“Dasar pembunuh!”
“Anak terkutuk!”
Sambil terus mencaci-maki, orang-orang saling dorong-mendorong. Tetapi berkat polisi yang mengawal, dia tidak mengalami kekerasan fisik. Seorang anak kecil telah dinyatakan sebagai tersangka atas kejadian mengerikan yang menewaskan kurang lebih 14 orang. Setelah dilakukan investigasi, ditemukan seorang saksi yang melihat seluruh kejadian tersebut. menurut pengakuannya, memang benar bahwa penyebab dari musibah ini adalah anak kecil tersebut
Tapi, sesuai hukum negeri ini. Anak kecil itu tidak dapat dimasukkan penjara. Sebaliknya, orang tuanya yang akan bertanggung jawab. Sedangkan anak itu akan dibina di LPA(Lembaga Pembinaan Anak). Saat ini, anak kecil tersebut telah berubah menjadi remaja. Meski begitu, dia tidak dapat hidup tenang seperti biasa. Dia diperlakukan buruk oleh semua orang yang mengetahui tentang masa lalunya
Hingga suatu hari
*CRIIINNNG*
Bunyi bel berdering tanda waktunya istirahat
“Hei Nossal. Apa kau sudah lihat anime yang tayang kemarin?” Tanya seorang laki-laki yang duduk bersebelahan denganku
Dia adalah Rokka. Satu-satunya temanku saat ini.
“Sudah! Sudah! keren bukan sang tokoh utama saat bertarung dengan penjahatnya. Tetapi katanya episode selanjutnya penjahatnya akan dibunuh oleh rekannya sendiri lho”
“E-eh~ Beneran?”
Rasanya sungguh menyenangkan ada seorang yang dapat diajak ngobrol. Tak kusangka, akhirnya aku punya seseorang yang dapat dianggap teman. Hanya karena seorang teman saja, aku merasa senang seperti ini. Apalagi temanku ini adalah orang yang sehobi. Sebelumnya, aku bahkan sudah tidak berniat untuk hidup lagi. Karena hari-hari yang dipenuhi kesengsaraan. Tapi hanya karena aku punya seorang teman bukan berarti aku terbebas dari siksaan ini
“Yo Nossal...... sepertinya kau sedang senggang, kenapa kau tidak belikan kami minuman atau semacamnya kami haus tau” Sekelompok anak berdiri di depan mejaku, Mereka merupakan salah satu kelompok yang paling sering membullyku.
“Bener, nih. Apalagi selanjutnya adalah pelajaran olahraga. Kau tidak mau teman-temanmu ini dehidrasi bukan?”
“T..ta...tapi aku se”
*BRRAAAKK!!!!*
Pukulan keras mengarah ke arah meja di depanku, menimbulkan suara yang cukup keras. Seisi kelas melihat ke arah kami. Tapi karena tidak ingin terlibat, mereka mengacuhkannya. Seseorang keluar dari belakang kelompok itu dan berjalan ke depanku
“Ayolah teman-teman..... anjing seperti dia tidak bisa diperintah dengan lembut, kalian tahu kan~”
“Hahahaha” mereka tertawa keras mendengarnya. Sedangkan aku hanya bisa meringkuk ketakutan
“Terus bagaimana caranya bos”
Orang itu adalah Dicky. Dialah bos dari kelompok itu. Atau begitulah dari yang kulihat. Dia menempati peringkat ke 4 seangkatan kami dalam hal pelajaran. Aku dan dia berada di taman kanak-kanak yang sama, dan semua hal buruk yang kualami ini adalah ulahnya.
Dia menyebarkan kebohongan yang mengerikan di taman kanak-kanak. Kemudian dari hal tersebut lah kesengsaraanku berawal. Tentu saja, dari perbuatannya tersebut. sudah memperlihatkan sifatnya yang buruk. Tapi tidak ada yang mengetahuinya karena dia pintar menutupinya.
Kepintarannya saja sudah dapat meluluhkan hati para guru. Jadi sudah pasti, jika para guru lebih mempercayainya dari pada diriku. Itu semua benar-benar membuatnya seperti penjahat yang tidak mempunyai celah untuk dilawan.
“Caranya tuh....... BEGINI!!!”
Dia menendang meja yang ada di depanku, mengarah ke arahku, hingga membentur kaki dan perutku, membuatku merintih kesakitan
“Wahahahaha” suara tawa mereka terdengar lebih keras dari sebelumnya
Rokka yang melihat hal itu terlihat cemas. Tetapi dia sendiri tidak berani dengan mereka
“Kau tau Nossal, bukankah sebaiknya kau cepat membelikan kami minuman sekarang juga. kalau tidak...”
Aku segera berdiri lalu berjalan sambil terus memegang perutku yang masih terasa sakit. Tapi setelah mengambil beberapa langkah, aku kembali ditendang oleh mereka hingga tersungkur ke lantai
“Kenapa kau berjalan menggunakan dua kaki. Merangkaklah seperti anjing”
“Wahahahah”
Setelah itu aku berlari secepat mungkin. Perutku tidak terasa sakit lagi karena ketakutanku jauh lebih besar
“Bos, kau yang terbaik hahahha” lanjut mereka tertawa
Meskipun aku hanya memiliki sedikit uang, aku terpaksa menggunakannya. Saat aku kembali ke kelas. Mereka kembali menendangku berkali-kali, kemudian meninggalkanku. Entah kenapa yang kurasakan bukanlah kebencian seperti di film. Melainkan ketakutan yang besar. Dikelas aku begitu menderita. Setiap hari aku selalu dibully tanpa henti. Tapi kali ini sedikit berbeda. Karena aku punya teman bicara kali ini, dan itu membuatku sedikit merasa tenang.
Beberapa saat berlalu.
Suara bel berbunyi, menandai pelajaran selanjutnya akan segera dimulai. Pelajaran selanjutnya adalah pelajaran olahraga, dan setelah berganti baju kami bergegas ke lapangan. Aku tidak berani ganti baju dikelas seperti laki-laki lain. Karena suatu kejadian yang sungguh memalukan. Hingga aku sendiri tidak ingin mengingatnya.
Setelah selesai berganti pakaian olahraga. Pelajaran olahraga dimulai. kami berkumpul dipinggir lapangan seperti biasa. diawali dengan pemanasan, Kami disuruh lari keliling lapangan 3 putaran.
Aku merasa aneh karena tidak ada yang terjadi. Padahal biasanya didorong, atau dijegal hingga jatuh selalu mengawali pemanasan semasa berlari 3 putaran tersebut. Hingga, ketika selesai berlari, guru olahraga datang mendekat dan.....
“Uhhuuuk”
Tanpa mengatakan sepatah kata apa pun, aku mendapatkan bogem mentah pada pipiku. dilanjutkan dengan pukulan ke arah perut. Aku terhuyung mundur beberapa langkah dengan kedua tangan menyentuh perut.
“U....untuk apa itu tadi?” aku memberanikan diri untuk bertanya
“Untuk apa kau bilang? Ini pelajaran olahraga kan... dan sekarang kita sedang pemanasan bukan.. Jadi seharusnya kau sudah paham alasannya kan”
“....”
“Pak guru dia itu lebih bodoh dari anjing. Jadi tentunya dia tidak tahu jawabannya” teriak Dicky
Mendengar perkataan Dicky, dia menghela nafas
“Tentu saja sebagai pemanasan, tolol” Sambil melancarkan pukulan terakhir ke wajahku
Pukulan itu membuatku terjatuh ketanah. Pipiku bengkak, sebuah cairan dengan rasa berbeda terasa di lidahku. Aku sudah familiar dengan rasa ini. Itu adalah darah. Darah yang keluar akibat pukulan tersebut.
Terkadang aku berpikir sebenarnya untuk apa aku dilahirkan. Keseharianku yang selalu dipenuhi rasa sakit. Entah itu dari keluarga maupun orang yang mengenalku.
Terkadang aku percaya, bahwa dunia ini sebenarnya adalah neraka. Terkadang aku berpikir agar dunia ini lenyap atau setidaknya berubah, menjadi dunia di mana yang lemah diberi kesempatan melawan yang kuat.
Dunia ini sudah dikotori, dirusak oleh manusia yang jahat tak berhati. Kuharap dunia ini hancur saja....
“Hey!! Lihat itu!” Teriak seseorang sambil menunjuk ke langit
Seketika itu juga semua yang ada di situ melihat ke arah yang ditunjuknya.
Semua yang ada di lapangan terpana dengan fenomena yang mereka lihat. Tidak terkecuali diriku. Kami melihat sebuah titik cahaya merah menyala yang perlahan membesar, mendekat dari arah langit.
Walaupun aku bodoh, aku masih bisa tau kalau itu adalah sebuah meteor. Sedikit demi sedikit cahaya itu terlihat semakin mendekat dan menjadi lebih besar
Hingga sesuatu terjadi.....
Satu per satu murid yang ada di lapangan mulai pingsan. Melihat hal itu, mataku juga mulai terasa berat, Rasanya semakin sulit untuk membiarkannya terbuka, hingga akhirnya aku mulai kehilangan kesadaranku, dan ikut pingsan. Sesaat sebelum mataku benar-benar tertutup.
Entah apa yang terjadi. Tiba-tiba aku berada di sebuah ruangan gelap nan sunyi. Rasa kantuk tadi tiba-tiba menghilang.
Yang kulihat hanya kekosongan, beserta tubuhku yang melayang di tengahnya.
“Di mana... aku?” Tanyaku kepada diriku sendiri
Sejauh mata memandang hanya terlihat kegelapan. Saat aku mencoba untuk bergerak, ternyata aku dapat berjalan seperti biasa. Rasanya sungguh aneh. aku melayang, tetapi kakiku masih terasa menapak pada sesuatu yang tak terlihat
Aku lanjut berjalan ke depan tanpa dapat berhenti, rasanya seperti ada sesuatu yang menyuruhku tetap berjalan. Padahal badanku masih lemas, bahkan aku juga masih merasakan rasa sakit di pipiku akibat pukulan tadi. Meski begitu, rasanya aku dapat mengabaikan semua itu dan terus berjalan tanpa halangan di tengah kegelapan ini.
Setelah melangkah cukup lama, tidak ada perubahan yang berarti. Semua yang kulihat tetap saja sama, hanya kekosongan. Bagai berada dalam luar angkasa, tetapi tidak ada benda lain yang terlihat
Perlahan aku melanjutkan langkahku, hingga akhirnya ada setitik kecil cahaya tampak dari kejauhan. Seakan dituntun untuk ke sana, aku menghampiri cahaya itu.
Setelah berjalan cukup lama, cahaya itu membesar dan semakin terang. Semakin aku berjalan semakin terang cahaya tersebut, hingga terasa sedikit menyilaukan. Akhirnya aku berdiri tepat di depannya. Dari sini wujud dari cahaya tersebut terlihat. Terdapat delapan buah bola yang saling terhubung oleh sesuatu yang tampak seperti pipa tak berwarna.
Melihatnya membuatku bertanya-tanya benda apa ini sebenarnya. 2 bola pertama terlihat sudah kehilangan cahayanya dan berwarna hitam. Sedangkan 6 sisanya masih bersinar terang. Tetapi karena mereka semua tersambung, kegelapan mulai merambat ke arah bola ke-3 melalui penghubung tersebut
“Itulah yang akan terjadi”
Tiba-tiba terdengar suara yang familiar di telingaku. Mendengar hal itu, aku menoleh, mencari arah sumber suara tersebut. Tetapi karena di sekitar sini tidak ada apa pun, jadi dengan mudah kutemukan asal suara itu.
Aku melihat sesuatu yang mengejutkan, sosok yang mirip denganku berdiri di depanku. Dia benar-benar mirip denganku. Dengan rambut panjang yang hampir menutupi mata, Penampilan seorang yang culun, dengan kulit sawo matang, tetapi sedikit tinggi dan terlihat lebih kuat dariku.
Itu menjawab tentang masalah suara itu. Sudah kuduga bahwa itu adalah suaraku sendiri. mustahil aku tidak mengenali suaraku sendiri. Untuk memastikan apakah dia nyata, aku menyentuhnya... ternyata dia dapat kusentuh. Dan bukannya makhluk halus.
“Apa tadi kau yang bicara padaku” tanyaku kepadanya
“Tidak ada waktu untuk berbasa-basi”
Aku terkejut dengan perubahan ekspresinya yang tiba-tiba. Ketika pertama kali melihat wajahnya. Dia terlihat lebih tenang, tetapi sekarang ekspresinya berubah menjadi serius.
“Duniamu telah berubah, dan tentu saja hidupmu juga akan berubah. Tetapi itu tergantung kepada dirimu sendiri”
Melihat diriku sendiri bicara dengan ekspresi serius rasanya agak... Tetapi aku mengabaikannya, dan fokus pada apa yang dia katakan.
“Berubah apa maksudmu, aku tidak mengerti” tanyaku kebingungan
“Saat bangun nanti, kau akan mengerti. dan juga... Nossal aku berharap apa pun yang terjadi denganmu, kau harus tetap menjadi dirimu sendiri. dan untuk yang satu ini kau harus berjanji kepadaku...”
Dengan singkat, ekspresinya kembali seperti awal kemunculannya.
“... Teruslah hidup” dia tersenyum saat mengatakannya
Aneh rasanya mendengar kalimat itu dari sosok yang mirip denganku.
Dia mengatakan hal yang tidak kumengerti. Dunia berubah? Memangnya itu mungkin?
Tetapi hal itulah yang membuatku semakin bingung apa maksudnya.
Dan juga, siapa dia? semakin lama, semakin banyak pertanyaan yang muncul di kepalaku. Hingga aku menyadari bahwa dirinya tampak memudar.
“Sepertinya hanya sampai di sini. Tapi aku bersyukur bisa bertemu denganmu, Nossal”
Perlahan-lahan tubuhnya semakin memudar. Hingga dimataku dia sudah terlihat tembus pandang
“Tunggu, setidaknya beritahu aku. Siapa kau?”
“Aku? yah.... ku pikir kau bisa menganggapku Doppelgangermu....”
“Eh? Apa itu?”
Aku baru pertama kali mendengarnya. Tidak, tunggu, sepertinya aku pernah melihat kata itu di sebuah game yang pernah kumainkan
“Hahaha, sudah kuduga kau tidak mengetahuinya” dia tertawa, diikuti dengan jatuhnya air mata
“Teruslah hidup.... Semangat dan teruslah melangkah menuju masa depan.... Aah~ kuharap.. ak.. bis... mengawas....”
Sebelum dapat menyelesaikan kalimatnya, dia menghilang. menyisakan kesunyian kembali di tempat ini. Tanpa kusadari pipiku basah, Air mata mengalir membasahinya. Tanpa tahu apa yang terjadi... Aku menangis.
Bingung dengan apa yang sedang terjadi, aku menangis. Hatiku terasa perih melihat kepergiannya “Apa yang terjadi denganku?” tanyaku dalam hati sambil menggenggam bagian baju di depan dadaku Tidak lama setelah itu, rasa kantuk yang tadi sempat hilang kembali lagi. Itu mataku terasa sangat berat dan aku kehilangan keseimbangan. Tanpa aku sadari, kesadaranku telah pudar. *** “Hiiyyaaaa!!!!!!” Sebuah jeritan membuatku terbangun. Begitu aku membuka mata, hal pertama yang ada dihadapanku adalah langit yang telah berubah menjadi gelap. Di bawah cahaya bulan, aku tergeletak di atas tanah, di tengah lapangan. Merasakan sensasi aneh pada pipiku, aku menyentuhnya. Bekas tetesan air mata masih tertinggal disana. Dengan cepat aku mengelapnya menggunakan pergelangan tanganku. Karena tidak ingin terus terbaring di tanah, aku mencoba untuk duduk. Kepalaku yang terasa sakit disertai pusing membuatku sedikit kesulitan untuk duduk. Ketika mengamati keadaan sekitar. Aku melihat pada beberapa murid
“Hei, sampai kapan kau tidur.... Hoi, anjing!” Teriak seseorang sambil menendang-nendang bahu seorang yang pingsan. Tetapi tidak ada respon sama sekali. Merasa diabaikan, salah satu orang yang menendangnya mendecak lidah “Tch, sepertinya dia sudah terlalu sering mendapatkan siksaan hingga tidak merasakan apa-apa ketika kita beginikan. Bagaimana menurutmu, Les?” “Masuk akal juga omonganmu, Galang. Bahkan pukulan keras dari Pak Senja sebelumnya hanya membuatnya sedikit mundur” “Bagaimana jika kita gunakan itu untuk membangunkannya?” “Oh? itu ide yang bagus” Setelah sepakat menggunakan sesuatu yang disebut itu, mereka berdua mundur beberapa langkah lalu membuka kepalan tangannya. Sebuah partikel-partikel air berkumpul ke satu titik hingga membuat sebuah bola air sebesar bola basket. Dengan senyuman jahat, pria bernama Lesmana itu menjatuhkan bola air itu ke arah muka pria yang sedang tidak sadarkan diri tersebut. Karena dinginnya guyuran air yang tiba-tiba, pemuda itu terbangun. De
Setelah menunggu cukup lama di depan gerbang sekolah, akhirnya yang lainnya juga terlihat. Mereka berjalan menuju kami yang sudah dari tadi menunggu. Dengan jumlah sekitar 15 orang, kami bersiap membasmi monster serigala yang ada di luar. Mereka berkali-kali melihatku yang sedang dalam posisi berlutut dengan kedua tangan ditahan oleh Lesmana dan Galang. Hingga pada akhirnya orang terakhir datang, aku melihat ke sana kemari, mencari keberadaan Rokka. Meski aku memperhatikan satu per satu wajah murid yang ada di sekitar, aku tetap tidak dapat menemukannya. “Kemana dia kira-kira” ucapku dalam hati. Tidak lama kemudian, sebuah suara tepukan tangan mengambil perhatian kami semua. Sosok itu adalah Dicky yang berada di tengah kami. Setelah mendapatkan perhatian semua orang. Dengan menunjuk ke arah luar gerbang sekolah, ia berbicara, “Hari ini kita akan melakukan pembasmian serigala yang ada di luar sana” “Tunggu Boss, apa kita bisa mengalahkan mereka? Maksudku, melihat jumlah mereka yang
Hari-Hari berjalan begitu cepat. Tanpa henti, Dicky beserta kelompoknya terus-menerus membantai monster serigala di luar dengan tujuan untuk meningkatkan level dengan cepat. Sementara itu, melihat kelompok Dicky yang dengan mudah mengalahkan serigala itu menyebabkan semakin banyak murid-murid lain yang ikut mencoba. Mereka menamai kegiatan meningkatkan level itu farming. Berbeda dengan makna sebenarnya yang berarti pertanian atau melakukan pertanian, itu lebih mengarah pada unsur game yang berarti membunuh monster untuk meningkatkan level. Melihat murid-murid mereka yang masih dibawah umur melakukan hal di luar norma kemanusiaan dengan membunuh monster serigala yang masih tergolong sebagai hewan, Beberapa guru tidak setuju dengan murid-murid itu. Mereka tidak melarang hal itu karena keberadaan monster serigala itu memang sebuah ancaman. Hanya saja, mereka merasa kalau apa yang dilakukan para murid sedikit berlebihan. Meski bertujuan baik, nasihat beberapa guru itu justru berakibat b
Hari ke-7 setelah dunia berubah dimulai. Kemarin, sebelum melakukan tugas sebagai umpan seperti biasa, terdengar kabar bahwa kegiatan farming akan mulai memperluas daerah. Dari yang awalnya dalam radius 100 meter di sekitar sekolah, sekarang mereka memperluasnya menjadi 500 meter. Selain dari jumlah monster yang semakin sedikit di sekitar tempat ini, jumlah makanan yang ditemukan di swalayan atau toko terdekat sudah hampir tidak tersisa. Lagipula seiring bertambahnya level, semakin kuat pula kemampuan kelompok Dicky. Tidak aneh jika mereka menelusuri daerah lain. Ketika aku terbangun, suasana dingin dan gelapnya ruangan masih sama seperti sebelum aku tidur. Sambil mengusap mataku, aku bergumam, “Apa ini sudah pagi?” Tidak dapat kembali tidur, aku mencoba untuk kembali memainkan musik untuk membantuku kembali tidur. Beberapa kali, aku meraba tempat di mana aku meletakkan handphoneku, “Ini dia!” Setelah menemukannya, aku mencoba menekan tombol power untuk menyalakannya. Setelah beb
Sekitar 2 jam telah berlalu sejak kegiatan ini dimulai. Monster yang selalu kami temui hanyalah serigala. Karena sudah bosan melawan serigala yang lemah, satu demi satu anggota kelompok mulai merasa bosan. Tidak terkecuali kelompok Dicky. Galang yang telah mengalahkan puluhan serigala sendirian juga mengalami hal yang sama. “Hah~, dari kemarin yang kita lawan hanya serigala saja. Membosankan” Membunuh serigala sangatlah mudah dengan adanya sihir elemen. Dengan sekali serangan dari sihir elemen api saja sudah cukup untuk menumbangkannya. Padahal, pada saat dunia belum berubah, menaklukkan seekor serigala saja secara tradisional sangatlah sulit. Jika tidak ada yang namanya senjata api, aku pikir manusia juga tidak akan berani melawannya secara langsung. Tetapi, efek dari kegiatan ini juga cukup besar. Disebabkan penggunaan sihir elemen yang masih belum dikuasai secara maksimal, pohon yang ada di pinggir jalan terbakar oleh serangan elemen api yang meleset, beberapa bangunan yang rusak
Beberapa detik yang lalu... “BOSS!!!” teriak Galang kepada bosnya. Melihat Rinjani yang nyawanya sedang terancam membuat Galang meneriaki bossnya sendiri. Sebenarnya, dia ingin membantu Rinjani dengan tangannya sendiri. Tetapi, dia tidak berdaya. Serangan bola apinya tidak menimbulkan apa-apa kepada monster itu. Saat ini, semua mata terus menatap kearah Cerberus itu. Tanpa bisa mengalihkan pandangannya, Semua yang ada disini dipaksa melihat teman-teman mereka, terbunuh satu per satu dengan cukup mengenaskan. Dan sepertinya, sebentar lagi akan korbannya akan kembali bertambah Melihat itu, wajah galang mulai memucat. melihat Rinjani yang akan mati tepat dihadapannya. Seakan tidak ingin menerimanya begitu saja, dia mulai berlari. Lesmana yang kebetulan berada di dekatnya, setelah memberikan pesan berantai, menggenggam tangan temannya itu. “Hentikan!
“Grrr” Sempat kuhiraukan beberapa saat, aku kembali sadar bahwa bahaya masih berdiam dibelakangku. Perasaan marah, sebab menggunakan diriku untuk menahan monster itu, selagi melarikan diri. Tak kusangka, manusia sekejam dan selicik itu benar-benar ada didunia ini. Entah kebetulan atau tidak, ketika aku berbalik menghadap kearah monster itu, dia juga melakukan hal yang sama. Beberapa saat telah berlalu. Meskipun begitu, aku tidak menyangka akan secepat itu. Efek lumpuh akibat terkena sambaran kilat itu sudah mulai hilang, meskipun dia masih sulit untuk bergerak... Itu dibuktikan dengan kami yang masih saling pandang. Setiap mata, dari ketiga kepalanya memandangiku. Pandangan yang tampak mengintimidasi. Ketakutan menggeser amarahku. Tubuhku bergetar merespon ketakutan. Saat ini aku adalah manusia. Manusia yang dapat mati kapan saja. Meski memiliki kekuatan untuk meregener
“Dia adalah Nossal… Nossal Kalamithi.”“Nossal? Hmm… Maksudmu dia? Mengapa kamu berpikir demikian?”“Dia—”Sebelum Luna lanjut bercerita mengenai Nossal, Venda menghentikannya. “Luna, sebaiknya kamu jangan menceritakan hal tersebut kepadaku. Nossal berusaha menyembunyikan masa lalunya dan tidak ingin diketahui oleh siapa pun. Seandainya aku mengetahui masa lalunya, aku harap dia sendiri yang menceritakannya.Mendengar nasihat temannya, Luna tidak jadi menceritakan masa lalu Nossal. Tetapi tampaknya Venda tidak menyangkal bahwa masa lalu Nossal lebih buruk dari apa yang ia alami.“Mari kita kembali; anak laki-laki pasti sudah bosan menunggu.”“Kamu benar; sebaiknya kita bergegas.”Mereka berdua segera beranjak dari tempat itu dan kembali. Venda, yang berjalan di belakang Luna, menatap bagian belakang Luna.“Padahal kamu selalu menyuruhku
Di malam hari yang gelap, hanya ada cahaya bulan redup yang menyinari jalan setapak, sementara suara angin yang lembut menyelusup reruntuhan kota menciptakan suasana yang tenang dan damai. Venda, Ryan, dan Rudy menunggu Nossal yang berjuang untuk meyakinkan Luna untuk kembali.“Kira-kira Nossal berhasil tidak ya membawa Luna kembali?”“Aku percaya padanya”“Sepertinya kamu benar. Kita harus percaya padanya, bukankah begitu, Ven?”Menggosok matanya yang masih terlihat lembap, Venda setuju dengan kedua temannya.“Ya, mereka pasti kembali. Di sinilah kita, menunggu dan akan menyambut mereka.”Tidak berselang lama, dari kejauhan tampak sosok Nossal dan Luna yang berjalan pelan mendekati mereka bertiga. Mereka berdua berjalan seolah mereka sedang dalam perjalanan sepulang sekolah. Melihat Nossal berhasil membawa kembali Luna bersamanya, Ryan melompat dan mengayunkan tangannya ke atas, kemudian berse
Di dalam Akademi Tunas Harapan, di area tempat penahanan anak kelas 6 SD Tunas Harapan.Di antara anak-anak kecil yang sedang meringkuk dalam ketakutan dan rasa lapar, seorang perempuan mencoba keluar dari jendela ruangan yang mengurungnya. Melihat dari balik jendela, anak itu memastikan keadaan di luar. Setelah memastikan kalau keadaannya telah aman, dia melompat keluar lewat jendela.“Seperti biasa, tidak ada seorang pun penjaga yang mengawasi setelah matahari tenggelam,” pikirnya. Akan sangat gawat jika dia sampai ketahuan anggota patroli.Dengan hati-hati, dia berjalan perlahan ke bangunan di sampingnya.“Seharusnya dia sudah kembali ke ruangannya.”Tangisan lirih terdengar dari balik pintu ruangan yang dituju perempuan itu. Perempuan itu mengintip dari luar jendela, memastikan tidak ada orang di dalam, kemudian berusaha membuka pintu ruangan tersebut tanpa menimbulkan suara. Namun ketika hendak masuk ke dalam, seseorang
Nossal yang masih sedikit terhuyung-huyung akibat diapit dua dinding yang dibuat Luna, berlutut di hadapan Luna.“Apa-apaan itu. Kau ingin aku membantu? Sepertinya kau sendiri paham jika sebenarnya tindakan yang kau lakukan ini berbahaya,” Ejek Nossal.Luna sedikit menundukkan kepalanya. Mata mereka berdua bertemu, akan tetapi tatapan matanya berubah. Tekad yang kuat masih terasa dari sorot matanya yang tajam. Dia menutup matanya sejenak, kemudian menjawab,“Itu benar. Aku masih memiliki keraguan dalam menggunakan kekuatan ini. Dalam pikiranku, aku merasa kalau kekuatan ini tidak layak aku terima.”Membuka mata, Luna kembali melanjutkan perkataannya,“Dengan adanya kekuatan, harus disertai tanggung jawab yang besar. Semakin besar kekuatan itu, semakin besar pula tanggung jawab yang harus dipikul, dan aku baru saja menyadarinya.”“Ya. Aku juga sering mendengar perkataan seperti itu. Memangnya kenapa? Pada akhirnya, keputusan untuk memenuhi tanggung jawab itu kembali pada diri sendiri.”
Berdiri di depan jalan masuk ke dalam gedung, aku hampir tidak dapat melihat apa pun. Berjalan masuk perlahan sambil meraba-raba sekitar membuatku sedikit demi sedikit mulai paham bagian dalam mall ini. Pada lantai 1 bagian lobby, berbagai jenis pakaian dipajang pada beberapa rak pakaian, meskipun semua telah hancur dan berserakan dimana-mana. Dengan jumlah yang tidak terlalu banyak dan telah rusak, pakaian-pakaian itu telah berserakan di lantai yang kotor dan lembap dikarenakan kebocoran di beberapa sisi bangunan. Selain itu, lantai 1 juga terdapat supermarket dan beberapa konter reparasi handphone dan jam. Setelah menyusuri area lantai 1, aku berdiri di tengah bangunan, di depan tangga yang menghubungkan lantai 1 dan 2. Sebenarnya dari tengah bangunan mall ini aku sudah dapat melihat area lantai 3 yang sepertinya merupakan area food court.Aku beberapa kali menoleh ke pintu masuk dan area sekitar untuk memastikan apakah ada monster di dalam ataupun di luar bangunan, tidak l
“Itu Luna.” Ujar Venda menghela nafas lega. Dia yang tidak mendengar percakapan dari awal membuatnya tidak tahu lokasi Luna. Meski dia penasaran, Venda segera memberikan beberapa karak dan air putih gelasan pada masing-masing orang. Tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya, Venda bertanya, “Di mana Luna berada?”Menerima makanan dari Venda, perempuan yang sedari tadi berbisik, memberanikan diri untuk berbicara dengan ragu-ragu,“A-aku melihatnya di gedung yang ada di sana. Di lantai 3 di sana, kalian dapat melihat orang sedang berdiri sambil menatap tempat kita berada.”Mengalihkan pandangan setelah mendengar jawaban perempuan itu, Adit bertanya kepada laki-laki yang ada di depannya,“Apakah itu kekuatannya? Melihat jarak jauh? Tapi dalam kondisi gelap gulita seperti ini memangnya kelihatan?” tanyanya penasaranLaki-laki itu menggigit karak yang dibagikan Venda. Hanya dalam 3 kali gigitan, karak itu lenyap, masuk ke dalam mulutnya. Setelah meminum air, dia menjawab,“Kalau tidak s
“Dengan ini selesai...” “Terima kasih,” ucap laki-laki itu. Perawat itu menjawabnya dengan tersenyum lalu menyimpan kembali alat-alat dan obat merah yang telah digunakan ke dalam tas kecil di pinggangnya. “Linda! Apa kamu masih punya sisa perban? Milikku sudah habis ini.” “Ada. Tapi punyaku juga tinggal sedikit. Nih, kamu pake saja.” Perawat bernama Linda itu melemparkan gulungan perban yang sudah terlihat tipis pada rekannya. Menangkapnya, perawat itu mengerutkan alisnya. “Tinggal ini?” “Iya, tinggal segitu doang.” “Yah... Segini mah kurang,” ucapnya sambil menatap gulungan perban yang barusan dia terima. Serbuan kera biru sebelumnya menyebabkan Nossal, Ryan, dan orang-orang yang mereka coba selamatkan mendapatkan luka yang cukup serius. Selain cairan anti septic untuk membersihkan luka, perban yang telah sediakan dengan cepat habis. “Simpan saja sisa perban itu untuk yang lain. Aku tidak memerlukannya.”
Selepas kami kembali, semua masalah tampaknya telah selesai. Wajah Tia masih terlihat marah, alisnya menjadi tegang dan sedikit menurun, nada bicaranya ketika berkoordinasi dengan anggota kelompoknya yang lain juga terdengar meninggi. Di sisi lain, si anak pembuat onar dari kelas 7 hanya berdiri dengan beberapa teman laki-laki kelas 7-nya. Karena suasana tegang akibat kejadian sebelumnya, hal itu membuat semua orang tidak banyak bicara. Mereka hanya fokus dengan masing-masing anggota kelompoknya saja. Dalam kelompok kami, aku menyerahkan urusan koordinasi pada Ryan. lagipula, sepertinya aku jadi dibenci oleh semua anggota kelompokku. Tatapan mereka terasa seperti terpaan angin dingin di musim panas. Terlebih lagi di antara mereka, si pembuat onar yang menerima pukulanku tadi melirikku seolah menyiratkan niat jahat yang tak terungkapkan. Bagaimanapun, aku tidak berniat untuk menanggapinya. *** Kembali, Nossal dan yang lainnya melanjutkan perjalanan dengan formasi yang sama seperti s
Clara meninggalkan Nossal. Dia berlari sesenggukan kembali ke tempat teman-teman yang lain berkumpul. Setiap tetesan air mata yang mengalir dari matanya dia seka dengan punggung tangannya. Berlari, pikirannya tidak dapat melupakan yang barusan Nossal ucapkan. Dadanya sesak setiap kali dia mengingatnya, membuat air mata tidak dapat berhenti menetes. Tanpa Clara sadari, seekor monster mengintainya dari balik bayangan. Seekor kalong yang sedang bergelantungan di bawah atap sebuah bangunan yang tidak jauh darinya. Hendak menjadikannya santapan malam, Kalong itu terbang dengan cepat sambil mengarahkan cakarnya pada Clara yang sedang lengah. Mata Clara terbuka lebar melihat sosok monster itu terbang mendekatinya. Perasaan takut yang luar biasa seperti mencekik dirinya. “Aku harus segera menyingkir” ucapnya dalam hati. Dia mencoba menggerakkan kakinya untuk pergi dari tempat itu tetapi tidak bisa. Rasanya seperti kedua kakinya terpaku di atas tempatnya berpijak. Tidak kuat lagi menahan beba