“Maksud kamu apa Lan?”
Untungnya Rio sudah tidur saat Alan pulang dan masuk kamar. Sandra sengaja menitipkan Rio di kamar sang mertua agar bayi laki-laki itu tidak menangis seperti kemarin saat mendengar suaranya.“Maksud apa?” Alan terlihat malas dan lelah, ia menanggapi Sandra dengan tidak serius.“Ada apa sama Lastri sampai kamu berubah begini?”“Maksudnya?”“Kamu bahkan nggak minta pertimbangan aku waktu Lastri minta anaknya dibawa ke rumah ini. Apa itu pantas? Aku masih istrimu dan anggota keluarga ini!” Sandra menaikkan suaranya.Alan mengacak-acak rambutnya, tidak mungkin kan ia bilang kalau bukan Lastri yang minta Sekar dibawa ke rumah melainkan dirinya yang menawarkan.“Kemarin situasinya nggak enak, kamu juga sibuk dan langsung ke kantor. Kapan aku bisa bilang?” bela Alan.“Keputusan kayak gini bukan hal urgent yang harus diputuskan saat itu juga. Kamu harusnya bisa nunggu sampai omongin masalah ini ke aku, kan?” “Oke, terus kamu maunya gimana? Toh sudah terlanjur juga, kan?” Alan menanggapi dengan enteng.Emosi karena menganggap Alan menyepelekan masalah ini, Sandra lantas membanting vas bunga di dekatnya.“Sandra!” Alan berteriak karena kaget.“Apa?!” Sandra ikut berteriak karena kesal. “Kamu mau aku hancurin rumah ini biar kamu mikir aku juga perlu dihargai?! Apa perlu aku bakar rumah ini biar kamu sadar aku masih istri kamu?”“Kamu kenapa sih San marah-marah terus?”Belum Sandra menjawab pertanyaan Alan, terdengar ketukan pintu dan suara memanggil Bu Rohimah. Sandra menghela napas, pasti sang mertua mendengar teriakan Alan dan Sandra.“Iya Bu?” Tanya Alan begitu pintu terbuka.“Kalian berantem?” Bu Rohimah tampak mengintip, lalu mendapati vas bunga yang pecah di lantai. “Suara kalian kedengeran sampai bawah.”“Nggak, Bu.” Jawab Alan. “Kita nggak kenapa-kenapa.”*****Sandra duduk bersebelahan dengan Alan di ruang keluarga sedangkan Bu Rohimah duduk bersebrangan. Wanita tua yang biasanya tidak pernah benar-benar marah itu tampak terlihat tegas. Ia melihat bergantian ke arah Sandra dan Alan.“Jadi nggak ada yang mau cerita sama Ibu masalah kalian apa?” Tanya wanita itu setelah beberapa kali bertanya namun baik Alan maupun Sandra tidak mau menjawab.Alan menghela napas berat. Ia lihat Sandra yang masih mematung tidak mau melihatnya.“Sandra marah soal Lastri.”Baru Alan membuka suara, Sandra sudah melotot. Ia merasa sang mertua tidak perlu tahu detail masalah mereka.“Lastri? Memangnya Lastri kenapa?” Tanya Bu Rohimah yang terlihat bingung.“Sandra cemburu sama Lastri, Bu.”Mendengar jawaban Alan, Sandra tambah melotot sedangkan Bu Rohimah malah tampak bingung.“Apa maksud kamu, kok bisa-bisanya Sandra cemburu sama Lastri?”Alan mengangkat bahunya lalu melihat ke arah Sandra.“Apa sih maksudnya. Sandra, kamu beneran cemburu sama Lastri?” Tanya Bu Rohimah.“Bukan cemburu, Bu. Tapi akhir-akhir ini Mas Alan memang sikapnya aneh.”“Aneh bagaimana?”Sandra menghela napas kasar. Ia terpaksa harus menjelaskan situasinya pada sang mertua.“Dari awal jemput Lastri, Mas Alan sama sekali nggak bilang sama aku. Apa itu nggak aneh?” Sandra menarik napas dan melanjutkan kalimatnya sebelum ada yang menyela. “Belum lagi kemarin dia makan berduaan di restoran padahal harusnya cuma nemenin Lastri ke pasar. Siapa yang nggak marah kalau begitu?”“Aku bisa jelasin semuanya.” Balas Alan.“Sekarang, Mas Alan bahkan nggak bilang kalau dia ngizinin Lastri untuk bawa anaknya ke sini. Aku anggota keluarga ini, istrinya juga, apa pantas aku sendiri yang nggak tahu apa-apa? Nanti apa lagi?”“Sandra, Sandra… masalah kecil seperti itu saja kamu besar-besarkan.” Bu Rohimah yang membalas kata-kata Sandra. “Soal jemput Lastri, ibu yang suruh. Soal belanja ke pasar ibu yang suruh. Soal Sekar juga atas izin ibu. Kalau mau cemburu ya kamu cemburu sama ibu aja.” Sandra tidak menyangka sang mertua akan menjawab seperti itu. Tidak anak, tidak ibunya, tidak ada satu pun yang mengerti perasaan Sandra.“Lagian kamu aneh-aneh saja. Kenapa harus cemburu sama Lastri? Kamu bisa lihat sendiri Lastri itu seperti apa bentukannya, dibandingkan sama kamu ya nggak pantes, nggak ada apa-apanya. Masa kamu bisa berpikir Alan bakal tertarik sama perempuan kayak Lastri?”Sandra tidak bisa menjawab. Ia sudah merasa cukup malu mendengar kata-kata sang mertua. Memang seharusnya ia tidak perlu membahas hal ini. Siapapun pasti akan merasa pemikiran Sandra yang mencemburui Lastri adalah hal konyol.Lastri sama sekali tidak sebanding dengan dirinya dari segi fisik, tentu Sandra yang paling tahu hal itu. Masalahnya adalah Sandra curiga dengan suaminya…“Terus kira-kira apa alasan Mas Alan nyari-nyari foto ibu-ibu gemuk berdaster di handphonenya? Bisa saja kan Mas Alan sekarang suka sama wanita yang seperti Lastri.”Sandra dapat melihat perubahan ekspresi di wajah Alan ketika ia berbicara. Bu Rohimah yang dari tadi terlihat menyepelekan kata-kata Sandra juga jadi terlihat bingung.“Maksud kamu apa sih San?” Alan berusaha keras mengatur ekspresinya. “Ini cuma masalah kecil, kenapa kamu kekeuh sekali buat memperbesarkan masalah?”Bu Rohimah tertawa, membuat baik Alan maupun Sandra jadi kaget. Tawanya keras sekali hingga keriput di wajahnya seakan bergetar.“Sandra… Sandra… kamu cemburu sama suamimu karena ada foto perempuan gendut berdaster jadi akhirnya curiga sama Lastri?” Wanita tua itu menyeka air matanya yang ikut keluar karena lelah tertawa.“Kamu kok ya jadi perempuan terlalu sensitif, dimana-mana mana ada laki-laki yang mau sama perempuan kayak Lastri kalau sudah punya istri kayak kamu.” Kini Bu Rohimah terbatuk-batuk karena tawanya.“Tapi Bu…”“Sudah-sudah. Kalian kayak anak kecil saja. Sudah nikah lima tahun kok masih ribut soal begini.”Bu Rohimah bangkit, siswa tawanya masih terlihat ketika berlalu.Sedangkan Sandra mengepalkan tangannya kuat, ia yakin sekali ada yang aneh dengan Alan. Tapi kenapa tidak ada yang mengerti?“San?” panggil Alan.“Apa? Kamu mau ketawain aku juga?”*****Alan memandangi wajah Sandra yang sudah tidur pulas di sebelahnya. Pantas saja Sandra mencurigainya, ternyata diam-diam wanita itu memeriksa ponsel milik Alan. Selama bertahun-tahun menikah, Alan memang tidak pernah mengganti password ponsel, karena memang tidak ada yang perlu disembunyikan. Ia juga tidak berpikir kalau Sandra akan menelusuri isi ponselnya.Lelaki itu menghela napas kasar, ia pandangi sang istri yang sedang tertidur di sebelahnya. Mau dilihat seperti apapun, di matanya Sandra tidak lah menggairahkan. Tapi bukan berarti Alan juga ingin berselingkuh.Ia tahu, ia masih mencintai Sandra. Hanya saja kehidupan pernikahannya tidak berjalan lancar seperti apa yang ia bayangkan.Setelah melahirkan, ia ingin Sandra berada di rumah, mengurus Rio dan menjadi sosok istri yang lebih baik. Sudah cukup lima tahun pernikahannya ia membiarkan Sandra bebas melakukan apapun yang ia mau. Setelah lima tahun, setelah Rio lahir, Alan berharap Sandra akan lebih memprioritaskan dirinya, menjadi istri yang baik.Seperti sosok Lastri misalnya…“Kamu belum tidur?”Alan terkesiap. Ia tidak menyangka kalau sang istri tiba-tiba terbangun.“Kenapa bangun?”“Aku yang duluan tanya, kenapa belum tidur.”Selalu saja begini, Sandra suka sekali menjawab perkataannya. Tidak bisa kah dia sedikit saja menjadi wanita yang lembut? Lastri tidak akan pernah menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan lain.“Belum ngantuk.” Jawab Alan sekenanya. “Lan…” panggil Sandra. “Jawab aku dengan jujur.”“Apa?”“Kamu masih cinta sama aku?”“Iya tentu aja. Kenapa nanya begitu?”“Apa yang kurang dari aku?”Alan tidak langsung menjawab, ia melihat Sandra lekat-lekat. Tidak ada yang kurang dari sang istri. Sandra masih cantik, ia selalu memakai skincare mahal untuk menjaga kecantikannya. Tubuh istrinya juga masih bagus, Sandra selalu menjaga pola makannya. Karir? Sandra juga punya karir yang bagus, tidak ada yang tidak bisa ia kerjakan.“Kamu terlalu sempurna, jadi aku merasa nggak dibutuhkan sebagai seorang suami.”“Kamu terlalu sempurna, jadi aku merasa nggak dibutuhkan sebagai seorang suami.”Kalimat yang diucapkan Alan semalam masih membayangi Sandra. Sandra tidak mengerti maksudnya. Bagaimana mungkin kesempurnaan bisa menjadi kekurangan seseorang?Sebenarnya, istri seperti apa yang dibutuhkan oleh Alan? Atau memang hanya alasan Alan karena sudah tidak menginginkan dirinya? Apa suaminya punya wanita idaman lain? Apa wanita seperti Lastri?Tadi malam percakapan mereka terhenti begitu saja karena Rio menangis ingin disusui. Sandra tidak sempat menanyakan apa maksud lelaki itu. Begitu selesai mengurus Rio, Alan sudah tidur. Pagi hari pun mereka tidak sempat bicara apapun karena sibuk bersiap berangkat kerja.“Aku harus apa Sil?”Sandra menemui Sisil, sahabatnya, setelah pulang bekerja. Wanita itu tidak bisa menemukan jawaban atas arti ucapan Alan semalam. Lantas ia menceritakan semuanya pada Sisil.“Apa salah k
“Ibu nggak paham sama jalan pikiran kamu Sandra.”Bu Rohimah sudah bersiap akan tidur ketika mendengar Sandra berteriak. Rambutnya kusut, terurai begitu saja karena ia cepat-cepat keluar setelah mendengar Sandra berteriak.“Kamu kan pintar, tapi kenapa jalan pikiranmu nggak masuk akal? Bisa-bisanya kamu menuduh suamimu sendiri kayak begini.” Bu Rohimah memijat-mijat keningnya.“Nggak masuk akal bagaimana, Bu? Jelas-jelas aku liat Mas Alan sedang berduaan sama Lastri di dapur.” Sandra menjelaskan.Sandra menatap Alan yang tampak salah tingkah dan Lastri yang dari tadi hanya menunduk. Dari gaya mereka sekarang saja, sudah kelihatan kalau keduanya bersalah.“Alan, ibu pusing. Kamu jelaskan sendiri sama istrimu.” Bu Rohimah memijat keningnya yang sebenarnya tidak sakit.“Aku cuma ambil minum dan kebetulan Lastri masuk untuk nyiepin bahan sarapan besok. Tahu-tahu Sandra masuk dan menuduh macam-macam.
“Baru pulang?” Tanya Bu Rohimah dengan nada sinis.Sang mertua sedang nonton sinetron dengan Lastri di ruang keluarga ketika Sandra baru masuk rumah.“Iya, Bu. Ada lemburan.” Jawab Sandra dengan senyum yang dipaksakan.Sandra menatap Lastri yang langsung menunduk begitu Sandra datang. Dasar perempuan menyebalkan! Sandra benar-benar tidak suka melihat Lastri duduk di samping mertuanya, sudah seperti dia yang menjadi menantu di rumah ini. Apalagi jelas sekali kalau Lastri hanya merasa tidak nyaman pada dirinya.“Kenapa?” Tanya Bu Rohimah karena Sandra bukannya masuk kamar malah berdiri mematung. “Kamu mau ikut nonton sinetron?”“Nggak Bu. Cuma kangen aja pengen liat muka Ibu.” Jawab Sandra cuek kemudian naik ke kamar.Bu Rohimah hanya geleng-geleng melihat kelakuan menantunya yang semakin hari semakin ajaib itu.“Hai suamiku yang paling ganteng sedunia.” Sapa Sandra be
"Lan, ibu mau bicara.” Bu Rohimah berjalan mendekati Alan yang sedang minum teh sore di teras.“Iya Bu, mau ngomong apa?” Tanya Alan.“Itu si Sandra ada masalah apa sih sama Lastri? Kok kayaknya istrimu itu nggak suka banget sama Lastri.” “Maksudnya bagaimana? Kayaknya Sandra biasa saja deh Bu. Kemarin juga dia sampe mau ikut nemenin Sekar daftar sekolah. Sandra juga nggak protes waktu Alan bilang mau beliin Sekar sepeda.” Alan menatap bingung pada ibunya.“Menurut kamu begitu?” Tanya Bu Rohimah.Curhatan Lastri semalam soal Sandra yang sengaja membuat Lastri malu sebenarnya sedikit mengganggu wanita itu. Ia juga merasakan kalau Sandra tidak menyukai Lastri, jadi ia ingin mengkonfirmasi sendiri sebenarnya apa yang terjadi antara menantu juga pembantunya.“Memangnya ada alasan kenapa Sandra harus nggak suka sama Lastri?”“Nggak tahu ya Lan, tapi menurut ibu sih Sandra kayaknya cemburu s
Sialan.Lastri menyapu kesembarang arah, ia sedang tidak dalam suasana hati untuk membersihkan rumah. Nanti ketika ia bisa menguasai Alan, merebut lelaki itu dari Sandra, ia berjanji tidak akan pernah memegang sapu sialan ini lagi. Ia akan hidup seperti ratu, tidak lagi mengerjakan pekerjaan rumah.Boleh saja Sandra bersikap sombong seperti tadi pagi karena merasa Alan masih miliknya, nanti kalau sang suami sudah berhasil Lastri rebut, tentu Sandra tidak lagi bisa sombong seperti tadi. Akan Lastri pastikan untuk membalas kata-kata Sandra, agar wanita itu tahu bagaimana sakitnya.Enak saja dia macam-macam denganku. Batin LastriSebenarnya pada mulanya Lastri sama sekali tidak memiliki niat untuk mendekati Alan. Ia cukup tahu diri bahwa lelaki seperti Alan apalagi memiliki istri seperti Sandra tidak mungkin akan meliriknya. Mau dipikir seperti apapun, rasanya tidak mungkin. Mana ada lelaki yang mau menukar berlian dengan bat
“Alan!” Sandra menarik tangan sang suami dengan kasar. “Maksud kamu apa?!”Sandra jelas tidak terima diperlakukan seperti ini. Di saat harusnya Alan memberinya penjelasan, lelaki itu malah tidak mempedulikannya.Lastri yang melihat pertengkaran tersebut memilih aman dan menjauh sambil membawa Rio.“Jangan ngomong sama aku kalau kamu masih emosi kayak gini.” Alan terdengar dingin. Ia menampik tangan Sandra. “Kamu harus ubah sifatmu yang kayak gini, nggak semua hal bisa kamu selesaikan dengan emosi!”“Apa? Aku yang salah? Padahal kamu yang…” Sandra tidak kuasa meneruskan kalimatnya. Wanita itu mengacak rambutnya sendiri karena kepalang kesal.Sedangkan Alan yang melihat sang istri marah malah pergi ke dapur untuk mengambil minum.Sandra tidak ingin bertengkar, entah apa yang dilakukan sang suami dengan pembantunya di luar sana. Mungkin lebih baik dibicarakan nanti apalagi ponselnya terus-terusan b
“Babu sialan ini nyalain AC sampai enam belas derajat padahal Rio sedang demam dan… dan…” Sandra terbata-bata saking emosinya. “Dan dia bohong soal sudah kasih Rio obat penurun panas! Semua masih lengkap di kotak obat.” Sandra menatap Lastri dengan garang. “Dasar licik kamu, Lastri!” “Lastri, apa maksudnya ini?” tanya Alan yang sekarang jadi bingung.“Saya nggak ngerti apa-apa,” jawab Lastri. Otaknya belum mampu memikirkan alasan yang tepat.“Benar yang kamu bilang, Sandra?” tanya Bu Rohimah.“Tanya aja sama si babu licik ini!”“Lastri?” Bu Rohimah bertanya.Lastri menggeleng untuk menyangkal tapi belum menemukan alasan yang tepat untuk membela diri. Ia tidak berani menatap siapapun.Ah sial! Ia terlalu ceroboh dengan tidak mematikan AC atau membuka botol penurun panas. Lastri tidak berpikiran bahwa Sandra akan segitu curiganya hingga memojokkannya seperti ini.“Last
Sandra terbangun dengan lelah dan hal pertama yang ia lakukan adalah mengecek kondisi Rio. Rio sempat bangun beberapa kali semalam karena popoknya basah dan syukurnya suhu tubuh sang anak tidak bertambah tinggi. Pagi ini juga, ketika Sandra meraba kening Rio, kening bayi laki-laki itu teraba normal.“Rio gimana?” tanya Alan yang ikut terbangun karena gerakan tiba-tiba Sandra yang turun dari kasur.“Sudah baikan,” jawab Sandra singkat.Lalu ia pergi ke kamar mandi dalam kamarnya untuk mencuci muka. Wajahnya bengkak karena menangis semalam.Kemarin adalah hari yang panjang dan buruk. Terlalu banyak yang terjadi, terlalu banyak emosi membuat kepala Sandra sakit. Apalagi ia menangis sebelum tidur, membuatnya merasa sedikit mual.“Lain kali jangan kayak kemarin, San…” kata Alan begitu sang istri keluar dari kamar mandi. Belum juga sempat mengeringkan muka.Sandra mendelik, belum bisa mencerna kata-ka
Bu Rohimah yang bangun terlebih dahulu karena Rio yang menangis terus mencari sang Ibu agak kaget dengan keadaan rumahnya. Hari masih subuh, akan tetapi dari arah dapur sudah tercium aroma masakan yang sangat disukainya. Siapa yang memasak? Tidak mungkin rasanya jika Sandra yang memasak sepagi ini. Apalagi setelah kekacauan yang ia buat semalam.“Sandra…” Bu Rohimah memanggil sang menantu sambil kaki tuanya berjalan menuju dapur. Rio masih menangis di dalam gendongannya, bayi lelaki itu sedih sekali.“Eh, Ibu? Sudah bangun?” tanya Sandra lalu segera mencuci tangan dengan air di wastafel dan mengelap tangannya yang basah dengan serbet sebelum mengambil Rio dari gendongan Bu Rohimah.“Kamu ngapain?” tanya Bu Rohimah heran. Tentu saja heran karena Sandra tiba-tiba berubah menjadi baik.“Nyiapin sarapan,” jawab Sandra sambil langsung menyusui Rio. Bayi yang malang, Rio terlihat sangat kehausan dan langsung tenang setelah disusui oleh Sandra.“Sarapan? Kamu bikin sarapan?”“Iya. Ibu tunggu
“Kenapa? Kamu pikir kamu sudah menang?” Sandra tertawa lagi. “Lastri, Lastri, kamu bukan cuma menghinakan diri kamu sendiri tapi kamu juga sebentar lagi akan membusuk di penjara!” kata Sandra sambil menyeringai ke arah Lastri yang terlihat sangat marah.Derap langkah berat dan cepat terdengar mendekati Sandra. Lalu seorang laki-laki langsung memegangi lengan Lastri dan langsung memasangkan borgol pada wanita itu. Seorang laki-laki lain membantu Sandra berdiri dan menanyakan keadaan Sandra.“Dasar perempuan gila!” Lastri berteriak dan meronta-ronta hingga polisi yang membantu Sandra bangun ikut memegangi Lastri, “Perempuan sinting! Nggak waras!” teriaknya lagi.Lastri terus mengumpat pada Sandra meski polisi yang menangkapnya berulang kali menyuruh Lastri diam. Sedangkan Sandra tidak membalas sama sekali dan hanya menyeringai pada Lastri untuk memprovokasi wanita itu.“Ibu perlu kami antar pulang?” tanya polisi yang lebih muda.“Nggak, Pak. Saya dijemput teman saya di sini,”“Baik kala
“Ini saya, Lastri, Bu,” kata Lastri setelah akhirnya memutuskan untuk menghubungi Sandra.Tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh Lastri bahwa ia akan menghubungi Sandra seperti ini. Akan tetapi dirinya sudah putus asa. Terlebih sekarang dirinya penuh dengan kemarahan yang sudah tidak tertahankan.Tadi sewaktu berjalan kaki tanpa tujuan, beberapa anak kecil meledek pakaian dan bentuk tubuhnya. Ia juga terjatuh dan sandal yang ia gunakan talinya lepas. Tidak berhenti disitu, kesialan dirinya seakan berlanjut. Setelahnya ia hampir terserempet mobil dan sekarang ia sudah kelelahan dan tidak tahu harus beristirahat dimana.Uang lima ribu sisa pemberian petugas kebersihan sudah habis dibelikannya minuman. Kini Lastri tidak punya uang sepeserpun. Nanti malam sudah pasti dirinya akan kelaparan. Belum lagi ia juga harus tidur di emperan toko.Menjadi gelandangan ternyata lebih menyesakkan ketimbang menjadi buronan. Tidak tahu harus makan apa, tidak tahu harus tidur di mana. Lastri juga tidak
“Saya nggak bersalah!” teriak Lastri ketika dua orang polisi dengan sigap berlari ke arahnya dan memegangi pundak serta pergelangan tangan Lastri. Lastri meronta-ronta mencoba meloloskan diri akan tetapi kedua polisi itu malah memeganginya semakin kuat.“Apa salah saya? Kenapa saya ditangkap?!” pekik Lastri lagi tidak peduli jika penangkapan dirinya dijadikan tontonan oleh pengunjung lain.“Harap tenang!” bentak polisi yang lama-kelamaan kewalahan juga menahan pergerakan dna bobot tubuh Lastri.Lastri ciut mendengar suara teriakan yang menggelegar. Wanita itu pun menurut dan ikut keluar dari restoran dengan tenang. Namun, bukan Lastri namanya kalau menyerah begitu saja. Awalnya ia memang menurut saja saat digiring oleh petugas akan tetapi itu sebelum sebuah ide terlintas di otaknya.Dengan tiba-tiba Lastri menjatuhkan badannya ke belakang lalu kejang-kejang dengan lidah menjulur ke luar. Tubuh Lastri ambruk di tanah karena meski coba di tahan, bobotnya yang besar dan gerakannya yang t
Sekali lagi Lastri merasa berada di atas awan. Bagaimana tidak, Alan mengajaknya untuk makan siang setelah lelaki itu berjanji untuk mencabut laporan ke polisi. Lastri yakin sekali bahwa Alan menyukainya. Kalau tidak suka, tidak mungkin Alan mengajaknya makan siang, kan?“Maafin saya ya, Las. Tadi saya kebawa emosi, saya panik juga karena kamu ancam-ancam makanya saya ngomong keras begitu,” kata Alan tanpa memandang wajah Lastri. Lelaki itu fokus mengendarai mobilnya.“Iya, Pak. Nggak apa-apa,” kata Lastri. Seolah ia memang pantas untuk menjawab begitu.Lastri tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Setelah beberapa hari bersembunyi dalam ketakutan, siang ini Lastri merasa hidup kembali.Tidak butuh waktu lama, keduanya sampai ke sebuah restoran yang terkenal dengan masakan cinanya. Alan hanya asal pilih saja, karena sebenarnya lelaki itu sama sekali tidak memiliki selera makan.Saat tiba, beberapa orang langsung menjadikan Alan dan Lastri sebagai objek perhatian. Wajah tampan dan badan
Alan langsung menekan tombol panggil guna menelpon nomor yang baru saja mengirim video pada dirinya. Akan tetapi malah pemberitahuan bahwa nomor tersebut tidak aktif yang ia terima. Lelaki itu tidak menyerah dan mencoba beberapa kali lagi akan tetapi tetap saja ia mendapatkan pemberitahuan yang sama dari operator. Bahwa nomor yang ia hubungi sedang tidak aktif.Serasa disambar petir di siang bolong, dunia Alan serasa runtuh. Jika video yang dikirimkan padanya dilihat oleh Sandra, tentu rumah tangganya yang sekarang sedang diujung tanduk akan langsung jatuh dan hancur berkeping-keping. Sandra bukan tipe wanita yang akan menerima lelaki yang selingkuh dari dirinya. Alan tahu hal tersebut dan bodohnya masih saja melakukannya.Alan terduduk lemas, lelaki itu meremas rambutnya, menampar wajahnya sendiri. Apa yang bisa ia lakukan sekarang untuk menebus dosanya? Ah, yang lebih penting adalah apa yang bisa ia lakukan untuk menyembunyikan dosanya dari Sandra? Biarlah Tuhan tahu dosanya, asal j
Polisi datang keesokan harinya untuk memeriksa kamar Bu Rohimah yang merupakan TKP kasus pencurian. Selain itu Sandra juga diminta untuk bersaksi dan menyerahkan rekaman CCTV yang menjadi bukti utama kejahatan Lastri. Alan melaporkan Lastri untuk dua tuduhan sekaligus. Pertama kasus kecelakaan sang Ibu yang didalangi oleh Lastri dan yang kedua pencurian barang berharga.“Di sini kejadiannya,” kata Alan pada dua orang polisi yang juga memeriksa tempat Bu Rohimah terjatuh. “Dimana letak CCTVnya?” tanya polisi yang lebih muda.“Di sana. Memang saya sengaja pasang agak tersembunyi karena saya nggak percaya sama pembantu saya,” kata Sandra menjelaskan. “CCTVnya cuma dipasang di sini saja?” tanya polisi yang heran dengan letak CCTV yang terpasang. Tentu saja heran karena biasanya CCTV terpasang di tempat-tempat yang resiko kemalingannya besar. Akan tetapi di rumah ini CCTV malah terpasang di belakang rumah dimana tidak ada barang berharga tersimpan.“Sebenarnya ada di tiga titik tapi dua
“Lan cepat turun ke bawah! Jangan sampai Lastri kabur sambil membawa Rio!” Alan segera berlari turun ke bawah tanpa bertanya apapun. Seketika Sandra langsung merasakan lututnya lemas kemudian terduduk di lantai. Air matanya merangsek keluar tanpa bisa ditahan. Ia berteriak-teriak memanggil Rio yang entah ada di mana sekarang.“Ada apa, San?” tanya Sisil yang masih bingung dengan situasi yang terjadi. Wanita itu memegangi pundak Sandra yang bergetar naik turun. “Rio kemana?” tanya Sisil. Jelas-jelas tadi Rio sedang tidur nyenyak ketika Sisil memutuskan untuk turun menemui Sandra.Sisil tidak mengerti situasi macam apa yang sedang berlangsung. Rio tahu-tahu tidak ada di kamarnya dan Sandra yang menjadi histeris.“Aku nggak mau sampai Rio kenapa-kenapa,” Sandra memeluk sahabatnya itu lalu menangis lebih keras lagi.Entah apa yang sedang terjadi, Sisil membalas pelukan Sandra sambil berkali-kali mengsap punggung wanita itu. Sisil mau tidak mau jadi merasa bersalah. Kalau saja wanita itu
Alan ternganga melihat video bukti dari kejahatan Lastri. Ia sama sekali tidak menyangka kalau pembantu yang selama ini ia anggap sebagai wanita baik-baik malah menusuk keluarganya dari belakang. Padahal selama ini Alan sudah memberikan kepercayaannya secara penuh. Marah dan kecewa sekaligus.“Sialan…” desis Alan. Lalu ketika lelaki itu mengangkat kepala hendak melihat sang pelaku kejahatan, Lastri sudah melemparkan plastik yang harusnya menjadi sarapan mereka pagi ini dan berlari pergi.Alan hendak mengejar Lastri akan tetapi ditahan oleh Bu Rohimah. Wajah wanita itu terlihat pucat dan badannya gemetaran. Ia memeluk Alan untuk melegakan perasaan khawatir yang sedari tadi ia rasakan.“Untung kamu nggak kenapa-kenapa, Lan. Ibu khawatir semalaman karena kamu pergi sama penjahat itu,” kata Bu Rohimah masih memeluk sang anak.Alan mengusap-usap punggung sang ibu dan merasakan tubuh tua sang ibu yang gemetar. Hatinya kemudian diliputi rasa bersalah karena meninggalkan ibunya semalaman dan