendak mengalihkan pandangan darinya, itu langsung menghilang entah ke mana, lalu ketika aku berniat melihatnya itu langsung muncul di depan pandanganku. Selain itu, layar status ini transparan, jadi itu tidak terlalu mengganggu penglihatan.
Setelah mencoba-coba membiasakan diri dengan layar status tersebut, aku kembali mengalihkan pandanganku pada simbol pesan yang ada di pojok kanan atas. Aku mencoba menyentuhnya tetapi tidak ada yang terjadi. Malahan, membayangkan apa yang dilihat orang lain, mungkin ini terlihat gila. Karena dari pandangan orang lain aku tampak meraba-raba udara.
Karena tidak ada yang terjadi aku mencoba beberapa cara lain, hingga akhirnya dapat membukanya dengan menatapnya lalu mengatakan kata “Buka” di dalam hati. Pada saat itu juga, sebuah tulisan panjang muncul. Tulisan itu berisi;
“Kepada semua penduduk, semua makhluk di mana pun kalian berada. Dunia ini sudah sangat lama berjalan. Akan tetapi dunia ini sangat membosankan. Maka dari itu, aku sang dewa dunia ini. Atas izin sang kudus, sang Tuhan tunggal, menyatakan bahwa dunia akan segera berubah. Segala yang ada di dunia ini, dengan sedikit sentuhan permainan yang biasa kalian gunakan untuk menghibur diri. Kuubah dunia yang membosankan ini. Saat ini juga, dunia baru terlahir. Hari-hari membosankan kalian berakhir di sini. Nikmatilah dunia baru ini”
Tepat setelah selesai membaca surat tersebut. Aku bertanya-tanya apa yang dimaksud dengan dunia berubah. Sebelum aku mendapatan jawaban dari pertanyaanku,
Keanehan mulai terjadi. Tanah berguncang, langit mengeluarkan gemuruh yang sangat keras, suara yang luar biasa keras hingga membuat kepala serasa ingin meledak. Menutupi kedua telinga pun percuma, suara itu terasa seperti langsung masuk ke dalam otak.
Sekali lagi, sama seperti sebelumnya, sekumpulan murid mulai kembali kehilangan kesadaran, satu per satu dari mereka kembali pingsan. Tetapi kali ini, sepertinya itu terjadi karena suara yang luar biasa keras ini.
Berusaha untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi, aku melihat ke segala arah. Tetapi hasilnya nihil, tidak ada sesuatu yang aneh. Hingga ketika aku melihat ke atas. Betapa terkejutnya aku ketika melihat apa yang terjadi.
Di langit gelap khas malam hari, sebuah retakan muncul di atas langit. Ketakutan memenuhi sekujur tubuhku, aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tubuhku gemetar ketakutan. pikiranku berkata “Mungkinkah ini kiamat?” Perlahan kakiku mulai tidak kuat menopang kedua kakiku yang ketakutanku, disertai suara yang memekakkan telinga, tanpa dapat melihat lebih lama apa yang terjadi, untuk kedua kalinya aku kehilangan kesadaranku.
“Hei, sampai kapan kau tidur.... Hoi, anjing!” Teriak seseorang sambil menendang-nendang bahu seorang yang pingsan. Tetapi tidak ada respon sama sekali. Merasa diabaikan, salah satu orang yang menendangnya mendecak lidah “Tch, sepertinya dia sudah terlalu sering mendapatkan siksaan hingga tidak merasakan apa-apa ketika kita beginikan. Bagaimana menurutmu, Les?” “Masuk akal juga omonganmu, Galang. Bahkan pukulan keras dari Pak Senja sebelumnya hanya membuatnya sedikit mundur” “Bagaimana jika kita gunakan itu untuk membangunkannya?” “Oh? itu ide yang bagus” Setelah sepakat menggunakan sesuatu yang disebut itu, mereka berdua mundur beberapa langkah lalu membuka kepalan tangannya. Sebuah partikel-partikel air berkumpul ke satu titik hingga membuat sebuah bola air sebesar bola basket. Dengan senyuman jahat, pria bernama Lesmana itu menjatuhkan bola air itu ke arah muka pria yang sedang tidak sadarkan diri tersebut. Karena dinginnya guyuran air yang tiba-tiba, pemuda itu terbangun. De
Setelah menunggu cukup lama di depan gerbang sekolah, akhirnya yang lainnya juga terlihat. Mereka berjalan menuju kami yang sudah dari tadi menunggu. Dengan jumlah sekitar 15 orang, kami bersiap membasmi monster serigala yang ada di luar. Mereka berkali-kali melihatku yang sedang dalam posisi berlutut dengan kedua tangan ditahan oleh Lesmana dan Galang. Hingga pada akhirnya orang terakhir datang, aku melihat ke sana kemari, mencari keberadaan Rokka. Meski aku memperhatikan satu per satu wajah murid yang ada di sekitar, aku tetap tidak dapat menemukannya. “Kemana dia kira-kira” ucapku dalam hati. Tidak lama kemudian, sebuah suara tepukan tangan mengambil perhatian kami semua. Sosok itu adalah Dicky yang berada di tengah kami. Setelah mendapatkan perhatian semua orang. Dengan menunjuk ke arah luar gerbang sekolah, ia berbicara, “Hari ini kita akan melakukan pembasmian serigala yang ada di luar sana” “Tunggu Boss, apa kita bisa mengalahkan mereka? Maksudku, melihat jumlah mereka yang
Hari-Hari berjalan begitu cepat. Tanpa henti, Dicky beserta kelompoknya terus-menerus membantai monster serigala di luar dengan tujuan untuk meningkatkan level dengan cepat. Sementara itu, melihat kelompok Dicky yang dengan mudah mengalahkan serigala itu menyebabkan semakin banyak murid-murid lain yang ikut mencoba. Mereka menamai kegiatan meningkatkan level itu farming. Berbeda dengan makna sebenarnya yang berarti pertanian atau melakukan pertanian, itu lebih mengarah pada unsur game yang berarti membunuh monster untuk meningkatkan level. Melihat murid-murid mereka yang masih dibawah umur melakukan hal di luar norma kemanusiaan dengan membunuh monster serigala yang masih tergolong sebagai hewan, Beberapa guru tidak setuju dengan murid-murid itu. Mereka tidak melarang hal itu karena keberadaan monster serigala itu memang sebuah ancaman. Hanya saja, mereka merasa kalau apa yang dilakukan para murid sedikit berlebihan. Meski bertujuan baik, nasihat beberapa guru itu justru berakibat b
Hari ke-7 setelah dunia berubah dimulai. Kemarin, sebelum melakukan tugas sebagai umpan seperti biasa, terdengar kabar bahwa kegiatan farming akan mulai memperluas daerah. Dari yang awalnya dalam radius 100 meter di sekitar sekolah, sekarang mereka memperluasnya menjadi 500 meter. Selain dari jumlah monster yang semakin sedikit di sekitar tempat ini, jumlah makanan yang ditemukan di swalayan atau toko terdekat sudah hampir tidak tersisa. Lagipula seiring bertambahnya level, semakin kuat pula kemampuan kelompok Dicky. Tidak aneh jika mereka menelusuri daerah lain. Ketika aku terbangun, suasana dingin dan gelapnya ruangan masih sama seperti sebelum aku tidur. Sambil mengusap mataku, aku bergumam, “Apa ini sudah pagi?” Tidak dapat kembali tidur, aku mencoba untuk kembali memainkan musik untuk membantuku kembali tidur. Beberapa kali, aku meraba tempat di mana aku meletakkan handphoneku, “Ini dia!” Setelah menemukannya, aku mencoba menekan tombol power untuk menyalakannya. Setelah beb
Sekitar 2 jam telah berlalu sejak kegiatan ini dimulai. Monster yang selalu kami temui hanyalah serigala. Karena sudah bosan melawan serigala yang lemah, satu demi satu anggota kelompok mulai merasa bosan. Tidak terkecuali kelompok Dicky. Galang yang telah mengalahkan puluhan serigala sendirian juga mengalami hal yang sama. “Hah~, dari kemarin yang kita lawan hanya serigala saja. Membosankan” Membunuh serigala sangatlah mudah dengan adanya sihir elemen. Dengan sekali serangan dari sihir elemen api saja sudah cukup untuk menumbangkannya. Padahal, pada saat dunia belum berubah, menaklukkan seekor serigala saja secara tradisional sangatlah sulit. Jika tidak ada yang namanya senjata api, aku pikir manusia juga tidak akan berani melawannya secara langsung. Tetapi, efek dari kegiatan ini juga cukup besar. Disebabkan penggunaan sihir elemen yang masih belum dikuasai secara maksimal, pohon yang ada di pinggir jalan terbakar oleh serangan elemen api yang meleset, beberapa bangunan yang rusak
Beberapa detik yang lalu... “BOSS!!!” teriak Galang kepada bosnya. Melihat Rinjani yang nyawanya sedang terancam membuat Galang meneriaki bossnya sendiri. Sebenarnya, dia ingin membantu Rinjani dengan tangannya sendiri. Tetapi, dia tidak berdaya. Serangan bola apinya tidak menimbulkan apa-apa kepada monster itu. Saat ini, semua mata terus menatap kearah Cerberus itu. Tanpa bisa mengalihkan pandangannya, Semua yang ada disini dipaksa melihat teman-teman mereka, terbunuh satu per satu dengan cukup mengenaskan. Dan sepertinya, sebentar lagi akan korbannya akan kembali bertambah Melihat itu, wajah galang mulai memucat. melihat Rinjani yang akan mati tepat dihadapannya. Seakan tidak ingin menerimanya begitu saja, dia mulai berlari. Lesmana yang kebetulan berada di dekatnya, setelah memberikan pesan berantai, menggenggam tangan temannya itu. “Hentikan!
“Grrr” Sempat kuhiraukan beberapa saat, aku kembali sadar bahwa bahaya masih berdiam dibelakangku. Perasaan marah, sebab menggunakan diriku untuk menahan monster itu, selagi melarikan diri. Tak kusangka, manusia sekejam dan selicik itu benar-benar ada didunia ini. Entah kebetulan atau tidak, ketika aku berbalik menghadap kearah monster itu, dia juga melakukan hal yang sama. Beberapa saat telah berlalu. Meskipun begitu, aku tidak menyangka akan secepat itu. Efek lumpuh akibat terkena sambaran kilat itu sudah mulai hilang, meskipun dia masih sulit untuk bergerak... Itu dibuktikan dengan kami yang masih saling pandang. Setiap mata, dari ketiga kepalanya memandangiku. Pandangan yang tampak mengintimidasi. Ketakutan menggeser amarahku. Tubuhku bergetar merespon ketakutan. Saat ini aku adalah manusia. Manusia yang dapat mati kapan saja. Meski memiliki kekuatan untuk meregener
Babak kedua pertarungan segera dimulai. Berbeda dengan yang tadi, saat ini keadaan kami cukup setara. Ketika Cerberus itu masih sibuk menjilati luka yang ditimbulkan akibat seranganku, aku diam-diam membuat pisau yang sama seperti sebelumnyaSambil menutup mata, aku membayangkannya seperti tadi. Bukan berarti aku ceroboh dengan menutup mata di depan seekor monster. Tapi aku tahu, ketika dia bergerak, itu akan membuat suara yang cukup keras, karena ukuran tubuhnya.Lagi pula, susah bagiku membayangkan dengan kedua mata terbuka“CREATION!”Mengucapkan sepatah kata tersebut, aku kemudian membuka mata. Setitik cahaya muncul entah dari mana, diikuti dengan cahaya lainnya. Beberapa detik kemudian, semua cahaya itu berkumpul pada telapak tanganku. Perlahan, cahaya itu berkumpul membentuk sebuah pisau. Setelah terbentuk secara sempurna. Cahaya menghilang menyisakan sebuah pisau yang sama persis s
“Dia adalah Nossal… Nossal Kalamithi.”“Nossal? Hmm… Maksudmu dia? Mengapa kamu berpikir demikian?”“Dia—”Sebelum Luna lanjut bercerita mengenai Nossal, Venda menghentikannya. “Luna, sebaiknya kamu jangan menceritakan hal tersebut kepadaku. Nossal berusaha menyembunyikan masa lalunya dan tidak ingin diketahui oleh siapa pun. Seandainya aku mengetahui masa lalunya, aku harap dia sendiri yang menceritakannya.Mendengar nasihat temannya, Luna tidak jadi menceritakan masa lalu Nossal. Tetapi tampaknya Venda tidak menyangkal bahwa masa lalu Nossal lebih buruk dari apa yang ia alami.“Mari kita kembali; anak laki-laki pasti sudah bosan menunggu.”“Kamu benar; sebaiknya kita bergegas.”Mereka berdua segera beranjak dari tempat itu dan kembali. Venda, yang berjalan di belakang Luna, menatap bagian belakang Luna.“Padahal kamu selalu menyuruhku
Di malam hari yang gelap, hanya ada cahaya bulan redup yang menyinari jalan setapak, sementara suara angin yang lembut menyelusup reruntuhan kota menciptakan suasana yang tenang dan damai. Venda, Ryan, dan Rudy menunggu Nossal yang berjuang untuk meyakinkan Luna untuk kembali.“Kira-kira Nossal berhasil tidak ya membawa Luna kembali?”“Aku percaya padanya”“Sepertinya kamu benar. Kita harus percaya padanya, bukankah begitu, Ven?”Menggosok matanya yang masih terlihat lembap, Venda setuju dengan kedua temannya.“Ya, mereka pasti kembali. Di sinilah kita, menunggu dan akan menyambut mereka.”Tidak berselang lama, dari kejauhan tampak sosok Nossal dan Luna yang berjalan pelan mendekati mereka bertiga. Mereka berdua berjalan seolah mereka sedang dalam perjalanan sepulang sekolah. Melihat Nossal berhasil membawa kembali Luna bersamanya, Ryan melompat dan mengayunkan tangannya ke atas, kemudian berse
Di dalam Akademi Tunas Harapan, di area tempat penahanan anak kelas 6 SD Tunas Harapan.Di antara anak-anak kecil yang sedang meringkuk dalam ketakutan dan rasa lapar, seorang perempuan mencoba keluar dari jendela ruangan yang mengurungnya. Melihat dari balik jendela, anak itu memastikan keadaan di luar. Setelah memastikan kalau keadaannya telah aman, dia melompat keluar lewat jendela.“Seperti biasa, tidak ada seorang pun penjaga yang mengawasi setelah matahari tenggelam,” pikirnya. Akan sangat gawat jika dia sampai ketahuan anggota patroli.Dengan hati-hati, dia berjalan perlahan ke bangunan di sampingnya.“Seharusnya dia sudah kembali ke ruangannya.”Tangisan lirih terdengar dari balik pintu ruangan yang dituju perempuan itu. Perempuan itu mengintip dari luar jendela, memastikan tidak ada orang di dalam, kemudian berusaha membuka pintu ruangan tersebut tanpa menimbulkan suara. Namun ketika hendak masuk ke dalam, seseorang
Nossal yang masih sedikit terhuyung-huyung akibat diapit dua dinding yang dibuat Luna, berlutut di hadapan Luna.“Apa-apaan itu. Kau ingin aku membantu? Sepertinya kau sendiri paham jika sebenarnya tindakan yang kau lakukan ini berbahaya,” Ejek Nossal.Luna sedikit menundukkan kepalanya. Mata mereka berdua bertemu, akan tetapi tatapan matanya berubah. Tekad yang kuat masih terasa dari sorot matanya yang tajam. Dia menutup matanya sejenak, kemudian menjawab,“Itu benar. Aku masih memiliki keraguan dalam menggunakan kekuatan ini. Dalam pikiranku, aku merasa kalau kekuatan ini tidak layak aku terima.”Membuka mata, Luna kembali melanjutkan perkataannya,“Dengan adanya kekuatan, harus disertai tanggung jawab yang besar. Semakin besar kekuatan itu, semakin besar pula tanggung jawab yang harus dipikul, dan aku baru saja menyadarinya.”“Ya. Aku juga sering mendengar perkataan seperti itu. Memangnya kenapa? Pada akhirnya, keputusan untuk memenuhi tanggung jawab itu kembali pada diri sendiri.”
Berdiri di depan jalan masuk ke dalam gedung, aku hampir tidak dapat melihat apa pun. Berjalan masuk perlahan sambil meraba-raba sekitar membuatku sedikit demi sedikit mulai paham bagian dalam mall ini. Pada lantai 1 bagian lobby, berbagai jenis pakaian dipajang pada beberapa rak pakaian, meskipun semua telah hancur dan berserakan dimana-mana. Dengan jumlah yang tidak terlalu banyak dan telah rusak, pakaian-pakaian itu telah berserakan di lantai yang kotor dan lembap dikarenakan kebocoran di beberapa sisi bangunan. Selain itu, lantai 1 juga terdapat supermarket dan beberapa konter reparasi handphone dan jam. Setelah menyusuri area lantai 1, aku berdiri di tengah bangunan, di depan tangga yang menghubungkan lantai 1 dan 2. Sebenarnya dari tengah bangunan mall ini aku sudah dapat melihat area lantai 3 yang sepertinya merupakan area food court.Aku beberapa kali menoleh ke pintu masuk dan area sekitar untuk memastikan apakah ada monster di dalam ataupun di luar bangunan, tidak l
“Itu Luna.” Ujar Venda menghela nafas lega. Dia yang tidak mendengar percakapan dari awal membuatnya tidak tahu lokasi Luna. Meski dia penasaran, Venda segera memberikan beberapa karak dan air putih gelasan pada masing-masing orang. Tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya, Venda bertanya, “Di mana Luna berada?”Menerima makanan dari Venda, perempuan yang sedari tadi berbisik, memberanikan diri untuk berbicara dengan ragu-ragu,“A-aku melihatnya di gedung yang ada di sana. Di lantai 3 di sana, kalian dapat melihat orang sedang berdiri sambil menatap tempat kita berada.”Mengalihkan pandangan setelah mendengar jawaban perempuan itu, Adit bertanya kepada laki-laki yang ada di depannya,“Apakah itu kekuatannya? Melihat jarak jauh? Tapi dalam kondisi gelap gulita seperti ini memangnya kelihatan?” tanyanya penasaranLaki-laki itu menggigit karak yang dibagikan Venda. Hanya dalam 3 kali gigitan, karak itu lenyap, masuk ke dalam mulutnya. Setelah meminum air, dia menjawab,“Kalau tidak s
“Dengan ini selesai...” “Terima kasih,” ucap laki-laki itu. Perawat itu menjawabnya dengan tersenyum lalu menyimpan kembali alat-alat dan obat merah yang telah digunakan ke dalam tas kecil di pinggangnya. “Linda! Apa kamu masih punya sisa perban? Milikku sudah habis ini.” “Ada. Tapi punyaku juga tinggal sedikit. Nih, kamu pake saja.” Perawat bernama Linda itu melemparkan gulungan perban yang sudah terlihat tipis pada rekannya. Menangkapnya, perawat itu mengerutkan alisnya. “Tinggal ini?” “Iya, tinggal segitu doang.” “Yah... Segini mah kurang,” ucapnya sambil menatap gulungan perban yang barusan dia terima. Serbuan kera biru sebelumnya menyebabkan Nossal, Ryan, dan orang-orang yang mereka coba selamatkan mendapatkan luka yang cukup serius. Selain cairan anti septic untuk membersihkan luka, perban yang telah sediakan dengan cepat habis. “Simpan saja sisa perban itu untuk yang lain. Aku tidak memerlukannya.”
Selepas kami kembali, semua masalah tampaknya telah selesai. Wajah Tia masih terlihat marah, alisnya menjadi tegang dan sedikit menurun, nada bicaranya ketika berkoordinasi dengan anggota kelompoknya yang lain juga terdengar meninggi. Di sisi lain, si anak pembuat onar dari kelas 7 hanya berdiri dengan beberapa teman laki-laki kelas 7-nya. Karena suasana tegang akibat kejadian sebelumnya, hal itu membuat semua orang tidak banyak bicara. Mereka hanya fokus dengan masing-masing anggota kelompoknya saja. Dalam kelompok kami, aku menyerahkan urusan koordinasi pada Ryan. lagipula, sepertinya aku jadi dibenci oleh semua anggota kelompokku. Tatapan mereka terasa seperti terpaan angin dingin di musim panas. Terlebih lagi di antara mereka, si pembuat onar yang menerima pukulanku tadi melirikku seolah menyiratkan niat jahat yang tak terungkapkan. Bagaimanapun, aku tidak berniat untuk menanggapinya. *** Kembali, Nossal dan yang lainnya melanjutkan perjalanan dengan formasi yang sama seperti s
Clara meninggalkan Nossal. Dia berlari sesenggukan kembali ke tempat teman-teman yang lain berkumpul. Setiap tetesan air mata yang mengalir dari matanya dia seka dengan punggung tangannya. Berlari, pikirannya tidak dapat melupakan yang barusan Nossal ucapkan. Dadanya sesak setiap kali dia mengingatnya, membuat air mata tidak dapat berhenti menetes. Tanpa Clara sadari, seekor monster mengintainya dari balik bayangan. Seekor kalong yang sedang bergelantungan di bawah atap sebuah bangunan yang tidak jauh darinya. Hendak menjadikannya santapan malam, Kalong itu terbang dengan cepat sambil mengarahkan cakarnya pada Clara yang sedang lengah. Mata Clara terbuka lebar melihat sosok monster itu terbang mendekatinya. Perasaan takut yang luar biasa seperti mencekik dirinya. “Aku harus segera menyingkir” ucapnya dalam hati. Dia mencoba menggerakkan kakinya untuk pergi dari tempat itu tetapi tidak bisa. Rasanya seperti kedua kakinya terpaku di atas tempatnya berpijak. Tidak kuat lagi menahan beba