Beranda / Romansa / Fall For Her / Bab 7. Kamu Siapa?

Share

Bab 7. Kamu Siapa?

Penulis: Sastra Stone
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Perempuan itu mendengar Adam berkata kecurigaannya tentang bilik elevator yang mengalami gangguan. Kemudian perempuan itu beringsut ke sudut ruangan. Dengan nada suara dan tatapan mata yang diliputi rasa takut dia bertanya, "Macet?"

Sebelum sempat Adam jawab, lampu lift itu berkedip-kedip dan sempat mati bersamaan saat terjadi guncangan kembali. Kali ini kotak pengangkut manusia itu seperti jatuh tanpa kendali. Sejenak mereka merasakan seolah-olah tanpa gravitasi.

"Aarrgghh …!" Perempuan itu berteriak.

Kemudian lift itu kembali berhenti disertai suara seperti benturan yang keras. Adam menahan emosi untuk tetap tenang dalam situasi genting itu. Angka masih menunjukkan lantai empat dan tanda panah tidak tampak. Adam menekan berkali-kali tombol yang berfungsi untuk membuka pintu, tetapi tidak terjadi perubahan.

Adam segera menekan tombol darurat untuk berkomunikasi dengan petugas di luar sana. "Halo! Halo! Ada orang di sana? Ada yang mendengar suara saya?" Adam beberapa kali mengulangi perkataannya. Namun, tak ada jawaban.

Saat Adam berusaha menghubungi petugas, dia melihat mata perempuan yang bersamanya di dalam lift itu menatap kosong dan mata membulat sempurna, wajahnya memucat, serta keringat dingin mulai bercucuran, sementara tubuhnya mematung tak bergerak. Melihat kondisi perempuan itu membuat Adam beralih fokus memerhatikan sang perempuan.

"Mbak! Mbak! Kamu baik-baik saja?" tanya Adam khawatir. 

Perempuan itu bergeming dan pandangannya kosong.

"Mbak … kamu kenapa? Jangan khawatir, sebentar lagi akan datang petugas buat nolongin kita," jelas Adam bermaksud menenangkan perempuan itu.

Ternyata itu tak membantu. perempuan itu justru mulai bertingkah seperti kehabisan napas. Tubuh ramping itu merosot ke lantai dan kedua tangannya memegang leher seolah-olah tak mampu bernapas karena tercekik. 

Adam mundur selangkah karena terkejut. Dia berpikir keras tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi kepada perempuan itu. Adam dengan ragu-ragu mendekati dan mencoba menenangkannya.

"Mbak kenapa? Nggak bisa napas?" tanya Adam menegaskan. Tak ada jawaban, perempuan itu terus meronta dan matanya menutup rapat seperti memekik karena sesak. 

Terdengar suara dari interkom. Seseorang menanyakan kondisi mereka yang terjebak di dalam. 

[Halo … ada orang di dalam sana?]

Adam bergegas mendekati asal suara. "Kami terjebak di sini, tolong!" sahut Adam.

[Harap tenang, jangan panik, teknisi sedang dalam perjalanan ke sana. Lift mengalami gangguan] ujar petugas itu.

[Ada berapa orang di sana?] tanyanya lagi.

"Kami hanya berdua," terang Adam. "Tolong segera dipercepat! Ini ada mbak-mbak yang … mulai kehabisan oksigen!" jelas Adam untuk menggambarkan situasi perempuan itu. Kondisi yang sebenarnya tak Adam pahami penyebabnya.

[Iya, Mas. Harap tetap tenang. Teknisi sudah bergerak secepat mungkin] ujar petugas.

"Tolong panggil juga dokter atau ambulans! Mbak ini butuh pertolongan segera!" pinta Adam.

[Baik, Mas] jawab si petugas.

Meskipun bantuan segera datang, tetapi Adam masih diliputi kebingungan. perempuan itu tak menunjukkan tanda-tanda membaik. Wajah perempuan itu mengekspresikan kesakitan yang tak tertahankan. Adam ingin menolong, tetapi bingung harus bagaimana. Dia dengan ragu mendekati dan menyentuh kedua tangan perempuan itu agar melepaskan lehernya. 

"Ayo bernapas, Mbak! Hirup napas dari hidung! Dari hidung. Lihat, seperti yang saya contohkan!" Adam menghirup dan mengembuskan napas dengan harapan perempuan itu mengikuti sarannya.

Terdengar suara gebrakan dari luar lift. Lalu seseorang berteriak memanggil mereka.

"Mas, kami akan membuka pintu. Harap menjauhi pintu. Mundur, Mas!" perintah suara itu.

Mendengar instruksi yang diberikan, Adam tanpa ragu memeluk dan menggeser tubuh perempuan itu untuk menjauhi pintu lift. "Mbak, bantuan sudah datang. Sebentar lagi pintunya terbuka. Sabar, ya," bisik Adam dengan masih memeluk tubuh itu.

Mata perempuan itu menangkap citra wajah Adam. Napas yang semula tak teratur perlahan malah melemah. Badannya pun mulai melemas. perempuan itu kehilangan kesadarannya.

"Mbak!" panggil Adam seraya mengguncang-guncang tubuh yang ada di pelukan. Adam memeriksa denyut nadi di leher sang perempuan, 'masih ada,' batinnya.

Adam yang terfokus kepada perempuan itu tak menyadari bahwa pintu telah dibuka dengan paksa. Terlihat beberapa orang sudah berkerumun di luar lift. 

"Mas!" panggil seseorang.

Adam menoleh dan tanpa membuang waktu, digendongnya perempuan itu dan berjalan keluar lift.

"Ambulans? Ambulans sudah siap?" tanya Adam kepada salah seorang yang berseragam petugas di sana.

"Sebentar lagi sampai, Mas," jawabnya. "Lewat lift yang di sana saja, Mas. Aman," ajak pria itu kepada Adam. Dia berjalan lebih dulu untuk menunjukkan lokasi lift yang akan mereka gunakan untuk mencapai lantai dasar.

Petugas itu berlari lebih dulu untuk mengamankan jalan dan memastikan pintu lift nanti sudah terbuka sebelum Adam sampai untuk menggunakannya.

Adam merasakan berat badan perempuan itu meringan. Dia khawatir jika terlalu lama membiarkan perempuan itu kehilangan kesadarannya. Saat mencapai ambulans, para petugas medis bergerak cepat untuk memberikan pertolongan pertama.

"Mas-nya gimana? Ada keluhan?" tanya seorang pria. "Mas?" panggilnya. Adam yang terpaku melihat perempuan itu di dalam ambulans terhenyak kesadarannya.

"Nggak. Saya baik-baik saja," jawab Adam.

"Alhamdulillah. Oh iya, mbak-nya biar kami yang urus, Mas." 

Mendengar keputusan pria itu Adam menoleh dan berujar, "Nggak usah, biar saya saja." Adam segera naik ke ambulans dan duduk di bangku penumpang.

Pria tadi melongo melihat Adam yang pergi begitu saja, 'Apa dia kenal mbak tadi?' tanyanya dalam hati.

"Mas siapanya?" tanya seorang perawat. 

"Saya yang tadi terjebak bareng sama mbak-nya," jawab Adam.

"O ... Mas ada keluhan?" tanya perawat itu kemudian.

"Nggak, saya baik-baik saja. Bagaimana kondisi mbak-nya, Sus?" tanya Adam.

"Kondisi mbak-nya belum stabil. Detak jantung masih lemah. Tapi kami sudah memberikan penanganan darurat untuk mempertahankan kondisi saat ini agar tidak memburuk. Nanti akan ditindaklanjuti saat tiba rumah sakit, ya, Mas," terang perawat itu kepada Adam.

Sesampainya di rumah sakit, ranjang tempat perempuan itu berbaring didorong menuju unit gawat darurat untuk penanganan yang lebih intensif. Adam berdiri di luar pintu karena merasa tidak berkepentingan untuk ikut masuk ke sana. Seorang perawat datang dan menyerahkan tas milik pasien.

"Ini, Mas. Tas milik mbak-nya. Dan tolong segera ke bagian administrasi untuk mengisi data pasien," ujar perawat itu dengan merentangkan tangan kirinya menunjuk lokasi bagian administrasi. Tanpa menunggu jawaban dari Adam, perawat itu berlalu pergi.

Adam butuh beberapa detik untuk menjernihkan pikiran. Dia berpikir hal pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa identitas perempuan itu di dalam tasnya. Tas hitam itu dibuka dan dilihat dengan saksama. Adam berfokus mencari benda yang serupa dompet di dalam sana. Akan tetapi, tidak ditemukan. "Kok, nggak ada?" cicitnya.

Kemudian dia mencari tempat duduk lalu mengeluarkan seluruh isi tas itu. Di sana ada beberapa permen, beberapa uang koin dan uang kertas dalam pecahan kecil, sebuah ponsel, sebuah kunci motor, sebungkus tisu, sebuah pemotong kuku, dan dua kunci dalam satu gantungan. Karena memang tak ditemukan dompet, Adam mengecek ponsel sang perempuan, tetapi untuk membukanya diperlukan kata sandi.

Adam mendengkus kesal. "Lalu aku harus nulis namamu siapa?" gumam Adam. 

Bab terkait

  • Fall For Her   Bab 8. Ketika Kamu Tertidur

    Adam mengetuk-ngetukkan jarinya pada permukaan kursi yang keras. Dia berpikir bagaimana dia nanti harus mengisi formulir data pasien atas nama perempuan yang terjebak bersamanya di dalam lift tadi. 'Ah, sudahlah. Kalau dia tak juga pulang, mungkin nanti akan ada keluarganya yang menghubungi dia,' pikirnya.Kemudian dia memasukkan lagi benda-benda yang telah dikeluarkan kembali ke dalam tas kecil itu. Setelah itu dia berjalan menuju tempat administrasi sebagaimana yang perawat tadi tunjukkan. Hanya ada seorang petugas di sana yang Adam temui."Permisi, Sus. Saya diminta untuk mengisi data pasien yang baru masuk," ucap Adam."Oh, mbak yang pingsan tadi, ya, Pak?" tanya orang itu menegaskan."Iya, betul." Segera petugas itu mengambil selembar kertas dan sebuah pena, lalu diserahkan kepada Adam untuk diisi. Setelah membaca sekilas data yang diminta, Adam memutuskan untuk tidak mengisinya karena tak mengetahui satu pun jawabannya. "Mm, Sus." Panggilan Adam mem

  • Fall For Her   Bab 9. Secarik Kertas

    Adam merasa cukup lelah hari itu sehingga dia membiarkan perempuan yang semula meracau dalam tidurnya itu untuk tak melepaskan genggaman pada pergelangan tangannya. Lalu kantuk mulai menyerang dan dia memejamkan mata di tepi ranjang sebelah sebuah tubuh yang terbaring.Entah berapa lama Adam terlelap. Lehernya mulai terasa lelah dan lengan yang semula digunakan untuk bantal pun terasa kebas. Dia menegakkan duduknya dan sedikit menggeliat."Sudah bangun, Bos?" tanya seseorang.Adam menoleh dan mendapati asistennya sudah berdiri mengamati dari tempat dia berdiri. Pria itu lalu mengalihkan arah mata ke pasien yang seharusnya terbaring di ranjang. Mata Adam membulat, tak ada siapa pun di sana. Dengan gagap dia menunjuk ke arah kasur beralas kain putih itu."D-dia? Dia ke mana?" tanya Adam.

  • Fall For Her   Bab 10. Stick to the Plan

    Kedua mata Adam menatap tajam ke arah kerumunan penggemar yang ada di depan bioskop seraya menunjuk dia berujar, "Itu seperti perempuan kemarin."Lucky yang mendengar ucapan sang bos seketika melihat ke arah yang Adam tunjuk. "Siapa, Bos?" tanya Lucky penasaran.Adam terpaksa mengalihkan pandangan untuk menjelaskan maksudnya kepada Lucky. "Itu yang memakai kaus …." Adam kembali melihat kerumunan, tetapi orang yang dia maksud seperti menghilang atau sebenarnya sejak awal memang tak ada."Kaus? Banyak yang pakai kaus, Bos," kata Lucky ikut mengamati kumpulan orang-orang di sana.Adam menarik napas dalam dan kembali meneruskan perjalanan, "Ah, sudahlah."Seorang pria di dalam restoran melambaikan tangan menyapa dengan senyuman. "Pak Hendra sudah datang rupanya," ujar Lucky yang membalas sapaan pria tadi dengan anggukan. Adam pun melakukan hal serupa.Jarak antar meja di restoran itu sekitar lebih dari 1 meter. Adam berjalan lebih a

  • Fall For Her   Bab 11. Pulau Beras Basah

    "Stick to the plan?" tanya Lucky dengan tatapan penuh arti ke arah sang bos. Adam tahu apa maksud pertanyaan Lucky yang sebenarnya tidak memerlukan jawaban darinya. Dia menyandarkan punggung dan tertawa lirih menanggapi ide nakal dari bawahannya tersebut. "Hubungi Hassan untuk menunda semua agenda sampai lusa. Kalau tidak bisa ditunda, saya akan handle dari sini." Adam memberikan instruksi kepada Lucky yang masih duduk di depannya. "Siap," respons Lucky singkat. "Ya sudah, atur sana. Saya kembali ke kamar." Adam berdiri dan berjalan meninggalkan restoran. Pria itu mendadak berhenti dan berbalik arah memberikan tambahan petunjuk kepada Lucky. "Oh ya, atur dengan low bud

  • Fall For Her   Bab 12. Plan B

    Keindahan Pulau Beras Basah bukan tujuan utama Adam. Dia duduk di gazebo yang letaknya tidak jauh dari posisi Bianca berada. Saat dirinya sibuk berspekulasi, ponselnya berbunyi. Nyonya Wursita menelepon dan dia bertanya mengapa dirinya tidak segera kembali ke Jakarta sesuai rencana awal."Aku masih ada urusan, Bu," jawab Adam atas pertanyaan sang ibu.[Bisa ditinggal? Atau diwakilkan? Ibu ada tugas lebih penting buat kamu] Suara Nyonya Wursita terdengar serius dan tidak ingin didebat.Adam menelan ludahnya, lalu bertanya "Tugas apa, Bu?"[Paman dan bibimu mengundang kita makan malam besok] jawab Nyonya Wursita."Makan malam? Dalam rangka apa?"[Entah, ibu ndak paham. Mungkin ini ada hubungannya dengan Desmon yang sudah punya pacar] terang Nyonya Wursita."Oh. Mungkin hubungan mereka sudah serius, jadi harus mengundang keluarga besar untuk makan malam," sahut Adam.[Mungkin saja. Tapi yang jelas bibimu itu mau mengejek ibu

  • Fall For Her   Bab 13. Diadopsi

    Setibanya di kediaman sang paman, Adam mengatakan sesuatu kepada Lucky, "Oh ya, tentang plan B ... ada tambahan."Lucky langsung mencari data di kepalanya sesuatu yang berkaitan dengan plan B. Seketika dia mengingat percakapan di Pulau Beras Basah. Dengan cermat, dilihatnya wajah sang bos dari kaca spion."Besok kirimkan bunga untuk Bianca," ujar Adam membuat Lucky yang duduk di kursi sopir tertegun. Kemudian sang bos turun dari mobil.Setelah mendengar perkataan Adam, Lucky terdiam dan memikirkan arah tujuan sang bos tiba-tiba bersikap demikian pada seorang perempuan yang bahkan belum saling mengenal.Sebuah ketukan di kaca mobil membuyarkan lamunan Lucky. "Mas, mobilnya tolong dimajukan. Ada mobil mau keluar," ujar petugas keamanan yang mengatur lalu lintas kendaraan yang keluar masuk pekarangan rumah mewah itu.Adam yang sudah melewati pintu utama disambut sebuah vas kristal besar dengan rangkaian bunga bernuansa putih. Lampu gantung berki

  • Fall For Her   Bab 14. Trauma Masa Kecil

    "Dasar anak tidak tahu balas budi!" hardik ibu angkat Bianca kala itu."Ada apa lagi? Apa ulahnya kali ini?" tanya ayah angkat Bianca dari dalam kamar. Kemudian berjalan mendekati sang istri yang sedang memelototi Bianca yang tertunduk ketakutan di hadapannya."Lihat ini, Mas! Anak ini sudah merusak bajuku. Ini mau aku pakai malam nanti untuk acara reuni. Kalau begini, aku harus pakai apa?" Ibu angkat Bianca menggoncang-gocangkan sesuatu di genggamannya, sebuah gaun berbahan halus yang telah rusak warna aslinya karena noda luntur di beberapa bagian."Aku hanya melakukan apa yang Ibu suruh. Aku memasukkan semua baju kotor ke dalam mesin cuci," ungkap Bianca membela diri.Ayah angkat Bianca merebut gaun itu dan membentangkannya. Dia mengamati gaun itu dengan kesal.

  • Fall For Her   Bab 15. Berinisial A

    Jamuan makan malam di rumah mewah milik Aditya Saguna cukup meriah. Tak kurang dari lima puluh orang berkumpul, baik kerabat dekat maupun jauh. Terdapat dua orang pemandu acara agar malam lebih interaktif. Ada juga yang berkaraoke dengan diiringi band kecil yang sengaja didatangkan untuk lebih menyemarakkan suasana. Adam sudah duduk bergabung di meja tempat para keluarga inti Saguna. Di sana ada Tuan Adyaksa, Nyonya Wursita, Tuan Aditya, Nyonya Padmana, dan Gita. Akan tetapi, masih ada dua kursi yang kosong dan seharusnya itu tempat Desmon, sepupu Adam. "Desmon lama sekali," keluh Nyonya Padmana. "Memangnya kakak ke mana, Ma?" tanya Gita. "Jemput pacarnya," jawab Nyonya Padmana bangga. Baru saja wanita itu hendak menelepon putranya, dari kejauhan muncul seorang pria bertubuh tinggi atletis dengan bentuk w

Bab terbaru

  • Fall For Her   Bab 31. Kunjungan

    Ponsel Lucky berdering. Setelah melihat nama sang bos terpampang di layar, segera diangkatnya sebelum nada dering pertama berakhir."Halo, Bos," sapa Lucky.[Bunga untuk Bianca besok biar saya sendiri yang ngasih!] Lalu sambungan itu diputus."Halo, Bos? Bos?" Lucky masih mencoba memanggil, tetapi sudah tidak ada jawaban dari penelepon. Asisten Adam tersebut menatap layar ponsel dan mencari daftar nama di kontak masuk. Dia ingin memastikan bahwa dirinya tidak salah membaca nama penelepon. "Benar. Tadi memang bos yang telepon." Mata Lucky bergerak seperti sedang membantu kepalanya mengingat kembali perintah Adam.'Bunga untuk Bianca besok biar saya sendiri yang ngasih!' Kalimat pendek dan padat itu terngiang kembali di kepala Lucky. "Kenapa tiba-tiba begitu?" gumam Lucky yang bingung karena tidak ada penjelasan lebih lanjut.Lucky segera membuka ruang obrolan dengan empat rekan lainnya.Lucky: Bos barusan telpon. Ngasih perintah singkat padat dan jelas.Adi: Apaan, Mas?Hassan is typi

  • Fall For Her   Bab 30. Keputusan Tiba-Tiba

    Fahar menceritakan kehidupan pribadinya kepada Adam, seorang teman yang telah lama berpisah. Bagaimana dia kehilangan Diana, istrinya, dan meneruskan hidup bersama putra tunggalnya, Alex."Aku akui kamu memiliki segalanya, Bro. Wajah, otak, penampilan, gaya bicara, keramahan, tapi baru sekarang aku paham kenapa," tutur Fahar.Sedangkan Adam tersenyum mendengar pujian demi pujian yang kawan lamanya itu lontarkan. "Kenapa?" tanya Adam mengetes."Iya, kamu anak tunggal kerajaan bisnis AS Corp, Bro. Kalau aku jadi orang tuamu pasti juga nggak bisa biarin kamu main-main," terang Fahar.Adam bahagia karena sahabatnya itu paham tanpa harus dijelaskan."Kenapa senyum?" tanya Fahar penasaran."Iya, aku senang kamu bisa paham tanpa aku harus jelasin. Beberapa hubungan menuntut kejelasan. Bahkan kadang sudah dijelaskan, mereka tetap tidak menerima dan memilih pergi. Dan aku senang lu paham," tukas Adam dengan intonasi tenang.Pria di hadapan Adam menangkap maksud lainnya. Dia merasa ada hubungan

  • Fall For Her   Bab 29. Bernostalgia

    Sekembali Adam dari Bandung, dia langsung menuju gedung pusat AS Corp. Dia beristirahat sejenak di ruang pribadinya sebelum kembali memulai hari dengan menyibukkan diri dalam pekerjaan.Hassan melihat jam hampir menunjukkan pukul sembilan. Sesuai instruksi yang Adam berikan, dia ingin Hassan membangunkannya sebelum tepat jam sembilan. Sang asisten segera menuju ruang kerja Adam. Di sana ada pintu lain yang tersembunyi di balik rak buku. Setelah menekan tombol di balik sebuah buku tebal bersampul cokelat, rak buku itu menimbulkan sebuah bunyi yang halus lalu bergerak bergeser secara perlahan. Semua asisten Adam sudah mengetahuinya, sedangkan Vina yang baru saja dipromosikan sebagai pengganti Trias belum mengetahuinya.Saat masuk ke ruangan itu, Hassan sudah bisa melihat Adam yg duduk termenung di tepi ranjang. Pria itu terkesan aneh melihat sang bos yang berlaku di luar kebiasaan. "Sudah bangun, Bos?" tegurnya.Adam menoleh lalu mengangguk. Hassan berjalan mendekat, "Ada yang Bos pik

  • Fall For Her   Bab 28. Tertarik?

    "Selamat siang. Ada yang bisa dibantu?" tanya petugas di pintu masuk pada seorang kurir."Saya mengantarkan kiriman bunga untuk Ibu Bianca," jawabnya.Saat percakapan itu terjadi, Fahar baru saja tiba di kantor dan mendengarnya. "Langsung masuk saja, sampaikan ke meja resepsionis," instruksi si petugas.Kurir itu masuk membawa sebuah buket Krisan kuning dan melangkah menuju dua orang wanita yang sedang duduk tak jauh dari pintu utama.Fahar yang telah menerima salam dari si petugas keamanan berjalan menuju ke dalam gedung Advance Advertising. Namun, pria itu tidak langsung menuju lift untuk mengantarkan ke lantai tempatnya bekerja dan justru menyempatkan diri mendekat ke meja resepsionis. Dia penasaran dengan bunga yang dikirim untuk Bianca. Sejauh yang pria itu ingat, beberapa hari terakhir ini dia melihat Bianca selalu membawa bunga. Pertama bunga anggrek, lalu bunga matahari, dan pagi itu bunga Krisan. 'Apakah ada seseorang yang sengaja mengirimkannya kepada Bianca?' batinnya bert

  • Fall For Her   Bab 27. Tidak Terlalu Buruk

    Ibu Sun melihat Adam berdiri mematung, kemudian segera pergi menghampiri sang tamu. "Ada apa, Nak Adam?" tanyanya. "Bunganya cantik, Bu," sahut Adam saat menunjuk anggrek bulan ungu yang tersimpan di rak kayu di bawah pohon mangga. Bersisian dengan pot bunga lainnya. "Oh, bunga ini. Iya, saya juga suka lihatnya. Warnanya kalem sekaligus berani.""Ibu Sun sepertinya terampil merawat bunga, ya," puji Adam."Saya memang suka berkebun sejak muda. Tapi pengalaman merawat anggrek? Ini pertama kali. Semoga saja si cantik ini berumur panjang dengan saya," tutur wanita itu dengan menyentuh ujung kelopak bunga ungu itu.Entah mengapa tiba-tiba Adam merasa ada keterkaitan antara Ibu Sun dengan Bianca. Seingat Adam, ibu Bianca bekerja di panti asuhan, tetapi dia lupa nama lengkap panti maupun nama ibu Bianca. Namun, adanya bunga anggrek ungu itu membuatnya berpikir untuk menanyakan sesuatu yang lebih spesifik."Ini beli di mana? Saya jadi ingin punya juga.""Aduh, saya kurang tahu. Soalnya saya

  • Fall For Her   Bab 26. Kebon Tinggi

    Diawali dengan bunga anggrek, hari berikutnya mawar, kemudian bunga matahari. Semua makhluk cantik itu membuat Bianca tak henti-hentinya berpikir apa keinginan si pengirim. Sambil menatap kertas kecil yang berisi pesan singkat dan tentu saja dari seseorang yang berinisial A.~Jadi, kita sudah berteman. Teman?~AMawar kuning di meja kerjanya belum juga layu, dan kini tiga tangkai bunga matahari sudah datang. Dengan malas, Bianca melepas ikatan pita hijau pada bunga berkelopak kuning itu. Kemudian satu per satu tangkainya diselipkan di tengah kuntum mawar.Beberapa orang sudah berdatangan dan mereka mempersiapkan diri sebelum jam kantor benar-benar dimulai. Tak terkecuali Bianca, meskipun dirinya sedang diliputi rasa penasaran, tetapi pekerjaan lebih utama baginya. Terlebih lagi, kejadian pagi itu tentang dirinya yang terkurung di dalam toilet membuat energi paginya sudah cukup terkuras.'Terserah apa maumu," batin Bianca saat melihat sekali lagi isi kertas dan melemparnya asal.Amelia

  • Fall For Her   Bab 25. Janji Makan Siang

    Rupanya Adam dan Fahar adalah kawan lama semasa menempuh S1 di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Mereka berbeda jurusan, tetapi terbilang akrab karena memiliki kesukaan yang sama yaitu menulis puisi. Sehingga mereka sering bertemu dalam satu komunitas pecinta puisi di kampus. Mereka rajin mengikuti acara-acara seni literasi. Menghadiri pementasan musikalisasi puisi. Hingga pernah menggagas buku antologi puisi bersama. Namun, belum sempat naik cetak karena jejak Adam menghilang di hari mereka wisuda. Kabar yang Fahar dapat ketika itu bahwa Adam segera terbang untuk meneruskan S2 di Amerika. Sejak saat itu, Fahar hilang kontak dengan Adam. Hingga tibalah hari saat Fahar melihat kontrak kerja sama dengan perusahaan OSG. Ada nama Adam Harun Saguna tertera pada bagian pihak pertama. "Adam Harun Saguna?" desis Fahar. "Benar. Itu adalah nama pemilik OSG sekaligus CEO kami. Saya di sini bertindak sebagai wakil beliau untuk pelegalan kontrak

  • Fall For Her   Bab 24. Ketahuan

    "Tolong! Saya terjebak di dalam sini!" teriak Bianca.Si pengetuk pintu langsung membuka pintu toilet wanita. Wajahnya terkejut karena mengira pintu utama toilet yang macet. Dia melihat ada bunga dan tas kerja di dekat wastafel. "Di mana?" serunya.Merasa mengenal pemilik suara itu, Bianca coba memastikan. "Pak Fahar?" tanyanya."Bianca?" Pria itu pun mengenali suara si korban."Saya di sini, Pak! Pintunya tidak bisa dibuka!" cicit Bianca.Karena mendengar ketukan Bianca, Fahar tahu perempuan itu terjebak di dalam bilik kedua."Menjauh dari pintu!" titah Fahar.Bianca beringsut di pojokan ruangan dengan tetap menjaga kesadarannya.Kemudian lelaki ini mencoba menekan kenop dan mendorong paksa dengan mengandalkan sisi samping badannya. Percobaan pertama gagal. Begitu pun percobaan kedua dan ketiga. Lalu usaha keempat membuahkan hasil. Lelaki itu terkejut melihat kondisi Bianca.Sementara itu Bianca menatap nanar ke a

  • Fall For Her   Bab 23. Terjebak Lagi

    Pagi pun tiba. Bianca sengaja datang lebih awal karena bermaksud ingin menemui satpam yang berjaga shift malam. Hajatnya untuk mengetahui pengirim bunga itu masih bergelora. Setelah memarkirkan si marun, motor matiknya, perempuan itu menghampiri seorang penjaga di pintu masuk gedung.Melihat kartu tanda pengenal yang menggantung di leher Bianca, penjaga itu mengenali bahwa Bianca adalah pegawai di gedung itu, sehingga pria itu tidak mencegahnya. "Selamat pagi, Bu?" tanya pria itu santun."Pagi, Pak Eko," sapa Bianca setelah melihat deretan huruf di seragam yang pria itu kenakan."Pagi sekali, Bu?" tanya Eko heran."Iya. Sekali-kali menghindari polusi, Pak," kata Bianca berbasa-basi. " Pak Eko baru di sini? Saya nggak pernah lihat," ujar Bianca menyelidik."Betul, Bu. Ini minggu pertama saya dan dapat shift malam," terang Eko.Bianca mengangguk tanda dirinya paham. "Oh, iya, Pak. Apa Pak Eko juga yang menerima kiriman bunga mawar buat s

DMCA.com Protection Status