Home / Fantasi / Fantasy World / 7. Cerberus

Share

7. Cerberus

Author: C Kode R
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Sekitar 2 jam telah berlalu sejak kegiatan ini dimulai. Monster yang selalu kami temui hanyalah serigala. Karena sudah bosan melawan serigala yang lemah, satu demi satu anggota kelompok mulai merasa bosan. Tidak terkecuali kelompok Dicky. Galang yang telah mengalahkan puluhan serigala sendirian juga mengalami hal yang sama.

“Hah~, dari kemarin yang kita lawan hanya serigala saja. Membosankan”

Membunuh serigala sangatlah mudah dengan adanya sihir elemen. Dengan sekali serangan dari sihir elemen api saja sudah cukup untuk menumbangkannya. Padahal, pada saat dunia belum berubah, menaklukkan seekor serigala saja secara tradisional sangatlah sulit. Jika tidak ada yang namanya senjata api, aku pikir manusia juga tidak akan berani melawannya secara langsung.

Tetapi, efek dari kegiatan ini juga cukup besar. Disebabkan penggunaan sihir elemen yang masih belum dikuasai secara maksimal, pohon yang ada di pinggir jalan terbakar oleh serangan elemen api yang meleset, beberapa bangunan yang rusak, munculnya gundukan tanah dan dinding dimana-mana, dan ada hal sepele seperti membasahi jalanan sekitar.

Setelah cukup lama bertarung tanpa henti, kami beristirahat bersama. Dengan posisi duduk di tengah jalan besar, tidak jauh dari sekolah, semua grup berkumpul untuk berbagi informasi. Sejak kami keluar dari sekolah, kami sama sekali tidak melihat satu pun penduduk. Jangankan penduduk, kami hampir tidak melihat hewan-hewan peliharaan seperti kucing atau anjing. Apalagi tidak adanya satu mayat pun yang tergeletak ketika serigala buas memenuhi jalanan membuatku cukup yakin bahwa mereka lenyap, atau mungkin sekedar menghilang entah kemana.

Walaupun begitu, di daerah kami ini, beberapa mobil, motor, dan kendaraan umum lainnya berhamburan dimana-mana. Aku tidak tahu apakah masih dapat dikendarai atau tidak. Hanya saja, mereka mengabaikannya dan fokus dalam tujuan mereka. Tujuan mereka saat ini hanyalah tentang bagaimana untuk menaikan level dengan cepat, dan menjadi kuat.

Tanpa kami sadari, langit mulai berwarna kelabu, awan hitam perlahan menutupi langit biru. Mengetahui tidak lama lagi akan hujan, satu per satu mulai bangkit berdiri. Mereka segera mengambil kristal dari para serigala yang telah mati tadi.

Tak berselang lama, sebuah perasaan aneh menyelimuti diriku, itu membuat bulu kudukku secara tiba-tiba berdiri. Angin sepoi-sepoi yang sejak tadi menyejukkan badan tiba-tiba menghilang entah kemana. Merespon rasa takut, tubuhku merinding. Ternyata bukan hanya aku yang merasakannya. Perasaan ini seakan membuat kami segera ingin berlari meninggalkan tempat itu. Seperti halnya seekor mangsa yang sudah diincar oleh predator. Meski begitu, kami hanya dapat berdiri membeku di tempat kami.

“Ggrrr...”

Sebuah suara geraman kasar terdengar memecah keheningan, Suasana aneh yang kami rasakan tadi seketika berubah menjadi mencekam ketika suara itu terdengar. Berusaha untuk berpikir positif, Dicky berinisiatif untuk menenangkan yang lainnya,

“Semua tenang... Mungkin itu hanya suara serigala yang kesepian”

Berkat ucapan Dicky, beberapa tertawa. Itu perlahan membuat suasana tegang ini menjadi sedikit membaik. Meski berkata begitu, sebenarnya Dicky juga merasa takut. Sama seperti kami, dia hanya berdiri membatu ditempatnya.

“Grrrroooaar”

Sekali lagi, suara itu kembali terdengar. Kali ini suara itu terdengar lebih kasar dan lebih keras. Tetapi berkat itu juga, kami dapat mengetahui asal dari suara itu. Terpaku pada satu arah, kami semua menatap pada sebuah pintu garasi, di salah satu rumah, di dekat kami.

“Nossal, periksa rumah itu” ucap Dicky

Karena ketakutan dengan apa yang ada dibalik garasi itu. Kakiku rasanya tidak ingin mendekat ke sana. Melihat diriku yang terlihat tidak mau melakukan perintahnya. Dicky mengancamku,

“Cepat pergi kesana, atau akan kusetrum mati kau sekarang juga”

Ketakutan dengan ancaman Dicky. Aku berusaha meyakinkan diriku bahwa itu hanya serigala biasa. Perlahan aku mulai melangkahkan kakiku mendekati rumah itu. Berkali-kali, suara geraman yang sama terus terdengar. Ketika berada di depan pagar rumah tersebut, untuk sesaat keraguanku kembali. Itu membuatku menoleh kebelakang. Tatapan tajam dari semua orang mengarah padaku. Pilihannya adalah sebuah ketakutan oleh kematian yang pasti, atau sesuatu yang tidak diketahui. Karena aku ketakutan dengan ancaman Dicky tadi. Aku mulai melangkah masuk ke dalam pekarangan rumah itu.

Ketika aku berdiri tepat di depan garasi itu. sebuah garasi jenis rolling up door dari alumunium. Berdiri di sana sebuah hawa panas terasa dari baliknya. Seluruh badanku gemetar tanpa henti, bukti bahwa saat ini aku sangat ketakutan. Aku meraih pegangan untuk membuka garasi. Suara yang dihasilkan dari getaran tubuhku, membuat pintu garasi juga ikut bersuara. Secepat mungkin, dengan seluruh tenaga, aku mengangkat pintu garasi itu.

Pintu terbuka, mengeluarkan suara keras. Seketika itu juga, sesuatu dengan cepat melompat keluar, sesuatu yang tidak jelas. Itu melompat langsung ke tengah kerumunan. Beberapa detik kemudian, sesuatu melayang, terlempar dari kerumunan. Dengan singkat melayang, lalu mendarat di depanku, menggelinding ke arah kakiku. Itu adalah…

“HWAAAA!!!”

Seorang perempuan berteriak histeris. Perempuan itu histeris melihat kejadian singkat itu. Terganggu dengan teriakan perempuan itu, makhluk itu melancarkan serangan dengan kaki depannya. Secara singkat, tubuh perempuan itu terlontar ke sisi lain jalan, sebelum akhirnya berhenti setelah berbenturan dengan sebuah mobil.

Aku mengamati benda yang berada di bawahku. Sebuah potongan tangan berhenti menggelinding tepat setelah bersentuhan dengan kakiku. Belum ada 1 menit setelah aku membuka pintu garasi itu, tetapi 5 orang telah terbunuh oleh makhluk itu. Dan saat ini, monster itu sedang menikmati jamuan yang dibuatnya sendiri.

Melihat rekan-rekan kami dilahap oleh monster itu, kami hanya dapat diam tak bergerak sedikit pun. Tetapi berkat itu, kami akhirnya dapat mengetahui monster apa yang telah melakukannya hal mengerikan seperti itu.

“Serigala…”

Itu benar. Serigala. Setidaknya begitulah wujud tubuhnya itu. Dengan tinggi 2 kali tinggi kami, bulu berwarna merah gelap, cakar panjang nan tajam yang dapat dengan mudah mengoyak daging, dan yang paling utama adalah makhluk itu memiliki 3 kepala yang masing-masing terdapat belenggu rantai yang telah patah. Yang pertama kali bereaksi melihat wujud monster itu adalah Dicky. Dengan wajah pucat, dia teringat dengan seekor monster mitologi.

“Cerberus”

“Tapi tidak mungkin… Bagaimana makhluk mitologi sepertinya ada disini?” kata seorang mengutarakan ketidakpercayaannya 

“Bos… Lalu, apa yang harus kita lakukan?” tanya Lesmana yang kebetulan ada di sebelahnya.

Dicky yang saat itu sedang kebingungan mencoba berpikir bagaimana caranya lepas dari situasi ini. Berkali-kali, dia melihat ke arah langit lalu ke arah monster itu secara bergantian. Tidak lama kemudian, dia mengangguk seakan sudah mendapatkan sesuatu. Dia berbisik kepada 4 orang yang berada di dekatnya termasuk Lesmana. Kemudian keempat orang itu menyampaikan pesan itu secara berantai pada yang lain. Setelah itu, Dicky kembali melihat ke arah monster itu.

Tanpa diduga, sebuah serangan bola api meluncuk ke arah Cerberus itu. Ketika serangan itu mengenainya, dia tidak kesakitan sama sekali, bahkan api itu langsung padam ketika bersentuhan dengannya. Marah karena jamuan makannya telah diganggu, ketiga kepala monster itu terangkat dan menatap ke tiga arah berbeda

“Tidak mempan? Perubahan rencana, berikan aku waktu untuk bersiap” Dicky berbicara kepada Lesmana dan 3 lainnya

Dengan posisi telapak tangan terbuka, Dicky kembali mengarahkan pandangannya ke arah monster itu. Saling serang tidak terelakkan. Segala elemen sihir dilancarkan kepada Cerberus itu tapi tidak berdampak apa-apa kepadanya. Sebaliknya, satu per satu rekan kami dibantai oleh monster itu. Dalam waktu singkat, korban bertambah menjadi 8 orang, dan sepertinya akan terus bertambah. Meski serangan kami terlihat tidak berdampak apa-apa padanya, nyatanya itu membuat monster itu sedikit kebingungan. Itu menjadi sedikit keuntungan dengan memanfaatkan jumlah kami.

Selama beberapa menit, angka kematian berhasil ditekan untuk sementara. Tetapi, hal buruk kembali terjadi, mengeluarkan sihir elemen tanpa henti mengakibatkan sejumlah elementalist kehabisan tenaga. yang artinya kami tidak dapat membingungkan Cerberus itu kembali. Perlahan, jumlah serangan mulai berkurang, seakan mengetahui hal itu, Cerberus itu bersiap menyerang kembali, kali ini pandangannya tertuju pada 4 orang yang saling berdekatan dan salah satu dari mereka adalah Rinjani.

“Bos” teriak Galang pada Dicky

“Berisik! Aku juga kesulitan saat ini” jawab Dicky

Saat ini, bahkan Galang, Lesmana, dan Fitri sudah tidak dapat menggunakan sihir. Tepat ketika sihir terakhir mengenai Cerberus. Dia melompat, menerjang ke arah targetnya. Diriku yang dari tadi hanya diam dan melihat. Terbayang senyuman Rinjani tadi. Meskipun takut dan tidak dapat membantu apa pun. Aku mencoba memberanikan diriku sekali lagi. Meski kakiku terasa berat, aku berjalan mendekati monster itu.

1 korban telah tumbang dengan setelah menerima cakaran monster itu. Melihat itu, aku mempercepat langkahku. Meski mungkin hanya kebaikan sederhana, dia tetap sudah membantuku. Wajahnya yang terlihat manis, baik, dan polos. Apa seperti ini rasanya mabuk cinta? Tidak, mungkin hanya sebatas suka. Cinta monyet.

Korban kedua tumbang karena dilahap oleh salah satu kepala Cerberus itu, dan yang ketiga mati tertusuk cakar monster itu. Saat ini, Rinjani berada tepat di depan monster itu. Dia terduduk sambil menangis. Melihat ketiga orang di dekatnya terbunuh secara brutal. Sebuah kejadian yang memalukan terjadi tepat di depan mataku. Rinjani, seorang perempuan yang disukai kebanyakan lelaki di sekolah kami… mengompol karena ketakutan.

Cerberus itu menatap ke arahnya.

“Bos!!” teriak Galang

Tanpa berlama-lama, monster itu mengayunkan cakarnya ke arah Rinjani. Tetapi sebelum mengenainya, aku mendorong Rinjani menjauh. Sebagai gantinya, aku lah yang terkena serangannya. Akibatnya, aku terlempar, terseret jauh akibat serangannya tersebut. Melihat diriku yang tiba-tiba muncul entah dari mana, membuat monster itu mengalihkan pandangannya ke arahku, kemudian mendekatiku.

Beruntung, serangan tadi tidak mengenai cakarnya. Jika tidak, aku pasti sudah berada di alam lain. Tetapi, bukan berarti aku tidak terluka. Malahan, aku mendapat luka yang cukup parah. Sepertinya tangan kiriku patah, pergelangan kakiku terkilir, dan terdapat banyak luka lecet akibat terseret di atas aspal. Akibatnya aku hanya dapat terbaring di atas jalan beraspal. Rasa sakit yang diakibatkan dari serangan itu sungguh luar biasa. Itu memunculkan kembali rasa takut akan kematian. Tidak berhenti di situ, melihat Cerberus itu menargetkanku, membuat jantungku berdetak tidak karuan.Seakan mengejekku, dia berjalan pelan mendekatiku.

Awan gelap semakin berwarna hitam, disertai gemuruh beberapa kali. Itu membuat suasana semakin suram, seakan alam sudah memberi restu terhadap kematianku.

Ternyata, tidak seperti yang aku bayangkan. Tiba-tiba, sebuah kilat menyambar ke arah Cerberus itu. Cahaya kilat yang sangat terang itu menyebabkan penglihatanku terganggu untuk sesaat. Begitu juga dengan suara keras dari benturan yang dihasilkan.

Ketika itu, aku sempat berharap agar monster mengerikan itu sudah lenyap akibat kilat itu. Sayangnya tidak semudah itu. ketika penglihatanku perlahan kembali, aku melihat dirinya masih berdiri tegak dan tetap tidak terluka. Itu hanya membuat sedikit bulunya terbakar.

“Tidak mempan?”

Begitulah pikirku dengan putus asa. Tetapi, tidak seperti itu. Setelah beberapa saat, dia perlahan kehilangan tenaga dan terduduk. Dia terlihat marah tetapi sepertinya dia tidak dapat bergerak. Itu adalah efek yang sama ketika Dicky menggunakan serangan elemen petir sebelumnya.

Ketika aku merasa sedikit lega. Secara tiba-tiba, tanah di sekitarku dan monster itu bergetar diikuti retakan yang muncul di aspal.

“Eh!? Apa...”

Retakan itu membesar, kemudian tanah terangkat, Membuat sebuah kubah berbentuk setengah lingkaran, mengurungku di dalamnya. Bukan hanya diriku saja, melainkan bersama dengan Cerberus itu.

Related chapters

  • Fantasy World   8. Fakta Yang Mengejutkan

    Beberapa detik yang lalu... “BOSS!!!” teriak Galang kepada bosnya. Melihat Rinjani yang nyawanya sedang terancam membuat Galang meneriaki bossnya sendiri. Sebenarnya, dia ingin membantu Rinjani dengan tangannya sendiri. Tetapi, dia tidak berdaya. Serangan bola apinya tidak menimbulkan apa-apa kepada monster itu. Saat ini, semua mata terus menatap kearah Cerberus itu. Tanpa bisa mengalihkan pandangannya, Semua yang ada disini dipaksa melihat teman-teman mereka, terbunuh satu per satu dengan cukup mengenaskan. Dan sepertinya, sebentar lagi akan korbannya akan kembali bertambah Melihat itu, wajah galang mulai memucat. melihat Rinjani yang akan mati tepat dihadapannya. Seakan tidak ingin menerimanya begitu saja, dia mulai berlari. Lesmana yang kebetulan berada di dekatnya, setelah memberikan pesan berantai, menggenggam tangan temannya itu. “Hentikan!

  • Fantasy World   9. CREATION

    “Grrr” Sempat kuhiraukan beberapa saat, aku kembali sadar bahwa bahaya masih berdiam dibelakangku. Perasaan marah, sebab menggunakan diriku untuk menahan monster itu, selagi melarikan diri. Tak kusangka, manusia sekejam dan selicik itu benar-benar ada didunia ini. Entah kebetulan atau tidak, ketika aku berbalik menghadap kearah monster itu, dia juga melakukan hal yang sama. Beberapa saat telah berlalu. Meskipun begitu, aku tidak menyangka akan secepat itu. Efek lumpuh akibat terkena sambaran kilat itu sudah mulai hilang, meskipun dia masih sulit untuk bergerak... Itu dibuktikan dengan kami yang masih saling pandang. Setiap mata, dari ketiga kepalanya memandangiku. Pandangan yang tampak mengintimidasi. Ketakutan menggeser amarahku. Tubuhku bergetar merespon ketakutan. Saat ini aku adalah manusia. Manusia yang dapat mati kapan saja. Meski memiliki kekuatan untuk meregener

  • Fantasy World   10. Usaha untuk terus bertahan hidup

    Babak kedua pertarungan segera dimulai. Berbeda dengan yang tadi, saat ini keadaan kami cukup setara. Ketika Cerberus itu masih sibuk menjilati luka yang ditimbulkan akibat seranganku, aku diam-diam membuat pisau yang sama seperti sebelumnyaSambil menutup mata, aku membayangkannya seperti tadi. Bukan berarti aku ceroboh dengan menutup mata di depan seekor monster. Tapi aku tahu, ketika dia bergerak, itu akan membuat suara yang cukup keras, karena ukuran tubuhnya.Lagi pula, susah bagiku membayangkan dengan kedua mata terbuka“CREATION!”Mengucapkan sepatah kata tersebut, aku kemudian membuka mata. Setitik cahaya muncul entah dari mana, diikuti dengan cahaya lainnya. Beberapa detik kemudian, semua cahaya itu berkumpul pada telapak tanganku. Perlahan, cahaya itu berkumpul membentuk sebuah pisau. Setelah terbentuk secara sempurna. Cahaya menghilang menyisakan sebuah pisau yang sama persis s

  • Fantasy World   11. Pembaruan

    Pada saat aku berpikir untuk menyerah, sebuah keajaiban kecil muncul. Meski terasa samar-samar, jari-jari pada tangan kiriku mulai dapat kugerakkan kembali.“Apakah ini juga berkat skill regenerasi?” tanyaku pada diriku sendiri. Perlahan aku terus menggerakkannya, berharap itu mempercepat penyembuhan. Dapat digerakkan tidak berarti aku dapat langsung menggunakan sesuai keinginanku.Lagipula bagian yang dapat digerakkan hanya pada beberapa jari saja. Setiap gerakan yang kuhasilkan menghasilkan rasa geli bukan sakit. Rasanya seperti pada saat kesemutan. Tapi itu jauh lebih baik daripada rasa sakit.Selang beberapa saat, akhirnya aku juga dapat menggerakkan telapak tanganku. Itu berarti banyak bagiku. Dengan itu, aku langsung berjuang untuk berbalik, menghadap pada Cerberus itu.Karena hanya dengan satu telapak tangan untuk memutar seluruh tubuh. Membutuhkan waktu cukup lama. Luka terb

  • Fantasy World   12. Keluar dari kurungan

    Sekali lagi, aku kehilangan kesadaranku. Tentu saja, badanku pasti masih sangat kelelahan. Ketika aku terbangun untuk yang kedua kalinya, langit telah berubah warna. Yang awalnya berwarna gelap, sekarang mulai terang. Aku terbangun dengan perasaan lebih nyaman. Hanya saja, seluruh tubuhku terasa pegal karena tidur tanpa beralaskan apapun. Siapa sangka aku dapat tiduran diatas aspal di tengah jalan raya seperti ini. Meski kubilang begitu, aku masih terkurung di dalam kurungan menyedihkan ini. Tetapi, ketika aku mengamati sekitar. Aku merasa ada sesuatu yang hilang. “!” Mayat dari Cerberus kemarin menghilang. Seketika itu juga aku melihat ke sekitar, takutnya saat itu, dia hanya pingsan bukannya mati. Setelah melihat ke sana kemari, dia tidak ada di mana pun. Selain itu juga tidak ada lubang untuknya kabur. Perlahan, aku mencoba berdiri. Karena pandanganku lebih luas jika dalam posisi berdiri. Saat sedang berdiri, rasanya tubuhku terasa cukup ri

  • Fantasy World   13. Survival

    “Hyaaa!” Dengan sekali tebasan di bagian leher. Seekor serigala langsung terjatuh di tanah. Dia terbaring lemas di atas kolam darahnya sendiri. Pada jalan yang kulewati ini dialah yang terakhir terlihat. Pisau yang kugunakan sudah mencapai batasnya. Terlihat retakan di bagian bilahnya. Dengan alasan tersebut. Aku lantas membuangnya lalu menciptakan pisau yang baru. Sudah cukup lama sejak aku meninggalkan kurungan tersebut. Matahari semakin tinggi, selain itu cuaca semakin panas tanpa adanya awan. Rasa lapar dan haus semakin tak tertahankan. Monster yang terdapat di perut semakin keras menyuarakan protesnya. Meski begitu, tidak ada sesuatu yang dapat di makan. Swalayan ataupun toko makanan juga tidak ada. Beberapa saat yang lalu. Aku juga sempat mencari di beberapa rumah penduduk. Anehnya, semua makanan lenyap tanpa sisa. Padahal tidak seharusnya para serigala itu memakannya. “Kalau begitu” Kemungkinan lain adalah masih ada orang lain y

  • Fantasy World   14. Makhluk kecil yang tak berdaya

    Keesokan harinya. Aku terbangun sebelum sinar matahari tampak. Dengan keadaan gelap gulita. Aku mulai beraktivitas. Meski bilang begitu. aku sendiri bingung ingin melakukan apa. Dalam keadaan tanpa cahaya ini. tidak banyak yang dapat kulakukan. Dari luar, terdengar geraman serigala. Ketika aku mengintip dari jendela. Terlihat jumlah serigala yang sangat banyak. Membuatku tidak dapat keluar dari sini. Karena itu aku kembali melakukan berbagai eksperimen. Aku menciptakan setiap benda yang dapat kupikirkan atau aku imajinasikan. Makanan, peralatan, kain dll. Aku berhasil menciptakan berbagai barang. Dan berhasil menciptakan makanan kesukaanku, ubi jalar. Yang kemudian kurebus untuk dijadikan sarapan. Dengan peralatan yang sederhana, serta cara yang sederhana untuk memasaknya, tetapi mempunyai rasa yang lezat sudah cukup menjadi alasan mengapa makanan ini kusukai. Selama beberapa menit, aku merebus ubi yang kuciptakan. Terpikirkan olehku saat terakhir kal

  • Fantasy World   15. Malam Penuh Bahaya

    Ketika cahaya terakhir menghilang dari balik dedaunan yang lebat. Sekali lagi kegelapan malam kembali menyelimuti dunia. Saat ini kedua mataku tidak dapat melihat dengan jelas. Meski begitu aku tahu bahwa ada sesuatu yang sedang mendekat. Keadaan membuatku harus memaksakan kedua mataku untuk beradaptasi dengan kegelapan yang pekat ini. Perlahan suara langkah kaki terdengar, menginjak dedaunan kering yang berserakan di tanah. Bukan hanya dari satu dua arah saja, melainkan dari segala arah. Situasi ini membuatku kebingungan. Ketika mereka bersembunyi di balik pekatnya kegelapan. Itu membuatku tidak dapat memperkirakan dari arah mana mereka akan menyerang duluan. Tiba-tiba dari arah samping, aku menerima serangan. Dilihat dari bekas luka cakaran yang dihasilkan, sepertinya yang menyerangku adalah seekor serigala. Berbagai serangan dilancarkan oleh mereka. Tidak mau mengambil urutan, mereka menyerangku secara bersamaan. Aku berkali-kali mengayunkan pisau yang kupegang se

Latest chapter

  • Fantasy World   58. Di Ambang Kelaparan: Tugas Berat di SMA Batik 1

    “Dia adalah Nossal… Nossal Kalamithi.”“Nossal? Hmm… Maksudmu dia? Mengapa kamu berpikir demikian?”“Dia—”Sebelum Luna lanjut bercerita mengenai Nossal, Venda menghentikannya. “Luna, sebaiknya kamu jangan menceritakan hal tersebut kepadaku. Nossal berusaha menyembunyikan masa lalunya dan tidak ingin diketahui oleh siapa pun. Seandainya aku mengetahui masa lalunya, aku harap dia sendiri yang menceritakannya.Mendengar nasihat temannya, Luna tidak jadi menceritakan masa lalu Nossal. Tetapi tampaknya Venda tidak menyangkal bahwa masa lalu Nossal lebih buruk dari apa yang ia alami.“Mari kita kembali; anak laki-laki pasti sudah bosan menunggu.”“Kamu benar; sebaiknya kita bergegas.”Mereka berdua segera beranjak dari tempat itu dan kembali. Venda, yang berjalan di belakang Luna, menatap bagian belakang Luna.“Padahal kamu selalu menyuruhku

  • Fantasy World   57. Jalinan Pertemanan Yang Semakin Erat

    Di malam hari yang gelap, hanya ada cahaya bulan redup yang menyinari jalan setapak, sementara suara angin yang lembut menyelusup reruntuhan kota menciptakan suasana yang tenang dan damai. Venda, Ryan, dan Rudy menunggu Nossal yang berjuang untuk meyakinkan Luna untuk kembali.“Kira-kira Nossal berhasil tidak ya membawa Luna kembali?”“Aku percaya padanya”“Sepertinya kamu benar. Kita harus percaya padanya, bukankah begitu, Ven?”Menggosok matanya yang masih terlihat lembap, Venda setuju dengan kedua temannya.“Ya, mereka pasti kembali. Di sinilah kita, menunggu dan akan menyambut mereka.”Tidak berselang lama, dari kejauhan tampak sosok Nossal dan Luna yang berjalan pelan mendekati mereka bertiga. Mereka berdua berjalan seolah mereka sedang dalam perjalanan sepulang sekolah. Melihat Nossal berhasil membawa kembali Luna bersamanya, Ryan melompat dan mengayunkan tangannya ke atas, kemudian berse

  • Fantasy World   56. Cahaya Harapan yang Terkurung

    Di dalam Akademi Tunas Harapan, di area tempat penahanan anak kelas 6 SD Tunas Harapan.Di antara anak-anak kecil yang sedang meringkuk dalam ketakutan dan rasa lapar, seorang perempuan mencoba keluar dari jendela ruangan yang mengurungnya. Melihat dari balik jendela, anak itu memastikan keadaan di luar. Setelah memastikan kalau keadaannya telah aman, dia melompat keluar lewat jendela.“Seperti biasa, tidak ada seorang pun penjaga yang mengawasi setelah matahari tenggelam,” pikirnya. Akan sangat gawat jika dia sampai ketahuan anggota patroli.Dengan hati-hati, dia berjalan perlahan ke bangunan di sampingnya.“Seharusnya dia sudah kembali ke ruangannya.”Tangisan lirih terdengar dari balik pintu ruangan yang dituju perempuan itu. Perempuan itu mengintip dari luar jendela, memastikan tidak ada orang di dalam, kemudian berusaha membuka pintu ruangan tersebut tanpa menimbulkan suara. Namun ketika hendak masuk ke dalam, seseorang

  • Fantasy World   55. Setuju Untuk Membantu

    Nossal yang masih sedikit terhuyung-huyung akibat diapit dua dinding yang dibuat Luna, berlutut di hadapan Luna.“Apa-apaan itu. Kau ingin aku membantu? Sepertinya kau sendiri paham jika sebenarnya tindakan yang kau lakukan ini berbahaya,” Ejek Nossal.Luna sedikit menundukkan kepalanya. Mata mereka berdua bertemu, akan tetapi tatapan matanya berubah. Tekad yang kuat masih terasa dari sorot matanya yang tajam. Dia menutup matanya sejenak, kemudian menjawab,“Itu benar. Aku masih memiliki keraguan dalam menggunakan kekuatan ini. Dalam pikiranku, aku merasa kalau kekuatan ini tidak layak aku terima.”Membuka mata, Luna kembali melanjutkan perkataannya,“Dengan adanya kekuatan, harus disertai tanggung jawab yang besar. Semakin besar kekuatan itu, semakin besar pula tanggung jawab yang harus dipikul, dan aku baru saja menyadarinya.”“Ya. Aku juga sering mendengar perkataan seperti itu. Memangnya kenapa? Pada akhirnya, keputusan untuk memenuhi tanggung jawab itu kembali pada diri sendiri.”

  • Fantasy World   54. Kekalahan Dan Permohonan Luna

    Berdiri di depan jalan masuk ke dalam gedung, aku hampir tidak dapat melihat apa pun. Berjalan masuk perlahan sambil meraba-raba sekitar membuatku sedikit demi sedikit mulai paham bagian dalam mall ini. Pada lantai 1 bagian lobby, berbagai jenis pakaian dipajang pada beberapa rak pakaian, meskipun semua telah hancur dan berserakan dimana-mana. Dengan jumlah yang tidak terlalu banyak dan telah rusak, pakaian-pakaian itu telah berserakan di lantai yang kotor dan lembap dikarenakan kebocoran di beberapa sisi bangunan. Selain itu, lantai 1 juga terdapat supermarket dan beberapa konter reparasi handphone dan jam. Setelah menyusuri area lantai 1, aku berdiri di tengah bangunan, di depan tangga yang menghubungkan lantai 1 dan 2. Sebenarnya dari tengah bangunan mall ini aku sudah dapat melihat area lantai 3 yang sepertinya merupakan area food court.Aku beberapa kali menoleh ke pintu masuk dan area sekitar untuk memastikan apakah ada monster di dalam ataupun di luar bangunan, tidak l

  • Fantasy World   53. Di bawah Malam Gelap

    “Itu Luna.” Ujar Venda menghela nafas lega. Dia yang tidak mendengar percakapan dari awal membuatnya tidak tahu lokasi Luna. Meski dia penasaran, Venda segera memberikan beberapa karak dan air putih gelasan pada masing-masing orang. Tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya, Venda bertanya, “Di mana Luna berada?”Menerima makanan dari Venda, perempuan yang sedari tadi berbisik, memberanikan diri untuk berbicara dengan ragu-ragu,“A-aku melihatnya di gedung yang ada di sana. Di lantai 3 di sana, kalian dapat melihat orang sedang berdiri sambil menatap tempat kita berada.”Mengalihkan pandangan setelah mendengar jawaban perempuan itu, Adit bertanya kepada laki-laki yang ada di depannya,“Apakah itu kekuatannya? Melihat jarak jauh? Tapi dalam kondisi gelap gulita seperti ini memangnya kelihatan?” tanyanya penasaranLaki-laki itu menggigit karak yang dibagikan Venda. Hanya dalam 3 kali gigitan, karak itu lenyap, masuk ke dalam mulutnya. Setelah meminum air, dia menjawab,“Kalau tidak s

  • Fantasy World   52. Kesalahpahaman Yang Tak Terelakkan

    “Dengan ini selesai...” “Terima kasih,” ucap laki-laki itu. Perawat itu menjawabnya dengan tersenyum lalu menyimpan kembali alat-alat dan obat merah yang telah digunakan ke dalam tas kecil di pinggangnya. “Linda! Apa kamu masih punya sisa perban? Milikku sudah habis ini.” “Ada. Tapi punyaku juga tinggal sedikit. Nih, kamu pake saja.” Perawat bernama Linda itu melemparkan gulungan perban yang sudah terlihat tipis pada rekannya. Menangkapnya, perawat itu mengerutkan alisnya. “Tinggal ini?” “Iya, tinggal segitu doang.” “Yah... Segini mah kurang,” ucapnya sambil menatap gulungan perban yang barusan dia terima. Serbuan kera biru sebelumnya menyebabkan Nossal, Ryan, dan orang-orang yang mereka coba selamatkan mendapatkan luka yang cukup serius. Selain cairan anti septic untuk membersihkan luka, perban yang telah sediakan dengan cepat habis. “Simpan saja sisa perban itu untuk yang lain. Aku tidak memerlukannya.”

  • Fantasy World   51. Kepungan Monster Kera Biru

    Selepas kami kembali, semua masalah tampaknya telah selesai. Wajah Tia masih terlihat marah, alisnya menjadi tegang dan sedikit menurun, nada bicaranya ketika berkoordinasi dengan anggota kelompoknya yang lain juga terdengar meninggi. Di sisi lain, si anak pembuat onar dari kelas 7 hanya berdiri dengan beberapa teman laki-laki kelas 7-nya. Karena suasana tegang akibat kejadian sebelumnya, hal itu membuat semua orang tidak banyak bicara. Mereka hanya fokus dengan masing-masing anggota kelompoknya saja. Dalam kelompok kami, aku menyerahkan urusan koordinasi pada Ryan. lagipula, sepertinya aku jadi dibenci oleh semua anggota kelompokku. Tatapan mereka terasa seperti terpaan angin dingin di musim panas. Terlebih lagi di antara mereka, si pembuat onar yang menerima pukulanku tadi melirikku seolah menyiratkan niat jahat yang tak terungkapkan. Bagaimanapun, aku tidak berniat untuk menanggapinya. *** Kembali, Nossal dan yang lainnya melanjutkan perjalanan dengan formasi yang sama seperti s

  • Fantasy World   50. Maksud Lain Dari Ucapan Yang Menyakitkan

    Clara meninggalkan Nossal. Dia berlari sesenggukan kembali ke tempat teman-teman yang lain berkumpul. Setiap tetesan air mata yang mengalir dari matanya dia seka dengan punggung tangannya. Berlari, pikirannya tidak dapat melupakan yang barusan Nossal ucapkan. Dadanya sesak setiap kali dia mengingatnya, membuat air mata tidak dapat berhenti menetes. Tanpa Clara sadari, seekor monster mengintainya dari balik bayangan. Seekor kalong yang sedang bergelantungan di bawah atap sebuah bangunan yang tidak jauh darinya. Hendak menjadikannya santapan malam, Kalong itu terbang dengan cepat sambil mengarahkan cakarnya pada Clara yang sedang lengah. Mata Clara terbuka lebar melihat sosok monster itu terbang mendekatinya. Perasaan takut yang luar biasa seperti mencekik dirinya. “Aku harus segera menyingkir” ucapnya dalam hati. Dia mencoba menggerakkan kakinya untuk pergi dari tempat itu tetapi tidak bisa. Rasanya seperti kedua kakinya terpaku di atas tempatnya berpijak. Tidak kuat lagi menahan beba

DMCA.com Protection Status