Setelah menunggu cukup lama di depan gerbang sekolah, akhirnya yang lainnya juga terlihat. Mereka berjalan menuju kami yang sudah dari tadi menunggu. Dengan jumlah sekitar 15 orang, kami bersiap membasmi monster serigala yang ada di luar. Mereka berkali-kali melihatku yang sedang dalam posisi berlutut dengan kedua tangan ditahan oleh Lesmana dan Galang.
Hingga pada akhirnya orang terakhir datang, aku melihat ke sana kemari, mencari keberadaan Rokka. Meski aku memperhatikan satu per satu wajah murid yang ada di sekitar, aku tetap tidak dapat menemukannya.
“Kemana dia kira-kira” ucapku dalam hati.
Tidak lama kemudian, sebuah suara tepukan tangan mengambil perhatian kami semua. Sosok itu adalah Dicky yang berada di tengah kami. Setelah mendapatkan perhatian semua orang. Dengan menunjuk ke arah luar gerbang sekolah, ia berbicara,
“Hari ini kita akan melakukan pembasmian serigala yang ada di luar sana”
“Tunggu Boss, apa kita bisa mengalahkan mereka? Maksudku, melihat jumlah mereka yang cukup banyak?” tanya Lesmana mengungkapkan keraguannya
“Jangan khawatir, aku akan memperlihatkan keunggulan kita”
Mengatakan hal tersebut, Dicky memberi arahan pada dua orang yang berada di dekat gerbang. Menyadari tanda yang diberikan oleh Dicky, dengan sedikit ragu dan ketakutan. dua orang itu berlari menyamping sambil mendorong gerbang, membukanya. Setelah itu, mereka berdua berlari mendekat untuk berkumpul dengan kami.
Gerbang terbuka. Suara keras yang disebabkan oleh gerbang yang terhenti, terdengar oleh para serigala di luar. Mereka yang dari tadi hanya mondar-mandir tidak jelas di sekitar, menunjukan ketertarikannya pada kami yang berada di dalam sekolah. Seakan telah menemukan mangsa yang lezat. Para serigala itu, menggeram dengan mulut terbuka dan ludah yang mulai jatuh ke tanah. Meski jumlah mereka tidak sebanyak yang kulihat tadi pagi. Itu masih sekitar 50-an. Dengan jumlah 3 kali lebih banyak dari kami, mereka perlahan berjalan mendatangi kami.
Sudah sejak dahulu, mengikuti insting untuk bertahan hidup, manusia akan ketakutan jika menghadapi bahaya. Serigala adalah hewan karnivora yang dapat membunuh manusia dengan mudah. Kesimpulannya, kami juga merasakan ketakutan. Masing-masing dari kami memasang wajah tegang, bahkan beberapa perempuan juga terlihat perlahan melangkah mundur.
Berbeda dengan kami yang merasa ketakutan. Dicky dengan berani berjalan mendekati gerbang. Dengan penuh keheranan, kami semua mengamati Dicky. Merasa bahwa tindakan Bossnya itu berbahaya. Galang mencoba menghentikan Dicky,
“Boss, apa ini benar-benar aman? Bukankah kita kalah jumlah? Apa perlu kita lemparkan Nossal untuk menjadi makanan dan bersiap lebih lama?”
Tidak mengacuhkan peringatan Galang, Dicky tetap berjalan hingga akhirnya berhenti tepat pada perbatasan antara bagian luar dan dalam sekolah. Tetapi, tidak disangka serigala itu juga berhenti di depan Dicky. Mereka saat ini saling bertatapan dengan serigala itu, lalu serigala mengangkat kaki depannya, dan mencoba menyerang Dicky dengan cakarnya…
“Boss!”
“Dicky!”
Ketika kami kira Dicky sudah terluka akibat serangan dari serigala itu, ternyata dia baik-baik saja. Bahkan tidak ada sedikitpun luka pada tubuhnya. Ketika kami perhatikan baik-baik, cakar serigala itu tidak dapat mengenai Dicky. Itu hanya menggesek sebuah dinding tidak terlihat. Sama seperti yang aku alami sebelumnya, serigala itu tidak dapat masuk ke dalam sekolah ini.
Sesaat setelah mengetahui bahwa perkiraannya tepat, Dicky memasang senyum sinis sembari menatap rendah para serigala yang ingin menerkamnya. Kemudian, dia mengangkat tangan kanannya ke atas dengan telapak tangan terbuka.
Perlahan, sebuah tetesan air muncul di udara, disekitar telapak tangannya. Tetesan air itu berkumpul pada sebuah titik di atas telapak tangan Dicky, membentuk sebuah gumpalan air raksasa. Dicky membalikkan telapak tangannya lalu melakukan gerakan mendorong dengan telapak tangannya.
Dengan cepat, gumpalan air itu jatuh mengguyur para serigala itu. Itu menciptakan genangan air di bawah kaki para serigala itu. Melihat Dicky yang mengeluarkan sihir air sebesar itu, kami merasa kagum. Tidak berhenti sampai di situ, Dicky langsung berjongkok, dia terlihat seperti ingin mengeluarkan sesuatu kembali.
Dia mengambil nafas panjang, lalu kembali membuka telapak tangan kanannya, dan mencelupkannya ke genangan yang dibuatnya. Entah apa yang terjadi, secara tiba-tiba, para serigala yang kebasahan itu jatuh tak berdaya. Bulu mereka terangkat, serta tercium bau gosong dari tubuh mereka. Kami yang masih kebingungan dengan apa yang terjadi melihat Dicky yang terlihat berguling mundur sambil menggenggam pergelangan tangan kanannya.
“Uwah... tanganku mati rasa. Sepertinya aku perlu mencari cara lain untuk mengalirkan listriknya. Bukannya malah mencelupkan tanganku ke dalam air” gumam Dicky
Melihat apa yang terjadi saat itu, mereka bersorak pada Dicky. Mereka tidak dapat menyembunyikan rasa kagumnya pada Dicky.
“Apa itu? Listrik? Elemen petir? Serigala itu tadi kesetrum kan?”
“Mereka mati dengan sangat mudah, kuat sekaIi”
“Wow, luar biasa. Boss dapat menggunakan 2 elemen”
Dari tempat mereka berdiri sekarang, mereka memberikan tepuk tangan. Beberapa saat berlalu, tetapi Dicky masih tidak dapat menggerakkan tangan kanannya. Perlahan, dia berjalan mendekati kami. Dia berjalan dengan tangan kanan masih terkulai lemas, sedangkan tangan satunya memegang kepala
“Boss, kau baik-baik saja?”
Dicky duduk di lantai tangga di dekat kami. Karena cemas, yang lainnya mendekat ke depannya. tak terkecuali kedua orang yang memegangiku. Dengan tangan masih menggengamku, mereka berlari mendekat ke arah bossnya tersebut. Tentu saja, aku menjadi terseret karenanya.
Tanpa mempedulikanku, mereka terus berlari. Hingga saat mereka sampai di depan Dicky, mereka langsung melepaskanku. Karena itu, mukaku langsung mencium tanah. Ketika bangkit, aku mengamati wajah Dicky.
Wajahnya tampak pucat, kedua kakinya gemetaran, dan tangan kanan yang terkulai lemas diletakkan di atas paha kanannya.
“Boss kau baik-baik saja?” tanya Lesmana yang cemas terhadap bossnya
Yang lainnya, juga mulai melontarkan perkataan yang sama, karena dihujani pertanyaan berkali-kali membuat dahi Dicky mengrenyit, tampaknya dia cukup kesal karena hal itu
“Berisiklah kalian ini, kalian membuat kepalaku semakin tidak karuan”
“Hah~ tak kusangka aku melupakan hal penting” lanjut Dicky
“Apa itu boss?”
Dicky menghela nafas, “Kalian ini tidak pernah bermain game atau gimana sih? Bahkan jika kalian tidak pernah bermain game, setidaknya pernah melihat film fantasy kan?”
Dicky menjelaskan tentang suatu energi yang dibutuhkan ketika menggunakan sihir. Contohnya adalah game, dalam beberapa game yang populer belakangan ini, ketika hendak menggunakan sihir, diperlukan energi yang dinamakan MP(Mana Poin).
Seakan paham dengan yang dijelaskan oleh Dicky, beberapa dari kami mengangguk setuju.
“Ketika kita menggunakan sihir elemen seperti tadi juga sama. Mungkin sesuatu seperti MP ini ada dalam tubuh kita” lanjutnya
Membantah pernyataan Dicky, Lesmana melihat ke layar status miliknya.
“Tapi Boss, di status kita tidak ada tuh hal kayak gitu?”
“Karena itulah, sepertinya kita tidak dapat bergantung pada status saja. Lagipula nyawa kita juga tidak ada di status. Saat ini, mungkin hanya data status tubuh saja yang dapat di jadikan patokan untuk…”
“Boleh aku bicara?”
Sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya, suara perempuan terdengar dari dalam ruang kelas di depan kami. Pintu terbuka, kemudian keluar perempuan berambut panjang hitam berkilau, dia berjalan mendekati kami. Jika diperhatikan perempuan itu bertubuh pendek, tetapi memiliki wajah yang sangat manis
Dicky yang membelakanginya berbalik
“Kamu… kalau tidak salah kan…”
“...Rinjani!!” semua laki-laki berteriak secara serempak
“Kalian mengenalnya?” ucap Dicky bertanya-tanya
Sepertinya semua mengenalnya kecuali aku dan Dicky, untuk diriku yang bahkan tidak mengenal teman sekelasku sendiri, sudah tentu tidak mengenalnya. Bahkan yang bisa kusebut teman hanya Rokka seorang.
“Ayolah boss. Tidak ada seorangpun laki-laki yang tidak mengenalnya di sekolah ini”
laki-laki lain setuju dengan pendapat Galang
“Rinjani Aya Rahmadani. Dia adalah murid kelas satu tercantik di sekolah kita” jelasnya kepada Dicky dengan berbisik
“Anu... senior sekalian. Boleh aku bertanya”
“Iya dek, silahkan”
“Layar yang berada di depan wajah senior sekalian itu apa ya?”
“?”
Semua terkejut ketika Rinjani mengatakannya, dan semuanya memasang ekspresi yang serius tetapi juga kebingungan
“Kamu bisa melihatnya?” seperti biasa orang pertama yang bertanya adalah Dicky
“Jika yang dimaksud adalah sesuatu yang mirip sebuah layar. Ya, aku melihatnya”
Mendengar hal itu Dicky tampak ragu. Wajahnya mengatakan dia tidak mempercayainya. Oleh karena itu ia mencoba mengetesnya
“Kalau begitu, lihat yang ada di depanku, lalu sebutkan angka yang tertulis disana. Mulai dari atas, selain yang ada tulisan EXP”
Mendengar hal tersebut Rinjani menatap ke arah Dicky, dia terlihat seperti membaca dengan seksama. Padahal yang ada di depannya adalah wajah Dicky. Bahkan dia tidak malu sama sekali melihat wajah Dicky, seolah olah dia tidak melihat wajahnya sama sekali
“Hmm~ 3,18,10,11,28,14”
Mendengar yang dikatakan Rinjani, Dicky terkejut
“Tepat, semua angkanya benar”
Semua kagum melihatnya. Tetapi abaikan itu, beberapa status Dicky lebih tinggi dariku.
Jika diurutkan, statusnya adalah. Level: 3, Strength: 18, Agility: 10, Vitality: 11, Intelegence: 28, dan Dexterity: 14
Sedangkan milikku Level: 1, Strength: 12, Agility: 15, Vitality: 23, Intelegence: 8, dan Dexterity: 8
Sudah kuduga aku memang tidak dapat mengalahkan Dicky
“Kali ini cobalah melihat milikmu sendiri”
“Eh? aku juga memilikinya?”
“Sekarang kita semua memilikinya lho dek Rinjani yang cantik” ucap salah seorang laki-laki
“Benarkah!?” ucapnya dengan antusias
“Godain terus, dia gak bakal mau sama lu” ledek Lesmana terhadap pria yang menggoda Rinjani
“Berisik lu Les”
Tidak memerlukan waktu lama, Rinjani tampak terkejut. Sepertinya dia akhirnya menyadarinya, bagaimana pun memunculkan layar status sangatlah mudah. Hampir semudah berkedip tetapi secara manual
Reaksi Rinjani yang terlihat terpukau, hingga mencoba menyentuhnya dengan jarinya sungguh imut. Hingga membuat laki-laki yang melihatnya meleleh, tidak terkecuali diriku. Padahal baru pertama kali bertemu.
“Apa ini!? Identifikasi?”
“Hn!? Ada apa”
“Ini ada tulisan Identifikasi di sebuah kotak” dia mengatakan itu dengan menunjuk ke depan
“Identifikasi {mengidentifikasi status lawan(hanya berlaku terhadap sesama manusia})katanya”
“Mungkinkah itu seperti skill?” Dicky menggaruk kepalanya tampaknya dia juga kebingungan
“Ah, terserah. Pusing kepalaku” lanjutnya
Kami mendapatkan dua kesimpulan baru tentang dunia ini tentang adanya energy yang dibutuhkan untuk menggunakan sihir dan adanya skill
Itu sudah cukup untuk satu hari. Kemudian dari tempatnya sekarang Dicky berdiri
“Kalian lanjutkan pemberantasan monster dan kuberi kalian penyemangat untuk melakukannya”
…
“Jika aku tidak salah, seharusnya manusia yang ada diluar sudah banyak yang mati dikarenakan monster yang ada di luar sana”
Dengan percaya diri, dia mengatakan hal itu. Kebusukannya mulai terlihat. Dia mengharapkan umat manusia sudah banyak yang mati.
“Meskipun masih ada yang dapat bertahan hidup, kita dapat mengungguli mereka dengan menaikan level secepat mungkin, dan kita dapat menjadi pemimpin dunia ini” lanjutnya
“Benarkah hal itu Boss?” ucap seseorang menyela
“Memang membutuhkan waktu dan usaha. tapi aku yakin, suatu saat, kita setidaknya dapat menguasai kota ini”
Mereka yang mendengarnya menjadi semangat, karena mereka dapat menjadi kuat hanya dengan menaikan level, dan melihat mayat tumpukan monster yang dikalahkan Dicky dengan mudah, semakin menambah kepercayaan diri mereka.
Tanpa berlama-lama, mereka berlomba-lomba membunuh monster yang ada di luar. Benar saja, hanya dengan sihir api saja sudah cukup membunuh seekor monster serigala.
Tak kusangka, mereka setuju dengan kebusukan yang telah diperlihatkan oleh Dicky. Tapi memang beginilah salah satu sifat manusia. Keserakahan
Hari-Hari berjalan begitu cepat. Tanpa henti, Dicky beserta kelompoknya terus-menerus membantai monster serigala di luar dengan tujuan untuk meningkatkan level dengan cepat. Sementara itu, melihat kelompok Dicky yang dengan mudah mengalahkan serigala itu menyebabkan semakin banyak murid-murid lain yang ikut mencoba. Mereka menamai kegiatan meningkatkan level itu farming. Berbeda dengan makna sebenarnya yang berarti pertanian atau melakukan pertanian, itu lebih mengarah pada unsur game yang berarti membunuh monster untuk meningkatkan level. Melihat murid-murid mereka yang masih dibawah umur melakukan hal di luar norma kemanusiaan dengan membunuh monster serigala yang masih tergolong sebagai hewan, Beberapa guru tidak setuju dengan murid-murid itu. Mereka tidak melarang hal itu karena keberadaan monster serigala itu memang sebuah ancaman. Hanya saja, mereka merasa kalau apa yang dilakukan para murid sedikit berlebihan. Meski bertujuan baik, nasihat beberapa guru itu justru berakibat b
Hari ke-7 setelah dunia berubah dimulai. Kemarin, sebelum melakukan tugas sebagai umpan seperti biasa, terdengar kabar bahwa kegiatan farming akan mulai memperluas daerah. Dari yang awalnya dalam radius 100 meter di sekitar sekolah, sekarang mereka memperluasnya menjadi 500 meter. Selain dari jumlah monster yang semakin sedikit di sekitar tempat ini, jumlah makanan yang ditemukan di swalayan atau toko terdekat sudah hampir tidak tersisa. Lagipula seiring bertambahnya level, semakin kuat pula kemampuan kelompok Dicky. Tidak aneh jika mereka menelusuri daerah lain. Ketika aku terbangun, suasana dingin dan gelapnya ruangan masih sama seperti sebelum aku tidur. Sambil mengusap mataku, aku bergumam, “Apa ini sudah pagi?” Tidak dapat kembali tidur, aku mencoba untuk kembali memainkan musik untuk membantuku kembali tidur. Beberapa kali, aku meraba tempat di mana aku meletakkan handphoneku, “Ini dia!” Setelah menemukannya, aku mencoba menekan tombol power untuk menyalakannya. Setelah beb
Sekitar 2 jam telah berlalu sejak kegiatan ini dimulai. Monster yang selalu kami temui hanyalah serigala. Karena sudah bosan melawan serigala yang lemah, satu demi satu anggota kelompok mulai merasa bosan. Tidak terkecuali kelompok Dicky. Galang yang telah mengalahkan puluhan serigala sendirian juga mengalami hal yang sama. “Hah~, dari kemarin yang kita lawan hanya serigala saja. Membosankan” Membunuh serigala sangatlah mudah dengan adanya sihir elemen. Dengan sekali serangan dari sihir elemen api saja sudah cukup untuk menumbangkannya. Padahal, pada saat dunia belum berubah, menaklukkan seekor serigala saja secara tradisional sangatlah sulit. Jika tidak ada yang namanya senjata api, aku pikir manusia juga tidak akan berani melawannya secara langsung. Tetapi, efek dari kegiatan ini juga cukup besar. Disebabkan penggunaan sihir elemen yang masih belum dikuasai secara maksimal, pohon yang ada di pinggir jalan terbakar oleh serangan elemen api yang meleset, beberapa bangunan yang rusak
Beberapa detik yang lalu... “BOSS!!!” teriak Galang kepada bosnya. Melihat Rinjani yang nyawanya sedang terancam membuat Galang meneriaki bossnya sendiri. Sebenarnya, dia ingin membantu Rinjani dengan tangannya sendiri. Tetapi, dia tidak berdaya. Serangan bola apinya tidak menimbulkan apa-apa kepada monster itu. Saat ini, semua mata terus menatap kearah Cerberus itu. Tanpa bisa mengalihkan pandangannya, Semua yang ada disini dipaksa melihat teman-teman mereka, terbunuh satu per satu dengan cukup mengenaskan. Dan sepertinya, sebentar lagi akan korbannya akan kembali bertambah Melihat itu, wajah galang mulai memucat. melihat Rinjani yang akan mati tepat dihadapannya. Seakan tidak ingin menerimanya begitu saja, dia mulai berlari. Lesmana yang kebetulan berada di dekatnya, setelah memberikan pesan berantai, menggenggam tangan temannya itu. “Hentikan!
“Grrr” Sempat kuhiraukan beberapa saat, aku kembali sadar bahwa bahaya masih berdiam dibelakangku. Perasaan marah, sebab menggunakan diriku untuk menahan monster itu, selagi melarikan diri. Tak kusangka, manusia sekejam dan selicik itu benar-benar ada didunia ini. Entah kebetulan atau tidak, ketika aku berbalik menghadap kearah monster itu, dia juga melakukan hal yang sama. Beberapa saat telah berlalu. Meskipun begitu, aku tidak menyangka akan secepat itu. Efek lumpuh akibat terkena sambaran kilat itu sudah mulai hilang, meskipun dia masih sulit untuk bergerak... Itu dibuktikan dengan kami yang masih saling pandang. Setiap mata, dari ketiga kepalanya memandangiku. Pandangan yang tampak mengintimidasi. Ketakutan menggeser amarahku. Tubuhku bergetar merespon ketakutan. Saat ini aku adalah manusia. Manusia yang dapat mati kapan saja. Meski memiliki kekuatan untuk meregener
Babak kedua pertarungan segera dimulai. Berbeda dengan yang tadi, saat ini keadaan kami cukup setara. Ketika Cerberus itu masih sibuk menjilati luka yang ditimbulkan akibat seranganku, aku diam-diam membuat pisau yang sama seperti sebelumnyaSambil menutup mata, aku membayangkannya seperti tadi. Bukan berarti aku ceroboh dengan menutup mata di depan seekor monster. Tapi aku tahu, ketika dia bergerak, itu akan membuat suara yang cukup keras, karena ukuran tubuhnya.Lagi pula, susah bagiku membayangkan dengan kedua mata terbuka“CREATION!”Mengucapkan sepatah kata tersebut, aku kemudian membuka mata. Setitik cahaya muncul entah dari mana, diikuti dengan cahaya lainnya. Beberapa detik kemudian, semua cahaya itu berkumpul pada telapak tanganku. Perlahan, cahaya itu berkumpul membentuk sebuah pisau. Setelah terbentuk secara sempurna. Cahaya menghilang menyisakan sebuah pisau yang sama persis s
Pada saat aku berpikir untuk menyerah, sebuah keajaiban kecil muncul. Meski terasa samar-samar, jari-jari pada tangan kiriku mulai dapat kugerakkan kembali.“Apakah ini juga berkat skill regenerasi?” tanyaku pada diriku sendiri. Perlahan aku terus menggerakkannya, berharap itu mempercepat penyembuhan. Dapat digerakkan tidak berarti aku dapat langsung menggunakan sesuai keinginanku.Lagipula bagian yang dapat digerakkan hanya pada beberapa jari saja. Setiap gerakan yang kuhasilkan menghasilkan rasa geli bukan sakit. Rasanya seperti pada saat kesemutan. Tapi itu jauh lebih baik daripada rasa sakit.Selang beberapa saat, akhirnya aku juga dapat menggerakkan telapak tanganku. Itu berarti banyak bagiku. Dengan itu, aku langsung berjuang untuk berbalik, menghadap pada Cerberus itu.Karena hanya dengan satu telapak tangan untuk memutar seluruh tubuh. Membutuhkan waktu cukup lama. Luka terb
Sekali lagi, aku kehilangan kesadaranku. Tentu saja, badanku pasti masih sangat kelelahan. Ketika aku terbangun untuk yang kedua kalinya, langit telah berubah warna. Yang awalnya berwarna gelap, sekarang mulai terang. Aku terbangun dengan perasaan lebih nyaman. Hanya saja, seluruh tubuhku terasa pegal karena tidur tanpa beralaskan apapun. Siapa sangka aku dapat tiduran diatas aspal di tengah jalan raya seperti ini. Meski kubilang begitu, aku masih terkurung di dalam kurungan menyedihkan ini. Tetapi, ketika aku mengamati sekitar. Aku merasa ada sesuatu yang hilang. “!” Mayat dari Cerberus kemarin menghilang. Seketika itu juga aku melihat ke sekitar, takutnya saat itu, dia hanya pingsan bukannya mati. Setelah melihat ke sana kemari, dia tidak ada di mana pun. Selain itu juga tidak ada lubang untuknya kabur. Perlahan, aku mencoba berdiri. Karena pandanganku lebih luas jika dalam posisi berdiri. Saat sedang berdiri, rasanya tubuhku terasa cukup ri
“Dia adalah Nossal… Nossal Kalamithi.”“Nossal? Hmm… Maksudmu dia? Mengapa kamu berpikir demikian?”“Dia—”Sebelum Luna lanjut bercerita mengenai Nossal, Venda menghentikannya. “Luna, sebaiknya kamu jangan menceritakan hal tersebut kepadaku. Nossal berusaha menyembunyikan masa lalunya dan tidak ingin diketahui oleh siapa pun. Seandainya aku mengetahui masa lalunya, aku harap dia sendiri yang menceritakannya.Mendengar nasihat temannya, Luna tidak jadi menceritakan masa lalu Nossal. Tetapi tampaknya Venda tidak menyangkal bahwa masa lalu Nossal lebih buruk dari apa yang ia alami.“Mari kita kembali; anak laki-laki pasti sudah bosan menunggu.”“Kamu benar; sebaiknya kita bergegas.”Mereka berdua segera beranjak dari tempat itu dan kembali. Venda, yang berjalan di belakang Luna, menatap bagian belakang Luna.“Padahal kamu selalu menyuruhku
Di malam hari yang gelap, hanya ada cahaya bulan redup yang menyinari jalan setapak, sementara suara angin yang lembut menyelusup reruntuhan kota menciptakan suasana yang tenang dan damai. Venda, Ryan, dan Rudy menunggu Nossal yang berjuang untuk meyakinkan Luna untuk kembali.“Kira-kira Nossal berhasil tidak ya membawa Luna kembali?”“Aku percaya padanya”“Sepertinya kamu benar. Kita harus percaya padanya, bukankah begitu, Ven?”Menggosok matanya yang masih terlihat lembap, Venda setuju dengan kedua temannya.“Ya, mereka pasti kembali. Di sinilah kita, menunggu dan akan menyambut mereka.”Tidak berselang lama, dari kejauhan tampak sosok Nossal dan Luna yang berjalan pelan mendekati mereka bertiga. Mereka berdua berjalan seolah mereka sedang dalam perjalanan sepulang sekolah. Melihat Nossal berhasil membawa kembali Luna bersamanya, Ryan melompat dan mengayunkan tangannya ke atas, kemudian berse
Di dalam Akademi Tunas Harapan, di area tempat penahanan anak kelas 6 SD Tunas Harapan.Di antara anak-anak kecil yang sedang meringkuk dalam ketakutan dan rasa lapar, seorang perempuan mencoba keluar dari jendela ruangan yang mengurungnya. Melihat dari balik jendela, anak itu memastikan keadaan di luar. Setelah memastikan kalau keadaannya telah aman, dia melompat keluar lewat jendela.“Seperti biasa, tidak ada seorang pun penjaga yang mengawasi setelah matahari tenggelam,” pikirnya. Akan sangat gawat jika dia sampai ketahuan anggota patroli.Dengan hati-hati, dia berjalan perlahan ke bangunan di sampingnya.“Seharusnya dia sudah kembali ke ruangannya.”Tangisan lirih terdengar dari balik pintu ruangan yang dituju perempuan itu. Perempuan itu mengintip dari luar jendela, memastikan tidak ada orang di dalam, kemudian berusaha membuka pintu ruangan tersebut tanpa menimbulkan suara. Namun ketika hendak masuk ke dalam, seseorang
Nossal yang masih sedikit terhuyung-huyung akibat diapit dua dinding yang dibuat Luna, berlutut di hadapan Luna.“Apa-apaan itu. Kau ingin aku membantu? Sepertinya kau sendiri paham jika sebenarnya tindakan yang kau lakukan ini berbahaya,” Ejek Nossal.Luna sedikit menundukkan kepalanya. Mata mereka berdua bertemu, akan tetapi tatapan matanya berubah. Tekad yang kuat masih terasa dari sorot matanya yang tajam. Dia menutup matanya sejenak, kemudian menjawab,“Itu benar. Aku masih memiliki keraguan dalam menggunakan kekuatan ini. Dalam pikiranku, aku merasa kalau kekuatan ini tidak layak aku terima.”Membuka mata, Luna kembali melanjutkan perkataannya,“Dengan adanya kekuatan, harus disertai tanggung jawab yang besar. Semakin besar kekuatan itu, semakin besar pula tanggung jawab yang harus dipikul, dan aku baru saja menyadarinya.”“Ya. Aku juga sering mendengar perkataan seperti itu. Memangnya kenapa? Pada akhirnya, keputusan untuk memenuhi tanggung jawab itu kembali pada diri sendiri.”
Berdiri di depan jalan masuk ke dalam gedung, aku hampir tidak dapat melihat apa pun. Berjalan masuk perlahan sambil meraba-raba sekitar membuatku sedikit demi sedikit mulai paham bagian dalam mall ini. Pada lantai 1 bagian lobby, berbagai jenis pakaian dipajang pada beberapa rak pakaian, meskipun semua telah hancur dan berserakan dimana-mana. Dengan jumlah yang tidak terlalu banyak dan telah rusak, pakaian-pakaian itu telah berserakan di lantai yang kotor dan lembap dikarenakan kebocoran di beberapa sisi bangunan. Selain itu, lantai 1 juga terdapat supermarket dan beberapa konter reparasi handphone dan jam. Setelah menyusuri area lantai 1, aku berdiri di tengah bangunan, di depan tangga yang menghubungkan lantai 1 dan 2. Sebenarnya dari tengah bangunan mall ini aku sudah dapat melihat area lantai 3 yang sepertinya merupakan area food court.Aku beberapa kali menoleh ke pintu masuk dan area sekitar untuk memastikan apakah ada monster di dalam ataupun di luar bangunan, tidak l
“Itu Luna.” Ujar Venda menghela nafas lega. Dia yang tidak mendengar percakapan dari awal membuatnya tidak tahu lokasi Luna. Meski dia penasaran, Venda segera memberikan beberapa karak dan air putih gelasan pada masing-masing orang. Tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya, Venda bertanya, “Di mana Luna berada?”Menerima makanan dari Venda, perempuan yang sedari tadi berbisik, memberanikan diri untuk berbicara dengan ragu-ragu,“A-aku melihatnya di gedung yang ada di sana. Di lantai 3 di sana, kalian dapat melihat orang sedang berdiri sambil menatap tempat kita berada.”Mengalihkan pandangan setelah mendengar jawaban perempuan itu, Adit bertanya kepada laki-laki yang ada di depannya,“Apakah itu kekuatannya? Melihat jarak jauh? Tapi dalam kondisi gelap gulita seperti ini memangnya kelihatan?” tanyanya penasaranLaki-laki itu menggigit karak yang dibagikan Venda. Hanya dalam 3 kali gigitan, karak itu lenyap, masuk ke dalam mulutnya. Setelah meminum air, dia menjawab,“Kalau tidak s
“Dengan ini selesai...” “Terima kasih,” ucap laki-laki itu. Perawat itu menjawabnya dengan tersenyum lalu menyimpan kembali alat-alat dan obat merah yang telah digunakan ke dalam tas kecil di pinggangnya. “Linda! Apa kamu masih punya sisa perban? Milikku sudah habis ini.” “Ada. Tapi punyaku juga tinggal sedikit. Nih, kamu pake saja.” Perawat bernama Linda itu melemparkan gulungan perban yang sudah terlihat tipis pada rekannya. Menangkapnya, perawat itu mengerutkan alisnya. “Tinggal ini?” “Iya, tinggal segitu doang.” “Yah... Segini mah kurang,” ucapnya sambil menatap gulungan perban yang barusan dia terima. Serbuan kera biru sebelumnya menyebabkan Nossal, Ryan, dan orang-orang yang mereka coba selamatkan mendapatkan luka yang cukup serius. Selain cairan anti septic untuk membersihkan luka, perban yang telah sediakan dengan cepat habis. “Simpan saja sisa perban itu untuk yang lain. Aku tidak memerlukannya.”
Selepas kami kembali, semua masalah tampaknya telah selesai. Wajah Tia masih terlihat marah, alisnya menjadi tegang dan sedikit menurun, nada bicaranya ketika berkoordinasi dengan anggota kelompoknya yang lain juga terdengar meninggi. Di sisi lain, si anak pembuat onar dari kelas 7 hanya berdiri dengan beberapa teman laki-laki kelas 7-nya. Karena suasana tegang akibat kejadian sebelumnya, hal itu membuat semua orang tidak banyak bicara. Mereka hanya fokus dengan masing-masing anggota kelompoknya saja. Dalam kelompok kami, aku menyerahkan urusan koordinasi pada Ryan. lagipula, sepertinya aku jadi dibenci oleh semua anggota kelompokku. Tatapan mereka terasa seperti terpaan angin dingin di musim panas. Terlebih lagi di antara mereka, si pembuat onar yang menerima pukulanku tadi melirikku seolah menyiratkan niat jahat yang tak terungkapkan. Bagaimanapun, aku tidak berniat untuk menanggapinya. *** Kembali, Nossal dan yang lainnya melanjutkan perjalanan dengan formasi yang sama seperti s
Clara meninggalkan Nossal. Dia berlari sesenggukan kembali ke tempat teman-teman yang lain berkumpul. Setiap tetesan air mata yang mengalir dari matanya dia seka dengan punggung tangannya. Berlari, pikirannya tidak dapat melupakan yang barusan Nossal ucapkan. Dadanya sesak setiap kali dia mengingatnya, membuat air mata tidak dapat berhenti menetes. Tanpa Clara sadari, seekor monster mengintainya dari balik bayangan. Seekor kalong yang sedang bergelantungan di bawah atap sebuah bangunan yang tidak jauh darinya. Hendak menjadikannya santapan malam, Kalong itu terbang dengan cepat sambil mengarahkan cakarnya pada Clara yang sedang lengah. Mata Clara terbuka lebar melihat sosok monster itu terbang mendekatinya. Perasaan takut yang luar biasa seperti mencekik dirinya. “Aku harus segera menyingkir” ucapnya dalam hati. Dia mencoba menggerakkan kakinya untuk pergi dari tempat itu tetapi tidak bisa. Rasanya seperti kedua kakinya terpaku di atas tempatnya berpijak. Tidak kuat lagi menahan beba